Kementrian Lembaga: Dinkes

  • Warga di 32 kelurahan Jakbar sudah tak buang air besar sembarangan

    Warga di 32 kelurahan Jakbar sudah tak buang air besar sembarangan

    masih ada warga di 24 kelurahan, yang belum ODF

    Jakarta (ANTARA) – Sebanyak 32 dari 56 kelurahan di Jakarta Barat (Jakbar) hingga saat ini, warganya tercatat sudah tidak buang air besar sembarangan (open defecation free/ODF).

    “Dengan deklarasi ODF di Kelurahan Kembangan Utara dan Kembangan Selatan kemarin, sudah ada 32 kelurahan di Jakarta Barat atau sekitar 57 persen yang ODF,” kata Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat, Erizon Safari di Jakarta, Senin.

    Menurut dia, jumlah tersebut terus meningkat sejak 2023 karena saat itu baru 13 kelurahan yang sudah deklarasi ODF dan pada 2024 meningkat jadi 23 kelurahan.

    Dengan demikian, kata Erizon, masih ada warga di 24 kelurahan, yang belum ODF.

    “Kami berharap dukungan Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) terkait agar seluruh penduduknya stop buang air besar sembarangan. Targetnya pada 2026, Jakarta Barat siap mengikuti lomba kabupaten/kota sehat,” tambah Erizon.

    Sebelumnya, Kelurahan Kembangan Selatan dan Kembangan Utara di Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat melaksanakan deklarasi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), Rabu (17/9).

    Deklarasi STBM dua kelurahan tersebut diisi dengan penandatangan komitmen bersama dan penyerahan piagam yang diberikan Asisten Administrasi Kesejahteraan Rakyat (Adkesra) Setko Jakarta Barat, Amien Haji.

    “Deklarasi STBM tidak hanya sekadar slogan, tapi merupakan upaya nyata untuk mendukung penurunan angka kasus stunting, mencegah penyakit menular serta meningkatkan kualitas kesehatan keluarga,” kata Amien Haji.

    Amien pun meminta agar Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, seperti Sudin SDA, Bina Marga, Lingkungan Hidup, untuk ikut berkontribusi memastikan optimalisasi pelaksanaan STBM ini sesuai dengan tugas dan fungsinya.

    “STBM bukan hanya menjadi tanggung jawab kewilayahan dan puskesmas, tapi tanggung jawab bersama sesuai Instruksi Wali Kota Jakbar Nomor e-0005 Tahun 2025 tentang Percepatan Stop Buang Air Besar Sembarangan di Jakbar,” kata dia.

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Sudinkes Jakbar rampungkan perekrutan “Pasukan Putih”

    Sudinkes Jakbar rampungkan perekrutan “Pasukan Putih”

    Jakarta (ANTARA) – Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Jakarta Barat telah merampungkan perekrutan “Pasukan Putih” atau Petugas Layanan Kesehatan Warga (PLKW).

    Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat, Erizon Safari mengatakan, sebanyak 134 “pasukan putih” yang telah selesai direkrut akan bertugas mendampingi masyarakat dengan keterbatasan fisik di delapan kecamatan di Jakarta Barat.

    “Alhamdulillah kegiatan ini dapat terlaksana dengan baik berkat arahan pimpinan serta dukungan seluruh pihak. Insya Allah tenaga yang direkrut dapat memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat,” kata Erizon di Kantor Wali Kota Jakarta Barat, Senin.

    Sebelumnya, Sebanyak 687 calon pasukan putih atau Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP) petugas layanan kesehatan warga (PLKW) di Jakarta Barat telah merampungkan tes tertulis dan skrining kesehatan jiwa pada Kamis (11/9).

    Ia mengatakan, 134 “pasukan putih” itu akan disebar ke Puskesmas Pembantu (Pustu) kelurahan yang ada di Jakarta Barat. Satu Pustu akan ditempati oleh dua orang “pasukan putih”.

    “Setelah kontrak akan ada pelatihan dasar dulu. Dilakukan oleh Puslat Kesehatan dan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, mungkin ada sedikit magang juga. Setelah itu semua kelar, baru akan ditempatkan di wilayah puskesmas pembantu, mendampingi para perawat yang biasa melakukan kunjungan rumah,” ujar Erizon.

    Lebih lanjut Erizon menjelaskan, mereka nantinya bertugas membantu warga yang memiliki keterbatasan fisik. “Prinsipnya membantu warga masyarakat yang ada keterbatasan dalam aktivitas fisik. Misalnya sulit untuk bergerak, diturunkan juga mungkin untuk membantu ke sehari-harinya,” kata Erizon.

    Selain pendampingan, kata Erizon, nantinya mereka juga akan membantu urusan administrasi. Mereka menjadi pendamping perawat, mengawasi minum obat, bahkan mungkin membantu untuk administrasi rujukan kalau ingin ke rumah sakit dan lain-lain.

    “Seperti itulah, intinya membantu warga masyarakat yang ada keterbatasan secara fisik,” katanya.

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kondisi Terkini 600 Pelajar di Garut Diduga Usai Keracunan MBG

    Kondisi Terkini 600 Pelajar di Garut Diduga Usai Keracunan MBG

    Liputan6.com, Jakarta kondisi enam ratusan siswa korban keracunan yang diduga setelah menyantap menu makan bergizi gratis (MBG) di Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, sudah berangsur sehat. Para siswa yang dirawat juga sudah dipulangkan.

    “Kalau keseluruhan yang bergejala sekitar 600-an ya, tapi kan gejalanya ringan ya, dan alhamdulillah sekarang semuanya sudah sehat,” kata Kepala Dinkes Kabupaten Garut Leli Yuliani di Garut, Senin (22/09/2025).

    Korban keracunan diduga setelah menyantap menu MBG yang disediakan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Yayasan Al-Bayyinah di Desa Karangmulya, Kecamatan Kadungora itu secara keseluruhan berjumlah 657 orang, 19 orang di antaranya dirawat di puskesmas.

    Siswa yang mengalami gejala keracunan itu mengeluhkan sakit, mual, pusing dan muntah-muntah, kemudian dilakukan penanganan medis secara cepat dan tepat yang akhirnya mereka dapat kembali pulih.

    Setelah penanganan medis terhadap korban keracunan, selanjutnya Dinkes Garut menunggu hasil uji laboratorium sampel makanan yang dikonsumsi siswa yang hasilnya diketahui sekitar lima atau tujuh hari.

    “Sekarang belum, belum ada hasilnya, waktu itu kan dikirimnya hari Rabu, ya katanya sekitar 5-7 hari, besok atau lusa mudah-mudahan ya,” terangnya.

    Ia menyampaikan, pelayanan makanan secara massal itu tentu harus ada sertifikat layak kesehatan dan keamanan pangan maupun air sebelum dikonsumsi masyarakat.

    Seperti halnya penyediaan makanan di tempat usaha rumah makan, kata dia, sama harus sudah memenuhi persyaratan tertentu untuk menjaga keamanan dan kesehatan makanan.

    “Yang penting sesuai dengan ketentuan, itu tergantung untuk apa konteksnya, misalnya untuk rumah makan biasa kan ada tersendiri kriteria yang harus dipenuhi, kalau penanganan gizi kan beda dengan warung nasi biasa,” katanya.

    Sebelumnya, sejumlah siswa mengeluhkan sakit seperti pusing, mual, dan muntah-muntah setelah menyantap makanan yang disajikan di sekolahnya yakni MA Maarif Cilageni, SMA Siti Aisyah, dan SMP Siti Aisyah, kemudian SDN 2 Mandalasari di Kecamatan Kadungora pada Selasa (16/9).

    Kondisi siswa tersebut semakin parah, kemudian dilakukan pemeriksaan kesehatan, Rabu (18/9) sampai akhirnya mulai bermunculan siswa dengan mengeluhkan sakit yang sama ke puskesmas. Dikutip dari Antara.

  • Boncengan Tiga Tabrak Pohon, Dua Remaja Tewas Kecelakaan di Gubeng Surabaya

    Boncengan Tiga Tabrak Pohon, Dua Remaja Tewas Kecelakaan di Gubeng Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com) – Kecelakaan lalulintas pengendara sepeda motor bonceng tiga terjadi di Jalan Sulawesi, Kecamatan Gubeng, Surabaya pada pukul 04.04 WIB, menewaskan dua remaja, Senin (22/9/2025) pagi.

    Remaja bonceng tiga mengalami kecelakaan dengan menabrak sebuah pohon di tepi jalan, setelah kendaraan yang ditumpanginya melaju oleng dari arah timur Viaduk Kertajaya ke arah barat.

    “Laka tunggal korban berboncengan tiga dari arah timur Viaduk Kertajaya oleng kekanan nabrak pohon dua MD (meninggal dunia),” kata Kanit Lantas Polsek Gubeng Ipda Didik Supriyanto, Senin (22/9/2025).

    Didik menyampaikan, korban meninggal dunia masing-masing adalah berinisial R usia 16 tahun, warga Jalan Gubeng Klingsingan, dan L 15 tahun yang belum diketahui tempat tinggalnya.

    “Korban meninggal dunia dievakuasi ke kamar mayat RSUD Dr Soetomo Surabaya menggunakan ambulans,” urainya.

    Sementara, untuk korban selamat ialah berinisial A perempuan 17 tahun asal Gubeng Jaya. Ia mengalami indikasi fraktur di tulang rahang dan juga dirujuk ke RSUD dr. Soetomo.

    Dan terhadap barang bukti kecelakaan telah diamankan anggota Unit Laka Lantas Polrestabes Surabaya.

    Dalam penanganan kecelakaan lalulintas tunggal bonceng tiga ini, turut melibatkan petugas BPBD dan Tim Gerak Cepat (TGC) Dinkes Kota Surabaya dalam proses evakuasi.

    Kabid Darlog BPBD Kota Surabaya Linda Novanti mengatakan, meninggalnya dua korban remaja ini terjadi di lokasi kejadian kecelakaan setelah menabrak pohon.

    “Korban ditemukan tergeletak di pinggir jalan. Penanganan dua korban MD (meninggal dunia) dipastikan oleh rekan Tim Gerak Cepat Pusat,” tutupnya. [rma/aje]

  • Pelajar Suspek Cacar Monyet Meninggal di Kepulauan Meranti, Bupati: Masyarakat Tetap Tenang
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        21 September 2025

    Pelajar Suspek Cacar Monyet Meninggal di Kepulauan Meranti, Bupati: Masyarakat Tetap Tenang Regional 21 September 2025

    Pelajar Suspek Cacar Monyet Meninggal di Kepulauan Meranti, Bupati: Masyarakat Tetap Tenang
    Tim Redaksi
    PEKANBARU, KOMPAS.com
    – Sebuah kasus diduga cacar monyet atau virus monkeypox terkonfirmasi di Kepulauan Meranti, Riau.
    Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kepulauan Meranti, terdapat dua orang yang dicurigai terinfeksi, keduanya merupakan pelajar.
    Salah satu dari mereka telah dinyatakan meninggal dunia.
    Bupati Kepulauan Meranti, AKBP (Pur) Asmar, mengonfirmasi bahwa ia telah menerima laporan mengenai anak-anak yang diduga terinfeksi cacar monyet.
    “Saya sudah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan dan pihak rumah sakit. Ternyata memang benar ada satu pasien meninggal. Sementara satu orang lagi sudah mulai pulih,” kata Asmar saat dihubungi wartawan melalui sambungan telepon, Minggu (21/9/2025).
    Asmar menegaskan bahwa ia telah menginstruksikan Dinas Kesehatan dan RSUD Kepulauan Meranti untuk bertindak cepat.
    Jika fasilitas lokal tidak memadai, pasien disarankan untuk segera dirujuk ke Pekanbaru untuk penanganan lebih lanjut.
    Ia juga mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan mengikuti arahan petugas kesehatan.
    “Imbauan kami kepada masyarakat agar tetap tenang,” ujar Asmar.
    Bupati Asmar mengingatkan warganya untuk menjaga kesehatan dan kebersihan.

    “Apabila ada warga yang mengalami gejala seperti demam, ruam, atau pembengkakan kelenjar, agar segera memeriksakan diri ke petugas kesehatan,” tambahnya.
    Ia mengingatkan agar masyarakat tetap waspada terhadap penyakit seperti ini.
    Diketahui bahwa kedua orang yang diduga terinfeksi cacar monyet merupakan santri di salah satu pesantren di Kepulauan Meranti.
    Asmar menyatakan akan segera berkoordinasi untuk memutus rantai penyeberan penyakit tersebut.
    “Bisa saja untuk sementara proses belajar dan mengajar diliburkan. Nanti saya koordinasi lagi sama pimpinan pesantren,” tutup Asmar.
    Sebelumnya, dua remaja di Kabupaten Kepulauan Meranti diduga terinfeksi cacar monyet.
    Salah satu dari mereka meninggal setelah menjalani perawatan intensif di RSUD Kepulauan Meranti.
    Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Kepulauan Meranti, Ade Suhartian, juga mengonfirmasi bahwa kedua korban berstatus pelajar.
    “Ini baru suspek. Ada dua orang suspek. Benar, satu orang meninggal dunia. Untuk satu pasien lagi sudah pulih dan sudah pulang ke rumahnya hari ini,” ujar Ade saat dihubungi Kompas.com.
    Ade menambahkan bahwa meskipun gejala yang muncul pada korban mengarah ke
    monkeypox
    , pihaknya belum dapat memastikan diagnosis tersebut hingga hasil laboratorium dari Pekanbaru keluar.
    “Kami belum bisa pastikan ini monkeypox. Masih menunggu hasil laboratorium,” kata Ade.
    Dalam situasi ini, Ade mengimbau masyarakat Kepulauan Meranti untuk tidak panik.
    Ia meminta warga untuk menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan.
    “Masyarakat kami minta agar melakukan gerakan hidup sehat, seperti olahraga, istirahat yang cukup, dan mengonsumsi makanan yang bergizi. Kami imbau masyarakat jangan terlalu panik. Kami juga telah melakukan langkah-langkah pencegahan. Bila ada gejala, segera lapor ke petugas medis,” tutup Ade.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kasus Keracunan Bertambah, KSP Qodari: Program MBG Wajib Sempurna

    Kasus Keracunan Bertambah, KSP Qodari: Program MBG Wajib Sempurna

    Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Muhammad Qodari menegaskan penyelenggaraan program makan bergizi gratis atau MBG ke depannya akan dilaksanakan dengan tidak menoleransi adanya insiden (zero tolerance to accident).

    Hal tersebut merespons adanya sejumlah insiden keracunan siswa akibat program MBG yang terjadi sejumlah daerah. 

    Qodari menuturkan perspektif zero tolerance to accident wajib diterapkan untuk menjalankan program pemerintah yang masif seperti MBG. Hal ini harus dilakukan mulai dari pemerintah pusat hingga ke penyelenggara terkait seperti para petugas Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

    Menurutnya, toleransi sekecil apapun terhadap adanya insiden atau kendala-kendala dalam MBG akan berakibat pada program yang tidak berjalan optimal.

    “Ini adalah program dengan toleransi nol terhadap insiden atau kecelakaan-kecelakaan. Jadi, MBG itu harus sempurna setiap hari, sepanjang tahun, selama program ini ada,” jelas Qodari saat ditemui dalam acara DGVeRS: Celebrating Connectivity, Creativity, & Community di Jakarta, Sabtu (20/9/2025).

    Qodari melanjutkan sejumlah insiden keracunan yang belakangan terjadi menjadi pemantik bagi pemerintah untuk mengevaluasi pelaksanaan MBG. 

    Dia juga menyebut jumlah korban akibat insiden MBG masih cenderung kecil dibandingkan dengan total penerima manfaatnya, yakni sekitar 5.000 orang berbanding 20 juta hingga 25 juta orang penerima MBG

    Adapun, Qodari menyebut perlunya perbaikan mekanisme, kelembagaan, serta mekanisme operasional program tersebut. Dia juga menyebut proses proses tersebut tengah berlangsung. 

    Meski demikian, dia tidak memerinci seperti apa perbaikan mekanisme yang tengah dilakukan pemerintah terkait program MBG.

    “Doakan ini sudah wake up call, bagaimana ini harus bisa diperbaiki dengan secepat-cepatnya. Yang kita khawatirkan adalah insiden di daerah-daerah terpencil, yang faskes [fasilitas kesehatan] belum sebaik seperti di daerah-daerah perkotaan. Ini akan kita akan perbaiki,” tambahnya.

    Adapun, kasus keracunan MBG terus dilaporkan di sejumlah daerah. Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, Polres Garut, Jawa Barat mencatat sebanyak 194 pelajar di Kecamatan Kadungora mengalami keracunan usai memakan hidangan program MBG hari ini. Sebanyak 177 siswa mengalami gejala ringan, sementara 19 lainnya harus dirawat intensif di UPT Puskesmas Kadungora. 

    Kapolres Garut AKBP Yugi Bayu Hendarto mengatakan, kejadian bermula setelah siswa di sejumlah sekolah menerima distribusi makanan MBG yang dikelola dapur SPPG Yayasan Al Bayyinah 2 Garut, Desa Karangmulya. 

    Hidangan terdiri dari nasi putih, ayam woku, tempe orek, lalapan sayur, serta buah stroberi. Tidak lama usai menyantap makanan, beberapa siswa mulai mengeluhkan mual, muntah, dan pusing sejak Selasa (16/9/2025) sore hingga berlanjut keesokan harinya. 

    Sementara itu, puluhan siswa di Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) diduga keracunan usai mengkonsumsi MBG di sekolah. Mereka mengeluh sakit perut hingga muntah-muntah.  

    Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Sumsel Dedi Irawan membenarkan hal tersebut. Dia mengungkapkan bahwa kejadian itu berada di Kecamatan Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI).  

    “Info dari Dinas Kesehatan OKI, ada 39 korban yang terdampak hingga tadi malam,” katanya, Rabu (3/9/2025).

  • Siswa Kaget, Menu Sayur MBG di Sekolah Jokowi Ditemukan Ulat

    Siswa Kaget, Menu Sayur MBG di Sekolah Jokowi Ditemukan Ulat

    GELORA.CO – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menuai perhatian publik. Kali ini, siswa SMAN 6 Solo, sekolah tempat Presiden ke-7 Joko Widodo pernah bersekolah, menemukan ulat di menu sayur yang disajikan pada Jumat (19/9).

    Kepala SMAN 6 Solo, Munarso, membenarkan adanya laporan tersebut. “Memang ada temuan ulat di satu wadah MBG. Saat itu langsung kami ganti dengan menu lain,” kata Munarso, dikutip dari Inilahjateng.

    Meski hanya satu kotak makan yang bermasalah, kabar tersebut sempat membuat resah di kalangan siswa. Beberapa siswa mengaku kaget dan jadi lebih berhati-hati saat menyantap menu MBG.

    Munarso menambahkan pihak sekolah segera menyampaikan laporan ke pengelola SPPG di wilayah Gilingan, Banjarsari.

    “Kasus ulat di sayur bisa saja terjadi di mana pun, tapi tentu harus jadi pelajaran agar lebih teliti dalam pengolahan bahan makanan,” jelasnya.

    Wali Kota Solo, Respati Ardi, menegaskan pihaknya sudah menindaklanjuti laporan itu.

    Ia juga akan meneruskan ke Badan Gizi Nasional (BGN) selaku penyelenggara program.

    “Kami minta Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, serta Dinas Kesehatan melakukan pengecekan lebih rutin. Inspeksi acak ke penyedia MBG juga akan ditingkatkan,” ujarnya.

    Program MBG sendiri diluncurkan pemerintah pusat sebagai upaya meningkatkan gizi pelajar di berbagai daerah. Namun, kasus seperti di SMAN 6 Solo menunjukkan pengawasan ketat tetap dibutuhkan agar kualitas makanan terjamin.

  • Keracunan Massal Makan Bergizi Gratis yang Belum Juga Usai – Page 3

    Keracunan Massal Makan Bergizi Gratis yang Belum Juga Usai – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang sejatinya dihadirkan pemerintah untuk menyehatkan anak-anak bangsa, justru berulang kali memunculkan tragedi keracunan massal. Dalam kurun September 2025 saja, kasus serupa terjadi beruntun di tiga daerah, di Sukabumi, Garut, dan Banggai Kepulauan. 

    Kamis siang, 11 September 2025, suasana belajar di SMKN 1 Cibadak, Kabupaten Sukabumi mendadak berubah mencekam. Sebanyak 69 siswa dilaporkan mengalami gejala keracunan setelah menyantap hidangan MBG.

    Kepala Dinas Kesehatan Sukabumi, Agus Sanusi, menjelaskan bahwa beberapa jam setelah makan, para siswa mulai mengeluhkan mual dan muntah. Pihak sekolah bergerak cepat melapor ke Puskesmas Cibadak, yang kemudian menurunkan tim untuk investigasi.

    Sampel makanan berupa nasi, telur, sayur kacang panjang, tahu, susu kotak, hingga jeruk diambil untuk diuji. Agus menyebut penanganan darurat dilakukan di Unit Kesehatan Sekolah (UKS).

    “Tindakan lain yang diambil meliputi membuka posko di UKS, observasi siswa, serta penanganan gejala ringan di sekolah,” kata Agus, 17 September 2025.

    Belum reda kasus di Sukabumi, enam hari kemudian, 16 September 2025, giliran ratusan siswa di Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, yang jatuh sakit. Polres Garut mencatat, total 194 siswa terdampak keracunan usai menyantap MBG dari dapur SPPG Yayasan Al Bayyinah 2. Sajian kala itu berupa nasi putih, ayam woku, tempe orek, lalapan sayur, dan buah stroberi.

    Sebagian besar siswa mengalami gejala ringan, namun 19 orang harus mendapat perawatan intensif di Puskesmas Kadungora. Polisi segera turun tangan dengan langkah penyelidikan: mendata korban, memeriksa saksi, hingga mengirim sampel makanan ke laboratorium.

    “Kami melanjutkan penyelidikan mendalam untuk mengetahui faktor penyebab. Saat ini para korban masih dalam penanganan medis,” ujar Ipda Adi Susilo, Kamis, 18 September 2025. 

    Banggai Kepulauan: 157 Siswa Terpapar

    Tak berhenti di Jawa Barat, sehari berselang pada 17 September 2025, kasus serupa terjadi di Kota Salakan, Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah. Hingga kini, total 157 siswa dari SD hingga SMA mengalami keracunan setelah mengonsumsi MBG. Gejala yang muncul bervariasi, mulai dari gatal-gatal, muntah, hingga pingsan.

    Lonjakan pasien membuat RSUD Trikora Salakan kewalahan. 77 siswa masih dirawat intensif, sementara 80 lainnya dipulangkan untuk rawat jalan.

    Bupati Banggai Kepulauan, Rusli Moidady, turun langsung meninjau para korban. Ia menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh.

    “Pemerintah Daerah akan segera melakukan evaluasi agar kejadian serupa tidak terulang,” tegas Rusli.

    Dugaan awal mengarah pada lauk ikan cakalang yang tidak layak konsumsi. Polisi telah mengirim sampel ke BPOM Sulawesi Tengah. Pihak pengelola MBG pun menyampaikan permintaan maaf terbuka.

    “Kami sangat menyesal dan memohon maaf kepada seluruh pihak, terutama para siswa dan orang tua,” ucap Zulkifli Lamiju, penanggung jawab program.

     

  • 5.360 Siswa Keracunan MBG, Siapa yang Bertanggung Jawab?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        20 September 2025

    5.360 Siswa Keracunan MBG, Siapa yang Bertanggung Jawab? Nasional 20 September 2025

    5.360 Siswa Keracunan MBG, Siapa yang Bertanggung Jawab?
    Dosen, Penulis dan Peneliti Universitas Dharma Andalas, Padang
    PROGRAM
    Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintahan Prabowo Subianto sejatinya berangkat dari niat luhur: menyehatkan anak bangsa, mengurangi angka stunting, sekaligus membangun sumber daya manusia yang lebih kuat. Namun, niat baik itu kini tercoreng.
    Berdasarkan catatan lembaga pemantau pendidikan, hingga pertengahan September 2025, tercatat 5.360 siswa menjadi korban keracunan makanan akibat program ini.
    Angka itu bukan sekadar statistik, melainkan potret nyata dari lemahnya pengawasan negara terhadap kualitas gizi dan keamanan pangan anak-anak sekolah.
    Pertanyaan yang kemudian menyeruak: masih maukah pemerintah tetap melanjutkan program ini dalam kondisi seperti ini, Pak Presiden?
    Di atas kertas, program MBG menawarkan harapan besar. Jutaan siswa sekolah dasar dan menengah di seluruh Indonesia dijanjikan asupan gizi seimbang setiap hari.
    Pemerintah berulang kali menyebut MBG sebagai jawaban atas tantangan gizi buruk dan ketimpangan nutrisi.
    Namun, kenyataan di lapangan sungguh berbeda. Ratusan kasus keracunan muncul di berbagai daerah.
    Mulai dari Jawa Tengah, Jawa Barat, hingga Kalimantan, anak-anak dilarikan ke rumah sakit dengan gejala mual, pusing, hingga muntah-muntah.
    Para orangtua resah, tenaga kesehatan kewalahan, dan sekolah-sekolah kelimpungan menghadapi krisis yang semestinya tidak perlu terjadi. Bukankah gizi mestinya menyehatkan, bukan meracuni?
    Akar masalah program MBG bukan semata pada ide besar yang salah arah, melainkan pada pelaksanaan yang sembrono. Dari hulu hingga hilir, rantai distribusi makanan memperlihatkan banyak celah.
    Bahan baku yang tidak terjamin, pengolahan tanpa standar higienis, distribusi tanpa rantai dingin memadai, hingga penyajian di sekolah yang serba terburu-buru.
    Semua ini terjadi karena pemerintah terburu-buru menggelontorkan program tanpa memastikan infrastruktur pendukungnya siap.
    Di daerah terpencil, dapur umum masih minim fasilitas. Di kota besar, vendor penyedia makanan sering kali dipilih berdasarkan kedekatan politik, bukan kompetensi. Akibatnya, kualitas makanan jatuh di bawah standar yang seharusnya dipatuhi.
    Pertanyaan penting lainnya: siapa yang bertanggung jawab? Apakah kementerian pendidikan, kementerian kesehatan, pemerintah daerah, atau vendor swasta?
    Setiap kali kasus keracunan mencuat, jawaban yang muncul selalu sama: saling lempar tanggung jawab. Transparansi publik pun minim.
    Padahal, dalam perspektif hukum administrasi dan hukum perlindungan konsumen, pemerintah sebagai penyelenggara program wajib bertanggung jawab atas keselamatan penerima manfaat.
    Anak-anak sekolah bukanlah obyek percobaan kebijakan, melainkan subyek yang haknya atas kesehatan dilindungi konstitusi.
    Setiap kali anak-anak keracunan, bukan hanya kesehatan mereka yang terganggu, tetapi juga kepercayaan orangtua terhadap sekolah dan negara terkikis.
    Trauma psikologis muncul: bagaimana mungkin orangtua bisa tenang melepas anaknya ke sekolah jika makan siang gratis justru berujung rawat inap?
    Jika dibiarkan, program MBG akan kehilangan legitimasi sosial. Dan tanpa legitimasi, program sebesar apa pun akan gagal.
    Apakah program MBG harus dihentikan? Tidak serta-merta. Namun, program ini wajib dievaluasi secara menyeluruh sebelum dilanjutkan lebih jauh.
    Ada beberapa syarat minimal yang harus segera dipenuhi. Pertama, audit independen atas seluruh rantai pasok, mulai dari vendor hingga distribusi.
    Kedua, standarisasi ketat berupa sertifikasi keamanan pangan (HACCP atau setara) bagi semua penyedia.
    Ketiga, pengawasan lokal dengan melibatkan dinas kesehatan dan dinas pendidikan di tingkat kabupaten/kota.
    Keempat, transparansi publik, dengan laporan terbuka terkait hasil uji laboratorium makanan serta penanganan kasus keracunan.
    Kelima, penerapan bertahap, dimulai dari daerah dengan infrastruktur siap, sebelum diperluas ke seluruh Indonesia.
    Pak Prabowo, rakyat tidak menolak program makan bergizi gratis. Sebaliknya, mereka mendukung sepenuh hati jika memang benar-benar menghadirkan manfaat.
    Namun, ketika korban keracunan sudah menembus ribuan, pertanyaan mendasar harus dijawab dengan jujur: apakah gizi yang kita berikan kepada anak-anak ini benar-benar bergizi, atau justru berubah menjadi racun?
    Melanjutkan program MBG tanpa perbaikan berarti mempertaruhkan kesehatan dan masa depan anak bangsa.
    Menundanya demi evaluasi menyeluruh bukanlah tanda kegagalan, melainkan keberanian untuk mengutamakan keselamatan publik.
    Karena dalam politik, banyak hal bisa dinegosiasikan. Namun, untuk kesehatan anak-anak kita, tak ada kompromi yang bisa diterima.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tren Kasus Campak Turun, Semua Penderita di Jakarta Sudah Sembuh

    Tren Kasus Campak Turun, Semua Penderita di Jakarta Sudah Sembuh

    JAKARTA – Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta mencatat tren kasus campak saat ini sudah mengalami penurunan. Bahkan, saat ini semua penderita campak di Jakarta telah sembuh.

    Kepala Dinkes DKI Jakarta Ani Ruspitawati berujar, berdasarkan data dari website surveilans per tanggal 17 September 2025, Terjadi penurunan angka suspek dan kasus campak pada bulan September dibandingkan bulan Agustus.

    “Angka kasus tertinggi sebanyak 161 pada bulan Agustus, namun mengalami penurunan menjadi 68 kasus di bulan September. Semua penderita saat ini sudah sembuh,” kata Ani kepada wartawan, Jumat, 19 September.

    Melihat riwayatnya, persebaran kasus campak di DKI Jakarta paling tinggi di Kecamatan Cengkareng dan Kalideres di Jakarta Barat, serta Kecamatan Duren Sawit di Jakarta Timur.

    Meski belum ada laporan kematian, Ani mengungkap ada kenaikan tren kasus campak dan perlu direspons dengan cepat agar tidak meluas. Dinkes DKI telah menjalankan langkah penanggulangan melalui Outbreak Response Immunization (ORI) atau respons imunisasi dalam kondisi wabah.

    “KLB yang terjadi di cengkareng telah dilakukan respon edukasi masif kepada masyarakat, peningkatan kewaspadaan dini petugas kesehatan dan ORI pada sasaran imunisasi MR. Saat ini sudah tidak ditemukan kasus baru,” urai Ani.

    Dalam kesempatan itu, Ani mengimbau kepada masyarakat untuk meningkatkan pencegahan penyakit campak, utamanya pada kelompok usia bayi dan anak.

    Hal itu dilakukan dengan melakukan vaksinasi Campak Rubella sesuai jadwal, yaitu MR1 untuk bayi 9 bulan, MR2 untuk balita 18 bulan, dan MR3 untuk anak kelas 1 SD.

    “Anak dikelompokkan usia 1 sampai 4 tahun dan 5 sampai 9 tahun, sehingga sangat penting dukungan program imunisasi sejak bayi hingga anak usia sekolah,” jelasnya.

    Selain itu, diperlukan juga penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Masyarakat juga diminta datang ke fasilitas kesehatan jika bergejala campak seperti ruam dan demam.