Kementrian Lembaga: Dinkes

  • Dinkes DKI Catat 469 Orang Dirawat karena Terdampak Demo, 1 Meninggal

    Dinkes DKI Catat 469 Orang Dirawat karena Terdampak Demo, 1 Meninggal

    Jakarta

    Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta mencatat ratusan orang dirawat setelah menjadi korban dalam aksi unjuk rasa yang terjadi pada Jumat (29/8/2025). Pasien yang membutuhkan perawatan lebih lanjut telah dirujuk ke berbagai rumah sakit.

    Kepala Dinkes DKI Jakarta, Ani Ruspitawati melaporkan hingga Minggu (31/8) pukul 7.00 WIB, tercatat sebanyak 469 orang telah mendapat pelayanan kesehatan, dengan rincian 371 pasien rawat jalan, 97 pasien rawat inap, dan 1 orang meninggal dunia.

    “Jenis keluhan kesehatan yang paling banyak ditangani antara lain konjungtivis (198 kasus), luka terbuka atau vulnus (42 kasus), sesak napas atau dyspnea (42 kasus), serta sejumlah trauma fisik, patah tulang, cedera kepala dan keluhan medis lainnya,” kata Ani dalam keterangannya dikutip Senin (1/9/2025).

    Pasien yang membutuhkan perawatan lebih lanjut telah dirujuk ke berbagai rumah sakit di lima wilayah Jakarta, di antaranya RS Hermina Kemayoran, RS Kramat 128, RSAL Mintohardjo, RSPAD Gatot Soebroto, RS POLRI, RSUD Koja, RSUD Budhi Asih, RS Pelni, dan RS Pusat Pertamina. Rujukan juga dilakukan ke sejumlah puskesmas di wilayah terdekat.

    Untuk memastikan penanganan cepat, Dinkes DKI menurunkan 24 unit ambulans, serta tenaga kesehatan yang terdiri dari 7 dokter, 59 perawat, dan 7 pengemudi ambulans.

    Ambulans ditempatkan di titik-titik strategis seperti Senen, Kwitang/Mako Brimob, Tugu Tani, Otista, Pos RSPAD, Pos Karanganyar, Pos Green Pramuka City, Pos Hermina Kemayoran, Pos Islam Cempaka Putih, Halte Petamburan, Slipi, DPR/MPR, Tanjung Priok, GBK (Pintu 10), Polres Jakarta Utara, dan Flyover Slipi.

    “Ini menjadi wujud komitmen kami dalam menjaga pelayanan kesehatan bagi masyarakat dan memastikan seluruh korban terdampak mendapat penanganan medis dengan cepat, aman, dan tepat,” pungkas Ani.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Di Balik Momen Kocak Ibu-ibu Fitnes Saat Ada Demo di Purwodadi”
    [Gambas:Video 20detik]
    (kna/up)

  • Kasus Infeksi Bakteri Pemakan Daging Meningkat, Ilmuwan Ungkap Dugaan Pemicunya

    Kasus Infeksi Bakteri Pemakan Daging Meningkat, Ilmuwan Ungkap Dugaan Pemicunya

    Jakarta

    Kasus infeksi bakteri pemakan daging makin banyak dilaporkan di Amerika Serikat (AS). Hal ini juga terjadi pada Linard Lyons yang sehari-harinya menjadi nelayan di tepi barat daya New Orleans.

    Kala itu, ia tengah menangkap kepiting untuk cucu-cucunya, tetapi ia kemudian menyadari ada sebuah goresan kecil di kaki. Luka yang ternyata hampir merenggut nyawa Lyons.

    Semula, Lyons tetap beraktivitas seperti biasa. Namun keesokan harinya ia terbangun dalam kondisi delusi, disertai demam dan muntah. Semula ia mengira hanya sakit biasa, hingga kemudian menemukan luka hitam menyebar di kaki kirinya.

    Lyons segera menemui dokter keluarga. Dokter kemudian mengenali kondisinya dan segera mengirim Lyons ke ruang gawat darurat. Tak sampai satu jam kemudian, ia sudah berada di meja operasi rumah sakit.

    Infeksi Bakteri Pemakan Daging

    Goresan kecil di kaki Lyons ternyata menjadi pintu masuk bagi Vibrio vulnificus, bakteri yang dikenal sebagai ‘pemakan daging’. Luka hitam yang muncul adalah tanda fasciitis nekrotikans, infeksi serius yang merusak jaringan di bawah kulit, menurut Cleveland Clinic.

    Bakteri berbahaya ini berkembang biak di perairan pesisir yang hangat, terutama di perairan payau tempat air tawar bercampur dengan laut. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) mencatat kasus infeksi Vibrio di Pantai Timur melonjak hingga 800 persen antara 1988 dan 2018

    Peluang Hidup

    “Saya diberi pertanyaan ‘Apakah saya boleh melakukan apa yang perlu dilakukan untuk menyelamatkan hidup Anda?” kenang Lyons, dikutip dari CNN.

    Itu adalah kata-kata terakhir yang ia dengar sebelum dibius untuk operasi. Lyons menyadari betul kakinya terancam diamputasi. Saat itu, dokter memberi vonis peluang bertahan hidup ‘hanya’ 50 persen.

    Beruntung, tim medis berhasil menghentikan penyebaran infeksi tanpa harus mengamputasi kaki. Setelah tiga hari di unit perawatan intensif, tiga minggu dirawat di rumah sakit, serta berbagai terapi antibiotik, Lyons akhirnya dinyatakan bebas dari bakteri tersebut. Meski sudah lebih dari tiga bulan berlalu, proses pemulihan masih panjang.

    Bagi Lyons yang juga menderita diabetes, masa pemulihan terasa berat dan ia menggambarkannya sebagai ‘penderitaan’. Ia kini menaruh harapan pada prosedur cangkok kulit agar kakinya bisa kembali pulih.

    Siapa yang Paling Berisiko?

    Menurut Kepala Dinas Kesehatan Mississippi, AS, Dr Daniel Edney, infeksi Vibrio vulnificus umumnya tidak fatal bagi orang sehat.

    Namun, individu dengan sistem kekebalan tubuh lemah lebih rentan mengalami kondisi serius. Ia mengingatkan, bila berencana masuk ke perairan pantai, anggap saja perairan tersebut terkontaminasi Vibrio. “Hindari air jika memiliki luka terbuka atau luka yang berpotensi terinfeksi,” ujarnya.

    Inikah Pemicunya?

    Para ahli menilai perubahan iklim mempercepat penyebaran bakteri ini. Lautan yang semakin hangat dan naiknya permukaan laut menciptakan kondisi ideal bagi Vibrio untuk berkembang. Profesor Oliver dari UNC Charlotte menambahkan, mencairnya gletser juga menurunkan kadar salinitas laut, sehingga membuat lingkungan lebih ramah bagi bakteri tersebut.

    “Air laut yang terlalu asin tidak cocok untuk Vibrio vulnificus. Tapi ketika tercampur air tawar, kondisinya menjadi lebih menguntungkan,” jelasnya.

    Seiring iklim yang semakin hangat, lebih banyak bakteri bertahan melewati musim dingin, sehingga wabah di musim panas semakin parah. Dr. Rachel Noble, profesor di University of North Carolina di Chapel Hill yang meneliti Vibrio sejak awal 2000-an, menyebut fenomena ini sebagai pola global.

    “Ini bukan satu-satunya patogen yang meningkat akibat perubahan iklim,” ujarnya.

    “Tetapi kasus Vibrio bisa menjadi contoh nyata bagaimana iklim memengaruhi kesehatan manusia.”

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Melihat Dampak Perubahan Iklim yang Semakin Nyata”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)

  • Penyebaran Campak Lebih Cepat dari Covid-19, Bangkalan Berstatus Siaga

    Penyebaran Campak Lebih Cepat dari Covid-19, Bangkalan Berstatus Siaga

    Liputan6.com, Jakarta Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) melakukan pemantauan langsung ruang perawatan dan kondisi penanganan pasien campak di RSUD Syamrabu Bangkalan, Jawa Timur, Jumat (29/8).

    Pemantauan ini dipimpin Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK, Sukadino.

    Menurutnya, Bangkalan menjadi salah satu wilayah prioritas pemantauan di kawasan Madura Raya, karena berdekatan langsung dengan Kabupaten Sumenep yang telah berstatus KLB Campak.

    “Saat ini Bangkalan sudah dalam kondisi siaga. Dinas kesehatan bersama fasilitas layanan kesehatan setempat telah menjalankan program imunisasi sebagai langkah antisipasi,” kata Sukadino usai kunjungan.

    Dia mengapresiasi kesiapan RSUD Syamrabu, termasuk keberadaan ruang isolasi khusus untuk pasien campak. Selain itu, kata dia, capaian imunisasi kejar campak di Bangkalan mencapai 90 persen dari target nasional 95 persen.

    “Ini progres yang sangat baik. Upaya pencegahan sudah berjalan, tinggal kita dorong agar cakupan imunisasi bisa segera tembus target,” terang dia.

    Selain itu, lanjut Sukadino, ada instruksi khusus dari Kementerian Kesehatan kepada Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Surabaya. Lembaga ini diminta melakukan pengambilan sampel secara aktif atau jemput bola ke daerah terdampak. Tujuannya, mempercepat proses identifikasi kasus campak di lapangan.

    “Ini bagian dari arahan langsung Menteri Kesehatan. Respons harus cepat dan berbasis data,” tambah Sukadino.

    Campak merupakan salah satu penyakit dengan tingkat penularan tertinggi. Berdasarkan data Centers for Disease Control and Prevention (CDC), nilai basic reproduction number (R0) campak berada di angka 12-18, jauh lebih tinggi dibanding Covid-19 yang berkisar di angka 8.

    “Artinya, satu orang penderita campak bisa menularkan hingga 18 orang lain dalam kondisi tertentu,” terang Sukadino.

  • 8.000 Masker Dibagikan untuk Cegah Campak di Sumenep
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        29 Agustus 2025

    8.000 Masker Dibagikan untuk Cegah Campak di Sumenep Surabaya 29 Agustus 2025

    8.000 Masker Dibagikan untuk Cegah Campak di Sumenep
    Tim Redaksi
    SUMENEP, KOMPAS.com
    – Dinas Kesehatan P2KB Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, membagikan 8.000 masker sebagai langkah untuk memutus penyebaran campak yang tengah melanda daerah tersebut.
    Masker tersebut disalurkan ke rumah sakit rujukan dan puskesmas di wilayah daratan.
    “Langsung ke rumah sakit rujukan dan puskesmas,” kata Kabid P2P Dinkes P2KB Sumenep, Achmad Syamsuri pada Jumat (29/8/2025).
    Syamsuri menjelaskan bahwa masker gratis ini merupakan bantuan dari Direktorat Jenderal Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
    Menurutnya, penggunaan masker di layanan kesehatan sangat mendesak untuk mencegah penularan virus campak.
    “Iya tentu untuk pencegahan campak,” imbuhnya.
    Masker dipakai untuk mencegah virus menular dari pasien campak kepada keluarga atau kerabat yang menjenguk.
    Kebiasaan warga yang berbondong-bondong datang ke rumah sakit disebut-sebut turut memicu tingginya kasus campak.
    “Kan ada kebiasaan warga, ramai-ramai menjenguk pasien, itu justru memperbesar potensi penularan,” ungkap Syamsuri.
    Selain membagikan masker, Dinkes P2KB Sumenep juga memaksimalkan penggunaan ruang isolasi di puskesmas dan rumah sakit.
    Disiplin dalam kunjungan ke ruang isolasi dianggap penting untuk mengurangi kontak langsung antara pasien campak dan masyarakat.
    “Dengan penggunaan masker dan disiplin kunjungan ke ruang isolasi, penyebaran campak bisa ditekan,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pekan Menyusui Sedunia, Jakbar punya ruang laktasi di semua jajaran

    Pekan Menyusui Sedunia, Jakbar punya ruang laktasi di semua jajaran

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Kota Jakarta Barat menegaskan telah mempunyai ruang laktasi di seluruh jajaran, baik kantor wali kota, kecamatan, kelurahan serta Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA).

    “Saat ini di kantor Wali Kota Jakarta Barat sudah ada ruang laktasi, di kelurahan, kecamatan hingga RPTRA juga sudah tersedia,” kata Asisten Administrasi dan Kesejahteraan Rakyat (Adskesra) Jakarta Barat, Amien Haji di Jakarta, Kamis.

    Hal itu disampaikan terkait Pekan Menyusui Sedunia tahun 2025 yang kegiatannya diikuti oleh 150 peserta di kantor Wali Kota Jakarta Barat (Jakbar).

    Amien mengatakan, untuk menyukseskan terciptanya generasi yang berkualitas, jajaran Pemerintah Kota Jakbar diminta berperan aktif memberikan ruang bagi ibu untuk menyusui anaknya (ruang laktasi), terutama bagi ibu yang bekerja.

    “Mulai dari Sudin Kesehatan, sediakan pelayanan konseling menyusui bagi ibu menyusui. Sudin PPAPP (Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk) dampingi ibu atau keluarga berisiko dan pelaksanaan program KB,” kata Amien.

    Kemudian, Suku Dinas (Sudin) Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Nakertransgi) mesti memastikan perusahaan menjalankan kebijakan cuti bersalin.

    “Lalu, Sudin Sosial juga harus berperan aktif memastikan ibu menyusui yang kurang mampu masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS),” kata dia.

    Peringatan Pekan Menyusui Sedunia 2025, kata dia, diharapkan menjadi momentum peduli dan bertanggungjawab memberikan dukungan dan perlindungan terhadap ibu menyusui di wilayah Jakbar demi menciptakan generasi emas di masa mendatang.

    Kepala Seksi Kesehatan Masyarakat Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat, Asri Yunita menyebuyt Pekan Menyusui Sedunia 2025 mengusung tema global “Memungkinkan Pemberian ASI, Menciptakan Perubahan bagi Orang Tua yang Bekerja”.

    “Tema ini soroti pentingnya dukungan menyeluruh bagi para orang tua pekerja dalam menjalani proses menyusui, baik di tempat kerja maupun di tempat-tempat umum,” katanya.

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 11.559 Kasus TBC Terjadi di Kota Bogor, Tertinggi Keempat di Jabar

    11.559 Kasus TBC Terjadi di Kota Bogor, Tertinggi Keempat di Jabar

    Jakarta

    Sebanyak 11.559 angka kasus tuberkolosis (TBC) terjadi di wilayah Kota Bogor, Jawa Barat (Jabar). Angka tersebut tercatat hingga tahun 2024.

    “Hingga tahun 2024, angka kasus TBC di Kota Bogor tercatat masih berada di angka 11.559 kasus,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor, Bai Kusnadi, Rabu (27/8/2025).

    Bau mengatakan angka tersebut merupakan tertinggi keempat di Jabar. Sehingga kondisi tersebut menjadi perhatian pusat agar lebih serius untuk menanganinya.

    “Kota Bogor juga menempati urutan keempat tertinggi se-Jawa Barat. Kondisi ini menjadi perhatian pemerintah pusat agar daerah lebih serius dalam menangani kasus TBC,” bebernya.

    Dia mengatakan ada dua hal yang menyebabkan meningkatnya jumlah kasus. Pertama, identifikasi dalam mengidentifikasi kasus TBC berjalan baik di Kota Bogor.

    Guna mempercepat penanganan, Bai mengatakan telah diminta pemerintah pusat untuk melakukan akselerasi lebih cepat. Apalagi, lanjut dia, kepala daerah memiliki kewenangan melakukan berbagai langkah percepatan.

    “Kota Bogor termasuk yang sudah membentuk tim tersebut sejak tahun 2023, dan akan kita review lagi untuk tahun selanjutnya,” ujarnya.

    (rdh/lir)

  • Ambulans Akan Terpantau CCTV Lewati Rute Bebas Macet, Tak Perlu Dikawal Sipil

    Ambulans Akan Terpantau CCTV Lewati Rute Bebas Macet, Tak Perlu Dikawal Sipil

    Jakarta

    Polda Metro Jaya memastikan ambulans di Jakarta nantinya akan terintegrasi dalam sistem Mandala Quick Response, sehingga pergerakannya bisa dipantau secara real-time tanpa perlu lagi dikawal sipil. Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Komarudin mengatakan sistem ini akan membantu sopir ambulans memilih jalur tercepat saat kondisi darurat.

    Selama ini, masih banyak ambulans yang dikawal sipil di jalan raya, padahal praktik itu tidak dibenarkan.

    “Dinas Kesehatan sudah berkoordinasi dengan kami, ambulans-ambulans yang nantinya akan bergerak, nanti akan bisa terpantau kendaraan yang terdekat, sehingga dalam setiap kegiatan ambulans, mungkin saat ini kalau misalnya Bapak lihat banyak ambulans-ambulans yang dikawal-kawal sipil, nah itu tidak dibenarkan,” kata Komarudin saat apel kolaborasi penanganan kemacetan di Monas, Rabu (27/8/2025).

    “Maka nanti akan kita berikan akses jalur mana yang bisa dilintasi, sehingga para driver ambulans tidak lagi meraba-raba situasi Jakarta,” lanjutnya.

    Dia menjelaskan Mandala Quick Response memanfaatkan 4.438 CCTV untuk memantau arus lalu lintas Jakarta secara real-time. Data ini terhubung dengan kendaraan patroli polisi, mobil derek Dishub, hingga nantinya ambulans.

    “Kita akan membangun sebuah posko terpadu kendali yang insyaallah dengan sistem ini, tentu kita akan bisa sedikit menjawab tantangan harapan masyarakat, tentunya dengan target serta harapan mewujudkan Jakarta menjadi kota global,” imbuhnya.

    (bel/idn)

  • Bangkalan Darurat Campak, Ratusan Anak Alami Demam dan Bintik-Bintik Merah

    Bangkalan Darurat Campak, Ratusan Anak Alami Demam dan Bintik-Bintik Merah

    Sementara itu, di Sampang, sebanyak 413 anak terjangkit penyakit campak. Temuan itu dikonfirmasi Dinkes KB Kabupaten Sampang. 

     

    “Temuan jumlah anak yang terserang campak ini berdasarkan laporan yang disampaikan masing-masing puskesmas di 14 kecamatan se-Kabupaten Sampang pada rapat koordinasi,” kata Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes-KB Sampang Samsul Hidayat.

    Samsil menjelaskan ke-413 anak yang positif campak itu tersebar di 14 kecamatan se-Kabupaten Sampang.

    Petugas di masing-masing puskesmas, sambung dia, memberikan pengobatan dan sebagian di antara mereka telah sembuh.

    “Para penderita umumnya anak berumur antara 1 hingga 4 tahun,” kata Samsul.

    Samsul menjelaskan anak-anak yang terserang campak tersebut, karena beberapa faktor, di antaranya, karena perubahan cuaca dan belum divaksin.

    “Sebab, berdasarkan laporan petugas medis puskesmas di desa-desa itu banyak orang tua yang menolak anaknya diimunisasi,” katanya.

    Alasannya, karena setelah imunisasi, anak lalu mengalami demam.

    “Padahal, itu memang karena efek dari imunisasi yang dilakukan. Manfaatnya setelah itu, anak kebal dari berbagai jenis penyakit dan tidak mudah sakit,” katanya.

    Sementara itu, untuk menekan penyebaran kasus tersebut, Dinkes-KB Sampang mulai melakukan imunisasi massal di 14 puskesmas dan beberapa puskesmas pembantu di daerah itu.

    Selain dilakukan di fasilitas kesehatan, imunisasi dalam rangka mencegah penyebaran campak juga dengan mendatangi sekolah dan rumah-rumah warga bersama kader posyandu di wilayah itu.

    Dalam 8 bulan terakhir tercatat ada 275 anak yang terpapar virus campak di Bangkalan, Jawa Timur. Sementara sebanyak lebih dari 2.000 kasus campak terjadi di Kabupaten Sumenep, terdapat 17 orang di antaranya meninggal dunia.

  • 8
                    
                        Guru Keberatan Cicipi MBG Sebelum Dibagikan, Sekda Sleman Minta Maaf dan Luruskan Pernyataan
                        Yogyakarta

    8 Guru Keberatan Cicipi MBG Sebelum Dibagikan, Sekda Sleman Minta Maaf dan Luruskan Pernyataan Yogyakarta

    Guru Keberatan Cicipi MBG Sebelum Dibagikan, Sekda Sleman Minta Maaf dan Luruskan Pernyataan
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sleman, Susmiarto, meminta maaf atas pernyataannya yang meminta guru untuk mencicipi makanan pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebelum dibagikan kepada siswa sebagai antisipasi terulangnya insiden keracunan massal.
    Susmiarto meluruskan pernyataannya dan menjelaskan bahwa guru dapat mengecek kelayakan MBG berdasarkan bentuk, warna, atau aroma.
    “Pertama, saya memohon maaf. Kedua, saya ingin meluruskan bahwa sekolah dalam hal ini guru dapat ikut mengecek kelayakan MBG berdasarkan bentuk, warna, atau aroma,” ujar Susmiarto dalam keterangan tertulis Dinas Kominfo Sleman, Selasa (26/08/2025).
    Langkah tersebut diambil sebagai bentuk kehati-hatian agar kejadian keracunan seperi di Mlati tidak terulang.
    “Jika menemukan MBG kurang layak, sekolah segera komunikasikan dengan penyedia,” tambahnya.
    Penyediaan dan penyaluran MBG ke sekolah-sekolah dilakukan oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di bawah koordinasi Badan Gizi Nasional (BGN).
    Keterlibatan pemerintah daerah di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota dinilai sangat terbatas, sehingga insiden keracunan yang terjadi baru-baru ini memunculkan risiko kewenangan.
    “Terkait pengawasan dalam penyaluran, kami berusaha memaksimalkan perangkat yang ada, khususnya Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan, untuk mengantisipasi kasus keracunan MBG tidak lagi terjadi,” tuturnya.
    Susmiarto berharap ke depan, koordinasi dengan BGN dan SPPG akan lebih terbuka dan baik, sehingga penyediaan dan penyaluran MBG di Kabupaten Sleman dapat berlangsung aman dan lancar.
    “BGN di tingkat kabupaten segera terbentuk. Harapannya, ke depan, ada standar operasional prosedur yang jelas terkait penyediaan dan penyaluran MBG kepada siswa,” urainya.
    Ia juga menjelaskan bahwa biaya pengobatan korban keracunan MBG di Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman, ditanggung sepenuhnya oleh BPJS Kesehatan.
    Bagi korban yang belum menjadi peserta BPJS, akan difasilitasi melalui Jaring Pengaman Sosial (JPS).
    “Untuk korban yang belum menjadi peserta BPJS Kesehatan, kami pastikan difasilitasi melalui Jaring Pengaman Sosial atau JPS,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Susmiarto menginstruksikan agar guru mengecek dan mencicipi menu MBG sebelum dibagikan ke siswa sebagai respons terhadap insiden keracunan yang menimpa ratusan siswa di empat SMP di Kapanewon Mlati.
    “Dinas Pendidikan sudah sering menyampaikan ke sekolah, kalau menerima MBG dari penyedia tolong dicek, diicipi, dipantau. Guru itu tugasnya seperti itu,” kata Susmiarto, Rabu (20/8/2025).
    Dalam insiden keracunan di Mlati, seorang guru juga mengalami gejala keracunan setelah mencicipi makanan.
    Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme filter sudah berjalan, meski tetap kecolongan.
    Pemkab pun menilai perlunya SOP yang lebih tegas untuk pencegahan yang konsisten. “Ya sudah dibuat (SOP) tertulis. Sehingga kita sudah melakukan mitigasi,” tambahnya.
    Namun, sejumlah guru di Kabupaten Sleman mengaku keberatan dengan kebijakan tersebut.
    Mereka menilai kebijakan ini muncul mendadak setelah insiden keracunan dan belum melalui kajian matang.
    Salah satu guru SMP berinisial J mengatakan bahwa instruksi mencicipi MBG baru muncul setelah kejadian keracunan di Mlati. “Sebelum itu belum ada, adanya setelah kejadian di Mlati,” kata J saat dihubungi, Senin (25/8/2025).
    Menurut J, hingga saat ini belum ada surat resmi terkait kewajiban mencicipi MBG, meskipun kepala sekolah sudah menyampaikan arahan tersebut. “Kami belum menerima suratnya, cuman kemarin baru dari kepala sekolah,” ujarnya.
    Kebijakan ini menjadi perbincangan hangat di kalangan guru.
    “Menjadi gaduh di tempat kami. Gaduh karena dampak dari keracunan itu, seolah-olah kami ini kemudian menjadi korban dari kebijakan yang belum matang untuk distribusi makanan,” tegasnya.
    Guru SD berinisial A juga menilai kebijakan ini tidak tepat meskipun niat pemerintah sebenarnya baik.
    “Tapi mungkin niat itu perlu dikaji lagi. Kalau saya kurang setuju dengan itu, guru suruh mencicipi dulu,” kata A.
    Ia berpendapat bahwa pencegahan seharusnya menjadi tanggung jawab pihak katering. “Pihak katering harus memastikan dulu masakannya kualitasnya baik, atau antara waktu masak dan pendistribusian jangan terlalu lama supaya tidak basi,” ujarnya.
    (Penulis: Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Masih Ada Ortu yang Tolak Anak Diimunisasi Meski Campak di Sumenep sudah KLB

    Masih Ada Ortu yang Tolak Anak Diimunisasi Meski Campak di Sumenep sudah KLB

    Jakarta

    Dinas Kesehatan (Dinkes) Pengendalian Penduduk dan KB Kabupaten Sumenep, drg Ellya Fardasah, M.Kes menyebut masih menemukan penolakan imunisasi campak di wilayahnya. Padahal campak di Sumenep statusnya telah meningkat menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).

    “Masih ada (ortu yang menolak),” kata drg Ellya Fardasah, M.Kes dalam media gathering daring Kemenkes RI, Selasa (26/8/2025).

    Dinkes Sumenep, lanjut drg Ellya telah bekerja sama dengan Kementerian/Lembaga terkait seperti Kementerian Agama, Dinas Pendidikan, WHO, hingga UNICEF untuk memberikan edukasi kepada masyarakat atau sekolah-sekolah yang menolak imunisasi.

    “Isu-isu (hoaks) yang dikembangkan, digoreng-goreng itu yang bikin masyarakat itu takut. Bahkan kemarin itu ada yang menyampaikan (anak) yang meninggal itu karena telah imunisasi (campak),” kata drg Ellya.

    “Kita lihat dulu permasalahannya di sana (sekolah) itu apa. Apakah takut efek samping seperti demam, apakah takit halal atau tidak aman, kami petakan dulu,” sambungnya.

    Dikutip dari laman sumenepkab.go.id, Pemkab menginisasi pelaksanaan imunisasi setelah mengadakan rapat koordidasi.

    Pemkab telah menandatangani Surat Edaran 400.7/191/102.5/2025 tentang Pelaksanaan Outbreak Response Immonization (ORI) Campak di Kabupaten Sumenep. Dalam pelaksanaannya, Pemkab menyasar 26 puskesmas untuk melakukan ORI campak secara serentak.

    “Dari total 17 kasus meninggal (di Sumenep) terdapat 3 kasus dengan hasil laboratorium positif campak, sedangkan kasus lainnya merupakan campak klinis,” kata drg Ellya.

    “Mayoritas kasus tidak mendapatkan imunisasi dan tidak melakukan pemeriksaan specimen di laboratorium. Mayoritas kasus juga mengalami kasus komplikasi seperti bronkopneumonia (88 persen), GEA (35 persen), malnutrisi (6 persen), TB (6 persen), dan anemia 6 persen,” lanjutnya.

    Sampai pekan keempat Agustus 2025, drg Ellya menegaskan angka infeksi campak di Sumenep terbilang menurun. Ini juga berdampak pada menurunnya angka pasien campak yang dirawat di rumah sakit.

    “Pada minggu ini, ada penurunan dari kasus campak. Di beberapa Puskesmas dan rumah sakit itu tidak sampai 200 orang (yang dirawat). Terakhir kemarin kami sudah koordinasi dengan rumah sakit dan Puskesmas, kondisi (pasien) stabil,” tutupnya.

    (dpy/kna)