Kementrian Lembaga: Dinkes

  • Komisi IX Bakal Panggil BGN Buntut Puluhan Siswa di Cianjur Keracunan MBG

    Komisi IX Bakal Panggil BGN Buntut Puluhan Siswa di Cianjur Keracunan MBG

    PIKIRANRAKYAT – Anggota Komisi IX DPR Nurhadi menyampaikan keprihatinan atas peristiwa yang menimpa puluhan siswa MAN 1 di Cianjur yang mengalami gejala keracunan usai mengkonsumsi Makan Bergizi Gratis (MBG). Menurut Nurhadi, kejadian yang berulang-ulang itu menandakan ada persoalan serius dalam pelaksanaan program MBG di lapangan.

    “Ini adalah kejadian yang sangat memprihatinkan, terlebih karena program MBG sejatinya bertujuan mulia yaitu meningkatkan gizi anak-anak sekolah dan menekan angka stunting,” kata Nurhadi, Rabu 23April 2025.

    Nurhadi menuturkan kejadian keracunan siswa usai menyantap MBG yang terjadi secara terus menerus justru menyebabkan gangguan kesehatan.

    “Tentu ini menjadi alarm keras bagi semua pihak, terutama Badan Pangan Nasional (BGN) dan seluruh instansi yang terlibat,” tuturnya.

    “Apalagi kejadian ini juga bukan yang pertama, dan ini menandakan perlunya evaluasi menyeluruh, baik dari sisi penyediaan bahan baku, distribusi, hingga pengawasan keamanan pangan,” lanjutnya.

    Kejadian ini bukan insiden tunggal. Dalam kurun waktu empat bulan sejak program MBG diluncurkan secara nasional, tercatat setidaknya telah terjadi tiga masalah serupa di wilayah yang berbeda.

    Di Sukoharjo, Jawa Tengah, puluhan siswa SDN Dukuh 03 keracunan setelah mengonsumsi ayam krispi dari MBG. Kasus keracunan dari MBG juga terjadi di Nunukan Selatan, Kalimantan Utara. Lalu di Batang, Jawa Tengah.

    Dia menilai serangkaian kejadian tersebut menunjukkan bahwa keracunan bukanlah kasus insidental, melainkan gejala sistemik dari persoalan mendasar dalam tata kelola program.

    Oleh karena itu, Nurhadi menegaskan Komisi IX DPR yang membidangi urusan kesehatan itu akan segera meminta penjelasan resmi dari pihak terkait, terutama kepada BGN yang merupakan mitra kerja Komisi IX.

    “Kami akan dorong agar ada audit menyeluruh terhadap vendor penyedia MBG di berbagai daerah, termasuk penguatan standar higiene dan sanitasi pangan. Jika ditemukan kelalaian atau pelanggaran prosedur, maka harus ada sanksi tegas dan transparan,” katanya.

    Nurhadi menambahkan, Komiai IX pun mendorong agar pemerintah daerah dan dinas kesehatan setempat lebih aktif dalam melakukan pengawasan berkala serta pelatihan bagi para penyedia makanan di sekolah-sekolah.

    “Kami di Komisi IX tetap berkomitmen agar program-program peningkatan gizi tetap berjalan, namun harus dengan pelaksanaan yang aman dan bertanggung jawab,” ujarnya.***

     

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Perjanjian Pandemi WHO, Dapatkah Capaian Global Menggapai Tatanan Lokal? – Halaman all

    Perjanjian Pandemi WHO, Dapatkah Capaian Global Menggapai Tatanan Lokal? – Halaman all

    Ditengah polarisasi dunia, Perjanjian Pandemi WHO ini menjadi harapan hidupnya multilateralisme, menunjukkan bahwa 194 negara-negara anggotanya masih dapat bekerja sama menghadapi tantangan global dengan lebih terorganisir.

    Hal penting yang dibahas dalam perjanjian tersebut terkait pencegahan dan pengawasan pandemi, pendekatan one health, transfer teknologi, serta akses pembagian data patogen yang disertai sistem pembagian manfaat.

    Prof. drh. Wiku Bakti Bawono Adisasmito, M.Sc., Ph.D., adalah Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat dari Universitas Indonesia yang juga merupakan salah satu delegator perundingan Perjanjian Penanganan Pandemi WHO. Sosok yang terjun langsung dalam penanganan COVID-19 di Indonesia ditunjuk sebagai juru bicara pemerintah hingga memimpin tim pakar satgas Covid-19. Kepada DW Indonesia, Prof Wiku membagikan pandangannya.

    Bagaimana respon Prof. Wiku terkait draf perjanjian pandemi WHO yang baru saja rampung tersebut?

    Perjanjian pandemi WHO ini penting, pencapaian besar dunia global, meski implementasinya masih akan menghadapi banyak tantangan dan rintangan. Untuk mendetilkan operasional perjanjian ini, menuangkannya dalam annex (lampiran) perjanjian tersebut, butuh waktu lama.

    Berdasarkan pengalaman Prof. dalam penanganan COVID-19 di Indonesia, apa saja tantangan implementasi perjanjian ini di Indonesia?

    ‘Nyawa’ perjanjian ini utamanya di pasal 4 – Pandemic prevention and surveillance (pencegahan pandemi dan pengawasan), pasal 5 – One Health Approach to Pandemic Prevention, preparedness and response (pendekatan one health untuk pencegahan pandemi, kesiapan, dan respon), serta pasal 12 – WHO Pathogen Access and Benefit-Sharing System – PABS System (akses patogen dan sistem pembagian manfaat WHO).

    Pada saat melakukan (implementasi) ketiga pasal inti tersebut, sektor yang terlibat tidak hanya sektor kesehatan masyarakat, tapi juga sektor kesehatan hewan dan lingkungan.

    Patogen sebenarnya zoonosis atau berasal dari hewan, dan surveillance (pengawasan) tidak hanya dilakukan oleh kementerian sektor kesehatan masyarakat, tapi juga melibatkan sektor peternakan, dan kesehatan hewan yang berada di bawah komando kementerian pertanian, pembagian sektor ini bisa berbeda-beda di tiap negara.

    Lantas bagaimana melakukan surveillance dan meminta data pada representasi negara di WHO, namun tidak melibatkan kementerian pertanian, kementerian kehutanan mereka? Kementrian pertanian dan kehutanan sebenarnya sudah memiliki kesepakatan tersendiri, contohnya Protokol Nagoya yang dihasilkan dari Convention on Biological Diversity. Protokol Nagoya ini adalah kerangka acuan akses sumber daya genetik dan pembagian manfaat.

    Harmonisasi antar lembaga PBB seperti WHO dengan FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) dan WOAH (Organisasi Kesehatan Hewan Dunia) penting sekali untuk implementasi perjanjian ini, tapi belum dilakukan dengan baik oleh WHO. Perjanjian ini tidak hanya soal kesehatan manusia tapi juga melibatkan sektor lain seperti kesehatan hewan dan lingkungan.

    Harmonisasi ini di level negara anggota WHO pun banyak tantangannya – bagaimana teknis penerapan data sharing di lapangan dan tata kelolanya. Distrik, sub distrik negara-negara di seluruh dunia ini jumlahnya jutaan tapi belum terkoneksi dengan komitmen global.

    Ada ‘jurang’ yang begitu besar antara global, regional, dan lokal. Yang paling penting sebenarnya adalah sektor lokal yang harusnya terharmonisasi atau terhubung dulu.

    Perjanjian Pandemi WHO ini masih jauh dari implementasi yang efektif di seluruh dunia.

    Mungkin di level international, WHO atau WOAH (Organisasi Kesehatan Hewan Dunia) mereka sepakat. Tapi kalau di level lokal tidak sepakat itu tidak akan jalan.

    Bisa Prof. jelaskan lebih detil terkait kesulitan implementasi perjanjian ini di ranah lokal?

    Butuh waktu lama untuk menjadikan perjanjian ini disepakati tiap negara – karena tiap negara itu tata kelolanya berbeda-beda.
    Di ranah global ada WHO, di ranah nasional ada kemenkes, di ranah provinsi ada dinas kesehatan provinsi, di kabupaten namanya sama dinas kesehatan kabupaten/kota. Namun jika kita bicara FAO (Food Agriculture Organisation) dan WOAH (World Organisation for Animal Health) secara global, di ranah nasional namanya menjadi Kementerian Pangan dan Kementerian Pertanian.

    Di Kementerian Pertanian terdapat direktorat jendral peternakan dan kesehatan hewan dan jika direktorat ini diturunkan ke 38 provinsi di Indonesia, dinasnya di provinsi menjadi bervariasi. Dinas peternakan dan kesehatan hewan bukan bagian dari dinas kesehatan, tetapi bagian dinas pertanian dan kelautan, atau bisa juga dinas perkebunan dan kesehatan hewan. 11 Provinsi saja sudah bervariasi dinasnya. Variasi ini berdampak pada ranah kewenangan.

    Kalau di 514 kabupaten kota di seluruh indonesia ada 59 variasi dinas yang membidangi peternakan dan kesehatan hewan. Bagaimana WHO, FAO, dan WOAH bisa terkoneksi dengan baik ke tingkat distrik lokal ini dan memastikan pengawasan berjalan sama? Juga bagaimana mereka sepakat dengan protokol yang sama?

    Realitanya, sektor di level lokal tidak terkoneksi dan tidak ada koneksi yang baik (ada koneksi tapi tidak baik) antara pusat dengan daerah, hal ini terjadi di seluruh dunia.

    Sebagai contoh, di NTT saya menangani kasus Rabies, dari gigitan anjing dan puluhan manusia jadi korbannya. Tapi penanganan kasus ini terpisah-pisah antar sektor. Sulit penanganannya jika tidak ada kesatuan data. Ini tidak sekedar vaksin hewan lantas selesai. Kita perlu data lengkapnya, berapa jumlah hewan yang terjangkit virus, berapa jumlah hewan yang telah divaksinasi, berapa jumlah manusia yang digigit dan terjangkit virus ini. Dengan data yang komprehensif jadi kita bisa meredam penyebaran virus ini.

    Sebenarnya bisa kita mengusahakan sistem one health (keterkaitan kesehatan manusia-hewan, dan lingkungan) dalam satu database. saya telah mencoba menghubungkan sektor terkait di NTT dan setelah sebulan, akhirnya terbentuklah kesatuan data yang tiap harinya bisa diperbarui tiap oleh tiap sektor terkait disana.

    Adakah cara atau metode untuk membantu data sharing ini di ranah lokal?

    Bukan soal metode, yang penting adalah willingness to share (keinginan untuk berbagi). Pendekatan One Health disini berarti terkoneksi- adanya kesatuan lintas sektor. Pendekatan One health ini umurnya baru berapa tahun, sedangkan sektor-sektor ini telah berjalan puluhan tahun.
    Para petugas di ranah lokal, tidak memiliki kewajiban untuk sharing data. Belum ada aturan yang mengharuskan hal tersebut. Adanya desentralisasi membuat sektor lokal membagikan data hanya ke top level of governance, yang dalam hal ini kementerian dalam negeri, belum secara lintas sektor. Aturannya harus diperbaiki.

    Kemenkes dan WHO sendiri belum membahas isu politik and governance pada level lokal dalam perundingannya, padahal jika dibicarakan di forum negosiasi mungkin akan ditemukan jalan keluar, sehingga data sharing dapat dilakukan. Jika tidak ada benefit sharing (pembagian manfaat) untuk apa melakukan pengawasan yang membutuhkan anggaran besar? Mekanisme benefit sharing masih perlu didetilkan lagi dalam annex (lampirannya).

    Jadi menurut Prof. saat pengajuan draf perjanjian kepada World Health Assembly (Majelis Kesehatan Dunia) Mei mendatang, akankah negara-negara anggota lantas akan serempak meneken perjanjian ini?

    Jawabannya, bisa ya atau bisa juga tidak. Jika ya berarti negara-negara akan meratifikasi dan menyesuaikan ke hukum nasionalnya, disini perlu waktu lagi untuk adaptasi ke hukum nasional. Bisa juga perjanjian ini fluid, karena negara-negara anggota ingin detil pelaksanaannya diperjelas sebelum menekennya.
    Hal-hal politis di luar perjanjian ini punya pengaruh. AS sendiri telah memutuskan menarik diri dari WHO, karena merasa organisasi ini kurang tegas kapada Cina saat pandemi Covid terjadi. Belum lagi dengan perang dagang US yang tentu berpengaruh pada sektor kesehatan dunia.

    Menurut saya, meski masih jauh dari pelaksanaan yang efektif, masih ada harapan perjanjian dapat diterapkan di ranah global hingga lokal, jika WHO melakukan harmonisasi perjanjiannya dengan lembaga PBB lainnya yang terkait dengan perjanjian ini,dan jika di ranah lokal tiap negara data sharing dengan pendekatan One Health ini sudah berjalan. Dengan demikian global dan lokal bisa terhubung.

    Pewawancara: Sorta Caroline

    Editor: Agus Setiawan

  • Banyak Siswa Keracunan, Anggota Komisi IX DPR Minta Program MBG Dievaluasi Menyeluruh – Page 3

    Banyak Siswa Keracunan, Anggota Komisi IX DPR Minta Program MBG Dievaluasi Menyeluruh – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi prihati atas peristiwa keracunan yang menimpa puluhan siswa MAN 1 di Cianjur, Jawa Barat usai mengonsumsi menu Makan Bergizi Gratis (MBG). Apalagi ini bukan kali pertama kasus keracunan menu MBG di Indonesia.

    Menurut Nurhadi, kejadian yang berulang-ulang itu menandakan ada persoalan serius dalam pelaksanaan program MBG di lapangan. Alih-alih mendapatkan gizi yang baik, dia menambahkan, kejadian tersebut justru menyebabkan gangguan kesehatan pada anak-anak didik.

    “Tentu ini menjadi alarm keras bagi semua pihak, terutama Badan Pangan Nasional (BGN) dan seluruh instansi yang terlibat,” tutur Nurhadi dalam keterangannya, Rabu (23/4/2025).

    “Apalagi kejadian ini juga bukan yang pertama, dan ini menandakan perlunya evaluasi menyeluruh, baik dari sisi penyediaan bahan baku, distribusi, hingga pengawasan keamanan pangan,” imbuh Nurhadi. 

    Oleh karena itu, Nurhadi menegaskan bahwa Komisi IX DPR yang membidangi urusan kesehatan akan segera meminta penjelasan resmi dari pihak terkait, terutama kepada BGN yang merupakan mitra kerja Komisi IX.

    “Kami akan dorong agar ada audit menyeluruh terhadap vendor penyedia MBG di berbagai daerah, termasuk penguatan standar higiene dan sanitasi pangan. Jika ditemukan kelalaian atau pelanggaran prosedur, maka harus ada sanksi tegas dan transparan,” tegasnya.

    Nurhadi meminta pemerintah daerah dan dinas kesehatan setempat lebih aktif dalam melakukan pengawasan berkala serta pelatihan bagi para penyedia makanan di sekolah-sekolah. “Kami di Komisi IX tetap berkomitmen agar program-program peningkatan gizi tetap berjalan, namun harus dengan pelaksanaan yang aman dan bertanggung jawab,” tutup Nurhadi.   

  • Tanggapi Kasus Kekerasan Seksual oleh Tenaga Kesehatan Menkes : Yang baik Tertutupi Ulah Oknum – Halaman all

    Tanggapi Kasus Kekerasan Seksual oleh Tenaga Kesehatan Menkes : Yang baik Tertutupi Ulah Oknum – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin tegaskan kasus dugaan pelecehan seksual oleh oknum dokter tidak boleh mengaburkan dedikasi dan integritas dokter lain yang selama ini bekerja dengan profesionalisme tinggi.

    “Kita memiliki hampir 300 ribu dokter di Indonesia. Jangan sampai tindakan segelintir oknum merusak kepercayaan masyarakat terhadap profesi dokter secara keseluruhan,” ujar Menkes Budi dalam keterangan persnya, Selasa (22/4/2025). 

    Ia menekankan pentingnya sikap adil dan proporsional dalam menyikapi kasus tersebut.

    “Dokter-dokter baik jumlahnya jauh lebih banyak. Jangan sampai yang baik-baik ini tertutup oleh ulah oknum yang ngaco,” tegasnya.

    Menkes juga mengakui bahwa sistem pengawasan dan penegakan etik dalam dunia medis selama ini masih memiliki kelemahan, terutama dalam aspek transparansi dan ketegasan sanksi.

    “Ketika sistem tidak transparan dan tidak tegas, oknum merasa bebas berbuat tanpa pengawasan. Akibatnya terungkap, dan kepercayaan masyarakat pun terganggu,” imbuhnya.

    Pemerintah berkomitmen untuk memperkuat sistem pengawasan profesi medis melalui implementasi Undang-Undang Kesehatan yang baru. 

    UU ini memberikan kewenangan yang lebih kuat bagi pemerintah untuk mengidentifikasi dan memberikan sanksi tegas kepada pelaku pelanggaran etik, tanpa pengecualian.

    Salah satu langkah konkret adalah pencatatan rekam jejak pelaku dan pendistribusian data tersebut ke seluruh fasilitas pelayanan kesehatan dan dinas kesehatan daerah. 

    Dengan demikian, tindakan pencegahan dapat dilakukan secara sistematis dan lebih cepat.

    “Langkah ini penting agar kita bisa melindungi mayoritas dokter yang selama ini bekerja dengan benar, profesional, dan penuh tanggung jawab,” jelas Budi

     

  • Ada 1.531 ODGJ Magetan, Ini Mayoritas Penyebabnya

    Ada 1.531 ODGJ Magetan, Ini Mayoritas Penyebabnya

    Magetan (beritajatim.com) – Kesehatan jiwa menjadi perhatian serius di Kabupaten Magetan. Berdasarkan data terbaru dari Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan tahun 2024, jumlah Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) berat mencapai 1.531 kasus. Selain itu, terdapat 750 kasus depresi, 1.132 kasus gangguan cemas, serta 774 kasus campuran antara depresi dan cemas. Angka ini menunjukkan bahwa masalah kesehatan mental di Magetan masih tinggi dan memerlukan penanganan serius.

    “Ini data tahun 2024 mbak, untuk ODGJ berat 1531. Yang depresi 750, cemas 1132, campuran depresi cemas 774, kasus pasung 11,” jelas Rizki Dian Puspitasari, S.Kep.Ns, Penanggung Jawab Program Kesehatan Jiwa Nazpa Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan.

    Jika dibandingkan dengan tahun 2023, terdapat perubahan signifikan pada pola kasus. Tahun sebelumnya, tercatat 1.597 kasus ODGJ berat, 279 kasus depresi, 1.541 kasus cemas, serta 349 kasus campuran depresi dan cemas. Terlihat bahwa tahun ini terjadi peningkatan pada kasus depresi dan campuran, meski jumlah ODGJ berat sedikit menurun.

    Perubahan juga terjadi pada profil demografis penderita. “Untuk 2023 didominasi perempuan, 2024 laki-laki,” ujar Rizki.

    Ia juga menyampaikan bahwa kasus pemasungan masih terjadi, dengan jumlah 11 kasus pada tahun ini. “Kasus pasung terbanyak Sukomoro, Lembeyan. Gorang Gareng, Taji ada 2 kasus pasung,” lanjutnya.

    Penyebab gangguan kesehatan jiwa, menurut Rizki, sangat kompleks. “Penyebabnya banyak faktor, bisa ekonomi dan sosial,” ungkapnya.

    Dalam menghadapi tingginya kasus kesehatan jiwa ini, Dinas Kesehatan Magetan telah melakukan berbagai upaya. Layanan kesehatan jiwa kini tersedia di 22 puskesmas yang tersebar di seluruh kabupaten. Layanan ini mencakup upaya promotif, preventif, kuratif, hingga rehabilitatif, dengan tujuan memberikan penanganan yang lebih komprehensif kepada masyarakat.

    Meskipun belum tersedia data rinci mengenai pasien rawat inap di RSUD dr. Sayidiman, Dinas Kesehatan terus berupaya untuk memperbaiki sistem pencatatan dan pemantauan kasus agar intervensi yang dilakukan lebih tepat sasaran. [fiq/aje]

  • Puluhan Warga Cianjur Keracunan Usai Santap Makanan Berlendir di Hajatan

    Puluhan Warga Cianjur Keracunan Usai Santap Makanan Berlendir di Hajatan

    Jakarta

    Sebanyak 98 warga mengalami keracunan usai menyantap hidangan hajatan di Kampung Pasirhalang, Desa Kademangan, Kecamatan Mande, Cianjur mengalami keracunan. Keracunan diduga karena makanan yang basi dan sudah berlendir.

    “Setelah tim dari Puskesmas datang ke lokasi, ternyata total ada 98 orang yang mengalami gejala tersebut yang diduga merupakan keracunan,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur Yusman Faisal dilansir detikJabar, Rabu (23/4/2025).

    Sebagian warga dibawa ke Puskesmas, sementara sebagian lainnya ditangani serta dirawat di rumah masing-masing. Berdasarkan keterangan warga, hidangan hajatan yang disantap sudah berlendir.

    “Jadi semuanya sama, makan hidangan hajatan. Keterangannya memang makanan tersebut sudah sedikit berlendir, tapi tanpa curiga tetap dimakan,” kata dia.

    Yusman mengungkapkan, makanan yang dihidangkan diduga basi. Pasalnya, makanan dimasak pada hari Jumat (18/4/2025) dan baru dihidangkan pada Minggu (20/4/2025).

    “Pada Sabtu-nya dihangatkan lagi dan disajikan pada hari Minggu. Kemudian muncul reaksi pada warga pada hari Senin. Kemungkinan makannya basi, sebab sudah dua hari. Idealnya kan makanan itu disajikan maksimal 4 jam setelah dimasak,” ujarnya.

    (wnv/wnv)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Terungkap Keracunan Massal Saat Hajatan di Klaten karena Bakteri Salmonella

    Terungkap Keracunan Massal Saat Hajatan di Klaten karena Bakteri Salmonella

    Jakarta

    Dinas Kesehatan Pemkab Klaten, mengungkap penyebab 160 orang warga keracunan saat hajatan di Desa Karangturi, Kecamatan Gantiwarno, Klaten beberapa waktu. Keracunan dipicu adanya bakteri salmonella pada beberapa hidangan.

    “Bisa disimpulkan penyebab dari kejadian atau pemicu keracunan adalah bakteri salmonella pada olahan makanan yang disajikan,” kata Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Klaten, Anggit Budiarto dilansir detikJateng, Rabu (23/4/2025).

    Setelah kejadian, dinas bersama instansi terkait melakukan uji laboratorium sampel makanan pada hajatan. Hasilnya, pada rendang hingga sambal korek ditemukan bakteri salmonella.

    “Jadi hasil uji bakteriologi makanan sudah keluar. Memang positif salmonella di beberapa sampel makanan, seperti daging rendang, sambal goreng krecek, kerupuk, acar sama pangsit,” ujarnya.

    Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Pemkab Klaten, Hanung Sasmito, menambahkan dari uji air di lokasi, ditemukan bakteri e-coli.

    “Kuman yang ditemukan pada air e- coli sama coliformnya di atas kadar maksimum yang diperbolehkan. Sedang bakteri yang ditemukan pada makanan dominan salmonella,” jelas Hanung.

    Baca selengkapnya di sini.

    (wnv/wnv)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • BGN Selidiki Penyebab Puluhan Siswa Keracunan Menu Program Makan Bergizi Gratis di Cianjur – Halaman all

    BGN Selidiki Penyebab Puluhan Siswa Keracunan Menu Program Makan Bergizi Gratis di Cianjur – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Gizi Nasional (BGN) akan menyelidiki penyebab keracunan puluhan siswa MAN 1 dan SMP PGRI 1 Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, setelah menyantap makanan di program Makan Bergizi Gratis (MBG).

    “Saat ini kami sedang melakukan pemeriksaan terkait dugaan penyebab keracunan, apakah berasal dari MBG atau bukan” ujar Kepala BGN, Dadan Hindayana, dalam keterangan resmi, Selasa (22/4/2025).

    Dadan belum dapat memastikan apakah keracunan terjadi akibat menu makanan yang dibagikan dari program pemerintah tersebut. Kendati demikian, pihaknya masih menunggu hasil lab yang tengah dilakukan timnya untuk mengetahui penyebab keracunan tersebut.

    “Kami turut menyampaikan rasa empati dan berharap seluruh siswa segera pulih. Keselamatan dan kesehatan anak-anak adalah prioritas utama kami,” jelas dia.

    Berdasarkan laporan, saat ini sampel MBG yang dimasak hari Senin (21/04/2025) telah dikirimkan ke Lab Kesda Provinsi setempat dan hasilnya akan keluar dalam rentang waktu sepuluh hari ke depan.

    Menurut keterangan dari perwakilan SPPG, makanan yang diolah juga telah memenuhi standar dan telah melewati proses sebagaimana mestinya.

    “Kami sedang menunggu hasil Lab Kesda Provinsi dari sampel yang sudah dikirimkan. Kami akan update infonya pada kesempatan pertama setelah hasil lab. keluar,” tegasnya. 

    Sebagai langkah preventif, BGN akan meningkatkan pengawasan standar penyimpanan makanan di dapur MBG. Melakukan proses penyempurnaan sistem berskala nasional.

    Kemudian, mendorong transparansi jadwal menu harian melalui kanal digital. Serta meningkatkan kapasitas pelatihan keamanan pangan bagi seluruh penyedia MBG.

    Mengutip TribunJabar, jumlah siswa MAN 1 Cianjur yang menjadi korban keracunan diduga usai mengkonsumsi Makan Bergizi Gratis (MBG) bertambah menjadi 38 orang.

    “Saat ini jumlah korban keracunan sudah bertambah 22 orang, sehingga total siswa keracunan menjadi 38 orang,” kata Kabid Pencagahan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cianjur, Frida Laila Yahya saat dihubungi wartawan, Senin (21/4/2025).

    Dari ke 38 korban tersebut lanjut dia, 28 diantaranya di rawat di RSUD Sayang Cianjur, dan 10 lainya di RS Bhayangkarang. Hingga saat ini sejumlah korban masih menjalani perawatan intensif.

    “Rata-rata para korban tersebut mengalami gejala muntah, mual dan pusing. Para korban rata-rata mulai masuk masuk ke IGD RSUD Sayang Cianjur, dan RS Bhayangkara pada pukul 18.00 WIB,” ucapnya.

    Frida menyebutkan, pihaknya sudah menurunkan sejumlah tim ke RSUD Sayang Cianjur, RS Bhayangkarang serta dapur Makan Bergizi Gratis (MBG).

    “Sejumlah tim tersebut ditugaskan untuk mengobservasi dan mengambil sampel muntahan dari para korban, serta makanan yang diduga dikonsumsi para siswa,” ucapnya.

    Sebelumnya, belasan siswa MAN 1 Cianjur mengalami gejala mual dan muntah diduga usai menyantap Makan Bergizi Gratis (MBG). Akibatnya sejumlah siswa tersebut harus menjalani perawatan di dua rumah sakit.

    Kabid Pencagahan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cianjur, Frida Laila Yahya membenarkan adanya sejumlah siswa MAN 1 Cianjur yang mengalami gejala keracunan.

    “Saat ini tim dari Dinskes sudah diturunkan ke rumah sakit, dan dapur MBG di Desa Limbangansari, Kecamatan Cianjur,” katanya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon.

  • Mobil Avanza Terbalik di Jalan Kusuma Bangsa Surabaya

    Mobil Avanza Terbalik di Jalan Kusuma Bangsa Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com) – Mobil Avanza dengan nomor polisi L 1798 PW mengalami kecelakaan lalu lintas di Jalan Kusuma Bangsa, Surabaya, tepatnya di pertigaan dekat SMA Negeri 9 Surabaya pada Selasa, 22 April 2025, sekitar pukul 12.37 WIB.

    Mobil berwarna silver tersebut terbalik usai menabrak trotoar dan dua kendaraan lain yang tengah terparkir di pinggir jalan.

    Menurut penuturan saksi mata bernama Ardini, insiden bermula ketika mobil melaju dari arah selatan ke utara. “Mobilnya diduga pecah ban, nyetirnya dari sana (selatan ke utara) oleng, enggak bisa mengendalikan kecepatan. Lalu menabrak Honda Jazz dan mobil Mazda yang pakir,” terang Ardini.

    Dini menambahkan, kecelakaan tersebut menimbulkan suara keras yang langsung mengundang perhatian warga sekitar. Warga pun segera berkerumun dan membantu proses evakuasi para penumpang dari dalam mobil yang terbalik. Mobil Avanza itu membawa empat penumpang, terdiri dari tiga orang dewasa dan satu bayi.

    Ia juga menjelaskan kondisi kendaraan yang mengalami kerusakan akibat tabrakan. “Kondisi mobil Avanza ringsek bagian depan, sementara mobil Mazda ringsek pada body kanan mobil dan depan. Sedangkan Honda Jazz, rusak di bagian belakang kanan,” kata Dini.

    Komandan Rescue Damkar Pasar Turi, M. Munir, membenarkan bahwa tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini. “Korban telah ditangani medis. Kondisi luka-luka di tangani Dinkes dan PMI, sehingga kami tinggal ‘recovery’ kendaraan yang terbalik,” tandas Munir.

    Seluruh korban segera dilarikan ke RSUD dr. Soetomo untuk mendapat penanganan lebih lanjut. Proses evakuasi kendaraan dan pengaturan lalu lintas sempat membuat arus kendaraan tersendat, namun situasi dapat dikendalikan tak lama setelah kejadian. [ram/suf]

  • Cerita Korban Selamat dari Keracunan di Cianjur, hanya Cicipi Makanan karena Curiga – Halaman all

    Cerita Korban Selamat dari Keracunan di Cianjur, hanya Cicipi Makanan karena Curiga – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sebanyak 38 siswa MAN 1 Cianjur mengalami keracunan yang diduga disebabkan oleh sajian Makan Bergizi Gratis (MBG).

    Keracunan massal tersebut, terjadi pada Senin (21/4/2025) kemarin.

    Puluhan siswa alami gejala keracunan, seperti mual dan muntah setelah menyantap makanan dari MBG.

    Meski banyak siswa mengalami keracunan, namun ada seorang siswa yang selamat dari kejadian ini.

    Ia menuturkan, saat itu hanya mencicipi sedikit menu MBG.

    Meski begitu, siswa tersebut, sempat rasakan mual dan pusing.

    “Terasanya sekitar jam 2 siang, enggak tahu kenapa. Tapi teman-teman yang lain juga ada yang merasakan gejala sama, bahkan ada yang sampai muntah-muntah dan dibawa ke rumah sakit,” ujarnya, Selasa (22/4/2025).

    Mengutip TribunJabar.id, ia hanya mencicipi makanan tersebut, karena curiga dengan kondisinya.

    “Enggak cuma saya, beberapa teman juga memutuskan untuk tidak makan,” tambahnya.

    Diketahui, makanan yang disajikan, terdiri dari mi, ayam suwir, gorengan oncom, dan semangka.

    Siswa yang selamat tersebut, mengaku kini kondisinya sudah membaik.

    Diketahui, sebanyak 38 orang kini tengah dirawat di rawat.

    Kabid Pencegahan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Frida Laila mengatakan, mulanya korban hanya belasan lalu bertambah hingga 38 siswa.

    “Saat ini jumlah korban keracunan sudah bertambah 22 orang, sehingga total siswa keracunan menjadi 38 orang,” kata Frida.

    Dari puluhan siswa tersebut, 28 orang korban dirawat di RSUD Sayang Cianjur, dan 10 lainnya di RS Bhayangkara.

    “Rata-rata para korban tersebut mengalami gejala muntah, mual dan pusing. Para korban rata-rata mulai masuk masuk ke IGD RSUD Sayang Cianjur, dan RS Bhayangkara pada pukul 18.00 WIB,” ucapnya, dikutip dari TribunJabar.id.

    Ia menuturkan, pihak Dinkes Kabupaten Cianjur telah mengirim tim ke RSUD Sayang Cianjur, RS Bhayangkara, dan dapur MBG.

    “Sejumlah tim tersebut ditugaskan untuk mengobservasi dan mengambil sampel muntahan dari para korban, serta makanan yang diduga dikonsumsi para siswa,” ucapnya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul UPDATE Keracunan Massal Makan Bergizi Gratis di Cianjur, Jumlah Korban Sudah 38 Orang

    (Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(TribunJabar.id, Fauzi Noviandi)