Bungkam Usai Diperiksa KPK, Haniv Eks Pejabat Pajak Terobos Hujan Sambil Sibuk Telepon
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Eks Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus,
Muhamad Haniv
, bungkam usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
), Jakarta, pada Selasa (10/6/2025).
Pantauan di lokasi, Haniv keluar dari ruang pemeriksaan Gedung Merah Putih pada pukul 14.53 WIB.
Dia terlihat mengenakan kemeja batik coklat dilengkapi dengan peci dan masker.
Haniv langsung bergegas meninggalkan Gedung Merah Putih KPK tanpa memberikan keterangan apa pun kepada wartawan.
Saat dicecar pertanyaan mengenai materi pemeriksaannya, Haniv hanya sibuk menelepon, tetapi tidak mengeluarkan suara.
Kemudian, dia terus berjalan cepat melewati kerumunan wartawan.
Meski hujan deras, Haniv tetap menerobos keluar tanpa sempat menggunakan payung, didampingi seorang staf yang juga enggan berkomentar.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa eks Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus, Muhamad Haniv, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa.
Muhamad Haniv adalah tersangka kasus dugaan gratifikasi.
“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK. Hadir sekitar pukul 09.40 WIB,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Selasa.
KPK menetapkan Muhamad Haniv sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi pada 12 Februari 2025.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan, Haniv disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Sejak tahun 2011, Haniv menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah DJP Provinsi Banten.
Lalu, pada tahun 2015-2018, ia menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus.
Asep mengatakan anak Haniv memiliki latar belakang pendidikan mode bernama Feby Paramita dan sejak 2015 mempunyai usaha fashion brand untuk pakaian pria bernama
FH POUR HOMME
by FEBY HANIV yang berlokasi di Victoria Residence, Karawaci.
“Selama menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, tersangka HNV diduga telah melakukan perbuatan yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban tugasnya dengan menggunakan pengaruh dan koneksinya untuk kepentingan dirinya dan usaha anaknya,” ujarnya.
Pada 5 Desember 2016, Haniv disebut mengirimkan surat elektronik atau e-mail kepada Yul Dirga (Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing 3) berisi permintaan untuk dicarikan sponsorship
fashion show
FH POUR HOMME by FEBY HANIV yang akan dilaksanakan pada 13 Desember 2016.
“Permintaan ditujukan untuk ‘2 atau 3 perusahaan yang kenal dekat saja’ dan pada bujet proposal tertera nomor rekening BRI dan nomor handphone an. FEBY PARAMITA dengan permintaan sejumlah Rp150.000.000,” tuturnya.
Atas e-mail permintaan tersebut, terdapat transfer masuk ke rekening BRI milik Feby Paramita, yang diidentifikasi terkait dengan pemberian gratifikasi yang berasal dari wajib pajak Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus maupun dari pegawai KPP Penanaman Modal Asing 3 sebesar Rp300.000.000.
Sepanjang tahun 2016-2017, keseluruhan dana masuk ke rekening BRI milik Feby Paramita berkaitan dengan pelaksanaan seluruh
fashion show
FH POUR HOMME by FEBY HANIV yang berasal dari perusahaan ataupun perorangan yang menjadi wajib pajak dari Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus adalah sebesar Rp387.000.000.
Sementara dana yang masuk untuk acara tersebut yang berasal dari perusahaan ataupun perorangan yang bukan wajib pajak Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus adalah sebesar Rp417.000.000.
Asep mengungkapkan seluruh penerimaan gratifikasi berupa
sponsorship
pelaksanaan
fashion show
FH POUR HOMME by FEBY HANIV adalah sebesar Rp804.000.000, di mana perusahaan-perusahaan tersebut menyatakan tidak mendapatkan keuntungan atas pemberian uang
sponsorship
untuk kegiatan
fashion show
(tidak mendapat eksposur ataupun keuntungan lainnya).
“Bahwa pada periode tahun 2014-2022, Muhamad Haniv diduga beberapa kali menerima sejumlah uang dalam bentuk valas dollar Amerika dari beberapa pihak terkait melalui Budi Satria Atmadi,” kata dia.
Budi Satria Atmadi selanjutnya melakukan penempatan deposito pada BPR menggunakan nama pihak lain dengan jumlah yang sudah diketahui sebesar Rp10.347.010.000 dan pada akhirnya melakukan pencairan seluruh deposito ke rekening Haniv sejumlah Rp14.088.834.634.
Pada tahun 2013-2018, Haniv melakukan transaksi keuangan pada rekening-rekening miliknya melalui Perusahaan Valuta Asing dan pihak-pihak yang bekerja pada Perusahaan Valuta Asing keseluruhan sejumlah Rp6.665.006.000.
“Bahwa Muhamad Haniv telah diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi untuk
fashion show
Rp804.000.000, penerimaan lain dalam bentuk valas Rp6.665.006.000, dan penempatan pada deposito BPR Rp14.088.834.634 sehingga total penerimaan sekurang-kurangnya Rp21.560.840.634,” ucap dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
-
/data/photo/2025/06/10/6847eabfc2ad2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bungkam Usai Diperiksa KPK, Haniv Eks Pejabat Pajak Terobos Hujan Sambil Sibuk Telepon Nasional 10 Juni 2025
-

Dapat Surat Paksa dari Dirjen Pajak, Segera Lakukan Hal Ini!
Daftar Isi
Jakarta, CNBC Indonesia – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memiliki serangkaian metode untuk melakukan penagihan pajak. Salah satunya adalah mengirim surat paksa.
Mengutip Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak Yang Masih Harus Dibayar (PMK 61/2023), surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Sandi Sahputra, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP), menjelaskan surat paksa memiliki kekuatan hukum tetap. Surat ini juga digolongkan sebagai dokumen hukum berbentuk surat perintah resmi yang diterbitkan oleh pemerintah berdasarkan undang-undang.
“Dengan wewenang dan kekuatan yang ditetapkan melalui undang-undang, secara hierarki, surat paksa memiliki kedudukan hukum yang setara dengan putusan pengadilan. Hal ini berarti surat paksa bukan sekadar dokumen biasa,” ungkapnya dalam tulisannya di situs DJP, dikutip Rabu (28/5/2025).
Sandi mengungkapkan surat paksa merupakan tindakan penagihan aktif lanjutan setelah surat teguran disampaikan. Saat utang pajak sudah melewati tanggal jatuh tempo, namun belum terdapat pembayaran dan/atau upaya hukum lain dari wajib pajak, DJP melalui kantor pelayanan pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar akan menyampaikan surat teguran.
“Setelah lewat waktu 21 hari terhitung sejak tanggal surat teguran disampaikan dan masih belum ada pembayaran/upaya hukum lain dari wajib pajak, maka juru sita pajak negara (DJP) sebagai pejabat berwenang mewakili DJP akan memberitahukan surat paksa kepada wajib pajak,” ungkap Sandi.
Dia mengatakan sebagai wajib pajak atau penanggung pajak yang masih memiliki utang pajak, jika kita didatangi JSPN yang membawa surat paksa, masyarakat tidak perlu panik. Jika memang menerima surat paksa, maka dia menyarankan wajib pajak melakukan langkah-langkah ini:
1. Memastikan Identitas dan Validitas Petugas Pajak
Jika kita mendapat kunjungan dari orang yang mengaku sebagai petugas DJP, kita patut memvalidasi kebenarannya. Pastikan yang datang benar-benar petugas DJP dengan meminta salinan surat tugas dan menyamakan dengan identitas/name tag yang dibawa oleh petugas.
Sandi mengingatkan agar wajib pajak memeriksa kembali dengan melihat surat tugas yang dibawa oleh petugas. Jangan lupa teliti penerbit surat tugas tersebut. Baca baik-baik kepala surat KPP penerbit surat tugas dan bila perlu lakukan konfirmasi dengan menelepon nomor telepon KPP tersebut.
2. Kumpulkan Semua Dokumen Dasar Penagihan Pajak/Dokumen Utang Pajak
Kumpulkan semua surat ketetapan pajak (SKP) dan/atau surat tagihan pajak (STP) yang pernah kita terima. Jika terdapat SKP/STP yang belum kita terima atau mungkin hilang, kita bisa meminta salinannya kepada KPP.
3. Baca Surat Paksa dengan Teliti
Baca baik-baik isi surat paksa. Jika kita belum pernah melihat fisik surat paksa, kita dapat melihatnya pada lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ2016 tentang Surat, Daftar, Formulir, dan Laporan yang Digunakan dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Pastikan format surat paksa sesuai dengan peraturan yang berlaku. Teliti nomor surat paksa, pejabat yang menandatangani surat paksa, dan KPP penerbit.
Setelah itu, teliti juga nomor dan tanggal ketetapan yang tertera pada surat paksa. Pastikan nominal ketetapan sesuai. Sandingkan dokumen SKP/STP yang kita miliki dengan surat paksa yang telah kita terima. Pastikan nomor ketetapan, tanggal ketetapan, dan nominal sudah sama. Jika terdapat perbedaan, kita boleh meminta penjelasan kepada petugas. Perhatikan pula tanggal ketetapan pajak. Ketetapan pajak memiliki masa daluwarsa penagihan pajak lima tahun sejak tanggal ketetapan diterbitkan.
4. Diskusikan dengan JSPN terkait Tata Cara Melunasi Utang Pajak
Sesuai dengan PMK 61/2023 selain dengan pelunasan utang pajak secara sekaligus dan sesegera mungkin, bagi wajib pajak yang tidak dapat melunasi utang pajak secepatnya, wajib pajak memiliki beberapa metode dalam pelunasan pajak terutang. Diskusikan dengan petugas pajak terkait hak dan kewajiban wajib pajak dalam rangka pembayaran utang pajak. Salah satu hak wajib pajak dalam penyelesaian utang pajak yaitu mengajukan permohonan penangsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak ke KPP terdaftar. Sebelum melakukan hal-hal ini, kita dapat berdiskusi dengan JSPN di KPP di mana kita terdaftar untuk mendapatkan informasinya secara lebih mendetail.
5. Seluruh Layanan Perpajakan Tidak Dipungut Biaya
Sandi mengungkapkan agar wajib pajak jangan pernah melakukan pembayaran dalam bentuk apa pun melalui oknum atau orang yang mengaku petugas pajak, apalagi dengan iming-iming utang pajak akan dikurangi, dihapuskan, atau hanya sekadar menawarkan bantuan dengan dalih wajib pajak tidak perlu repot untuk menyetor sendiri.
Pembayaran pajak wajib menggunakan kode billing pajak, dan dilakukan melalui channel resmi yaitu bank persepsi, kantor pos, atau penyedia jasa layanan pembayaran lain yang terdaftar. Jangan segan melaporkan ke saluran pengaduan DJP apabila terdapat oknum petugas yang meminta sejumlah uang/barang tertentu .
Sandi mengungkapkan wajib pajak berhak menolak atau menerima surat paksa. Namun, keputusan kita menolak atau menerima akan tetap dituangkan dalam berita acara pemberitahuan surat paksa.
“Artinya, saat kita menerima atau menolak surat paksa, dokumen tersebut tetap dianggap telah diberitahukan/disampaikan. Berita acara pemberitahuan ini merupakan dasar hukum melanjutkan tindakan penagihan selanjutnya. Jadi, walaupun kita menolak penyampaian surat paksa, tindakan penagihan pajak tetap dapat dilanjutkan,” kata Sandi.
Oleh karena itu, dia mengatakan wajib pajak seharusnya tetap menerima surat paksa dengan baik. Jika masih terdapat permasalahan, perselisihan, ataupun ketidaksepahaman baik dari dasar penagihan pajak maupun tindakan penagihan pajak.
“Kita dapat meminta petugas menuliskannya pada berita acara pemberitahuan surat paksa tersebut. Selanjutnya, kita dapat berdiskusi di KPP terkait masalah-masalah ini,” tegasnya.
(haa/haa)
-

Penerimaan pajak Kanwil DJP Jakbar tembus Rp25 triliun
Jakarta (ANTARA) – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Barat telah mencatatkan kinerja realisasi penerimaan neto sebesar Rp25,42 triliun atau 32,35 persen dari target tahun 2025.
“Pertumbuhannya positif sebesar 6,16 persen,” ucap Kepala Kanwil DJP Jakarta Barat Farid Bachtiar saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Berdasarkan jenis pajak, penerimaan dari Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp14,42 triliun dengan pertumbuhan positif di angka 11,81 persen.
Adapun Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) mengalami sedikit kontraksi sebesar -7,62 persen dan Pajak Bumi Bangunan (PBB) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar -28,41 persen.
“Namun lonjakan terjadi pada pos pajak lainnya yang tumbuh hingga 5135,57 persen dengan capaian Rp809,18 miliar. Secara keseluruhan, tren penerimaan tetap menunjukkan arah yang positif,” kata Farid.
Sementara itu, kontribusi penerimaan terbesar berasal dari sektor perdagangan yang memberikan sumbangan Rp11,35 triliun atau 44,65 persen dari total penerimaan Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat.
Disusul sektor industri pengolahan sebesar Rp5,05 triliun (23,81 persen), sektor pengangkutan dan pergudangan sebesar Rp1,72 triliun (6,80 persen), serta sektor konstruksi sebesar Rp1,15 triliun (4,53 persen).
“Dominasi sektor-sektor utama ini mencerminkan fondasi ekonomi Jakarta Barat yang tetap kokoh dan produktif,” ungkap Farid.
Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Penerimaan pajak Kanwil DJP Jakarta Pusat capai Rp35,84 triliun
Jakarta (ANTARA) – Penerimaan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Pusat hingga 30 April 2025 sebesar Rp35,84 triliun atau 32,33 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ditetapkan sebesar Rp110,85 triliun.
“Berdasarkan jenis pajaknya, capaian Kanwil DJP Jakarta Pusat terdiri dari Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp24,71 triliun atau 42,59 persen dari target,” kata Kepala Kanwil DJP Jakarta Pusat Eddi Wahyudi di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, pertumbuhan pajak di Jakarta Pusat 7,26 persen tahunan (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya.
Selain Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) Rp7,81 triliun atau 15,05 persen dari target dan Pajak Lainnya Rp3,28 triliun atau 4.323,84 persen dari target.
“Capaian Pajak Lainnya yang tinggi dikarenakan melonjaknya penerimaan pada jenis pajak ini dari target yang ditentukan yaitu sebesar Rp75,95 miliar” ujarnya.
Kontribusi dominan penerimaan bulan April diperoleh dari sektor perdagangan sebesar Rp3,66 triliun, sektor industri pengolahan sebesar Rp1,89 triliun dan sektor jasa perusahaan sebesar Rp1,65 triliun.
“Realisasi penerimaan neto bulan April 2025 mengalami pertumbuhan 32.45 persen (y-o-y) yang dipengaruhi kenaikan penerimaan pajak pada beberapa sektor dominan,” ujarnya.
Menurut dia, secara regional se-Jakarta, penerimaan pendapatan pajak sebesar Rp421,87 triliun atau 27,54 persen dari target, yang terdiri atas penerimaan PPh Non-Migas sebesar Rp206,02 triliun atau 23,83 persen dari target.
Kemudian PPN Rp80,65 triliun atau sebesar 14.09 persen dari target, PPh Migas Rp9,08 triliun atau sebesar 14,45 persen dari target dan PBB dan Pajak Lainnya Rp126,06 triliun atau sebesar 396,98 persen dari target.
Terjadi kenaikan pajak cukup signifikan pada April 2025 sebesar 210,76 persen dari bulan Maret 2025 karena akselerasi pendapatan dari pajak penghasilan dan PPN.
“Hal ini juga di dukung oleh upaya perbaikan yang terus berjalan terhadap sistem Coretax untuk mendorong normalisasi pelayanan kepada wajib pajak,” katanya.
Dengan total penerimaan sebesar Rp421,87 triliun Kanwil DJP se-Jakarta memiliki proporsi sebesar 75,73 persen dari total penerimaan pajak secara nasional.
Pewarta: Khaerul Izan
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Sri Mulyani Minta Beri Waktu Sebulan buat Dirjen Pajak Baru Pahami Coretax
Jakarta –
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak baru, yakni Bimo Wijayanto diberi waktu selama satu bulan untuk memahami Coretax. Hal ini menanggapi berbagai pertanyaan yang muncul kepadanya terkait Sistem Inti Administrasi Perpajakan itu.
“Mengenai Coretax, untuk fair-nya kita akan meminta nanti Pak Dirjen Pajak baru, Pak Bimo untuk melihat dulu ke dalam. Berikanlah satu bulan beliau untuk melihat semuanya sehingga melihat data, fakta, realita dengan fresh perspektif dari Dirjen Pajak yang baru,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (23/5/2025).
Sri Mulyani menyebut nantinya Dirjen Pajak baru, Bimo Wijayanto akan mengadakan press briefing untuk menjawab pertanyaan seputar Coretax dan lainnya.
“Nanti beliau akan membuat penjelasan terpisah karena Dirjen Pajak biasanya memang karena scoop-nya begitu banyak dan besar, bisa membuat press briefing tersendiri mengenai entah Coretax atau hal-hal lain yang nanti Pak Bimo akan lakukan,” ucap Sri Mulyani.
Sebagaimana diketahui, Bimo Wijayanto menjadi Dirjen Pajak atas pilihan Presiden Prabowo Subianto. Sebelumnya, ia mengaku mendapat arahan untuk memperbaiki sistem pajak Indonesia agar lebih berintegritas, akuntabel dan independen.
“Beliau (presiden) berikan banyak arahan. Beliau tegaskan komitmen beliau untuk memperbaiki sistem pajak Indonesia supaya lebih akuntabel, independen dan berintegritas, untuk mengamankan program nasional beliau, khususnya dari sisi penerimaan negara,” ujar Bimo usai bertemu Presiden di Istana Negara, Jakarta, Selasa (20/5).
Bimo Wijayanto merupakan alumni SMA Taruna Nusantara (Tarnus) di Magelang, Jawa Tengah. Selepas dari situ, ia melanjutkan studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) dan lulus pada 2000.
Kemudian Bimo Wijayanto melanjutkan studi S2 di University of Queensland pada 2004 dengan gelar MBA in Accounting and Finance. Lalu, di University of Canberra untuk gelar Phd in Economics pada 2010 dan pendidikan terakhirnya merengkuh Post Doctoral di Duke University pada 2014.
Dari latar belakangnya, jabatan Bimo Wijayanto terakhir sebagai Sekretaris Deputi Bidang Kerja Sama Ekonomi dan Investasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sejak Desember 2024.
Awal kariernya ia bekerja di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai Analis Senior Center for Tax Analysis (CTA) pada September 2014 hingga Juli 2015. Di waktu yang sama, dia juga sempat menjadi Kepala Seksi Dampak Kebijakan Makro Ekonomi, Direktorat Potensi Kepatuhan dan Penerimaan.
Kemudian kariernya berlanjut di Kantor Staf Presiden (KSP) sebagai Tenaga Ahli Utama di Kedeputian Bidang Politik dan Keamanan dan Kedeputian Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Sosial, Budaya dan Ekologi Strategis pada Januari 2016 hingga Agustus 2020.
Bimo Wijayanto juga pernah menduduki posisi Asisten Deputi (Asdep) Investasi Strategis pada Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Di kementerian pimpinan Luhut Binsar Pandjaitan itu dia menjabat selama empat tahun dari September 2020 hingga Desember 2024.
(aid/fdl)
-

Kanwil DJP Jakbar catat penerimaan pajak sebesar Rp16,71 triliun
Salah satu mobil yang disita Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Barat untuk dilelang, Kamis (28/11/2024). (ANTARA/HO-Kanwil DJP Jakbar)
Kanwil DJP Jakbar catat penerimaan pajak sebesar Rp16,71 triliun
Dalam Negeri
Editor: Widodo
Minggu, 04 Mei 2025 – 22:37 WIBElshinta.com – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Barat mencatat penerimaan pajak sebesar Rp16,71 triliun atau 21,27 persen dari target penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ditetapkan sebesar Rp78,59 triliun.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Barat, Farid Bachtiar menyebutkan, capaian itu lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional yaitu sebesar 13,07 persen.
“Kinerja positif ini dicapai dengan optimalisasi pelayanan, pengawasan serta pemanfaatan momentum pelaporan SPT Tahunan Orang Pribadi yang berakhir pada 31 Maret 2025,” ujar Farid dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.
Farid melanjutkan, capaian itu juga menunjukkan pertumbuhan positif dibandingkan Februari 2025, saat penerimaan neto baru mencapai Rp10,82 triliun atau 13,76 persen.
“Jadi ada kenaikan capaian sebesar 7,51 persen dalam waktu satu bulan,” kata dia.
Pajak Penghasilan (PPh) menjadi penyumbang utama dengan kontribusi sebesar 50,70 persen atau sebesar Rp8,47 triliun dari total penerimaan. Lalu diikuti Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) sebesar 46,22 persen atau Rp7,73 triliun.
Sementara itu, penerimaan dari PBB dan BPHTB tercatat Rp3,8 miliar, dan penerimaan dari pajak lainnya mengalami lonjakan signifikan dengan pertumbuhan sebesar 3511,98 persen.
Adapun empat sektor utama penyumbang penerimaan pajak di Kanwil DJP Jakarta Barat adalah perdagangan sebesar Rp 4,95 triliun (29,60 persen kontribusi) dan industri pengolahan mencapai Rp 2,09 triliun (12,49 persen kontribusi).
Konstruksi berkisar Rp 559 miliar (3,34 persen kontribusi), pengangkutan dan pergudangan mencapai Rp 720 miliar (4,30 persen kontribusi).
“Secara keseluruhan, keempat sektor ini memberikan kontribusi sebesar 49,73 persen dari total penerimaan neto, dengan pertumbuhan sektor industri pengolahan yang paling menonjol sebesar 25,16 persen,” ungkap Farid.
Dalam hal pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, Kanwil DJP Jakarta Barat mencatatkan capaian sebesar 63,35 persen dari target 402.188 wajib pajak, dengan realisasi 254.793 wajib pajak yang telah melaporkan SPT hingga Maret 2025.
“Capaian ini sedikit di bawah rata-rata nasional yang mencapai 71,86 persen,” kata Farid.
Farid menyatakan komitmen Kanwil DJP Jakarta Barat untuk menjaga tren positif ini melalui kolaborasi dengan pihak terkait dan pemerintah daerah.
“Kemudian juga dengan penguatan edukasi perpajakan, optimalisasi pengawasan serta peningkatan layanan kepada wajib pajak demi mendukung pencapaian target penerimaan negara tahun 2025,” katanya.
Sumber : Antara
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3980727/original/003754900_1648714870-20220331-Laporan-SPT-1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ingat, Batas Akhir Pelaporan SPT PPN Maret Paling Lambat 10 Mei 2025 – Page 3
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan jumlah wajib pajak yang sudah melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) mencapai 12,88 juta hingga 11 April 2024 pukul 13.59 WIB. Hari ini adalah hari terakhir pelaporan setelah mengalami masa perpanjangan selama 11 hari.
“Atau mencapai 79,45 persen dari target kepatuhan SPT Tahunan untuk tahun 2025 yang sebanyak 16,21 juta SPT Tahunan,” kata Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti dikutip dari Antara, Jumat (11/4/2025).
Jumlah tersebut terdiri atas 12,50 juta SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi dan 376 ribu SPT Tahunan wajib pajak badan.
Wajib pajak orang pribadi yang terlambat menyampaikan SPT Tahunan akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 100.000. Sedangkan bagi wajib pajak badan, nilai sanksi administrasi sebesar Rp 1 juta.
Sebelumnya, pemerintah melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak (Kepdirjen Pajak) Nomor 79/PJ/2025 tanggal 25 Maret 2025 memutuskan untuk menghapus sanksi keterlambatan untuk pembayaran dan pelaporan pajak yang dilakukan hingga 11 April 2025.
-

DJP sebut kinerja sistem Coretax makin stabil
Dalam proses login, misalnya, latensi rata-rata berada di bawah 0,1 detik
Jakarta (ANTARA) – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyatakan kinerja sistem aplikasi Coretax telah menunjukkan performa yang stabil.
“Selama periode 24 Maret hingga 20 April 2025, sistem aplikasi Coretax DJP menunjukkan performa yang stabil,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Namun, DJP mencatat masih terjadi fluktuasi waktu tunggu (latensi), terutama saat volume transaksi mengalami peningkatan secara signifikan pada fungsi-fungsi tertentu.
Dalam proses login, misalnya, latensi rata-rata berada di bawah 0,1 detik (kurang dari 100 milidetik), dengan performa terbaik tercatat sebesar 0,084 detik (8,4 milidetik) pada tanggal 18 April 2025.
Sementara proses pendaftaran wajib pajak menunjukkan peningkatan latensi pada 25 Maret 2025 yang mencapai 1,13 detik (1.130 milidetik) dan turun kembali menjadi 0,446 detik (446 milidetik) pada 26 Maret 2025.
Peningkatan latensi pada akhir bulan Maret 2025 disebabkan oleh lonjakan aktivitas pendaftaran wajib pajak baru. Latensi kemudian menurun secara konsisten hingga kembali di bawah 0,06 detik (60 milidetik) pada bulan April 2025.
Untuk SPT masa, terjadi beberapa kali lonjakan signifikan, seperti pada tanggal 26 Maret 2025 latensi mencapai 21,231 detik dan 30,1 detik pada 27 Maret 2025. Dwi menyebut penyempurnaan terus dilakukan sehingga latensi berhasil ditekan menjadi 0,00118 detik (1,18 milidetik) di 19 April 2025.
Pengelolaan faktur pajak sempat mencatat latensi tinggi sebesar 9,368 detik pada 15 April 2025, tetapi per 18 April 2025 latensi kembali turun menjadi 0,102 detik. Fluktuasi latensi terjadi juga dipengaruhi oleh peningkatan volume penerbitan faktur pajak.
Sedangkan pengelolaan bukti potong menunjukkan lonjakan latensi tertinggi mencapai 51,90 detik pada 15 April 2025. Pada tanggal 20 April 2025, data menunjukkan penurunan latensi menjadi 0,197 detik.
Untuk faktur pajak, per 20 April 2025 pukul 00.00 WIB, Coretax DJP telah mengadministrasikan faktur pajak sejumlah 198.859.058 untuk masa pajak Januari, Februari, Maret, dan April 2025. Batas waktu pembuatan faktur pajak masa April masih dapat dilakukan sampai dengan pertengahan bulan Mei 2025.
Sementara bukti potong telah diadministrasikan sebanyak 70.693.689 untuk masa pajak Januari, Februari, Maret, dan April 2025.
Kemudian, SPT telah diadministrasikan sebanyak 933.484 SPT Masa PPN dan PPnBM serta 997.705 SPT Masa PPh Pasal 21/26 dan 149.589 SPT Masa PPh Unifikasi.
Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2025 -

DJP Klaim Coretax Mulai Stabil, Waktu Tunggu di Bawah 2 Detik!
Jakarta, CNBC Indonesia – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat semakin singkatnya waktu tunggu (latensi) sistem inti administrasi pajak atau Coretax, seiring dengan perbaikan yang terus dilakukan sejak sistem itu mengalami berbagai kendala saat implementasi pada 1 Januari 2025.
“Selama periode 24 Maret hingga 20 April 2025, sistem aplikasi Coretax DJP menunjukkan performa yang stabil,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti melalui keterangan tertulis, Rabu (23/4/2025).
Latensi sistem untuk berbagai layanan menunjukkan rentang waktu di bawah 2 detik. Meskipun, DJP mengakui terdapat beberapa fluktuasi latensi, terutama saat volume transaksi mengalami peningkatan secara signifikan pada fungsi-fungsi tertentu.
Pada kinerja sistem untuk fungsi login misalnya, latensi rata-rata berada di bawah 0,1 detik (kurang dari 100 milidetik), dengan performa terbaik tercatat sebesar 0,084 detik (8,4 milidetik) pada 18 April 2025.
Lalu, untuk proses pendaftaran wajib pajak yang latensi pada 25 Maret 2025 sempat mencapai 1,13 detik (1.130 milidetik) telah turun menjadi 0,446 detik (446 milidetik) pada 26 Maret 2025.
“Peningkatan latensi pada akhir bulan Maret 2025 disebabkan oleh lonjakan aktivitas pendaftaran wajib pajak baru. Latensi kemudian menurun secara konsisten hingga kembali di bawah 0,06 detik (60 milidetik) pada bulan April 2025,” kata Dwi.
Untuk fungsi pengelolaan SPT Masa mencatat beberapa lonjakan latensi secara signifikan, seperti pada 26 Maret 2025 mencapai 21,231 detik dan 30,1 detik pada 27 Maret 2025. Namun, dengan penyempurnaan yang terus dilakukan latensi menurun menjadi 0,00118 detik (1,18 milidetik) pada 19 April 2025.
Sedangkan fungsi untuk layanan faktur pajak yang sempat mencatat latensi tinggi sebesar 9,368 detik pada 15 April 2025, per 18 April 2025 kembali turun menjadi 0,102 detik. Fluktuasi latensi terjadi juga dipengaruhi oleh peningkatan volume penerbitan faktur pajak.
Terakhir, untuk fungsi layanan pengelolaan bukti potong pajak yang sempat menunjukkan lonjakan latensi tertinggi mencapai 51,90 detik pada 15 April 2025, pada 20 April 2025, telah menunjukkan penurunan latensi menjadi 0,197 detik.
Perbaikan terhadap sistem coretax secara spesifik telah dilakukan DJP untuk sejumlah layanan sampai dengan 17 April 2025. Berikut ini rinciannya:
1. Pendaftaran (Registrasi)
a) Pemadanan NIK dan NPWP menjadi lebih stabil dan responsif.
b) Penyesuaian proses pendaftaran NPWP untuk berbagai jenis wajib pajak, termasuk WNA dan badan hukum.
c) Penyesuaian pada menu pengukuhan PKP, permohonan aktivasi akun, perubahan data wajib pajak, serta proses dokumen penunjukan pemungut pajak.
d) Perbaikan bug pada pengisian dan pengunduhan dokumen persyaratan sehingga proses registrasi berjalan lancar.
2. Faktur Pajak
a) Penyesuaian pada validasi dan proses pembuatan faktur pajak, termasuk faktur pajak kode 07, nota retur, serta retur uang muka.
b) Penyesuaian masa pajak, dokumen pendukung, serta akses tombol PDF, sehingga hanya dokumen dengan status valid yang dapat diunduh.
c) Perbaikan bug atas faktur pajak tidak muncul di daftar pajak masukan pembeli.
d) Penyesuaian pada pembulatan nilai transaksi.
3. Bukti Potong
a) Penyesuaian pada skema impor bukti potong, baik bukti potong unifikasi maupun non-residen, sehingga sesuai dengan data pembayaran yang sah.
b) Penyesuaian pada validasi data pembayaran dan Nomor Induk Tempat Kegiatan Usaha (NITKU).
c) Penyesuaian opsi pembayaran khusus untuk instansi pemerintah.
d) Perbaikan bug pada pembuatan bukti potong bulanan pegawai tetap, termasuk pembulatan dan tampilan isi dokumen.
4. Pelaporan SPT Masa
a) Perbaikan bug dan proses submit SPT Masa yang sebelumnya tertahan dalam status “Draft”.
b) Penyesuaian validasi isi SPT Masa dan kompensasi untuk menghindari duplikasi data.
c) Penyesuaian dan perbaikan bug pada proses unduhan dokumen SPT Masa dan pelaporan objek pajak pada Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP).
5. Pembayaran Pajak
a) Penyempurnaan proses pengajuan pemindahbukuan, pengembalian, dan pengurangan angsuran pajak.
b) Penyesuaian kode satuan kerja (satker) dan prepopulasi data billing agar sesuai dengan referensi resmi KPP.
c) Penyempurnaan proses persetujuan atas dokumen pengembalian kelebihan pembayaran dan penerbitan produk hukum.
d) Penyempurnaan prepopulasi pembayaran pada beberapa layanan seperti pengajuan teraan meterai dan pengurangan angsuran PPh Pasal 25.
6. Layanan Perpajakan
a) Penyempurnaan sistem pada layanan Surat Keterangan Bebas (SKB), Surat Keterangan Fiskal (SKF), dan Surat Keterangan untuk Bakal Calon Kepala Daerah.
b) Penyempurnaan prepopulasi data untuk layanan berbasis data Indonesia National Single Window (INSW) dan QR Code dokumen endorsement.
c) Penyempurnaan pada layanan permohonan penggantian atau pembatalan dokumen pajak, serta validasi nama wajib pajak dengan karakter khusus.
(arj/haa)
-

Heboh Kabar Gaji PNS Naik 16%, Menteri PANRB Buka Suara
Jakarta –
Heboh di media sosial dan situs pencarian Google isu tentang wacana kenaikan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk PNS, naik di tahun ini. Salah satu hal yang membuatnya semakin ramai diperbincangkan, persentase kenaikan gaji yang disebut-sebut mencapai 16%.
Namun, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Indonesia (PANRB) Rini Widyantini menampik kabar tersebut. Rini mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum melangsungkan diskusi menyangkut kenaikan gaji ASN.
“Saya belum pernah ada diskusi. Nanti perlu ada diskusi dengan kementerian keuangan. Jadi nggak bisa langsung nampak besarannya,” kata Rini ditemui di Kompleks DPR RI, Jakarta, Selasa (22/4/2025).
Rini sendiri mengakui bahwa rencana kenaikan gaji PNS tercantum dalam dokumen Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025. Namun demikian, Rini menekankan bahwa di dalam dokumen itu tidak disebutkan berapa persentase kenaikannya.
Menurut Rini, Kementerian PANRB bersama Kementerian keuangan harus duduk bersama untuk membahas rencana kenaikan itu. Oleh karena itu, ia juga belum dapat memastikan apakah besaran kenaikannya akan mencapai 16%.
“Saya juga belum tahu ini apakah memang 16%, karena memang Kementerian PANRB dengan Kementerian Keuangan tentunya harus duduk bersama untuk membahas itu,” ujarnya.
Sebagai informasi, pada tahun 2024 lalu pemerintah menaikkan gaji ASN sebesar 8%. Kebijakan ini selaras dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2024 yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 26 Januari 2024.
Sedangkan untuk wacana kenaikan gaji ASN di 2025, tercantum dalam KEM-PPKF 2025. Dalam dokumen tersebut, pemerintah menyebut arah kebijakan belanja pegawai pada tahun depan akan difokuskan kepada empat aspek, salah satu di antaranya adalah gaji PNS.
Suharso Monoarfa yang dulu menjabat sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas pernah menjelaskan bahwa kenaikan gaji ASN akan dilakukan secara bertahap. Pemerintah akan memprioritaskan peningkatan kesejahteraan bagi ASN, khususnya guru, dosen, tenaga kesehatan (nakes), penyuluh, serta anggota TNI dan Polri.
“Kenaikan gaji aparatur sipil negara terutama guru, dosen, tenaga kesehatan, penyuluh, serta TNI dan Polri akan dilakukan secara bertahap,” ujar Suharso dalam konferensi pers di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (16/8).
Di kesempatan berbeda, saat masih di Kabinet Indonesia Maju, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah menyampaikan, gaji PNS akan naik atau tidak akan diumumkan langsung oleh Prabowo yang nantinya akan menjalankan pemerintahan berikutnya.
“Nanti Presiden terpilih akan menyampaikan ya,” beber Sri Mulyani ketika dikonfirmasi langsung di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (5/8/2024) silam.
Lihat juga video: Daftar Presiden yang Menaikan Gaji PNS Paling Banyak
(acd/acd)