Kementrian Lembaga: Direktorat Jenderal Pajak (DJP)

  • Kemarin, jadwal bursa selama lebaran hingga 30 ribu rumah untuk nakes

    Kemarin, jadwal bursa selama lebaran hingga 30 ribu rumah untuk nakes

    “Pemberhentian dimaksud efektif berlaku sejak tanggal masing-masing keputusan RUPST,”

    Jakarta (ANTARA) – Berbagai peristiwa ekonomi diberitakan oleh Kantor Berita ANTARA pada Kamis (27/3), mulai dari jadwal perdagangan bursa selama lebaran hingga 30 ribu rumah subsidi untuk tenaga kesehatan.

    Berikut rangkuman berita ekonomi kemarin yang layak disimak pagi ini.

    Simak jadwal libur panjang perdagangan Bursa selama Lebaran

    PT Bursa Efek Indonesia telah menetapkan libur panjang perdagangan saham, yang bertepatan dengan peringatan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1947 dan Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah, serta Cuti Bersama sesuai yang ditetapkan oleh pemerintah.

    Berdasarkan pengumuman BEI di Jakarta, Kamis, libur panjang perdagangan Bursa akan dimulai pada Jumat, 28 Maret 2025 sampai dengan Senin, 7 April 2025, dengan total hari libur perdagangan Bursa sebanyak sembilan hari.

    Baca selengkapnya di sini

    Sri Mulyani bentuk “joint program” Kemenkeu untuk dongkrak penerimaan

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membentuk “joint program” di kalangan instansi Kementerian Keuangan untuk mendongkrak penerimaan negara pada tahun anggaran 2025.

    Dalam akun Instagram @smindrawati di Jakarta, Kamis, Sri Mulyani merinci joint program itu melibatkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Sekretariat Jenderal, Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Inspektorat Jenderal dan Lembaga National Single Window (LNSW).

    Baca selengkapnya di sini

    KCIC rutin gunakan kereta inspeksi khusus pastikan keamanan pemudik

    PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) menyatakan secara rutin menggunakan kereta inspeksi khusus atau Comprehensive Inspection Train (CIT) yang dioperasikan setiap seminggu sekali untuk menjamin keamanan dan keselamatan penumpang, khususnya saat mudik Lebaran.

    Manager Komunikasi Perusahaan KCIC Emir Monti saat ditemui di Stasiun KCIC Halim Jakarta, Kamis, menyatakan kereta inspeksi tersebut dilengkapi berbagai sensor, baik getaran, geometri, sistem pantauan untuk kelistrikan, dan komunikasi. Sehingga apabila terjadi gangguan langsung terdeteksi.

    Baca selengkapnya di sini

    BI berhentikan tiga pejabat usai ditunjuk jadi komisaris bank BUMN

    Bank Indonesia (BI) melalui Rapat Dewan Gubernur BI pada Kamis secara resmi menetapkan pemberhentian wajib dengan hormat terhadap tiga pejabat setingkat asisten gubernur yang ditunjuk sebagai anggota dewan komisaris pada beberapa bank BUMN.

    “Pemberhentian dimaksud efektif berlaku sejak tanggal masing-masing keputusan RUPST,” kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso di Jakarta, Kamis.

    Baca selengkapnya di sini

    Pemerintah menyediakan 30 ribu rumah subsidi untuk tenaga kesehatan

    Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah menyiapkan total 30 ribu unit rumah subsidi khusus untuk segmen perawat, bidan, dan tenaga kesehatan yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.

    Secara rinci, sebanyak 15 ribu unit rumah subsidi dialokasikan untuk perawat, 10 ribu unit untuk bidan, dan 5 ribu untuk tenaga kesehatan. Penyaluran kredit kepemilikan rumah (KPR) subsidi didukung oleh Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN).

    Baca selengkapnya di sini

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

  • Sri Mulyani Resmikan Program Bersama 7 Lembaga Kemenkeu, Genjot Penerimaan Negara!

    Sri Mulyani Resmikan Program Bersama 7 Lembaga Kemenkeu, Genjot Penerimaan Negara!

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meresmikan penyelenggara joint programme alias program bersama antara tujuh lembaga di lingkungan Kementerian Keuangan untuk menggenjot penerimaan negara mulai hari ini, Kamis (27/3/2025).

    Sri Mulyani meyakini program bersama tersebut bisa membuat penerimaan pajak, kepabeanan dan cukai, serta penerimaan negara bukan pajak akan terus meningkat.

    “Optimalisasi penerimaan negara tahun 2025 melalui joint program dimulai hari ini,” ungkap Sri Mulyani dalam keterangannya, Kamis (27/03).

    Program bersama ini akan mensinergikan unit Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Sekretariat Jenderal (Setjen), Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Inspektorat Jenderal (Itjen), dan Lembaga National Single Window (LNSW).

    Sri Mulyani mengungkapkan, kerja sama antar tujuh lembaga tersebut merupakan tindak lanjut dari amanat Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan rasio perpajakan Indonesia.

    “DJP, DJBC, Setjen, BKF, DJA, Itjen, dan LNSW yang akan saling bekerja sama menerjemahkan amanat Presiden ke dalam tugas dan fungsi Kemenkeu untuk meningkatkan penerimaan negara dan menciptakan fondasi fiskal yang berkelanjutan,” tutup bandara negara tersebut.

    Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu sudah menjelaskan bahwa pihaknya telah mengindentifikasi setidaknya 2.000 wajib pajak yang perlu diawasi hingga dilakukan penagihan.

    Oleh sebab itu, para Eselon I Kemenkeu akan melaksanakan joint programme untuk melakukan pengawasan hingga penagihan tersebut.

    “Ada lebih dari 2.000 WP [wajib pajak] yang kita identifikasi dan kita akan melakukan analisis, pengawasan, pemeriksaan, penagihan, intelijen. Ini mudah-mudahan bisa mendapatkan tambahan penerimaan negara,” ujar Anggito dalam Konferensi Pers APBN Kita di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Kamis (13/3/2025).

    Tidak hanya itu, pengajar di Universitas Gadjah Mada itu mengungkapkan Kemenkeu akan melakukan optimalisasi perpajakan transaksi digital dalam negeri dan luar negeri termasuk trace and track alias pelacakan dan penelusuran.

    Kemudian, Kemenkeu akan melakukan program digitalisasi untuk mengurangi adanya penyelundupan. Sejalan dengan itu, cukai maupun rokok palsu dan salah peruntukan bisa dikurangi.

    Anggito juga mengungkapkan Kemenkeu berupaya mengintensifkan penerimaan negara yang berasal dari batu bara, timah, bauksit, dan sawit.

    “Kita nanti akan segera menyampaikan perubahan kebijakan tarif dan layering serta perubahan harga batu bara acuan,” ungkapnya.

    Terakhir, Kemenkeu akan mengintensifkan penerimaan negara bukan (PNBP) yang bersifat layanan premium atau untuk menengah ke atas di sektor imigrasi, kepolisian, dan perhubungan.

    Cara Lama

    Notabenenya, program bersama antara lembaga di Kemenkeu untuk menambah penerimaan negara memang sudah beberapa pernah dilakukan.

    Pada 2018, dilaksanakan program joint analisis merupakan kegiatan analisis bersama antara DJP, DJBC, dan DJA, dalam rangka melakukan penelitian pemenuhan kewajiban terhadap 13.748 wajib pajak (WP).

    Kemudian pada 2019, melanjutkan dari tahun sebelumnya, dilakukan perluasan kepada 3.390 WP (termasuk WB PNBP), yang dicantumkan dalam Daftar Sasaran Analisis Bersama (DSAB).

    Selain itu, dilakukan pula kegiatan pemblokiran akses kepabeanan bagi WP yang belum memenuhi kewajiban perpajakannya (1243 WP pada 2018, di mana 424 WP memenuhi kewajibannya; dan 2181 WP pada 2019).

    Selanjutnya, joint audit yang merupakan pemeriksaan terhadap kewajiban pajak dan kepabeanan dari WP, yang pada 2019 terdapat 31 WP yang menjadi objek joint audit dan sudah melibatkan kantor vertikal DJP dan DJBC.

    Adapun dalam rangka mempercepat pencairan piutang pajak, dilakukan kegiatan penagihan bersama antara DJP dan DJBC (joint collection). Pada 2019, telah berhasil dilakukan joint collection antara KPU BC Tanjung Priok dengan Kanwil DJP Jakarta Utara, Kanwil DJP Jawa Barat I, Kanwil DJP Jawa Barat II, dan Kanwil DJP Jawa Barat III.

    Sementara itu, terkait dengan efektivitas penegakan hukum, dilakukan joint investigasi bersama antara DJP dan DJBC terhadap arus lalu lintas barang (ekspor/impor) dan cukai.

    Berikutnya, joint proses bisnis, IT, dan pembentukan single profile WB (DJP, DJBC, DJA, dan K/L terkait) untuk memberikan perlakuan yang sama kepada WP berdasarkan tingkat risikonya.

  • Seluruh Kantor Pajak Tutup Sementara di Libur Lebaran 2025, Layanan Online Tetap Berjalan – Page 3

    Seluruh Kantor Pajak Tutup Sementara di Libur Lebaran 2025, Layanan Online Tetap Berjalan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Hari ini menjadi kesempatan terakhir bagi wajib pajak yang ingin mendapatkan layanan tatap muka di kantor pajak. Mulai besok, Jumat (28/3/2025) hingga Senin (7/4/2025), seluruh kantor pajak akan tutup sementara dalam rangka libur Hari Suci Nyepi dan Hari raya Idul Fitri 2025.

    Melalui unggahan di akun Instagram resminya, @ditjenpajakri, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyampaikan bahwa pelayanan langsung di kantor pajak baru akan kembali dibuka pada Selasa (8/4/2025).

    “Sehubungan dengan libur Hari Suci Nyepi dan Idul Fitri, Kantor Pajak tutup mulai 28 Maret 2025 dan akan kembali melayani pada 8 April 2025,” tulis pengumuman tersebut, dikutip Kamis (27/3/2025).

    Meskipun layanan tatap muka ditiadakan sementara, masyarakat tetap dapat mengakses layanan perpajakan secara daring melalui coretaxdjp.pajak.go.id.

    Kemudian, yang terpenting wajib pajak juga masih dapat melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan untuk tahun pajak 2024 secara online melalui djponline.pajak.go.id. Untuk memastikan kenyamanan dalam pelaporan pajak, DJP mengimbau masyarakat agar tidak menunda hingga batas akhir.

    “Jangan tunggu hingga akhir batas waktu, lapor SPT lebih awal, lebih nyaman,” tulis pengumuman tersebut.

    Selain itu, layanan konsultasi perpajakan daring tetap tersedia melalui aplikasi M-Pajak dan situs web resmi pajak.go.id.

    Ditjen Pajak Hapus Sanksi Terlambat Bayar dan Lapor SPT Tahunan

    Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) beri relaksasi untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) dengan menghapuskan sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 29 dan penyampaian SPT Tahunan PPh WP OP untuk Tahun Pajak 2024.

    Hal ini dilakukan dengan penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak (Kepdirjen Pajak) Nomor 79/PJ/2025 tentang Kebijakan Penghapusan Sanksi Administratif atas Keterlambatan Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29 yang Terutang dan/atau Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi untuk Tahun Pajak 2024.

     

     

  • 11,57 Juta Wajib Pajak Sudah Lapor SPT

    11,57 Juta Wajib Pajak Sudah Lapor SPT

    Jakarta, Beritasatu.com – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa 11,57 juta wajib pajak telah melaporkan surat pemberitahuan (SPT) tahunan. Jumlah ini terdiri dari 11,23 juta SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi dan 322.000 SPT tahunan wajib pajak badan.

    “Sampai dengan Kamis (27/3/2025) pukul 00.01 WIB, total SPT Tahunan PPh tahun pajak 2024 yang telah disampaikan mencapai 11,55 juta SPT, atau tumbuh 9,57% dibandingkan periode yang sama tahun lalu,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, pada Kamis (27/3/2025).

    SPT adalah dokumen yang digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, serta harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.

    DJP mengajak seluruh wajib pajak untuk segera melaporkan SPT mereka.
    Wajib pajak diwajibkan mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas dalam bahasa Indonesia, menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, serta menandatangani dan menyampaikannya ke kantor pelayanan pajak atau tempat lain yang ditetapkan oleh DJP.

    Pelaporan SPT tahunan yang tepat waktu menunjukkan kepatuhan wajib pajak terhadap negara.

    Penyampaian SPT dapat dilakukan secara offline maupun online. Untuk pelaporan offline, wajib pajak dapat menyerahkan SPT di tempat pelayanan terpadu tempatnya terdaftar atau di Layanan Pajak di Luar Kantor yang disediakan oleh kantor pelayanan pajak atau kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan setempat.

    Sementara itu, pelaporan online dapat dilakukan melalui e-Filing dan e-Form. e-Filing dilakukan dengan mengunggah file CSV dari aplikasi e-SPT atau mengisi formulir di website, sedangkan e-Form dilakukan dengan mengisi file yang diunduh dari laman DJP Online, lalu mengunggahnya kembali setelah diisi.

    “Mendekati batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2024, kami mengimbau seluruh wajib pajak untuk segera melaporkan SPT mereka melalui kanal djponline.pajak.go.id. Lapor lebih awal, lebih nyaman,” tegas Dwi.

  • DJP Buka Suara soal Dirjen Pajak Jadi Komisaris Utama BTN

    DJP Buka Suara soal Dirjen Pajak Jadi Komisaris Utama BTN

    Jakarta

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan buka suara terkait Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo yang ditunjuk sebagai Komisaris Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Mayarakat DJP, Dwi Astuti mengatakan setiap abdi negara harus siap menerima penugasan apapun, termasuk Suryo Utomo yang ditunjuk sebagai Komisaris Utama BTN.

    “Sebagai abdi negara, tentunya harus siap menerima penugasan apapun dan menjalankannya dengan penuh tanggung jawab,” kata Dwi kepada detikcom, Kamis (27/3/2025).

    Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) menyatakan keprihatinan dan penolakan keras terhadap praktik rangkap jabatan yang dilakukan oleh Dirjen Pajak ini. Sudah sepatutnya Dirjen Pajak bersikap adil dan netral terhadap seluruh wajib pajak baik rakyat kecil, pelaku UMKM, perusahaan swasta maupun BUMN seperti BTN.

    IWPI pun mempertanyakan bagaimana Dirjen Pajak bisa bersikap objektif terhadap BTN jika pada saat yang sama ia menerima gaji dan fasilitas sebagai Komisaris Utama BTN.

    “Ini adalah konflik kepentingan struktural, dan merupakan bentuk potensi penyalahgunaan kekuasaan yang terang benderang,” kata Ketua IWPI Rinto Setiyawan.

    Sebelumnya, Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) BTN pada Rabu (26/3) menyetujui Dirjen Pajak Suryo Utomo sebagai Komisaris Utama. Selain itu, Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah sebagai Dewan Komisaris perseroan.

    Tonton juga Video: DJP Sebut PPN 12% Atas Transaksi QRIS Tak Dibebankan ke Konsumen

    (acd/acd)

  • Kabar Gembira! Sanksi Terlambat Bayar dan Lapor SPT 2025 Dihapus Imbas Lebaran

    Kabar Gembira! Sanksi Terlambat Bayar dan Lapor SPT 2025 Dihapus Imbas Lebaran

    PIKIRAN RAKYAT – Para wajib pajak kini bisa bernapas lega! Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan resmi mengumumkan penghapusan sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 29 dan keterlambatan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Tahun Pajak 2024.

    Kebijakan ini merupakan respons atas libur panjang Nyepi dan Idul Fitri atau Lebaran 2025 yang membuat waktu pelaporan lebih sempit.

    Kebijakan Resmi dalam Kepdirjen Pajak Nomor 79/PJ/2025

    Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak (Kepdirjen Pajak) Nomor 79/PJ/2025. Sebelumnya, batas waktu pelaporan SPT Tahunan dan pembayaran PPh 29 adalah 31 Maret 2025. Namun, karena bertepatan dengan libur nasional dan cuti bersama yang cukup panjang, DJP memberikan relaksasi.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa keputusan ini bertujuan untuk meringankan beban Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP).

    “Penghapusan sanksi administratif tersebut diberikan dengan tidak diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP),” ucapnya dalam keterangan resmi.

    Artinya, meskipun Wajib Pajak terlambat melaporkan SPT atau membayar PPh 29 setelah 31 Maret 2025, mereka tidak akan dikenai denda atau sanksi administrasi.

    Latar Belakang Kebijakan

    Menurut Dwi Astuti, latar belakang penerbitan kebijakan ini adalah karena batas akhir pelaporan yang berbenturan dengan libur panjang Nyepi dan Idul Fitri atau Lebaran 2025.

    “Batas waktu 31 Maret 2025 bertepatan dengan libur nasional dan cuti bersama yang berlangsung hingga 7 April 2025. Ini berpotensi mengurangi jumlah hari kerja efektif bagi masyarakat yang ingin melaporkan SPT dan membayar PPh,” katanya.

    Kondisi ini dinilai dapat menyebabkan keterlambatan dalam memenuhi kewajiban perpajakan. DJP pun mengambil langkah yang lebih adil dan fleksibel bagi Wajib Pajak dengan menghapus sanksi administrasi bagi mereka yang terlambat.

    “Pemerintah ingin memberikan kepastian hukum serta keadilan bagi wajib pajak, khususnya WP Orang Pribadi. Oleh karena itu, penghapusan sanksi ini hanya berlaku bagi SPT Tahunan WP OP Tahun Pajak 2024,” tutur Dwi Astuti.

    Batas Waktu Baru Pelaporan SPT dan Pembayaran PPh

    Dengan adanya relaksasi ini, wajib pajak yang belum melaporkan SPT Tahunan atau membayar PPh Pasal 29 memiliki waktu tambahan hingga 11 April 2025. Ini berarti, tenggat waktu diperpanjang sekitar 11 hari dari batas waktu semula pada 31 Maret 2025.

    Catatan Penting:

    Penghapusan sanksi hanya berlaku untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP). Wajib Pajak Badan tetap harus melaporkan SPT sesuai jadwal yang ditentukan. Jika melebihi tanggal 11 April 2025, sanksi administrasi akan tetap berlaku. Cara Mudah Melaporkan SPT Tahunan

    Meski ada perpanjangan waktu, DJP tetap mengimbau masyarakat agar tidak menunda pelaporan SPT. Berikut beberapa cara praktis melaporkan SPT:

    Melalui e-Filing
    Akses laman resmi DJP di pajak.go.id dan ikuti panduan pelaporan. Aplikasi DJP Online
    Unduh aplikasi dan laporkan SPT lebih mudah lewat smartphone. Kantor Pajak Terdekat
    Bagi yang kurang familiar dengan pelaporan digital, bisa datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat.

    Dengan adanya kelonggaran ini, DJP berharap wajib pajak tetap patuh dan memanfaatkan waktu tambahan dengan sebaik-baiknya.

    “Kami mengajak masyarakat agar tetap melaporkan SPT Tahunan lebih awal, meskipun ada perpanjangan waktu. Ini agar terhindar dari potensi gangguan teknis di hari-hari terakhir,” ujar Dwi.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Reformasi Setengah Hati Menkeu Sri Mulyani

    Reformasi Setengah Hati Menkeu Sri Mulyani

    loading…

    Kusfiardi, Analis Ekonomi Politik FINE Institute. Foto/Istimewa

    Kusfiardi
    Analis Ekonomi Politik FINE Institute

    SRI Mulyani Indrawati telah menjadi figur utama dalam pengelolaan keuangan negara selama bertahun-tahun. Kiprahnya sebagai Menteri Keuangan diakui secara internasional, bahkan ia meraih gelar Best Finance Minister in Asia-Pacific selama tiga tahun berturut-turut. Penghargaan tersebut diberikan oleh FinanceAsia dengan mempertimbangkan indikator seperti stabilitas makroekonomi dan defisit APBN yang terkendali.

    Namun, penghargaan ini tidak serta-merta mencerminkan keberhasilan dalam semua aspek pengelolaan fiskal. Beberapa indikator utama menunjukkan bahwa masih ada tantangan besar yang belum teratasi, terutama dalam optimalisasi penerimaan pajak , efektivitas belanja negara, serta penguatan fundamental ekonomi untuk memastikan kesejahteraan rakyat.

    Meskipun pemerintah berhasil menjaga stabilitas ekonomi, hal ini belum cukup untuk menjamin peningkatan kesejahteraan secara merata. Tanpa reformasi fiskal yang lebih mendalam dan strategi yang lebih efektif, Indonesia berisiko mengalami stagnasi dalam pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Oleh karena itu, evaluasi terhadap kinerja Menteri Keuangan menjadi hal yang sangat penting.

    Tax Ratio TertinggalSalah satu tantangan utama dalam kebijakan fiskal Indonesia adalah rendahnya tax ratio atau rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Tax ratio mencerminkan seberapa besar kontribusi pajak terhadap perekonomian suatu negara, yang menjadi salah satu indikator kapasitas pemerintah dalam membiayai pembangunan.

    Dalam beberapa tahun terakhir, tax ratio Indonesia mengalami stagnasi. Pada 2021, angkanya hanya 9,11%, lalu meningkat menjadi 10,38% pada 2022. Namun, pada 2023 justru turun sedikit menjadi 10,31%, dan di 2024 kembali turun ke 10,08%.
    Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, capaian ini masih jauh tertinggal. Thailand memiliki tax ratio berkisar 14%-16%, Malaysia 12%-15%, dan Vietnam mencapai 18%-20%. Negara-negara dengan tax ratio yang lebih tinggi memiliki kapasitas fiskal lebih besar untuk membiayai infrastruktur, pendidikan, layanan kesehatan, serta program sosial lainnya. Sebaliknya, Indonesia masih menghadapi keterbatasan fiskal yang menyebabkan pembangunan berjalan lebih lambat dan tidak merata.

    Rendahnya tax ratio ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak masih belum cukup efektif. Ini juga menandakan adanya potensi pajak yang belum tergali secara optimal, baik dari sektor formal maupun informal. Jika kondisi ini tidak diperbaiki, Indonesia akan semakin sulit untuk bersaing dengan negara-negara tetangga dalam hal pembangunan ekonomi.

    Setengah HatiPemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak, salah satunya melalui reformasi sistem perpajakan. Namun, hasilnya masih belum optimal karena reformasi yang dilakukan cenderung setengah hati.

    Salah satu isu utama dalam reformasi pajak adalah status Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang masih berada di bawah Kementerian Keuangan . Padahal, di banyak negara lain, otoritas pajak berdiri sebagai lembaga independen yang langsung berada di bawah presiden. Model ini memungkinkan lembaga pajak bekerja lebih fleksibel dan efisien dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak serta memperluas basis pajak.

    Namun, Sri Mulyani enggan melepaskan DJP dari Kementerian Keuangan, yang menyebabkan reformasi perpajakan berjalan lambat. Ketergantungan terhadap sistem birokrasi yang panjang membuat kebijakan pajak sering kali tidak dapat diterapkan dengan cepat dan efektif.

    Selain itu, penerapan sistem Coretax yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi perpajakan justru menimbulkan banyak kendala. Gangguan teknis dalam sistem ini menyebabkan banyak pelaku usaha kesulitan dalam pelaporan pajak, sehingga berdampak pada anjloknya penerimaan negara.

  • Lapor SPT 2025 Diperpanjang Sampai 11 April 2025 Khusus Buat Kategori Ini!

    Lapor SPT 2025 Diperpanjang Sampai 11 April 2025 Khusus Buat Kategori Ini!

    PIKIRAN RAKYAT – Kabar baik bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP)! Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi memperpanjang batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Tahun Pajak 2024.

    Semula, batas akhir pelaporan dijadwalkan pada 31 Maret 2025. Namun, kini batas waktu tersebut diperpanjang hingga 11 April 2025 tanpa dikenakan sanksi administratif. Kelonggaran ini diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak (Kepdirjen Pajak) Nomor 79/PJ/2025.

    Alasan Perpanjangan

    Perpanjangan ini dilakukan karena batas akhir pembayaran PPh Pasal 29 dan penyampaian SPT Tahunan WP OP bertepatan dengan libur nasional dan cuti bersama. Libur ini mencakup Hari Suci Nyepi (Tahun Baru Saka 1947) pada 29 Maret 2025 serta libur Idulfitri 1446 Hijriah yang berlangsung hingga 7 April 2025.

    Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, perpanjangan ini mempertimbangkan potensi keterlambatan pelaporan akibat jumlah hari kerja efektif yang lebih sedikit di bulan Maret.

    “Kondisi libur nasional dan cuti bersama ini berpotensi menyebabkan keterlambatan pembayaran PPh Pasal 29 dan pelaporan SPT Tahunan untuk Tahun Pajak 2024. Oleh karena itu, pemerintah memberikan relaksasi agar wajib pajak tetap bisa melapor tanpa khawatir terkena sanksi administratif,” tuturnya dalam keterangan tertulis.

    Ketentuan dan Syarat Perpanjangan

    Untuk memanfaatkan perpanjangan ini, ada beberapa ketentuan dan syarat yang perlu diperhatikan oleh wajib pajak:

    Wajib Pajak yang Berhak
    Perpanjangan hanya berlaku bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP). Wajib Pajak Badan tetap mengikuti tenggat waktu semula. Periode Pelaporan
    Wajib pajak dapat melaporkan SPT Tahunan Tahun Pajak 2024 mulai dari 1 Januari 2025 hingga paling lambat 11 April 2025. Penghapusan Sanksi Administratif
    Wajib pajak yang melaporkan SPT dalam periode 1-11 April 2025 tidak akan dikenakan sanksi administratif. DJP memastikan tidak akan menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) atas keterlambatan tersebut. Metode Pelaporan
    WP OP disarankan menggunakan layanan e-Filing dan e-Form di laman resmi DJP (pajak.go.id) agar proses pelaporan lebih cepat, aman, dan nyaman. Bukti Pelaporan
    Pastikan mendapat Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) sebagai tanda sah bahwa SPT telah diterima oleh sistem DJP. Kemudahan Layanan Pajak Selama Libur

    Meski ada perpanjangan waktu, DJP tetap menyediakan layanan bagi wajib pajak yang ingin melaporkan SPT lebih awal. Sejumlah layanan yang tetap tersedia selama libur panjang meliputi:

    Layanan e-Filing dan e-Form: Bisa diakses 24 jam melalui pajak.go.id. Konsultasi via Kring Pajak: Hubungi 1500200 untuk informasi lebih lanjut. Media Sosial DJP: Pantau informasi terbaru di akun resmi DJP di Instagram, Twitter, dan Facebook.

    Kebijakan ini menjadi angin segar bagi wajib pajak di tengah libur panjang Lebaran 2025. Dengan adanya perpanjangan hingga 11 April 2025, diharapkan WP OP bisa lebih leluasa menyelesaikan kewajiban perpajakan tanpa terburu-buru.

    Jadi, jangan lupa manfaatkan waktu tambahan ini untuk melapor SPT tepat waktu. Selamat menikmati liburan, dan jangan sampai lupa kewajiban pajak, ya!***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Libur panjang, pemerintah hapus sanksi terlambat bayar dan lapor pajak

    Libur panjang, pemerintah hapus sanksi terlambat bayar dan lapor pajak

    Sejumlah peserta wajib pajak menunggu antrean untuk melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak di Direktorat Jenderal Pajak (djp) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, Jumat (21/3/2025). (ANTARA FOTO/SYIFA YULINNAS)

    Libur panjang, pemerintah hapus sanksi terlambat bayar dan lapor pajak
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Rabu, 26 Maret 2025 – 09:45 WIB

    Elshinta.com – Pemerintah memutuskan untuk menghapus sanksi atas keterlambatan membayar pajak dan melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dalam rangka Hari Suci Nyepi (Tahun Baru Saka 1947) dan Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah. Keputusan itu tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak (Kepdirjen Pajak) Nomor 79/PJ/2025 tanggal 25 Maret 2025.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti di Jakarta, Rabu, menjelaskan Kepdirjen Pajak ini memberikan relaksasi bagi wajib pajak (WP) orang pribadi (OP) terhadap keterlambatan pembayaran pajak penghasilan (PPh) Pasal 29 dan penyampaian SPT Tahunan PPh WP OP untuk tahun pajak 2024.

    “Meski dilakukan setelah tanggal jatuh tempo, yaitu tanggal 31 Maret 2025 sampai paling lambat tanggal 11 April 2025,” kata Dwi.

    Adapun penghapusan sanksi administratif tersebut diberikan dengan tidak diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP).

    Menurut Dwi, latar belakang aturan tersebut menimbang batas akhir pembayaran PPh Pasal 29 dan pelaporan SPT bagi WP OP bertepatan dengan libur nasional dan cuti bersama dalam rangka Nyepi dan Idul Fitri, di mana periode libur berlangsung cukup lama hingga 7 April 2025.

    Kondisi itu berpotensi berpotensi menyebabkan terjadinya keterlambatan pembayaran pajak dan lapor SPT. Pertimbangan lainnya, lanjut Dwi, pemerintah ingin berlaku adil dan memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak.

    Ketentuan lebih lengkap mengenai Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 79/PJ/2025 tentang Kebijakan Penghapusan Sanksi Administratif atas Keterlambatan Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29 yang Terutang dan/atau Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Untuk Tahun Pajak 2024 Sehubungan dengan Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Dalam Rangka Hari Suci Nyepi (Tahun Baru Saka 1947) dan Hari Raya Idulfitri 1446 Hijriah tanggal 25 Maret 2025 dapat diakses dan diunduh pada laman landas pajak.go.id.

    Sumber : Antara

  • Dapat Hadiah atau Hampers dari Kantor, Apakah Kena Pajak?

    Dapat Hadiah atau Hampers dari Kantor, Apakah Kena Pajak?

    Jakarta

    Biasanya menjelang hari raya atau momen spesial lainnya, orang-yang bakal memberikan hadiah atau hampers satu sama lain.

    Bia dari teman ke teman, keluarga, hingga dari kantor/perusahaan sebagai bentuk apresiasi kepada karyawan. Apakah hadiah atau hampers Lebaran dikenakan pajak?

    Hampers Lebaran dari Kantor Tidak Kena Pajak

    Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.66/2023, hampers Lebaran yang diberikan kantor kepada seluruh karyawan/pegawainya tidak dikenakan pajak penghasilan (PPh).

    Mengutip laman Direktorat Jenderal Pajak (DJP), PPh dikenakan atas penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, serta yang bisa dipakai untuk konsumsi/menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun baik uang atau barang (natura).

    Tapi untuk tetap menjaga prinsip keadilan, bingkisan/hampers dari pemberi kerja antara lain berbentuk:

    Bahan makananBahan minumanMakanan dan/ atau minuman.

    Bentuk hampers dan bingkisan tadi dikecualikan dari pemotongan PPh, dengan syarat diterima atau diperoleh seluruh pegawai. Adapun dalam rangka hari besar keagamaannya termasuk Idul Fitri, Hari Raya Natal, Hari Suci Nyepi, Hari Raya Waisak/Tahun Baru Imlek.

    Dengan catatan, bingkisan dari pemberi kerja yang dikasih selain dalam rangka hari raya keagamaan dikecualikan dari pemotongan PPh dengan syarat diterima/diperoleh pegawai dan secara keseluruhan bernilai tidak lebih dari Rp 3 juta per tiap pegawai dalam jangka waktu satu tahun pajak.

    Contoh Penetapan PPh Hadiah berupa Barang

    Adapun yang menjadi objek pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak (WP).

    Berikut adalah contoh pemotongan PPh atas bingkisan/barang:

    Contoh 1: PT Jaya Mekar memberikan hampers makanan dan minuman dalam rangka Idul Fitri senilai Rp 500 ribu kepada seluruh karyawannya. Atas hampers tersebut dikecualikan dari objek pajak sehingga tidak dipotong PPh, karena diterima oleh seluruh pegawai.

    Contoh 2: Pada bulan Maret 2025, PT Jaya Mekar memberikan bingkisan alat rumah tangga dalam rangka ulang tahun perusahaan kepada Bapak Galih senilai Rp 5 juta. Oleh karena itu, atas Rp 2 juta itu merupakan objek pajak yang wajib dilakukan pemotongan PPh. Jumlah tersebut adalah selisih dari Rp5 juta kurangi batas maksimal Rp3 juta.

    Dalam hal ini, PPh dihitung dengan cara menambahkan nilai bingkisan ke dalam penghasilan bruto (gaji dan sejenisnya) Bapak Galih bulan Maret 2025, lalu dikalikan tarif efektif Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21).

    Misalnya, penghasilan bruto Bapak Galih Rp10 juta, maka untuk bulan Maret 2025 Bapak Galih dipotong PPh 21 dari jumlah penghasilan Rp 12 juta dan sesuai penghitungan web kalkulator.pajak.go.id jika status Bapak Galih “Kawin” dengan tiga orang tanggungan maka dikenakan tarif 2% dengan Potongan PPh 21 Rp 240 ribu.

    Kesimpulannya, pengenaan pajak atas natura atau kenikmatan mengedepankan kesetaraan perlakuan dan keadilan di antara pegawai. Penetapan PPh tidak memandang bentuk penghasilan, baik dalam bentuk uang atau selain uang.

    Pemerintah juga tetap menjaga supaya pengenaan pajak tidak menyasar ke semua pegawai. Maka dari itu, atas hampers dalam rangkhari raya keagamaan tidak dikenai pajak (sepanjang diberikan kepada seluruh pegawai).

    Tapi di sisi lain, apabila diberikan kepada sebagian pegawai perusahaan wajib untuk melakukan pemotongan pajak.

    (khq/fds)