Kementrian Lembaga: Direktorat Jenderal Pajak (DJP)

  • Hak Jawab DJP Terkait Pemberitaan Coretax Masih Bermasalah, Penerimaan Negara Terancam Meleset – Page 3

    Hak Jawab DJP Terkait Pemberitaan Coretax Masih Bermasalah, Penerimaan Negara Terancam Meleset – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengajukan hak jawab terkait pemberitaan Liputan6.com yang berjudul “Coretax Masih Bermasalah, DPD: Penerimaan Negara Terancam Meleset”. Berita ini tayang pada 18 Februari 2025.

    Berikut isi hak jawab yang disampaikan DJP:

    Isi pada pemberitaan yang mengutip pernyataan Komite IV DPD RI, Ahmad Nawardi, yang menyatakan mendapatkan informasi bahwa “ Direktorat Jenderal Pajak hanya bisa mengumpulkan 20 juta faktur pada Januari 2025 dari sebelumnya pada periode yang sama tahun lalu sebanyak 60 juta faktur pajak “, merupakan berita yang kurang tepat karena data yang digunakan dalam pemberitaan tersebut tidak dikonfirmasi terlebih dahulu pada DJP.

    DJP telah mengeluarkan Keterangan Tertulis nomor KT-06/2025 tanggal 13 Februari 2025 terkait Penerbitan Faktur Pajak yang salah satu poinnya menyatakan bahwa jumlah faktur pajak yang telah diterbitkan yaitu sebesar 52.506.836 untuk masa Januari 2025.

    Berdasarkan Pasal 1 ayat (11), (12), dan (13); Pasal 3 ayat (1); Pasal 5 ayat (1) dan (3); serta Pasal 6 dan Penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers serta mengacu pada Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers, serta dalam rangka menerapkan prinsip pemberitaan yang berimbang, benar, tepat, akurat, dan sesuai fakta yang ada, kami harapkan agar Bapak dan Ibu para pimpinan redaksi untuk kiranya dapat melakukan ralat dan koreksi terhadap judul dan isi pemberitaan dimaksud pada terbitan berikutnya agar tidak terjadi kesalahan persepi di masyarakat. Dengan demikian diharapkan pemberitaan yang dilakukan dapat memberikan dampak yang positif bagi masyarakat luas melalui penyampaian informasi yang tepat, akurat, dan benar.

  • DJP Sumut sebut layanan Coretax bisa kembali digunakan secara lancar

    DJP Sumut sebut layanan Coretax bisa kembali digunakan secara lancar

    ANTARA – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumatera Utara I sudah mulai mengoptimalkan layanan Coretax. Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Lusi Yuliani mengatakan, kegiatan layanan Coretax sudah lancar dan wajib pajak bisa terlayani dengan baik. (Muhammad Valery Siregar/Andi Bagasela/Roy Rosa Bachtiar)

  • Cara Lapor Pajak Online SPT Tahunan Pribadi, Terakhir 31 Maret 2025

    Cara Lapor Pajak Online SPT Tahunan Pribadi, Terakhir 31 Maret 2025

    PIKIRAN RAKYAT – Lapor Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) adalah kewajiban bagi setiap Wajib Pajak (WP) di Indonesia.

    Kini, pelaporan SPT Tahunan dapat dilakukan secara online melalui e-Filing, sehingga lebih mudah dan efisien.

    Persiapan Sebelum Lapor SPT Tahunan

    Sebelum melakukan pelaporan SPT Tahunan secara online, ada beberapa persiapan yang perlu Anda lakukan:

    1. Memiliki EFIN (Electronic Filing Identification Number) adalah nomor identifikasi yang diperlukan untuk melakukan transaksi elektronik dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), termasuk pelaporan SPT Tahunan secara online.

    Jika Anda belum memiliki EFIN, Anda dapat mengajukannya secara online melalui situs web DJP atau datang langsung ke kantor pajak terdekat.

    2. Siapkan okumen-dokumen yang diperlukan untuk pengisian SPT Tahunan antara lain:

    – Kartu Tanda Penduduk (KTP)

    – Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

    – Bukti potong pajak dari pemberi kerja (Formulir 1721-A1 atau 1721-A2)

    – Dokumen penghasilan lainnya (jika ada)

    – Dokumen yang berkaitan dengan harta dan kewajiban (jika ada)

    Ilustrasi Pajak.

    Cara Lapor SPT Tahunan Online Melalui e-Filing

    Berikut adalah langkah-langkah pelaporan SPT Tahunan PPh Pribadi secara online melalui e-Filing:

    1. Buka situs web resmi DJP melalui tautan https://djponline.pajak.go.id/.

    2. Masukkan NPWP/NIK, kata sandi, dan kode keamanan yang tertera, lalu klik tombol “Login”.

    3. Setelah berhasil login, pilih menu “Lapor”, lalu klik “Pilih Layanan: e-Filing”.

    4. Klik tombol “Buat SPT”.

    5. Ikuti panduan yang diberikan oleh sistem, termasuk yang berbentuk pertanyaan. Isi SPT sesuai dengan data dan dokumen yang Anda miliki.

    6. Setelah selesai mengisi SPT, sistem akan menampilkan ringkasan SPT Anda. Periksa kembali dengan cermat untuk memastikan tidak ada kesalahan.

    7. Untuk mengirim SPT, Anda perlu mengambil kode verifikasi terlebih dahulu. Kode verifikasi akan dikirimkan melalui email yang terdaftar di akun DJP Online Anda.

    8. Masukkan kode verifikasi yang Anda terima, lalu klik tombol “Kirim SPT”.

    9. Setelah SPT terkirim, Anda akan menerima Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) sebagai bukti bahwa Anda telah menyelesaikan pelaporan SPT Tahunan. BPE akan dikirimkan melalui email Anda.

    Jika Belum Ingin Mengirim SPT

    Jika Anda belum ingin mengirimkan SPT karena ada data yang perlu diperbaiki atau dilengkapi, Anda dapat klik tombol “Selesai”. SPT yang telah Anda buat akan tersimpan dan dapat dilihat serta diedit kembali di menu “Submit SPT”.

    Batas Waktu Pelaporan SPT Tahunan

    Batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi untuk Tahun Pajak 2024 adalah tanggal 31 Maret 2025.

    Konsekuensi Jika Terlambat Melapor SPT Tahunan

    Wajib Pajak yang belum melaporkan SPT Tahunan hingga batas waktu yang telah ditetapkan akan menerima surat pemberitahuan. Surat pemberitahuan ini berisi teguran dan kewajiban untuk mengurus pajak, termasuk ketentuan denda yang dikenakan.

    Tips

    Pastikan Anda memiliki koneksi internet yang stabil saat melakukan pelaporan SPT Tahunan secara online.

    Periksa kembali data yang Anda masukkan sebelum mengirim SPT Tahunan. Simpan BPE sebagai bukti pelaporan SPT Tahunan Anda.

    Melaporkan SPT Tahunan secara online melalui e-Filing adalah cara yang mudah dan efisien. Dengan mengikuti panduan di atas, Anda dapat melaporkan SPT Tahunan Anda dengan cepat dan tanpa ribet. Jangan lupa untuk melaporkan SPT Tahunan Anda sebelum batas waktu yang telah ditentukan untuk menghindari sanksi.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Terima Gratifikasi, Mantan Kakanwil DJP Jakarta Ditetapkan Tersangka

    Terima Gratifikasi, Mantan Kakanwil DJP Jakarta Ditetapkan Tersangka

    GELORA.CO -Seorang pejabat di Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ditetapkan sebagai tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi mencapai Rp21,56 miliar.

    Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan, pada 12 Februari 2025, KPK menetapkan Muhamad Haniv (HNV) selaku PNS DJP Kemenkeu sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi.

    “Bahwa HNV telah diduga melakukan perbuatan TPK berupa penerimaan gratifikasi untuk Fashion Show Rp804 juta, penerimaan lain dalam bentuk valas Rp6.665.006.000, dan penempatan pada deposito BPR Rp14.088.834.634, sehingga total penerimaan sekurang-kurangnya Rp21.560.840.634,” kata Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa sore, 25 Februari 2025.

    Asep menjelaskan, sejak 2011, tersangka Haniv menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah DJP Provinsi Banten. Pada 2015-2018, Haniv menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus.

    Anaknya Haniv bernama Feby Paramita, lanjut Asep, sejak 2015 memiliki usaha fashion brand untuk pakaian pria bernama FH Pour Homme by Feby Haniv dan berlokasi di Victoria Residence, Karawaci.

    “Bahwa selama menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, tersangka HNV diduga telah melakukan perbuatan yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban tugasnya dengan menggunakan pengaruh dan koneksinya untuk kepentingan dirinya dan usaha anaknya,” terang Asep.

    Pada 5 Desember 2016, Haniv mengirimkan e-mail kepada Yuli Dirga selaku Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing 3 berisi permintaannya untuk dicarikan sponsorship fashion show FH Pour Homme by Feby Haniv yang akan dilaksanakan pada 13 Desember 2016. 

    Permintaan ditujukan untuk 2 atau 3 perusahaan yang kenal dekat saja, dan pada budget proposal tertera nomor rekening BRI dan nomor handphone atas nama Feby Paramita dengan permintaan sebesar Rp150 juta.

    “Bahwa atas e-mail permintaan tersebut, terdapat transfer masuk ke rekening BRI 486301003762502 milik Feby Paramita yang diidentifikasi terkait dengan pemberian gratifikasi yang berasal dari wajib pajak Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus maupun dari pegawai KPP Penanaman Modal Asing 3 sebesar Rp300 juta,” jelas Asep.

    Selanjutnya pada 2016-2017, keseluruhan dana masuk ke rekening Feby terkait dengan pelaksanaan seluruh fashion show yang berasal dari perusahaan ataupun perorangan yang menjadi wajib pajak dari Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus adalah sebesar Rp387 juta. Sedangkan dari yang bukan wajib pajak sebesar Rp417 juta.

    “Bahwa seluruh penerimaan gratifikasi berupa sponsorship pelaksanaan fashion show FH Pour Homme by Feby Haniv adalah sebesar Rp804 juta, di mana perusahaan-perusahaan tersebut menyatakan tidak mendapatkan keuntungan atas pemberian uang sponsorship untuk kegiatan fashion show atau tidak mendapat eksposur ataupun keuntungan lainnya,” terang Asep.

    Lanjut dia, sejak 2014-2022, Haniv juga diduga beberapa kali menerima sejumlah uang dalam bentuk valas dolar Amerika Serikat (AS) dari beberapa pihak terkait melalui Budi Satria Atmadi. 

    Selanjutnya, Budi melakukan penempatan deposito pada BPR menggunakan nama pihak lain dengan jumlah yang sudah diketahui sebesar Rp10.347.010.000, dan pada akhirnya melakukan pencairan seluruh deposito ke rekening Haniv sebesar Rp14.088.834.634.

    Kemudian sejak 2013-208, Haniv melakukan transaksi keuangan pada rekening-rekening miliknya melalui perusahaan valuta asing dan pihak-pihak yang bekerja pada perusahaan valuta asing keseluruhan sebesar Rp6.665.006.000.

    Tersangka Haniv diduga melanggar Pasal 12B UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    “Fokus penyidikan saat ini adalah mengumpulkan dan melengkapi alat bukti, pemeriksaan saksi-saksi dan termasuk melakukan asset tracing terhadap tersangka HNV,” pungkas Asep. 

  • KPK Kantongi 1 Tersangka Kasus Gratifikasi Pejabat Pajak

    KPK Kantongi 1 Tersangka Kasus Gratifikasi Pejabat Pajak

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengantongi satu tersangka dalam perkara dugaan gratifikasi pejabat Direktorat Jenderal Pajak alias DJP Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

    Informasi yang dihimpun Bisnis, menyebut bahwa pengusutan kasus dugaan gratifikasi itu berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) yang telah ditandatangani pada tanggal 12 Februari 2025 lalu.

    Penyidik lembaga antikorupsi telah menetapkan tersangka dengan inisial MH, dan sudah dicegah untuk bepergian ke luar negeri sejak 19 Februari 2025.

    Pimpinan KPK enggan mengonfirmasi secara terbuka perihal kasus itu. Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto meminta agar upaya konfirmasi dilakukan satu pintu ke Juru Bicara KPK.

    “Silakan konfirmasi ke jubir,” ujar Fitroh melalui pesan singkat kepada Bisnis, Senin (24/2/2025).

    Kendati demikian, KPK mengonfirmasi sedang mengusut perkara baru terkait dugaan penerimaan gratifikasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

    Hal itu diketahui dari tiga orang saksi yang dipanggil oleh penyidik KPK pada jadwal pemeriksaan hari ini, Senin (24/2/2025).

    “Hari ini Senin (24/2), KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa gratifikasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Senin (24/2/2025).

    Tiga orang saksi itu yakni Direktur PT Panasia Synthetic Abadi Agnes Novella, Direktur PT Midas Xchange Valasia Tahun 2012 — 2016 Arief Deny Patria serta Agen Insurance Bagus Jalu Shakti.

    Saat dikonfirmasi apabila kasus tersebut terkait dengan Rafael Alun, Tessa masih enggan memerinci lebih lanjut.

  • KPK Usut Kasus Baru Terkait Gratifikasi Pejabat Pajak

    KPK Usut Kasus Baru Terkait Gratifikasi Pejabat Pajak

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut perkara baru terkait dugaan penerimaan gratifikasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

    Hal itu diketahui dari tiga orang saksi yang dipanggil oleh penyidik KPK pada jadwal pemeriksaan hari ini, Senin (24/2/2025).

    “Hari ini Senin (24/2), KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa gratifikasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Senin (24/2/2025).

    Tiga orang saksi itu yakni Direktur PT Panasia Synthetic Abadi Agnes Novella, Direktur PT Midas Xchange Valasia Tahun 2012 — 2016 Arief Deny Patria serta Agen Insurance Bagus Jalu Shakti.

    Saat dikonfirmasi apabila kasus tersebut terkait dengan Rafael Alun, Tessa masih enggan memerinci lebih lanjut.

    Adapun sumber Bisnis menyebut bahwa pengusutan kasus dugaan gratifikasi itu berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) tertanggal 12 Februari 2025.

    KPK telah menetapkan tersangka dengan inisial MH, dan sudah dicegah untuk bepergian ke luar negeri sejak 19 Februari 2025.

    Pimpinan KPK pun masih enggan mengonfirmasi secara terbuka perihal kasus itu. Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto meminta agar upaya konfirmasi dilakukan satu pintu ke Juru Bicara KPK.

    “Silakan konfirmasi ke jubir,” ujar Fitroh melalui pesan singkat kepada Bisnis, Senin (24/2/2025).

  • Batas Akhir Beli Rumah Bebas PPN Diperpanjang, Cek Syaratnya

    Batas Akhir Beli Rumah Bebas PPN Diperpanjang, Cek Syaratnya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah resmi memperpanjang pemberian insentif fiskal berupa pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah atau PPN DTP untuk penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun.

    Kebijakan pemberian insentif PPN DTP untuk penyerahan rumah dan rusun ini pemerintah atur melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13 Tahun 2025 (PMK-13/2025) yang mulai berlaku tanggal 4 Februari 2025.

    Perpanjangan insentif ini merupakan keberlanjutan kebijakan insentif PPN yang sebelumnya telah diberikan pada tahun 2023 dan 2024.

    “Pemberian insentif PPN ini diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan sektor ekonomi lainnya,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan melalui siaran pers, Sabtu (22/2/2025).

    Dengan terbitnya PMK 13/2025, maka untuk penyerahan rumah tapak atau satuan rumah susun yang dilakukan mulai 1 Januari sampai dengan 30 Juni 2025 akan mendapatkan insentif PPN DTP sebesar 100% atas PPN terutang dari bagian harga jual sampai dengan Rp2 miliar dengan harga jual paling tinggi Rp5 miliar.

    Sedangkan penyerahan mulai 1 Juli sampai dengan 31 Desember 2025 akan mendapatkan insentif PPN DTP sebesar 50% atas PPN terutang dari bagian harga jual sampai dengan Rp2 miliar dengan harga jual paling tinggi Rp5 miliar.

    “Contohnya jika Tuan A membeli rumah seharga Rp2 miliar pada 14 Februari 2025, maka seluruh PPN-nya ditanggung Pemerintah. Contoh lain jika Ny.B membeli rumah seharga Rp2,5 miliar pada 15 Februari 2025, maka PPN yang harus ditanggung Ny.B adalah efektif 11% dikali Rp500 juta atau sebesar Rp55 juta,” ucap Dwi.

    Dwi juga menegaskan bahwa kebijakan ini tidak berlaku bagi rumah tapak atau satuan rumah susun yang telah mendapat fasilitas pembebasan PPN.

    “Pemerintah berharap masyarakat dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk memiliki rumah sekaligus mendukung geliat ekonomi nasional sektor properti dan sektor-sektor pendukungnya,” tegas Dwi.

    (fab/fab)

  • Makin Banyak Penipuan WhatsApp dan Email, Kenali Modus Terbaru 2025

    Makin Banyak Penipuan WhatsApp dan Email, Kenali Modus Terbaru 2025

    Jakarta, CNBC Indonesia – Makin canggih teknologi, makin banyak pula modus penipuan bermunculan digunakan para oknum tak bertanggung jawab untuk menipu korbannya secara online. Pada dasarnya, para penjahat siber melakukan social engineering atau memanipulasi psikologis korban agar mendapatkan akses informasi tertentu yang seharusnya terbatas.

    Salah satu yang menjadi incaran pelaku adalah informasi untuk membobol rekening korban. Aksi penipuan dilakukan dengan mengirim fileapk dalam tampilan foto paket, tagihan, pengumuman bank, hingga undangan pernikahan. 

    Berikut kami rangkum beberapa riwayat penipuan online yang marak terjadi di Indonesia:

    Modus penipuan online

    Surat peringatan pajak

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengingatkan masyarakat, khususnya wajib pajak dalam menerima surat elektronik atau email yang berisikan surat peringatan pajak.

    “Saya pengin memberikan satu pengingat pada wajib pajak, ini aku minta tolong untuk berhati hati. Banyak e-mail bersifat phising,” ungkap Dirjen Pajak Suryo Utomo dalam konferensi pers APBN Kita, beberapa saat lalu.

    Salah satu tanda e-mail tersebut patut dicurigai adalah pengirim. Surat pemberitahuan resmi dari DJP pasti akan menggunakan alamat e-mail resmi bukan perorangan.

    “Jadi kalau tidak gunakan @pajak.go.id itu berarti bukan dari DJP. Ini pengingat agar hati hati dalam membuka email yang mungkin bukan dari kami,” paparnya.

    Apabila masih ragu, WP bisa menghubungi kontak resmi DJP. Baik melalui e-mail, kring pajak maupun sosial media.

    Diketahui penipuan menggunakan link phising yang dapat mengambil data pribadi. Hal ini membuat saldo anda di e-wallet tidak aman.

    Metode penipuan link phising dapat menguras saldo m-banking anda. Modus penipuan phising kini makin beragam. Misalnya saja, penipu yang seolah-olah mengirimkan informasi soal paket dari ekspedisi. Tak hanya itu saja, ada juga yang seolah-olah memberikan undangan pernikahan.

    Penipuan modus kurir

    Penipuan ini jadi yang perdana viral dengan modus apk pada akhir 2022 lalu.

    Kasus ini terungkap dari unggahan di Instagram dari akun @evan_neri.tftt yang menunjukkan tangkapan layar chat Telegram dengan penipu yang mengaku sebagai kurir dari J&T Express.

    Dalam chat tersebut, penipu mengirimkan lampiran dengan nama file ‘LIHAT Foto Paket’ kepada korban, tetapi dalam bentuk apk.

    Korban yang tak jeli mengklik file tersebut dan mengunduhnya. Saldo mobile bankingnya pun ludes. Ia menjelaskan korban tidak pernah menjalankan atau membuka aplikasi apa pun atau mengisi user ID atau password di situs lain.

    Akun ini menyebut aplikasi yang dikirimkan penipu ini kemungkinan berjalan di latar belakang dan mengambil data korban, sehingga membuat penipu dapat mengakses akun perbankan korban.

    Di akun Instagramnya, pihak J&T Express selaku penyedia jasa kurir yang namanya dicatut dalam kasus penipuan ini mengatakan pihaknya tidak pernah meminta pelanggan untuk mengunduh aplikasi melalui chat.

    File undangan nikah

    Akun Twitter @txtfrombrand sempat membagikan tangkapan layar yang isinya percakapan antara penipu dan calon korban.

    Dalam postingannya, penipu mengirimkan file apk atau aplikasi dengan judul ‘Surat Undangan Pernikahan Digital’ dengan ukuran 6,6 MB. Disusul dengan pesan yang isinya “Kami harap kehadirannya,”.

    “Setelah bukti resi, sekarang penipuan pakai kedok undangan nikah,” kicau akun @txtfrombrand.

    Tak tanggung-tanggung, penipu juga mengajak calon korbannya untuk membuka file apk yang dikirimkan itu, dengan dalih agar korban mengecek apakah isi file tersebut benar ditujukan kepada korban.

    Surat tilang palsu

    Penipuan online modus kiriman file apk kembali berganti wajah lewat pengiriman surat tilang di WhatsApp sejak Maret 2023.

    Beberapa warganet mengunggah chat dari kontak yang mengaku sebagai kepolisian yang menyatakan penerima pesan sudah melanggar lalu lintas.

    Pengirim juga meminta untuk membuka data berjudul ‘Surat Tilang-1.0.apk’ yang turut diunggah dalam pesan WhatsApp itu.

    “AWAS! Hati-hati terhadap penipuan menggunakan modus kirim surat tilang lewat WhatsApp seperti ini. Jangan sekali-kali mengklik/download file dgn ekstensi “.apk” dari orang tak dikenal di gadget anda,” kicau akun @MurtadhaOne1.

    Catut MyTelkomsel

    Penjahat siber beralih modus dengan mengatasanamakan MyTelkomsel, aplikasi milik operator seluler Telkomsel, untuk membuat pelanggan mengklik file apk.

    Modusnya calon korban diminta mengakses dan kemudian mengunduh file apk yang dikirimkan via pesan singkat.

    Setelah proses instalasi selesai, calon korban akan diminta memberikan izin akses ke beberapa aplikasi termasuk foto, video, SMS, dan akses akun layanan perbankan digital atau fintech.

    Jika akses sudah diberikan ke pelaku, maka sangat mungkin bagi pelaku kejahatan memiliki kontrol terhadap gawai korban serta mengetahui seluruh informasi rahasia seperti PIN, password, dan kode OTP.

    “Jangan segera percaya jika ada penawaran hadiah secara langsung, serta tidak memberikan informasi data pribadi maupun data layanan jasa keuangan seperti perbankan yang bersifat rahasia,” ujar Saki Hamsat Bramono, Vice President Corporate Communications Telkomsel.

    Telkomsel memastikan tidak pernah meminta kode verifikasi dalam bentuk apa pun, termasuk mengirimkan permintaan kepada pelanggan untuk mengunduh file apk.

    Pengumuman dari bank

    Modus penipuan lain adalah pengumuman bank. Korban mengirim pdf yang mengatasnamakan bank tertentu. Seringnya informasi yang muncul adalah mengenai perubahan tarif transaksi dan transfer yang tidak masuk akal.

    Psikologis korban dimainkan dengan diberikan dua pilihan, yakni setuju atau tidak setuju. Apabila korban tidak setuju, pelaku meminta korban mengisi formulir di dalam tautan atau link yang disertakan dalam pengumuman palsu tersebut.

    Saat korban mengakses link tersebut, maka pencurian data akan berjalan.

    Undangan VCS

    Modus video call sex (VCS) dari nomor tidak dikenal sempat viral di media sosial dan berpotensi jadi bahan pemerasan.

    Salah satu yang mengalaminya adalah akun Twitter @a.dewiangriani. Ia berulangkali mendapat video call dari nomor yang tidak dikenal.

    Setelah tiga kali mengabaikan panggilan tersebut, pemilik akun penasaran dan mengangkat panggilan yang keempat. Ternyata, yang muncul adalah perempuan tanpa busana.

    Pakar keamanan siber Alfons Tanujaya mengatakan VCS dari nomor tidak dikenal ini merupakan modus pengancaman kepada seseorang memanfaatkan ketidaktahuan seseorang tentang teknologi.

    “Ini pada prinsipnya adalah pemerasan yang memanfaatkan ketidaktahuan atau keawaman seseorang tentang teknologi,” kata dia.

    “Kalau ragu dan diperas, hubungi teman yang mengerti dan minta bantuannya untuk menghadapi ancaman-ancaman yang tidak kita mengerti, jangan main mengikuti ancaman saja,” paparnya.

    Panggilan tes BPJS Kesehatan

    Di akhir 2024, ada juga penipuan yang berkedok surat edaran terkait panggilan tes calon pegawai BPJS Kesehatan dengan nomor surat 157/RECRUIT/PPS/IT/BPJS/2024. Dalam laman Instagram resminya, BPJS Kesehatan mengatakan hal itu adalah hoaks.

    Sebab, tak ada rekrutmen pegawai di tanggal yang terlampir. BPJS Kesehatan meminta masyarakat berhati-hati dengan hoaks terkait institusinya maupun Program JKN yang marak tersebar.

    Adapun informasi terkait rekrutmen hanya bisa diakes lewat website dan akun media sosial resmi BPJS Kesehatan.

    Nah, itu dia beberapa modus penipuan yang marak. Semoga kita semua selamat dari jeratan penipu!

    (fab/fab)

  • PT Harmas Cabut Permohonan PKPU, Bukalapak Minta Majelis Hakim Melanjutkan Proses Persidangan – Halaman all

    PT Harmas Cabut Permohonan PKPU, Bukalapak Minta Majelis Hakim Melanjutkan Proses Persidangan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – PT Bukalapak.comTbk (BUKA) tegas mempertahankan posisi hukumnya dalam sidang lanjutan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh PT Harmas Jalesveva (Harmas) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. 

    Dalam persidangan yang digelar pada 19 Februari 2025, agenda utama adalah penyerahan kesimpulan dari masing-masing pihak sebelum memasuki tahap pembacaan putusan. Namun, secara mendadak, Harmas memutuskan untuk mencabut permohonan PKPU yang telah diajukannya.

    Meski demikian, BUKA tetap mengharapkan agar majelis hakim melanjutkan proses persidangan dan memberikan putusan atas perkara ini. BUKA menilai bahwa putusan dari majelis hakim sangat penting untuk memberikan kepastian hukum dan menjaga transparansi bagi dunia usaha, terutama dalam konteks penyelesaian perkara hukum ini

    Permohonan PKPU Harmas Sejak Awal Tidak Memenuhi Syarat Hukum

    Sejak awal, permohonan PKPU yang diajukan oleh Harmas dinilai tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Salah satu kejanggalan yang mencolok adalah pencantuman Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai kreditur lain dalam permohonan PKPU untuk memenuhi persyaratan adanya dua kreditur. 

    Padahal, yurisprudensi tetap Mahkamah Agung (MA) secara tegas menyatakan bahwa pajak tidak termasuk dalam kategori utang yang dapat dijadikan dasar permohonan PKPU. Selain itu, dalam persidangan, Harmas tidak pernah menghadirkan kreditur lain yang sah (DJP) untuk mendukung klaimnya. Hal ini memperkuat keraguan terhadap keabsahan permohonan PKPU Harmas.

    Selain itu, tuduhan bahwa BUKA memiliki utang jatuh tempo juga tidak berdasar dan tidak dapat dibuktikan oleh Harmas. Sebaliknya, fakta yang ada menunjukkan bahwa BUKA justru mengalami kerugian akibat wanprestasi Harmas yang gagal menyediakan ruang perkantoran di Gedung One Belpark. 

    Berdasarkan kesepakatan dalam Letter of Intent (LoI) yang ditandatangani pada Desember 2017, Harmas gagal menyelesaikan pembangunan ruang perkantoran sesuai tenggat waktu dan gagal menyerahkan ruangan sesuai spesifikasi yang telah disepakati. Akibatnya, BUKA terpaksa menuntut pengembalian dana booking deposit dan security deposit sebesar Rp6,46 miliar, yang hingga kini belum dikembalikan oleh Harmas.

    Pencabutan Permohonan PKPU oleh Harmas Tidak Menghapus Kewajiban Hakim Untuk Memberikan Putusan

    Dalam persidangan sebelumnya, saksi ahli yang dihadirkan oleh BUKA menegaskan bahwa sengketa antara kedua belah pihak yang saat ini berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan belum memasuki titik akhir karena masih terdapat upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.

    Dengan adanya proses hukum yang masih berjalan, unsur pembuktian sederhana dalam PKPU yang saat ini di proses oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menjadi tidak terpenuhi.

    Anggota Komite Eksekutif BUKA, Kurnia Ramadhana, menegaskan bahwa pencabutan permohonan PKPU oleh Harmas semakin memperjelas lemahnya dasar hukum permohonan tersebut.

    “Sejak awal, kami telah melihat bahwa permohonan PKPU yang diajukan oleh Harmas tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Fakta-fakta yang terungkap di persidangan telah membuktikan bahwa tuduhan terhadap BUKA tidak berdasar. Oleh karena itu, kami tetap berharap majelis hakim tetap memberikan putusan atas perkara ini, meskipun Harmas telah mencabut permohonannya,” ujar Kurnia.

    Lebih lanjut, Kurnia menekankan bahwa pencabutan permohonan ini tidak seharusnya dijadikan celah untuk menghindari tanggung jawab hukum atau penyalahgunaan upaya hukum yang ada tanpa dasar yang jelas.

    “Kami meminta agar majelis hakim tetap membacakan putusan atas perkara ini demi memberikan kepastian hukum yang jelas bagi BUKA.

    Sebagai perusahaan terbuka, kami memiliki tanggung jawab besar kepada para pemangku kepentingan, terutama para pemegang saham, untuk memastikan bahwa setiap proses hukum yang kami hadapi memiliki kepastian dan transparansi,” tambahnya.

    BUKA Berkomitmen Menjaga Kepastian Hukum

    Dengan adanya pencabutan permohonan PKPU ini, BUKA menegaskan kembali bahwa perusahaan tetap dalam kondisi operasional yang stabil dan memiliki posisi keuangan yang kuat.

    Namun, perusahaan tetap berharap majelis hakim dapat memberikan putusan resmi atas perkara PKPU ini agar tidak terjadi spekulasi dan misinformasi di masyarakat mengenai posisi hukum BUKA.

    “Kami akan terus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa hak-hak kami tetap terlindungi sesuai hukum yang berlaku. Kami juga ingin memastikan bahwa tidak ada pihak yang menyalahgunakan mekanisme hukum untuk kepentingan tertentu tanpa dasar yang jelas. Kami percaya pada proses hukum yang adil, dan oleh karena itu, kami menantikan putusan resmi dari majelis hakim,” tutup Kurnia.

     

  • Data: 4,76 Juta Orang & 141 Ribu Badan Sudah Lapor SPT Pajak

    Data: 4,76 Juta Orang & 141 Ribu Badan Sudah Lapor SPT Pajak

    Jakarta, CNBC Indonesia – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat peningkatan pelaporan surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak penghasilan (PPh) periode 2024, yang wajib dilaporkan pada tahun ini.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan, sampai 20 Februari 2025 total SPT Tahunan PPh tahun pajak 2024 yang sudah disampaikan adalah sebanyak 4,75 juta SPT.

    “Terdiri dari 4,6 juta SPT Tahunan orang pribadi dan 141 ribu SPT Tahunan badan. Angka ini tumbuh 19,5% dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 3,97 juta SPT Tahunan PPh OP,” kata Dwi kepada CNBC Indonesia, Jumat (21/2/2025).

    Jumlah pelaporan ini pun lebih tinggi dibanding catatan per kemarin. Sampai dengan 19 Februari 2025 pukul 12.02 WIB, jumlah pelaporan SPT baru 4,4 juta. Angka ini terdiri dari sejumlah 4,27 juta wajib pajak orang pribadi dan 130,5 ribu wajib pajak badan.

    Adapun penyampaian SPT Tahunan yang dilaporkan melalui saluran elektronik per tanggal 19 Februari 2025 yaitu sejumlah 4,31 juta, sementara yang disampaikan secara manual sejumlah 97,8 ribu.

    Masa pelaporan SPT Tahunan itu mulai terlaksana sejak Januari hingga 31 Maret 2025. Ada beberapa hal yang perlu disiapkan sebelum melapor, termasuk EFIN.

    Meskipun sudah ada Coretax, wajib pajak orang pribadi masih harus melakukan pengisian SPT di DJP Online untuk tahun pajak 2024.

    Oleh karena itu kode EFIN sangat dibutuhkan. Kode EFIN (Electronic Filing Identification) digunakan sebagai nomor identitas wajib pajak saat melakukan transaksi perpajakan secara online termasuk untuk mengisi SPT. EFIN terdiri atas beberapa urut angka.

    (arj/mij)