Kementrian Lembaga: Direktorat Jenderal Pajak (DJP)

  • Bahlil Temui Sri Mulyani, Sepakat Tukar Data Pajak, Minerba & Migas

    Bahlil Temui Sri Mulyani, Sepakat Tukar Data Pajak, Minerba & Migas

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Keuangan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)  melakukan pertukaran data dalam rangka peningkatan penerimaan negara.

    Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menjelaskan dengan kerjasama tersebut secara khusus akan dilakukan antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dengan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM dan juga SKK Migas.

    “Melakukan pekerjaan-pekerjaan sama antara DJP dan Dirjen Minerba dan juga DJP dengan SKK Migas dalam rangka untuk pertukaran data, pertukaran informasi, melakukan joint analysis, sampai dengan penagihan bersama,” ujar Anggito di Kantor Kemenkeu, Kamis (31/7/2025).

    Perjanjian kerjasama tersebut telah ditandatangani oleh kedua belah pihak, yakni dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia di kantor Kementerian Keuangan hari ini.

    Selain itu, kedatangan Bahlil di kantor Sri Mulyani pun juga membahas terkait tindak lanjut arahan Presiden Prabowo untuk listrik desa.

    Foto: Menteri ESDM Bahlil Lahadalia usai rapat dengan Menkeu Sri Mulyani. (CNBC Indonesia/Firda Dwi Muliawati)

    Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa ada sekitar 5.700 desa, 4.400 dusun, serta tambahan titik yang belum teralirkan listrik.

    “Nah, target Bapak Presiden kan kurang lebih sekitar 5 tahun harus selesai. Itu yang tadi kita bahas sama Ibu Menkeu,” ujar Bahlil kepada wartawan di Kantor Kementerian Keuangan, Kamis (31/7/2025).

    (mij/mij)

    [Gambas:Video CNBC]

  • NIK Bakal Dipakai untuk Layanan Pajak – Page 3

    NIK Bakal Dipakai untuk Layanan Pajak – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Kementerian Keuangan Bimo Wijayanto bersama dengan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri Teguh Setyabudi menandatangani perjanjian kerja sama (PKS) antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil).

    Kegiatan penandatanganan itudilaksanakan di Gedung Cakti KPDJP, pada Selasa, 29 Juli 2025. Latar belakang penandatanganan PKS ini merupakan bagian dari komitmen dalam melaksanakan reformasi perpajakan, memperkuat tata kelola administrasi perpajakan, dan meningkatkan efektivitas pelayanan publik.

    DJP terus memperkokoh fondasi sistem administrasi perpajakan melalui pengembangan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax DJP).

    “Kerja sama ini merupakan upaya integrasi dan pemanfaatan data lintas sektor untuk memperkuat basis data perpajakan dan administrasi kepemerintahan,” tutur Dirjen Pajak Bimo Wijayanto, dalam sambutannya seperti dikutip dari keterangan resmi, Rabu (30/7/2025).

    Ia juga menyampaikan, kerja sama ini mencakup validasi data Nomor Induk Kependudukan (NIK), pemutakhiran data kependudukan, dan pemberian layanan face recognition untuk mendukung administrasi dan pengawasan perpajakan.

    Pada kesempatan tersebut, Bimo Wijayanto mengucapkan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada Ditjen Dukcapil dan tim DJP atas sinergi dan kolaborasi yang telah terjalin.

    Ia juga menyampaikan penghargaan atas dukungan dalam mewujudkan Perjanjian Kerja Sama Pemberian Hak Akses dan Pemanfaatan Data Kependudukan dalam Layanan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

    Dalam momen tersebut, Dirjen Dukcapil Teguh Setyabudi menyatakan siap mendukung pemberian hak akses dan pemanfaatan data kependudukan untuk DJP.

    Ia juga menambahkan, secara regulasi, data kependudukan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, seperti pelayanan publik, perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, pembangunan demokrasi, serta penegakan hukum dan pencegahan tindak kriminal.

  • Komisi VII DPR ingatkan pajak “e-commerce” jangan sampai tekan UMKM

    Komisi VII DPR ingatkan pajak “e-commerce” jangan sampai tekan UMKM

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Novita Hardini mengingatkan agar kebijakan perpajakan digital atau e-commerce jangan sampai menekan pelaku UMKM.

    Saat kunjungan kerja spesifik ke Danau Toba, Sumatera Utara (25/7), dia mengatakan di tengah gencarnya digitalisasi ekonomi, perhatian pemerintah seharusnya tak hanya sebatas pada legalitas dan formalitas, tetapi juga pada keberlanjutan usaha kecil yang rentan terhempas beban regulasi yang tidak proporsional.

    “Jangan sampai UMKM yang baru belajar bernafas melalui digital, langsung ditekan dengan kebijakan pajak tanpa kesiapan ekosistem. Mereka ini bukan perusahaan raksasa, tapi tulang punggung ekonomi rakyat,” kata Novita dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.

    Anggota komisi DPR yang membidangi perindustrian, UMKM, ekonomi kreatif, pariwisata, dan sarana publikasi itu menegaskan kebijakan perpajakan harus memperhatikan realitas di lapangan.

    Ia mencontohkan banyak pelaku UMKM yang sudah berusaha mengurus legalitas, seperti sertifikasi halal, hak merek, hingga Perseroan Terbatas (PT) perorangan, namun masih menghadapi kendala birokrasi yang lamban.

    “Dari dua tahun lalu daftar sertifikasi halal, sampai sekarang belum turun. Ini kan ironis, sudah didorong untuk formal tapi tidak difasilitasi dengan cepat, sekarang malah dihadapkan pajak,” ujarnya.

    Novita mengatakan pajak e-commerce yang dibebankan pada pelaku usaha kecil bisa menjadi penghambat, alih-alih pendorong.

    Dia menilai fokus saat ini seharusnya diarahkan pada penguatan kapasitas usaha, keberlanjutan produksi, dan edukasi digital yang konkret.

    UMKM, kata dia, memerlukan perlu kepastian, bukan kejutan, sehingga jangan sampai hari ini bisa berjualan, tetapi besok tidak bisa.

    “Yang mereka butuhkan adalah kestabilan agar bisa menyekolahkan anak, menghidupi keluarga, dan berputar ekonominya,” ucap Novita menambahkan.

    Lebih lanjut, dirinya turut mengingatkan agar berbagai program pemerintah tidak hanya bersifat pada seremoni, sehingga harus ada program nyata yang bisa menyentuh langsung kebutuhan UMKM dari pembiayaan, digitalisasi, hingga penguatan rantai pasok dan pasar.

    Kendati demikian, ia tetap mengapresiasi adanya kolaborasi antar kementerian, seperti Kementerian UMKM, Kementerian Hukum, dan lembaga-lembaga lainnya.

    Tetapi, dia mengajak kolaborasi kementerian/lembaga tersebut bukan hanya soal penandatanganan nota kesepahaman, melainkan mengenai output dan dampak nyata, apalagi jika menyangkut hajat hidup rakyat kecil.

    Legislator dari Daerah Pemilihan (Dapil) 7 Jawa Timur tersebut pun menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kebijakan yang berpihak pada pelaku UMKM.

    Novita juga mengajak seluruh pemangku kebijakan agar tidak menjadikan pajak sebagai instrumen yang membebani pelaku usaha kecil, tetapi sebagai alat pembangunan yang inklusif dan berkeadilan.

    “Kalau UMKM kita kuat, ekonomi nasional juga kuat. Tapi kalau mereka tersungkur karena kebijakan yang tidak adil, kita semua yang akan rugi,” tuturnya.

    Adapun Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang merancang kebijakan baru terkait pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 bagi para pedagang di platform e-commerce.

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu menjelaskan rencana ini pada dasarnya merupakan pergeseran mekanisme pembayaran pajak.

    Jika sebelumnya pedagang daring wajib membayar PPh secara mandiri, nantinya lokapasar (marketplace) akan ditunjuk sebagai pihak yang memungut PPh 22 atas setiap transaksi pedagang pada e-commerce.

    Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menjelaskan dalam rancangan kebijakan pemungutan PPh Pasal 22 bagi pedagang e-commerce, pemerintah akan memberikan pengecualian. Pedagang yang memiliki penghasilan di bawah Rp500 juta dalam satu tahun tidak akan dikenakan pungutan PPh 22.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Begini Cara Ditjen Pajak Pantau Harta Warga RI dari Instagram Cs

    Begini Cara Ditjen Pajak Pantau Harta Warga RI dari Instagram Cs

    Jakarta, CNBC Indonesia – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan melakukan penguatan pengawasan kepatuhan wajib pajak melalui kegiatan mereka di media sosial atau medsos.

    Upaya ini dilakukan DJP dalam rangka mengoptimalisasi penerimaan negara dari pajak. Lantas, bagaimana sebenarnya DJP bisa memantau wajib pajak melalui media sosial

    Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama menjelaskan, cara Ditjen Pajak mengawasi kepatuhan pajak melalui sosmed ialah menggunakan skema crawling.

    Skema crawling atau sistem crawl dilakukan memanfaatkan mesin pencarian untuk menemukan konten yang diunggah pengguna sosmed.

    “Di medsos itu pasti diamati, model crawling kita lakukan pengawasan walau belum ada regulasi kita untuk memungut,” ucap Yoga saat media briefing di Kantor Pusat DJP.

    Yoga mengatakan, selama ini para fiskus memantau harta kekayaan yang dipampang oleh para wajib pajak di medsos. Lalu, data hartanya disandingkan dengan data di sistem pajak.

    Bila ada ketidaksesuaian maka otoritas pajak akan melakukan edukasi atau peringatan secara langsung kepada wajib pajak yang bersangkutan.

    “Jadi kalau suka pamer mobilnya di medsos, pasti diamati teman-teman pajak. Nah itu model crawling segala macam juga kita lakukan pengawasan,” ucap Yoga.

    Pihak-pihak yang menerima endorse juga Yoga pastikan menjadi objek yang tak luput dari pengawasan para fiskus.

    “Kalau endorsement juga sudah kita lakukan juga banyak pengawasan,” papar Yoga.

    Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengakui upaya mengumpulkan informasi wajib pajak melalui media sosial sebagai langkah untuk mengecek aset wajib pajak.

    “Kalau sosmed ya memang itu kan informasi juga Informasi untuk melihat diskrepansi, misalnya siapa tau ada aset yang belum dilaporkan, yang beda sama SPT, beda sama LHKPN, Tapi itu udah sejak lama kalau kita lakukan,” ujarnya.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Dirjen Pajak Kemenkeu Ungkap Telah Pecat 7 Pegawai

    Dirjen Pajak Kemenkeu Ungkap Telah Pecat 7 Pegawai

    Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Bimo Wijayanto mengatakan pihaknya terus berusaha untuk menguatkan integritas para pegawainya. Ia bahkan mengungkap telah memecat tujuh orang pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selama kepemimpinannya sejak Mei 2025.

    Bimo mengatakan pihaknya tidak akan memberi toleransi terhadap tindakan curang sekecil apapun.

  • Video: Dirjen Pajak Intip Harta Warga Lewat Medsos dan Teknologi AI

    Video: Dirjen Pajak Intip Harta Warga Lewat Medsos dan Teknologi AI

    Jakarta, CNBC Indonesia – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kementerian keuangan telah ternyata telah memanfaatkan teknologi Artificial Inteligent (AI) untuk melihat data wajib pajak

    Selengkapnya dalam program Autobizz CNBC Indonesia (Selasa, 15/07/2025) berikut ini.

  • Pemerintah Terbitkan Pajak e-Commerce, Bagaimana Nasib Ojol?

    Pemerintah Terbitkan Pajak e-Commerce, Bagaimana Nasib Ojol?

    Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menerbitkan aturan soal pemungutan pajak e-commerce untuk pelaku usaha di lapak daring. Lantas, bagaimana nasib ojek online (ojol) yang mengais rezeki di sektor yang hampir sama?

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan, marketplace tak memungut pajak penghasilan sehubungan dengan sejumlah transaksi. Salah satunya, kata mereka, mitra ojek online.

    “Ojek online ini tidak dipungut (pajak e-commerce), termasuk dalam pengecualian,” ujar Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama dalam taklimat media di Jakarta, dikutip dari Antaranews, Selasa (15/7).

    Hal tersebut mengacu pada aturan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 tentang Penunjukan Pihak Lain sebagai Pemungut Pajak Penghasilan serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan yang Dipungut oleh Pihak Lain atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Pedagang Dalam Negeri dengan Mekanisme Perdagangan melalui Sistem Elektronik (PMK-37/2025).

    Ojol terdampak pajak e-commerce Foto: Septian Farhan Nurhuda/detik.com

    Selain ojol, penjual pulsa dan kartu perdana juga tak dikenakan pajak e-commerce. Sebab, lini usaha terkait sudah punya aturannya tersendiri di PMK 6/2021.

    Kemudian, penjualan emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan emas, batu permata, dan/atau batu lainnya yang sejenis, yang dilakukan pabrik emas perhiasan, pedagang emas perhiasan, dan/atau pengusaha emas batang juga tak dipungut pajak e-commerce.

    Pungutan juga tak dilakukan terhadap penjualan barang dan/atau jasa oleh pedagang yang menyampaikan informasi surat keterangan bebas (SKB) pemotongan atau pemungutan PPh penjualan.

    “Kami sudah berkomunikasi dengan marketplace. Kami sosialisasikan dan mereka juga butuh penyesuaian di sistemnya. Ketika mereka sudah siap untuk implementasi, mungkin dalam sebulan-dua bulan ke depan baru kami tetapkan mereka sebagai pemungut PMSE,” kata dia.

    (sfn/rgr)

  • Pemerintah Minta Ecommerce China Hingga Amerika Pungut Pajak PPh dari Seller

    Pemerintah Minta Ecommerce China Hingga Amerika Pungut Pajak PPh dari Seller

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan akan menunjuk ecommerce luar negeri seperti Amazone Amerika Serikat hingga Alibaba China sebagai pemungut pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,5% dari omzet pedagang online asal Indonesia.

    Direktur Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan bahwa langkah ini menyasar platform digital di negara seperti Singapura, China, Jepang, dan Amerika Serikat yang banyak digunakan oleh pelaku usaha asal Indonesia.

    “Ada lokapasar seperti di Singapura, China, Jepang, atau Amerika yang ternyata banyak orang Indonesia yang berjualan. Kita bisa menunjuk mereka untuk memungut PPh 22 sebesar 0,5%,” ujarnya dikutip dari Antara, Selasa (15/7/2025).

    Menurut Yoga, DJP telah menerapkan pendekatan serupa sejak 2020 dalam penunjukan platform digital luar negeri sebagai penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) untuk memungut pajak pertambahan nilai (PPN). Dengan pengalaman tersebut, DJP meyakini penerapan PPh 22 juga bisa dilaksanakan secara efektif.

    “Supaya di dalam negeri tidak teriak, lalu pindah semuanya pakai lokapasar luar negeri,” kata Yoga, menyinggung kekhawatiran munculnya kecemburuan sosial antarpenjual domestik dan yang memanfaatkan marketplace asing.

    Yoga menyebutkan bahwa DJP telah berdiskusi dengan sejumlah marketplace besar dan meminta mereka mulai menyiapkan sistem pendukung untuk pemungutan PPh ini. Dia optimistis prosesnya tidak akan memakan waktu lama.

    “Kalau berkaca dari yang tahun 2020 lalu, tidak butuh waktu lama. Kalau tidak salah, dua bulan sudah selesai penyelesaian sistem. Yang di luar negeri, seperti Amerika dan Eropa, itu saja bisa siap dan akhirnya ditetapkan. Kami yakin tidak ada masalah dengan itu dan bisa dilaksanakan dengan cepat,” jelas Yoga.

    Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 37/2025 yang diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 11 Juni 2025 dan diundangkan pada 14 Juli 2025.

    Dalam aturan itu, marketplace asing yang ditunjuk sebagai PPMSE akan memungut PPh 22 sebesar 0,5% dari omzet bruto tahunan pedagang Indonesia yang berjualan di platform mereka. Pungutan ini terpisah dari kewajiban PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

    Kewajiban pungutan hanya berlaku bagi pedagang dengan omzet di atas Rp500 juta per tahun. Penjual perlu menyampaikan surat pernyataan penghasilan ke marketplace bersangkutan. Sementara itu, pelaku usaha dengan omzet di bawah ambang batas tersebut dibebaskan dari pungutan. Adapun beberapa jenis transaksi dikecualikan dari skema ini, antara lain layanan ekspedisi, transportasi daring (ojek online), penjualan pulsa, hingga perdagangan emas.

  • Ojol hingga Jual Pulsa & Emas Tak Kena Pungutan Pajak e-Commerce

    Ojol hingga Jual Pulsa & Emas Tak Kena Pungutan Pajak e-Commerce

    Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyampaikan marketplace tidak memungut pajak penghasilan sehubungan dengan sejumlah transaksi. Contohnya, ojek online (ojol), hingga penjualan pulsa dan emas.

    Direktur Peraturan Perpajakan I Hestu Yoga Saksama mengatakan ada beberapa pengecualian sehingga tidak dikenakan pungutan pajak e-commerce.

    Hal ini menyusul terbitnya aturan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 tentang Penunjukan Pihak Lain sebagai Pemungut Pajak Penghasilan serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan yang Dipungut oleh Pihak Lain atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Pedagang Dalam Negeri dengan Mekanisme Perdagangan melalui Sistem Elektronik (PMK-37/2025).

    “Untuk ojol, ojol nggak dipungut meski ada fee,” kata Yoga dalam konferensi pers, di kantor DJP, Jakarta Selatan, Senin (14/7/2025).

    Kemudian, pengecualian aturan tersebut juga berlaku bagi penjualan barang/jasa oleh pedagang dalam negeri yang menyampaikan informasi surat keterangan bebas (SKB) pemotongan dan/atau pemungutan PPh.

    Selain itu, penjualan pulsa dan kartu perdana, serta penjualan emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan emas, batu permata, dan/atau batu lainnya yang sejenis, yang dilakukan oleh pabrik emas perhiasan, pedagang emas perhiasan, dan/atau pengusaha emas batang juga tidak dipungut pajak e-commerce.

    “Nah pengalihan hak atas tanah dan bangunan ini juga enggak (kena) karena itu nanti lewat notaris kan biasanya ya bayar dua setengah persennya lewat notaris,” jelas Yoga.

    Pada kesempatan yang sama, Yoga menerangkan aturan tersebut hanya berlaku bagi yang ada transaksi jual-beli di marketplace. Selain itu, merchant atau pedagangnya harus beralamatkan serta nomor telepon dari Indonesia.

    “Alamat yang dipakai memang Indonesia. Nah yang marketplace itu spesifik bahwa si penjual dan pembeli itu bertransaksi aliran uangnya menggunakan escrow account-nya marketplace,” tambah Yoga.

    (rea/hns)

  • Pajak Pedagang di Toko Online Tunggu Keputusan Dirjen Terbit

    Pajak Pedagang di Toko Online Tunggu Keputusan Dirjen Terbit

    Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyatakan pajak pedagang di toko online berjalan setelah keluar aturan pelaksanaan, yaitu Keputusan Direktur Jenderal (KepDirjen) Pajak soal marketplace sebagai pihak pemungut.

    Direktur Peraturan Perpajakan I, Hestu Yoga Saksama mengatakan hal ini sama pada saat pihaknya menunjuk 211 pelaku usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) menjadi pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Penunjukan marketplace nantinya akan tertuang melalui KepDirjen Pajak.

    “Nanti ada penunjukan, penetapan oleh Direktur Jenderal Pajak dengan KepDirjen. Kita tentunya harus komunikasi dengan mereka, marketplace,” kata Yoga dalam konferensi pers di kantor DJP, Jakarta Selatan, Senin (14/7/2025).

    Yoga menyebut KepDirjen Pajak itu nantinya akan memuat kriteria marketplace yang dapat memungut pajak. Kendati begitu, dia menilai kriterianya tak jauh beda dengan aturan sebelumnya.

    “Jadi, nanti akan keluar kepdirjen, sama seperti yang PMSE luar negeri, karena di PMK kan batasan ini transaksinya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak kan. Nah kira-kira sama seperti yang PMSE luar negerinya itu transaksinya Rp 600 juta setahun atau Rp 50 juta per bulan dan juga diakses oleh masyarakat 1.000 atau 12.000 setahun,” terang Yoga.

    Yoga menerangkan pihaknya sudah mengundang beberapa marketplace besar untuk menerapkan aturan tersebut. Menurut dia, marketplace membutuhkan waktu untuk melakukan penyesuaian di sistemnya. Setidaknya dua bulan lagi aturan tersebut dapat berlaku.

    “Dan, ketika mereka siap, kita juga membuatkan aplikasi khusus untuk mereka. Ketika mereka siap untuk implementasi, ya mungkin dalam sebulan, dua bulan, baru kita tetapkan. Kita tunjuk mereka sebagai pemungut PMSE ini,” jelas Yoga.

    Yoga memastikan penerapan pada marketpalce akan dilakukan secara bertahap. Tahap pertama, pihaknya akan menunjuk marketplace besar terlebih dahulu. Kemudian, marketplace-marketplace kecil akan menyusul.

    “Ini harus kita lakukan secara simultan, bertahap, tergantung kesiapan, dan kita melihat memang mereka sudah layak. Dan ini pasti ke depan semuanya, marketplace akan ditetapkan sebagai pemungut pajak,” tutur Yoga.

    (rea/hns)