Kementrian Lembaga: Direktorat Jenderal Pajak (DJP)

  • Shortfall Pajak ‘Pasti’ Melebar, Kredibilitas APBN Purbaya di Tubir Jurang

    Shortfall Pajak ‘Pasti’ Melebar, Kredibilitas APBN Purbaya di Tubir Jurang

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak alias DJP Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang dilanda kegentingan karena kinerja penerimaan pajak jauh di bawah ekspektasi. Shortfall hampir dipastikan melebar. 

    Otoritas pajak harus berjibaku untuk mengejar penerimaan pajak sebesar Rp2.005 triliun supaya defisit anggaran APBN 2025 tidak menembus angka 3%. Kalau target itu meleset, APBN yang hampir 4 bulan terakhir dikelola oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terancam kredibilitasnya.

    Dalam catatan Bisnis, situasi yang terjadi saat ini mirip dengan tahun 2015 lalu, ketika transisi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Joko Widodo (Jokowi). Saat itu, realisasi defisit menembus angka 2,7% karena penerimaan pajak hanya Rp1.055 triliun atau 81,5% dari target APBN-P 2025 senilai Rp1.294,3 triliun.

    Namun demikian, alih-alih menjaga kesinambungan fiskal, Purbaya saat ini justru sibuk menempatkan duit negara ke bank Himbara. Lebih dari Rp200 triliun dana yang berasal dari saldo anggaran lebih atau SAL yang ditempatkan. 

    Persoalannya, penempatan duit negara itu belum mampu mengerek performa kredit perbankan. Setidaknya sampai Oktober 2025 lalu. Di sisi lain, meskipun bersifat deposito on call, penempatan dana SAL itu semakin mengikis bantalan fiskal pemerintah, terutama ketika kinerja penerimaan pajak babak belur seperti saat ini.

    Apalagi pada Juli 2025 lalu, tepatnya ketika Menteri Keuangan masih dijabat oleh Sri Mulyani Indrawati, DPR sudah menyetujui penggunaan SAL senilai Rp85,6 triliun untuk menambal defisit APBN 2025. Lantas apabila APBN terus mendapat tekanan sampai akhir tahun nanti, apakah strategi ini akan diulang oleh Purbaya? 

    Shortfall Pajak Pasti Melebar

    Sekadar catatan bahwa, informasi yang diperoleh Bisnis para kepala kantor wilayah DJP hanya mampu berkomitmen merealisasikan penerimaan pajak sebesar Rp1.947,2 triliun atau 93,7% dari outlook APBN 2025. Terjadi pelebaran shortfall dibanding simulasi awal pemerintah yang menempatkan outlook penerimaan pajak 2025 di angka Rp2.076,9 triliun.

    Komitmen ini disampaikan dalam rapat pimpinan di Bogor, Jawa Barat, Oktober 2025. Padahal, batas aman supaya defisit APBN tidak tembus di angka 3% dari produk domestik bruto (PDB), otoritas pajak harus merealisasikan penerimaan sebesar Rp2.005 triliun.

    Artinya kalau mengacu kepada angka komitmen kanwil DJP dengan batas aman tersebut, masih terdapat selisih hingga Rp57,8 triliun. “Ini bukan sekadar tantangan, tetapi “kondisi darurat” yang menuntut kewaspadaan dari seluruh komandan di unit vertikal maupun KPDJP,” demikian bunyi maklumat Dirjen Pajak Bimo Wijayanto yang dikutip Bisnis, Senin (15/12/2025).

    Maklumat Dirjen Pajak itu kemudian ditindaklanjuti dengan menentukan sasaran-sasaran wajib pajak yang bisa ‘ditodong’ untuk menutup kekurangan penerimaan pajak. Sektor industri kelapa sawit, pertambangan batu bara, hingga pajak orang kaya menjadi sasaran utama pemerintah.

    Bimo sendiri tidak menjawab pertanyaan Bisnis saat dikonfirmasi tentang pencapaian target Rp2.005 triliun, termasuk rencananya mengoptimalkan penerimaan pajak dari sawit dan batu bara. Dia mengirimkan pertanyaan Bisnis kepada Direktur Pelayanan, Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat DJP Rosmauli.

    Rosmauli menuturkan bahwa angka target penerimaan dan seluruh langkah pengawasan wajib pajak dilaksanakan sesuai ketentuan yang ditetapkan pemerintah melalui mekanisme resmi APBN.

    “Secara prinsip, penguatan monitoring dan pengendalian risiko dilakukan secara rutin terhadap seluruh sektor untuk memastikan penerimaan negara dikelola secara akuntabel dan profesional,” ujar Rosmauli kepada Bisnis, Kamis (11/12/2025).

    Janji Purbaya

    Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan pihaknya tetap akan mengoptimalkan setoran penerimaan negara sampai dengan akhir tahun, yang tersisa persis sekitar 20 hari lagi sebelum tutup buku.

    Dia mengklaim defisit APBN masih akan tetap aman. “Kami akan optimalkan, harusnya sampai akhir tahun yang jelas defisitnya masih aman, jadi enggak usah, kami akan usahakan aman,” ujarnya usai ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (11/12/2025). 

    Purbaya tidak memerinci lebih lanjut apa strateginya dalam mengincar setoran pajak ratusan triliun untuk menutupi kekurangan penerimaan. Dia hanya menyebut otoritas akan menggali seluruh potensi penerimaan yang ada. 

    “Semua potensi akan kami gali,” terang mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu. 

    Di sisi lain, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Bimo Wijayanto menyatakan terbuka untuk saling bertukar data dengan instansi lain dalam upaya kolaborasi meningkatkan penerimaan negara.

    Bimo menyampaikan bahwa praktik pertukaran data antarkementerian dan lembaga sejatinya telah berjalan untuk berbagai kepentingan. Bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), kerja sama tersebut difokuskan untuk mendorong kepatuhan dan optimalisasi penerimaan pajak.

    Namun, Bimo mengakui bahwa DJP masih dibatasi oleh ketentuan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang mengatur kerahasiaan data wajib pajak (WP). Pembatasan tersebut, menurut dia, kerap menjadi sumber keluhan dari instansi lain yang membutuhkan data perpajakan untuk keperluan analisis dan pengawasan.

    “Dulu mungkin Ditjen Pajak [dikeluhkan] cuma minta-minta data doang, enggak mau ngasih data. Iya, pasal 34 enggak boleh ngasih karena rahasia. Sekarang gini terus terang saja, saya buka data untuk bapak ibu sesuai dengan aturan,” ujar Bimo.

    Tak Punya Banyak Opsi

    Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tidak memiliki banyak opsi untuk memastikan defisit APBN 2025 tidak semakin melebar hingga melampaui batas 3% terhadap PDB. Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet, belanja pemerintah sudah ditetapkan lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya.

    Peningkatan terjadi akibat kebutuhan untuk mengakomodasi sejumlah penambahan belanja di semester II/2025.   Yusuf memandang sampai akhir tahun nanti kecil kemungkinan belanja akan membengkak karena sudah diakomodasi dari peningkatan belanja yang ditargetkan pemerintah.

    Sampai dengan akhir Oktober 2025 saja, realisasi belanja pemerintah pusat baru Rp1.879,6 triliun atau 70,6% dari outlook, sedangkan transfer ke daerah (TKD) Rp713,4 triliun atau 82,6% terhadap outlook.  

    Oleh karena itu, Yusuf memandang bahwa kunci untuk memastikan defisit APBN tidak semakin melebar ada pada penerimaan pajak. Menurutnya, apabila dibandingkan antara realisasi pajak Oktober dan bulan-bulan sebelumnya, ada sedikit perbaikan meski tidak signifikan.  

    “Peluang baiknya penerimaan pajak ada meskipun sangat kecil. Yang penting untuk dilakukan pemerintah terutama di sisa bulan semester kedua ini adalah memastikan bahwa pelaporan pajak oleh wajib pajak itu dilakukan secara tepat atau benar, sehingga proses intensifikasi pajak merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan dalam upaya agar defisit APBN rasionya tidak melebihi batas 3% terhadap PDB,” terangnya kepada Bisnis, Minggu (14/12/2025).

     Adapun opsi lain yang bisa diambil pemerintah selain mengamankan penerimaan pajak adalah penundaan belanja. Peneliti lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) itu menyebut pemerintah bisa menunda sementara sejumlah belanja yang bisa dilakukan.  

    Akan tetapi, opsi itu dinilai tidak tanpa konsekuensi. Penundaan belanja ini berpeluang menekan kontribusi belanja pemerintah terhadap PDB, yang mana pertumbuhannya ditargetkan bisa mencapai di atas 5%. Sebagaimana diketahui, belanja pemerintah sempat terkontraksi hingga 0,33% (yoy) pada kuartal II/2025. Kebijakan efisiensi tidak lepas dari faktor penyebab hal tersebut.  

    Pada kuartal III/2025, ketika ekonomi tumbuh 5,04% atau lebih rendah dari kuartal sebelumnya yakni 5,12%, belanja pemerintah akhirnya berbalik tumbuh positif yakni 5,49% (yoy).  “Secara natural [penundaan belanja] seharusnya tidak dilakukan pemerintah terutama dalam upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di akhir tahun,” terang Yusuf.  

  • Dirjen Pajak Bersiap Buka Perluasan Pertukaran Data Antarinstansi

    Dirjen Pajak Bersiap Buka Perluasan Pertukaran Data Antarinstansi

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Bimo Wijayanto menyatakan terbuka untuk saling bertukar data dengan instansi lain dalam upaya kolaborasi meningkatkan penerimaan negara.

    Dalam diskusi publik bertajuk ‘Meneropong Tax Gap & Efektivitas Tata Kelola Fiskal Sektor Minerba’ yang digelar Kamis (11/12/2025), Bimo menyampaikan bahwa praktik pertukaran data antarkementerian dan lembaga sejatinya telah berjalan untuk berbagai kepentingan. Bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), kerja sama tersebut difokuskan untuk mendorong kepatuhan dan optimalisasi penerimaan pajak.

    Namun, Bimo mengakui bahwa DJP masih dibatasi oleh ketentuan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang mengatur kerahasiaan data wajib pajak (WP). Pembatasan tersebut, menurut dia, kerap menjadi sumber keluhan dari instansi lain yang membutuhkan data perpajakan untuk keperluan analisis dan pengawasan.

    “Dulu mungkin Ditjen Pajak [dikeluhkan] cuma minta-minta data doang, enggak mau ngasih data. Iya, pasal 34 enggak boleh ngasih karena rahasia. Sekarang gini terus terang saja, saya buka data untuk bapak ibu sesuai dengan aturan,” ujar Bimo dalam forum yang disiarkan melalui kanal YouTube Pusdiklat Pajak, dikutip Minggu (14/12/2025).

    Bimo mengungkapkan bahwa usulan untuk memperluas ruang pertukaran data WP telah ia sampaikan kepada Menteri Keuangan, baik saat jabatan tersebut masih dipegang Sri Mulyani Indrawati maupun di era Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Tujuannya agar DJP dapat lebih leluasa berbagi data dengan tetap mematuhi kerangka hukum yang berlaku.

    Menurut Bimo, sikap tersebut dilandasi keinginan agar DJP tampil lebih inklusif dan membangun hubungan timbal balik yang setara dengan instansi lain. Saat ini, Kemenkeu telah melakukan pertukaran data secara terbatas dengan sejumlah lembaga, terutama untuk kebutuhan pengawasan lintas sektor.

    “Kalau bapak ibu memang mau mendapatkan data untuk menganalisis kinerja di sektor bapak ibu, saya kasih. Tentu tanpa identifikasi. Itu halal, enggak usah dipersulit. Saya kasih, saya minta Direktur Data. Kenapa? Karena dengan begitu ada trust, kan dari [Ditjen] Minerba [Kementerian ESDM] juga ngasih. Sama-sama kami awasi,” tuturnya.

    Pada kesempatan yang sama, Bimo juga menyinggung langkah pengawasan terhadap wajib pajak kaya atau high wealth individual (HWI). Ia mengungkapkan, pada hari tersebut DJP baru saja memanggil sejumlah WP dengan kekayaan besar untuk klarifikasi kepatuhan.

    Bimo menjelaskan bahwa sebagian WP kaya masih belum menyadari otoritas pajak memiliki akses ke berbagai sumber data lintas instansi, termasuk data kepemilikan manfaat (beneficial ownership/BO) yang berada di bawah kewenangan Kementerian Hukum. Data tersebut dinilai penting sebagai pembanding kepatuhan pelaporan pajak.

    “Sekarang itu data luar biasa untuk benchmarking kepatuhan dari wajib pajak, terkadang wajib pajak mungkin merasa kami enggak punya akses terhadap data tersebut, sehingga di laporan SPT-nya itu tidak dimasukkan,” ungkapnya.

  • Cek di Sini Cara Gabungkan NPWP Istri & Suami

    Cek di Sini Cara Gabungkan NPWP Istri & Suami

    Jakarta

    Pasangan suami dan istri bisa mendapatkan keuntungan saat membayar pajak penghasilan (PPh). Keuntungan bisa didapatkan jika NPWP suami dan istri digabungkan.

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengatakan keuntungan dari penggabungan ini dapat menghindari kurang bayar saat terdapat perbedaan tarif progresif saat penghasilan digabungkan dengan suami.

    “Menggabungkan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan suami-istri itu jauh lebih menguntungkan secara administrasi? Selain pelaporannya jadi satu pintu, ini juga cara ampuh menghindari status Kurang Bayar akibat perbedaan tarif progresif saat penghasilan digabung,” tulis informasi Instagram resmi @ditjenpajakri, dikutip Jumat (12/12/2025).

    Mengutip dari laman Ditjen Pajak, keuntungan lain penggabungan NPWP suami dan istri, yakni SPT Tahunan hanya dilaporkan oleh suami dan penghasilan istri digabungkan dalam pelaporan tersebut.

    Bagi istri yang penghasilannya hanya dari satu pemberi kerja, maka penghasilan istri akan dilaporkan di SPT Tahunan suami pada bagian penghasilan yang dikenakan pajak final.

    “Dalam hal penghasilan istri dilaporkan sebagai penghasilan final, suami tidak akan dikenakan tambahan PPh. Inilah keuntungan bagi suami istri yang memilih NPWP gabung,” tulis keterangan resmi.

    Kemudian, bukti potong PPh 21/26 atas penghasilan istri tetap menggunakan NIK istri, meskipun status NPWP-nya digabung dengan suami.

    Lantas, bagaimana caranya menggabungkan NPWP istri ke NPWP suami?

    DJP memastikan penggabungan tersebut mudah dilakukan melalui Coretax menggunakan fitur Family Tax Unit (FTU).

    Cara Gabungkan NPWP Suami-Istri:

    1. Langkahnya cukup ajukan penghapusan (penonaktifan) NPWP istri terlebih dahulu

    2. Setelah itu, pastikan data istri sudah masuk ke dalam daftar anggota keluarga di akun Coretax suami

    (kil/kil)

  • Kanwil Pajak Nusa Tenggara Segel Kantor Perusahaan Pengemplang di Mataram

    Kanwil Pajak Nusa Tenggara Segel Kantor Perusahaan Pengemplang di Mataram

    Bisnis.com, DENPASAR – Salah satu perusahaan di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat yang diduga melakukan tindak pidana perpajakan di segel oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

    Petugas menyita dua bidang tanah beserta bangunan milik Wajib Pajak (WP) berinisial B di Pagutan, Kota Mataram. Tindakan penyitaan dilaksanakan berdasarkan Penetapan Izin Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Mataram, serta Surat Perintah Penyitaan yang diterbitkan oleh PPNS DJP sesuai kewenangannya. Estimasi nilai total aset sekitar Rp2 miliar.

    Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Nusa Tenggara, Samon Jaya, menjelaskan bahwa Wajib Pajak B diduga melakukan tindak pidana perpajakan dengan sengaja menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.

    Hal tersebut melanggar Pasal 39A huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

    Kemudian Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang yaitu dengan SENGAJA tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara

    “Penyitaan diperlukan untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan serta sebagai upaya menjamin pemulihan kerugian pada pendapatan negara,” jelas Samon dikutip Kamis (11/12/2025).

    Ia menegaskan bahwa seluruh langkah telah dilakukan secara profesional, transparan, dan sesuai ketentuan peraturan perundang undangan. Proses penyitaan disaksikan perangkat pemerintah daerah dan aparatur lingkungan setempat serta mendapat dukungan pengamanan dari personel Polda NTB.

    Samon menjelaskan seluruh tindakan dituangkan dalam Berita Acara Penyitaan. Direktorat Jenderal Pajak menghimbau Wajib Pajak agar melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar dan menghindari perbuatan yang dapat menimbulkan konsekuensi hukum.

    1765452935_629150f2-9ad3-43a6-9e0b-d301577b113b.

  • Aturan Baru DJP 2025, 14 Kelompok Wajib Pajak Bisa Nonaktif

    Aturan Baru DJP 2025, 14 Kelompok Wajib Pajak Bisa Nonaktif

    Jakarta, Beritasatu.com – Pelaku usaha dan wajib pajak perlu semakin mencermati perubahan aturan perpajakan. Mulai Oktober 2025, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mulai menerapkan kebijakan baru.

    Aturan tersebut memungkinkan penghentian akses pembuatan faktur pajak elektronik bagi pengusaha kena pajak (PKP) yang tidak memenuhi ketentuan perpajakan secara konsisten.

    Kebijakan ini menjadi bagian dari upaya DJP meningkatkan kepatuhan melalui sistem Coretax 2025, yang menandai era baru digitalisasi administrasi pajak di Indonesia.

    Regulasi tersebut dituangkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2025, yang secara spesifik mengatur mekanisme penonaktifan akses faktur pajak bagi PKP yang tidak menjalankan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.

    Aturan ini efektif berlaku pada 22 Oktober 2025 bersamaan dengan peluncuran Coretax 2025.

    Apa yang Dimaksud Non-aktif menurut DJP 2025?

    Status nomor pokok wajib pajak (NPWP) non-aktif diatur dalam PER-7/PJ/2025. Wajib pajak dapat dinyatakan non-aktif apabila tidak memenuhi syarat subjektif dan/atau objektif, misalnya sudah tidak memiliki penghasilan, menghentikan usaha, atau berpindah status menjadi subjek pajak luar negeri.

    Wajib pajak yang masuk kategori non-aktif tidak wajib melaporkan surat  pemberitahuan (SPT) tahunan sampai statusnya kembali aktif. Meski berbeda dengan penonaktifan akses faktur, kedua skema ini menegaskan konsistensi administrasi perpajakan menjadi fokus utama pada era digitalisasi pajak berbasis Coretax 2025.

    14 Kelompok Wajib Pajak yang Bisa Dinonaktifkan

    Berikut ini daftar lengkap kelompok wajib pajak yang berisiko dinonaktifkan statusnya (baik NPWP maupun akses faktur), berdasarkan regulasi resmi DJP.

    Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) — Nonaktif NPWP

    Berdasarkan PER-7/PJ/2025, WPOP dapat dinyatakan non-aktif jika memenuhi salah satu kondisi berikut ini:

    Orang pribadi yang memiliki usaha atau pekerjaan bebas tetapi telah menghentikan kegiatan usahanya.Orang pribadi tanpa usaha dan tidak memiliki penghasilan, atau penghasilannya berada di bawah penghasilan tidak kena pajak (PTKP).Orang pribadi yang memperoleh NPWP hanya untuk kebutuhan administratif, seperti membuka rekening atau melamar pekerjaan, tanpa aktivitas ekonomi nyata.Orang pribadi yang tinggal di luar negeri lebih dari 183 hari dalam 12 bulan dan telah menjadi subjek pajak luar negeri.Wajib pajak yang sedang menunggu keputusan penghapusan NPWP dan berada pada status transisi.

    Wajib Pajak yang Dinyatakan Non-aktif secara Jabatan

    Selain kategori di atas, DJP dapat menetapkan wajib pajak sebagai non-aktif secara jabatan apabila:

    Tidak menyampaikan SPT dan tidak terdapat transaksi pembayaran pajak selama dua tahun berturut-turut.Tidak memenuhi ketentuan administratif pendaftaran NPWP, misalnya dokumen tidak lengkap atau data tidak valid.Alamat wajib pajak tidak ditemukan berdasarkan penelitian lapangan (pindah tanpa melapor atau alamat fiktif).NPWP cabang yang diterbitkan secara jabatan dalam penerbitan SKPKB PPN atas kegiatan membangun sendiri dan tidak memenuhi ketentuan pemungutan.Instansi pemerintah atau entitas lain yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai pemotong/pemungut pajak tetapi NPWP belum dihapus.Kelompok wajib pajak lain yang sudah tidak memenuhi syarat subjektif maupun objektif meskipun NPWP belum dihapus.

    Pengusaha Kena Pajak (PKP) — Penonaktifan Akses Faktur

    Penonaktifan akses Faktur Pajak elektronik bagi PKP yang diatur dalam PER-19/PJ/2025 dapat dilakukan apabila PKP:

    Tidak melakukan pemotongan atau pemungutan PPh yang seharusnya dilakukan selama tiga bulan berturut-turut.Tidak menyampaikan SPT tahunan PPh setelah jatuh tempo.Tidak menyampaikan SPT masa PPN selama tiga bulan berturut-turut, atau enam masa pajak dalam satu tahun.Mengapa Penonaktifan Penting bagi Wajib Pajak dan Pelaku Usaha?

    Penonaktifan akses faktur pajak dapat berdampak besar bagi pelaku usaha. Perusahaan yang tidak dapat menerbitkan faktur elektronik akan mengalami hambatan dalam penagihan, terganggunya arus kas, serta potensi berhentinya kegiatan operasional.

    Sementara itu, status NPWP non-aktif bermanfaat bagi individu yang sudah tidak memiliki penghasilan, telah pindah luar negeri, atau tidak lagi beraktivitas ekonomi. Status non-aktif juga menghilangkan kewajiban pelaporan SPT.

    Kedua kebijakan ini merupakan bagian dari sistem administrasi perpajakan Coretax 2025, di mana DJP memantau kepatuhan secara otomatis berdasarkan aktivitas pembayaran, pelaporan, dan data perpajakan lainnya.

    Tip agar Terhindar dari Status Non-aktif atau Blokir

    Untuk menjaga status sebagai wajib pajak yang patuh, berikut langkah-langkah yang perlu dilakukan:

    Menyampaikan seluruh SPT tahunan dan SPT masa sesuai tenggat waktu.Melunasi tunggakan pajak atau mengajukan skema angsuran apabila diperlukan.Mengajukan penonaktifan NPWP jika sudah tidak bekerja atau menjalankan usaha.Memperbarui data identitas, alamat, serta status pekerjaan di sistem Coretax secara berkala.Mengajukan klarifikasi ke KPP apabila akses faktur terlanjur diblokir, dengan membawa dokumen pendukung.

    Perubahan kebijakan melalui PER-19/PJ/2025 dan PER-7/PJ/2025 menunjukkan sistem perpajakan Indonesia semakin menekankan kepatuhan administrasi dan transparansi. Memahami kelompok wajib pajak yang berpotensi dinonaktifkan sangat penting agar wajib pajak pribadi maupun pelaku usaha dapat mengambil langkah preventif.

  • Wajib Pajak Minerba Tumbuh 3% per Tahun, Penerimaan Mineral Logam Tembus Rp45 Triliun

    Wajib Pajak Minerba Tumbuh 3% per Tahun, Penerimaan Mineral Logam Tembus Rp45 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat jumlah wajib pajak subsektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba) meningkat dalam lima tahun terakhir. Rata-rata pertambahannya mencapai sekitar 3% per tahun.

    “Pada tahun 2021 terdapat sebanyak 6.321 wajib pajak, dan pada tahun 2025 tumbuh menjadi 7.128 wajib pajak,” ucap Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu, Bimo Wijayanto, melalui keterangan resmi, dikutip Minggu (7/12/2025).

    Menurutnya, penerimaan sektor pertambangan mineral logam mampu meningkat lebih dari 10 kali lipat, dari sebesar Rp4 triliun (2016) menjadi Rp45 triliun (2024). Sementara itu, penerimaan pajak sektor pertambangan batu bara mengalami fluktuasi sejalan dengan pergerakan harga komoditas global.

    Bimo menjelaskan bahwa pertambangan termasuk dalam kelompok wajib pajak berisiko tinggi sehingga pengawasan dilakukan berbasis compliance risk management.

    Dia juga menekankan pentingnya kepatuhan dalam pemotongan dan pemungutan PPh serta konsistensi penerapan Harga Patokan Mineral (HPM) dan Harga Batu Bara Acuan (HBA).

    Oleh karena itu, pemerintah bakal memasukkan komitmen pelunasan pajak sebagai salah satu dokumen kelengkapan pada saat perusahaan tambang mengajukan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB).

    “Tujuan DJP bukan menekan pelaku usaha, tetapi memastikan fairness dan level playing field, agar penerimaan negara sesuai potensi riil sektor pertambangan,” ujar Bimo.

    Dia menegaskan pentingnya keselarasan antara data RKAB, produksi, penjualan, dan laporan pajak yang disampaikan melalui SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan).

    Menurutnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus memperkuat joint audit dan pemadanan data melalui MODI/MOMS, data ekspor Bea Cukai, serta laporan keuangan perusahaan.

  • Kejar Setoran 2025, Pegawai Pajak Dilarang Cuti Akhir Tahun!

    Kejar Setoran 2025, Pegawai Pajak Dilarang Cuti Akhir Tahun!

    Jakarta

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menerbitkan nota dinas yang melarang pengajuan cuti tahunan bagi pegawai pada Desember 2025. Kecuali, permohonan cuti dimaksudkan untuk kepentingan hari besar keagamaan atau adanya kepentingan mendesak yang tidak dapat dihindari.

    Hal itu tertuang dalam Nota Dinas Nomor ND-338/PJ/PJ.01/2025 yang ditujukan kepada seluruh pimpinan unit mulai dari Sekretaris Ditjen Pajak, para direktur, kepala kantor wilayah, hingga kepala unit pelaksana teknis. Kebijakan dibuat untuk mengamankan target penerimaan pajak 2025.

    “Dalam rangka pengamanan target penerimaan pajak tahun 2025, seluruh pimpinan unit di lingkungan DJP diminta untuk tidak mengajukan cuti tahunan pada Desember 2025, kecuali permohonan cuti tahunan tersebut dimaksudkan untuk kepentingan hari besar keagamaan atau karena adanya kepentingan mendesak yang tidak dapat dihindari yang pengajuannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tulis Nota Dinas tersebut, dikutip Jumat (5/12/2025).

    Pengajuan cuti tahunan diatur untuk menjamin kelancaran pemberian pelayanan kepada seluruh wajib pajak dengan penuh tanggung jawab, serta tetap mengoptimalkan langkah-langkah pengamanan penerimaan pajak 2025.

    Saat dikonfirmasi, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Rosmauli mengatakan dokumen manajemen kepegawaian itu bersifat internal. Hanya saja diakui bahwa pihaknya memang mengatur penjadwalan pegawai agar pelayanan kepada wajib pajak tetap terjaga.

    “Itu praktik rutin yang selalu kami lakukan. Pengaturan kami lakukan (juga) pada saat menjelang perayaan Idul Fitri,” kata Rosmauli dalam keterangannya.

    Rosmauli mengatakan pihaknya secara rutin melakukan penataan sumber daya manusia (SDM) menjelang akhir tahun untuk memastikan pelayanan kepada masyarakat dan pengamanan penerimaan negara berjalan optimal. Menurutnya, pengaturan itu umum dilakukan banyak lembaga pemerintah pada periode krusial akhir tahun.

    “Prinsip DJP adalah menjaga pelayanan tetap berjalan tanpa mengganggu hak pegawai, khususnya terkait cuti hari besar keagamaan. Fokus kami saat ini adalah memastikan penerimaan negara dan layanan tetap terjaga dengan baik,” ucap Rosmauli.

    Tonton juga video “Kelakar Purbaya Bakal Naikkan Pajak Anggota DPR”

    (aid/fdl)

  • Kejar Setoran 2025, Pegawai Pajak Dilarang Cuti Akhir Tahun!

    Kejar Setoran 2025, Pegawai Pajak Dilarang Cuti Akhir Tahun!

    Jakarta

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menerbitkan nota dinas yang melarang pengajuan cuti tahunan bagi pegawai pada Desember 2025. Kecuali, permohonan cuti dimaksudkan untuk kepentingan hari besar keagamaan atau adanya kepentingan mendesak yang tidak dapat dihindari.

    Hal itu tertuang dalam Nota Dinas Nomor ND-338/PJ/PJ.01/2025 yang ditujukan kepada seluruh pimpinan unit mulai dari Sekretaris Ditjen Pajak, para direktur, kepala kantor wilayah, hingga kepala unit pelaksana teknis. Kebijakan dibuat untuk mengamankan target penerimaan pajak 2025.

    “Dalam rangka pengamanan target penerimaan pajak tahun 2025, seluruh pimpinan unit di lingkungan DJP diminta untuk tidak mengajukan cuti tahunan pada Desember 2025, kecuali permohonan cuti tahunan tersebut dimaksudkan untuk kepentingan hari besar keagamaan atau karena adanya kepentingan mendesak yang tidak dapat dihindari yang pengajuannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tulis Nota Dinas tersebut, dikutip Jumat (5/12/2025).

    Pengajuan cuti tahunan diatur untuk menjamin kelancaran pemberian pelayanan kepada seluruh wajib pajak dengan penuh tanggung jawab, serta tetap mengoptimalkan langkah-langkah pengamanan penerimaan pajak 2025.

    Saat dikonfirmasi, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Rosmauli mengatakan dokumen manajemen kepegawaian itu bersifat internal. Hanya saja diakui bahwa pihaknya memang mengatur penjadwalan pegawai agar pelayanan kepada wajib pajak tetap terjaga.

    “Itu praktik rutin yang selalu kami lakukan. Pengaturan kami lakukan (juga) pada saat menjelang perayaan Idul Fitri,” kata Rosmauli dalam keterangannya.

    Rosmauli mengatakan pihaknya secara rutin melakukan penataan sumber daya manusia (SDM) menjelang akhir tahun untuk memastikan pelayanan kepada masyarakat dan pengamanan penerimaan negara berjalan optimal. Menurutnya, pengaturan itu umum dilakukan banyak lembaga pemerintah pada periode krusial akhir tahun.

    “Prinsip DJP adalah menjaga pelayanan tetap berjalan tanpa mengganggu hak pegawai, khususnya terkait cuti hari besar keagamaan. Fokus kami saat ini adalah memastikan penerimaan negara dan layanan tetap terjaga dengan baik,” ucap Rosmauli.

    Tonton juga video “Kelakar Purbaya Bakal Naikkan Pajak Anggota DPR”

    (aid/fdl)

  • Ditjen Pajak tunjuk Roblox jadi pemungut PPN di sektor digital

    Ditjen Pajak tunjuk Roblox jadi pemungut PPN di sektor digital

    Pada bulan tersebut, terdapat lima penunjukan baru, yaitu Notion Labs, Inc., Roblox Corporation, Mixpanel, Inc., MEGA Privacy Kft, dan Scorpios Tech FZE,

    Jakarta (ANTARA) – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan resmi menunjuk Roblox Corporation menjadi pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Rosmauli menyatakan, Roblox menjadi salah satu dari lima perusahaan sektor digital yang baru ditunjuk menjadi pemungut PPN PMSE pada Oktober 2025.

    “Pada bulan tersebut, terdapat lima penunjukan baru, yaitu Notion Labs, Inc., Roblox Corporation, Mixpanel, Inc., MEGA Privacy Kft, dan Scorpios Tech FZE,” kata Rosmauli dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

    Bersamaan dengan itu, pemerintah juga melakukan satu pencabutan data pemungut PPN PMSE, yakni Amazon Services Europe S.a.r.l.

    Dengan demikian, total pemungut PPN PMSE yang ditunjuk pemerintah hingga Oktober 2025 tercatat sebanyak 251 perusahaan.

    Dari seluruh pemungut yang telah ditunjuk, sebanyak 207 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE dengan total sebesar Rp33,88 triliun.

    Jumlah tersebut terdiri atas setoran Rp731,4 miliar pada 2020, Rp3,9 triliun pada 2021, Rp5,51 triliun pada 2022, Rp6,76 triliun pada 2023, Rp8,44 triliun pada 2024, serta Rp8,54 triliun hingga 2025.

    Selain dari PPN PMSE, pemerintah juga menyerap pajak dari tiga sektor digital lainnya, yaitu pajak atas aset kripto dengan total Rp1,76 triliun, pajak fintech (peer-to-peer lending) Rp4,19 triliun, dan pajak yang dipungut pihak lain melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP) Rp3,92 triliun.

    Dengan demikian, total setoran dari sektor usaha ekonomi digital mencapai Rp43,75 triliun hingga 31 Oktober 2025. Adapun khusus untuk serapan pada 2025, pajak dari aset kripto sebesar Rp675,6 miliar, pajak P2P lending Rp1,15 triliun, dan pajak SIPP Rp1,07 triliun.

    DJP menyatakan sektor usaha ekonomi digital menjadi salah satu motor penting penerimaan negara. Pemerintah akan terus mengoptimalkan pemajakan sektor digital agar semakin adil, sederhana, dan efektif.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pemerintah himpun Rp11,44 triliun pajak sektor digital per Oktober

    Pemerintah himpun Rp11,44 triliun pajak sektor digital per Oktober

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah menghimpun pajak senilai Rp11,44 triliun dari sektor usaha ekonomi digital sepanjang Januari hingga Oktober 2025.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Rosmauli dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis mengatakan, realisasi itu menunjukkan bahwa ekonomi digital telah menjadi salah satu motor penting penerimaan negara.

    Secara rinci, penerimaan dari pajak pertambahan nilai (PPN) perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) tercatat sebesar Rp8,54 triliun, pajak atas aset kripto Rp675,6 miliar, pajak fintech (P2P lending) Rp1,15 triliun, dan pajak Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) Rp1,07 triliun.

    Untuk PPN PMSE, total setoran sejak 2020 hingga 2025 mencapai Rp33,88 triliun, yang diserahkan oleh 207 PMSE dari 251 perusahaan yang ditunjuk.

    Untuk pajak kripto, total penerimaan mencapai Rp1,76 triliun sepanjang 2022 hingga 2025. Penerimaan pajak kripto tersebut terdiri dari Rp889,52 miliar penerimaan pajak penghasilan (PPh) 22 atas transaksi penjualan dan Rp873,76 miliar penerimaan PPN dalam negeri (DN).

    Selanjutnya, total setoran masuk dari P2P lending mencapai Rp4,9 triliun sepanjang 2022 hingga 2025.

    Penerimaan pajak dari sektor ini terdiri dari tiga jenis pajak, di antaranya PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak dalam negeri (WPDN) dan bentuk usaha tetap (BUT) sebesar Rp1,16 triliun, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak luar negeri (WPLN) sebesar Rp724,45 miliar, dan PPN DN atas setoran masa Rp2,3 triliun.

    Untuk SIPP, total penerimaan tercatat sebesar Rp3,92 triliun dari 2022 hingga 2025, terdiri dari PPh Pasal 22 sebesar Rp268,32 miliar dan PPN sebesar Rp3,65 triliun.

    Dengan demikian, total setoran dari sektor usaha ekonomi digital mencapai Rp43,75 triliun hingga 31 Oktober 2025.

    Rosmauli menyatakan, pemerintah akan terus mengoptimalkan pemajakan sektor digital agar semakin adil, sederhana, dan efektif.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.