Kementrian Lembaga: Dinkes

  • 10
                    
                        Kasus Keracunan MBG di Cipongkor, BGN: Memasak Terlalu Awal
                        Nasional

    10 Kasus Keracunan MBG di Cipongkor, BGN: Memasak Terlalu Awal Nasional

    Kasus Keracunan MBG di Cipongkor, BGN: Memasak Terlalu Awal
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan, penyebab keracunan makan bergizi gratis (MBG) di Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, terjadi karena kesalahan teknis dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
    SPPG disebut memasak terlalu awal, sehingga makanan tersimpan terlalu lama sebelum didistribusikan.
    “Keterangan awal kan menunjukkan bahwa SPPG itu memasak terlalu awal sehingga masakan terlalu lama,” kata Dadan, usai meninjau Posko Penanganan kasus dugaan keracunan makanan Program MBG di Cipongkor, yang disampaikan dalam keterangan resmi, Rabu (24/9/2025).
    “Kita sudah koordinasi dengan seluruh SPPG yang baru yang beroperasional satu bulan terakhir, kemudian kita minta agar mereka mulai masak di atas jam setengah dua agar waktu antara masak
    processing
    dengan
    delivery
    -nya tidak lebih dari 4 jam,” ujar Dadan.
    Menurut dia, pola memasak dan distribusi menjadi kunci utama agar kualitas makanan tetap terjaga.
    SPPG lama dinilai sudah menemukan ritme kerja.
    Namun, SPPG yang baru kerap khawatir makanan tidak selesai tepat waktu sehingga melakukan produksi terlalu dini.
    “Oleh sebab itu, salah satu yang saya instruksikan kepada SPPG baru itu ketika memulai, mereka sudah punya daftar penerima manfaat. Katakanlah 3.500 di 20 sekolah, saya meminta agar mereka di awal-awal melayani 2 sekolah dulu,” ujar dia.
    “Kemudian setelah terbiasa baru naik ke 4 sekolah, setelah itu naik lagi ke 10 sekolah. Kemudian setelah bisa menguasai proses, termasuk antara masak dan delivery-nya bisa tepat waktu dengan jumlah yang tertentu, baru bisa memaksimalkan jumlah penerima manfaat,” lanjut Dadan.
    Selain itu, Dadan juga menyoroti kasus serupa yang sempat terjadi di Banggai, Sulawesi Tengah.
    SPPG setempat sebelumnya berjalan baik, tetapi kemudian mengganti pemasok bahan baku secara mendadak sehingga kualitas menurun.
    “Oleh sebab itu, kita instruksikan lagi bagi yang (SPPG) lama agar mau mengganti
    supplier
    harus bertahap. Jadi segala sesuatu tidak boleh berubah secara drastis,” ujar dia.
    “Untuk SPPG yang menjalani ini, seperti yang di Banggai, itu kan mengganti
    supplier
    dalam waktu yang sangat singkat sehingga kami minta setelah kejadian setop dulu,” sambung dia.
    Dadan mengatakan, SPPG harus melakukan analisis menyeluruh, termasuk yang di Cipongkor, Bandung.
    Untuk itu, Dadan meminta agar SPPG tersebut menyetop distribusi MBG sementara waktu.
    “Kami juga minta setop dulu sampai mereka bisa membiasakan dan melakukan analisis mendetail terkait dengan pelayanan,” sambung Dadan.
    Menurut Dadan, evaluasi tidak hanya dilakukan di Cipongkor, tetapi juga pada SPPG baru lainnya agar kejadian serupa tidak terulang.
    Dirinya pun mengingatkan penanganan psikologis anak-anak penerima manfaat yang tidak boleh diabaikan.
    “Jangan lupa bahwa anak-anak yang mengalami gangguan pencernaan pasti akan mengalami trauma. Jadi salah satu aspek yang juga termasuk harus mereka kelola adalah bagaimana agar yang trauma ini bisa kembali percaya bahwa mereka itu akan aman ketika mengonsumsi makan bergizi (gratis),” pungkas dia.
    Berita sebelumnya menyebutkan, ratusan siswa di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, mengalami keracunan massal setelah menyantap makanan dari program MBG.
    Menurut laporan Dinas Kesehatan Jawa Barat, makanan yang disantap siswa terdiri dari nasi dan lauk yang dimasak pada malam hari, tetapi baru dikonsumsi siang keesokan harinya.
    Akibat jarak waktu yang terlalu lama, makanan menjadi basi dan memicu keracunan massal.
    Hal itu mendapat perhatian dari Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.
    Dedi menuturkan, faktor utama keracunan adalah kesalahan teknis dalam proses memasak dan distribusi makanan.
    “Secara umum problemnya adalah, di makanan itu basi, karena masaknya itu malam, kemudian didistribusikan dan dimakannya oleh siswa itu siang hari. Jadi waktunya sudah terlalu lama antara dimasak dan dimakan,” ujar Dedi saat ditemui di Kampus UIN Sunan Gunung Jati, Kota Bandung, Selasa (23/9/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Prevalensi Stunting di Jember Capai 30,4 Persen, Tertinggi Se-Jatim
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        23 September 2025

    Prevalensi Stunting di Jember Capai 30,4 Persen, Tertinggi Se-Jatim Surabaya 23 September 2025

    Prevalensi Stunting di Jember Capai 30,4 Persen, Tertinggi Se-Jatim
    Tim Redaksi
    JEMBER, KOMPAS.com

    Stunting
    alias tengkes di Kabupaten Jember, Jawa Timur, masih jadi persoalan serius.
    Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, prevalensi
    stunting
    di Jember sebesar 30,4 persen, atau tertinggi di Jawa Timur. 
    Analis Gizi Dinas Kesehatan (Dinkes) Jember, Farida Hary Anggraini menyampaikan bahwa atas hasil tersebut, Jember menjadi peringkat pertama kasus
    stunting
    terbanyak dari 38 kabupaten/kota di Jatim.
    Anak dengan
    stunting
    parah mencapai 3,9 persen.

    Stunting
    yang belum ke tingkat sangat parah 26,5 persen,” ucapnya saat memberikan materi pelatihan di Kantor DPC PDI-P Jember, Minggu (21/9/2025).
    Farida mengatakan bahwa survei itu hanya menyasar 836 balita yang kebetulan memiliki permasalahan gizi.
    Namun, berdasarkan hasil penimbangan balita oleh Dinkes Jember pada Mei 2024, angkanya tak sampai 10 persen, dengan lokus terbanyak di Kecamatan Rambipuji, Pakusari, Kaliwates, dan Jelbuk.
    Anggota Fraksi Jember, Widarto, menuturkan bahwa ia turut prihatin dengan tingginya angka
    stunting
    di Jember.
    Menurutnya, melalui politik,
    stunting
    yang bisa mengancam masa depan generasi bisa diselamatkan.
    Kontribusi yang bisa diberikan, tambahnya, melalui penerjunan kader-kader perempuan partai ke desa-desa atau kelurahan di sejumlah kecamatan yang menjadi lokus stunting tinggi, di antaranya Sukorambi, Sumbersari, Pakusari, Patrang, dan Arjasa.
    “Kami akan terjunkan teman-teman mulai dari proses pendataan, berapa remaja-remaja putri yang berpotensi menjadi sumber stunting karena faktor ekonomi atau pendidikan,” ucap Sekretaris DPC PDI-P Jember itu.
    Sebanyak 60 kader perempuan, kata dia, telah dilatih dan akan segera terjun.
    Mereka akan bekerja sama dengan pihak puskesmas, kader posyandu setempat, dan tokoh agama.
    “Prinsipnya yang lebih diutamakan adalah di hulunya. Kami menutup sumber-sumber penyebab stunting,” ucap Widarto yang juga menjabat Wakil Ketua DPRD Jember itu.
    Widarto berharap, prevalensi
    stunting
    di Jember bisa turun dan berada di bawah lima persen.
    “Kalau
    stunting
    -nya semakin kecil, pendidikan aksesnya bagus, ya IPM kita akan naik juga,” kata dia. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Penjelasan Pemkot Tangsel soal Anggaran Makan Minum Rp 60 Miliar
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        23 September 2025

    Penjelasan Pemkot Tangsel soal Anggaran Makan Minum Rp 60 Miliar Megapolitan 23 September 2025

    Penjelasan Pemkot Tangsel soal Anggaran Makan Minum Rp 60 Miliar
    Tim Redaksi

    TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com –
     Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) memberikan penjelasan terkait anggaran makan dan minum sebesar Rp 60 miliar yang sempat menjadi sorotan publik setelah dikritik mantan penyanyi cilik Leony Vitria Hartanti melalui media sosial.
    Wali Kota Tangsel, Benyamin Davnie, mengatakan anggaran tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi rapat internal pejabat, tetapi tersebar di 37 perangkat daerah dan mencakup berbagai kegiatan pemerintahan.
    “Belanja makan minum yang di-
    upload
    itu tersebar di 37 perangkat daerah, termasuk di dalamnya enam TK negeri, 157 SD negeri, 24 SMP negeri, tiga RSUD, dan 35 puskesmas. Jadi ini makan minum secara keseluruhan,” ujar Benyamin di Rumah Dinas Wali Kota Tangsel, Serpong, Selasa (23/9/2025).
    Benyamin mencontohkan, di RSUD Tangsel, anggaran makan dan minum digunakan untuk para tenaga kesehatan.
    Di Dinas Kesehatan, pos anggaran tersebut dipakai saat kegiatan sosialisasi penyakit menular yang melibatkan masyarakat.
    Begitu pula saat musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) digelar, biaya konsumsi ditanggung sesuai tingkat kegiatan, mulai dari kelurahan, kecamatan, hingga tingkat kota.
    Selain itu, sebagian dana juga diarahkan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat, pendidikan, hingga pelatihan guru.
    Menurut Benyamin, kegiatan seperti ini membutuhkan anggaran makan dan minum yang jika dijumlahkan mencapai Rp 60 miliar.
    “Yang harus dicatat, makan minum ini dilaksanakan dengan melibatkan UMKM yang ada di sekitar wilayah kegiatan, jadi uangnya berputar di masyarakat,” jelasnya.
    Benyamin menambahkan, kegiatan berskala besar seperti musrenbang tingkat kota maupun rapat Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) memang kerap dilakukan di hotel karena fasilitas di kantor Pemkot Tangsel tidak memadai.
    Kebutuhan konsumsi dalam kegiatan tersebut tercatat dalam pos makan dan minum.
    “Selama satu tahun kegiatan itu berlangsung, di OPD yang tadi sudah saya sebutkan, makan minumnya terbiayai dan dijumlahkan secara keseluruhan menjadi Rp 60 miliar,” ucap Benyamin.
    Berdasarkan penelusuran
    Kompas.com
    pada laporan keuangan Pemkot Tangsel (halaman 353), dijelaskan terdapat anggaran beban makanan dan minuman pada fasilitas pelayanan lainnya.
    Anggaran ini berbeda dengan Beban Makanan dan Minuman Rapat yang sebesar Rp 60.288.892.800.
    Rinciannya, antara lain:
    Meski begitu, dalam LKPD tidak dijelaskan secara rinci maksud dari anggaran beban makanan dan minuman tersebut.
    Kompas.com
    telah meminta rincian anggaran, namun hingga saat ini belum ada tanggapan dari Pemkot Tangsel.
    Sebelumnya, Leony Vitria Hartanti mempertanyakan alokasi anggaran Pemkot Tangsel tahun 2024, khususnya biaya konsumsi rapat yang mencapai Rp 60 miliar.
    Dalam unggahan di
    Instagram Story
    , Leony menilai jumlah tersebut fantastis dan tidak sebanding dengan kebutuhan masyarakat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Grogol Selatan dan Cipete Selatan bersaing jadi Kampung TB terbaik

    Grogol Selatan dan Cipete Selatan bersaing jadi Kampung TB terbaik

    Jakarta (ANTARA) – RW 01 Kelurahan Grogol Selatan, Kecamatan Kebayoran Lama dan RW 03 Cipete Selatan, Jakarta Selatan, bersaing meraih predikat Kampung Siaga Tuberkulosis (TB) terbaik 2025.

    “Dua wilayah tersebut merupakan kampung yang telah ditetapkan sebagai Kampung TB dan tengah bersaing menjadi kampung TB kriteria Terbaik tahun 2025,” kata Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan Fitria Ramdhitabudi di Jakarta, Selasa.

    Dia mengatakan tim Penilaian Kampung Siaga TB yang terdiri dari Suku Dinas Kesehatan dan Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Jakarta Selatan telah mengunjungi kedua wilayah tersebut.

    Lebih lanjut, dia menuturkan tujuan utama pembentukan Kampung Siaga TB, yaitu menciptakan desa/kelurahan bebas TB dengan membentuk masyarakat desa/kelurahan yang peduli, tanggap dan mampu mencegah serta menanggulangi penyakit tersebut dalam rangka mencapai eliminasi TB pada 2030.

    Indikator dalam penilaian Kampung Siaga TB, sambung dia, di antaranya, yaitu kebijakan dari masing-masing wilayah, artinya peran RT/RW dalam membuat kebijakan terkait Kampung Siaga TB, penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung dalam penanggulangan TB, serta penemuan kasus.

    “Harapannya (dari Kampung Siaga TB) adalah warga bisa siap siaga ketika menemukan penderita TB. Apabila ada yang sakit itu bisa segera dilaporkan dan warga juga bisa mengedukasi terkait pencegahan TB,” tutur Fitria.

    Dia memaparkan jumlah Kampung Siaga TB di Jakarta Selatan saat ini mencapai 130, yang tersebar di seluruh kelurahan, dengan rata-rata satu kelurahan memiliki dua Kampung Siaga TB.

    “Semoga dengan adanya kampung siaga TB ini, warga masyarakat di Jakarta, khususnya Jakarta Selatan, terbebas dari penyakit TB,” ucap Fitria.

    Di setiap kelurahan di Jakarta Selatan saat ini sudah memiliki satu Kampung Siaga TB, dengan total penyebaran di 65 titik lokasi.

    Dalam rangka mempercepat pencapaian target eliminasi TB pada 2030, Pemerintah Kota Jakarta Selatan meminta agar setiap kelurahan menambah satu Kampung Siaga TB lagi. Dengan begitu, total target pada 2025 menjadi 130 Kampung Siaga TB.

    Melalui penambahan Kampung Siaga TB itu diharapkan seluruh elemen kesehatan, terutama para kader, dapat berperan aktif melihat, menyosialisasikan, dan memantau warga yang memiliki gejala-gejala TB.

    Pewarta: Luthfia Miranda Putri
    Editor: Rr. Cornea Khairany
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Keracunan Makanan MBG Ada 5.626 Orang, Cisdi Minta Pemerintah Lakukan Evaluasi Serius

    Keracunan Makanan MBG Ada 5.626 Orang, Cisdi Minta Pemerintah Lakukan Evaluasi Serius

    Bisnis.com, JAKARTA – Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) meminta kepada pemerintah untuk mengevaluasi program makan bergizi gratis (MBG) karena muncul kasus keracunan makanan hingga 5.626 kasus, setelah delapan bulan diluncurkan.

    Founder dan CEO CISDI, Diah Saminarsih, mengatakan kasus keracunan akibat MBG ibarat fenomena puncak gunung es. Angka jumlah kasus bisa jadi lebih banyak karena pemerintah belum menyediakan sistem pelaporan publik.

    “MBG dilaksanakan secara terburu-buru sehingga kualitas tata kelola penyediaan makanan hingga distribusinya tidak tertata dengan baik,” ujarnya, seperti yang dikutip dari laman resmi CISDI, Selasa (23/9/2025).

    Adapun data 5.626 kasus keracunan makanan MBG terjadi di puluhan kota dan kabupaten di 17 provinsi hingga 19 September 2025. Data ini dihimpun dari pemantauan pemberitaan dan pernyataan resmi Dinas Kesehatan di berbagai daerah.

    “Data ini menjadi alarm penting untuk mengevaluasi total program ini,” ungkap Diah.

    Beberapa peristiwa keracunan bahkan ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) oleh pemerintah daerah karena menimpa ratusan siswa. Selain itu, pemerintah daerah menjadi terbebani dengan biaya penanganan keracunan massal.

    Sebagai informasi, alokasi anggaran transfer ke daerah juga berkurang 24,7% dari Rp864,1 triliun (APBN 2025) menjadi Rp650 triliun (RAPBN 2026).

    CISDI menyampaikan bahwa program yang dijalankan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) ini belum dipersiapkan secara matang dari awal. Selain itu, sampai sekarang belum tersedia peraturan presiden sebagai payung hukum dan termasuk regulasi teknis lainnya. 

    BGN Lakukan Investigasi

    Badan Gizi Nasional (BGN) mencatatkan setidaknya ada 4.711 orang yang mengalami keracunan MBG. Kini pihaknya membentuk tim khusus untuk menginvestigasi kasus dugaan keracunan siswa yang mengonsumsi program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sejumlah daerah.

    Wakil Kepala BGN Nanik S. Deyang menyatakan bahwa pembentukan tim investigasi ini merupakan bagian dari tugasnya usai ditunjuk Presiden Prabowo Subianto untuk bertugas di BGN.

    “Investigasi ini berkait dengan yang ramai sekarang adalah kasus dugaan, saya sebut dugaan karena belum tentu semua yang bermasalah atau keracunan. Jadi saya akan membentuk tim investigasi untuk masalah yang diduga keracunan dan juga tim investigasi di bidang menu makanan atau dapur,” katanya dalam konferensi pers di Kantor BGN, Jakarta Pusat, Senin (22/9/2025).

    Nanik melanjutkan, keberadaan tim investigasi ini diharapkan bisa menjadi second opinion dalam mengusut dugaan keracunan MBG, seiring pemeriksaan yang juga dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

    Dia menjelaskan, proses investigasi akan mencakup penelusuran mulai dari bahan baku, proses memasak, hingga pemeriksaan sampel makanan yang disimpan oleh dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

    Menurut Nanik, tim investigasi kejadian luar biasa dari proyek mercusuar pemerintah ini akan dibentuk pada pekan ini dan segera turun langsung mengecek kondisi di lapangan.

    “Tim investigasi akan kami bentuk terdiri dari ahli kimia, farmasi, dan juga dari teman-teman yang mempunyai profesi di bidang kesehatan. Jadi ini untuk mempercepat temuan sambil menunggu BPOM, supaya masyarakat segera mendapatkan jawabannya,” ucapnya.

  • Pemkab Sleman Ungkap Program MBG Minim Pelibatan Pemda
                
                    
                        
                            Yogyakarta
                        
                        23 September 2025

    Pemkab Sleman Ungkap Program MBG Minim Pelibatan Pemda Yogyakarta 23 September 2025

    Pemkab Sleman Ungkap Program MBG Minim Pelibatan Pemda
    Tim Redaksi
    YOGYAKARTA, KOMPAS.com
    – Pemerintah Kabupaten Sleman mengungkapkan bahwa mereka tidak pernah dilibatkan dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
    Hal ini diungkapkan oleh Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Sleman, Agung Armawanta, dalam wawancara pada Senin (22/09/2025).
    “Ketika saya mulai mengoordinasikan yang di Sleman dari BGN, belum ada yang kulonuwun, belum ada yang istilahnya surat atau apa. Itu kita inisiasi mengumpulkan SPPG (satuan pelayanan pemenuhan gizi) yang ada waktu itu, masih awal itu,”  kata Agung.
    Pemkab juga tak dilibatkan dalam penyusunan surat perjanjian kerja sama antara SPPG dan penerima manfaat, yang salah satu poinnya mengharuskan kerahasiaan jika terjadi keracunan akibat MBG.
    “Ini kok ada poin yang menurut saya tidak sesuai, ada kerahasiaan. Ini sama sekali Pemda itu tidak pernah dilibatkan,” ungkapnya.
    Menanggapi hal tersebut, Pemkab Sleman berencana melakukan klarifikasi kepada BGN Sleman.
    “Saya ke BGN, ini gimana, karena kalau menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan ada masalah kan pemerintah pasti akan terlibat,” tambah Agung.
    Agung juga menilai bahwa poin kerahasiaan dalam surat perjanjian tersebut tidaklah tepat.
    “Karena bagaimana pun, jika terjadi peristiwa yang tidak diinginkan seperti keracunan, korbannya juga masyarakat Sleman. Menurut saya nggak pas ada kaya gitu (kerahasiaan), harusnya nggak ada,” jelasnya.
    Ia menambahkan bahwa informasi mengenai surat perjanjian kerjasama tersebut berdasarkan petunjuk teknis BGN yang lama, yang tidak diketahui oleh Pemkab.
    Surat perjanjian kerjasama itu kemudian diubah sesuai dengan petunjuk teknis yang baru, yakni Surat Keputusan (SK) Nomor 63 Tahun 2025 tentang Juknis Banper Program MBG, yang ditandatangani oleh Kepala Badan Gizi Nasional pada 1 September.

    “Harusnya sudah (direvisi) ini ada petunjuk yang baru,” ujar Agung.
    Ke depan, Pemkab Sleman akan melakukan klarifikasi ulang kepada SPPG dan secara periodik mengumpulkan SPPG yang ada di Kabupaten Sleman untuk memastikan semua pihak terlibat dengan baik.
    “Jadi nanti semua tetap harus kita payungi dulu, dari payung di Pemda dengan BGN, Dinas Pendidikan dengan BGN, Dinas Kesehatan dengan BGN,” tuturnya.
    Sebelumnya, Bupati Sleman Harda Kiswaya juga mengaku tidak mengetahui mengenai surat tersebut dan menyatakan bahwa Pemkab Sleman tidak pernah diajak bicara oleh pihak BGN.
    “Itu nggak ngerti saya, nggak ngerti. Karena saya sama Mas Danang (Wakil Bupati Sleman) tidak pernah diajak bicara,” katanya.
    Harda menilai bahwa poin dalam surat yang mengharuskan penerima manfaat MBG merahasiakan informasi terkait dugaan keracunan adalah hal yang tidak baik.
    “Menurut saya nggak baik. Evaluasi itu bisa dari masyarakat, bisa dari organisasinya yang dibentuk melalui unit-unitnya,” ungkapnya.
    Harda juga menyatakan bahwa ia telah mengundang pihak BGN untuk berdialog dan memperbaiki pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis. “Kemarin saya sampaikan ke BGN yang ke kantor (Pemkab Sleman) tak undang itu mbog ayo diperbaiki sama-sama. Saya tahu itu program pusat, sebenarnya daerah siap support bagaimana itu bisa berjalan baik,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kronologi 300-an Pelajar di Cipongkor Kabupaten Bandung Barat Keracunan MBG, Alami Pusing Mual Muntah

    Kronologi 300-an Pelajar di Cipongkor Kabupaten Bandung Barat Keracunan MBG, Alami Pusing Mual Muntah

    Pascakejadian itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinkes KBB, Lia Sukandar, mengatakan sampel muntahan dari siswa yang mengalami gejala keracunan sudah diteliti di laboratorium.

    “Besok kami baru bisa menetapkan status kejadian luar biasa (KLB). Tadi kami sudah kumpulkan sampel muntahan sebanyak dua keresek untuk dibawa ke laboratorium,” jelas Lia kepada wartawan di GOR Cipongkor pada Senin (22/9) malam.

    Kendati belum dipastikan penyebab keracunan, menu MBG yang mereka konsumsi hari itu ayam kecap, tahu, nasi, dan semangka.

  • Seabrek Masalah MBG: Minim Serapan Anggaran, Ribuan Korban Keracunan

    Seabrek Masalah MBG: Minim Serapan Anggaran, Ribuan Korban Keracunan

    Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah masalah membelit program makan bergizi gratis (MBG) yang dijalankan pemerintah sejak Januari 2025 lalu. Persoalan yang dihadapi di antaranya terkait dengan rendahnya serapan anggaran hingga terjadinya keracunan massal.

    Terkait serapan anggaran, Badan Gizi Nasional (BGN) selaku pihak yang mendapatkan mandat untuk menjalankan program MBG melaporkan bahwa anggaran yang terserap hingga pertengahan September mencapai hampir Rp17 triliun atau baru sekitar 23,9% dari total anggaran sebesar Rp71 triliun pada tahun ini.

    Kepala BGN Dadan Hindayana meyakini bahwa realisasi anggaran MBG membaik. Dia mengaku optimistis bahwa pagu anggaran MBG yang dialokasikan pada tahun ini dapat terserap sepenuhnya, seiring implementasi yang terus dikebut. 

    Namun demikian, dari pagu sebesar Rp71 triliun itu, Dadan mengungkapkan dana sebesar Rp9,1 triliun di antaranya masih belum dapat dipakai. Oleh karena itu, dia mengatakan bahwa saat ini BGN masih dalam proses untuk mengakses anggaran tersebut.

    Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa penyerapan anggaran identik dengan jumlah penerima manfaat MBG. Dia mengakui adanya tantangan penyerapan anggaran pada implementasi awal proyek MBG, utamanya terkait pembangunan dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). 

    “Mesin penyerapan anggaran di Badan Gizi itu adalah jumlah SPPG. Satu SPPG berdiri dalam satu hari, maka Rp1 miliar akan terserap. Kenapa kita lambat di awal? Karena kan banyak orang yang tidak yakin program ini akan jalan,” kata Dadan.

    Dia lantas menjelaskan bahwa pada Januari 2025 lalu, jumlah SPPG yang berdiri hanya sebanyak 190 unit. Alhasil, anggaran yang terserap hanya sebesar Rp190 miliar sepanjang bulan pertama MBG berjalan.

    Seiring berjalannya waktu, Dadan mengungkapkan bahwa 8.344 SPPG telah dibangun sejauh ini atau setara dengan penyerapan anggaran sebesar Rp8,3 triliun.

    Dia pun menargetkan dapur MBG yang beroperasi dapat menembus 10.000 unit pada pengujung September ini, sehingga penyerapan anggaran setidaknya Rp10 triliun per bulan dapat berjalan mulai bulan berikutnya.

    “Kita targetkan pada bulan Oktober sudah akan ada sekitar 20.000 SPPG, sehingga pada November itu sudah Rp20 triliun sendiri [total penyerapan anggaran MBG]. Seperti itu mekanismenya. Sehingga penyerapan itu di ujung akan sangat besar, bukan diada-adakan, tetapi karena SPPG-nya bertambah,” tutur Dadan.

    Tambahan Anggaran

    Di sisi lain, Dadan mengungkapkan pihaknya telah mengajukan tambahan anggaran Rp50 triliun untuk pelaksanaan program MBG pada tahun ini.

    Menurutnya, Presiden Prabowo Subianto telah memberikan lampu hijau atas permintaan tersebut. Prabowo disebutnya bahkan menawarkan tambahan anggaran Rp100 triliun.

    “Tetapi saya sudah sampaikan jauh hari ke Pak Presiden, kita tidak akan bisa menggunakan anggaran tambahan Rp100 triliun. Jadi cukup Rp50 triliun, yang Rp50 triliun silakan digunakan untuk keperluan lain,” kata Dadan dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (22/9/2025).

    Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana (dua dari kiri) bersama Wakil Kepala BGN Nanik S. Deyang dan Sony Sanjaya dalam jumpa pers di Kantor BGN, Jakarta Pusat, Senin (22/9/2025). – BISNIS/Reyhan Fernanda Fajarihza

    Dadan juga merespons pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang mengatakan akan merelokasi anggaran MBG jika tidak terserap optimal.

    “Sekarang [penyerapan anggaran MBG] sudah hampir Rp17 triliun. Jadi kami tidak risau yang begitu-begitu [wacana relokasi anggaran]. Karena kami tahu apa yang harus kami lakukan,” kata Dadan kepada wartawan di Kantor BGN, Jakarta Pusat, Senin (22/9/2025).

    Untuk diketahui, Menkeu Purbaya sebelumnya mengatakan anggaran MBG berpotensi ditarik jika serapannya tidak maksimal hingga Oktober mendatang.

    Purbaya menuturkan, dirinya akan mengirim tim dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk membantu percepatan penyerapan anggaran MBG. Meski demikian, jika serapan anggaran tetap tidak maksimal hingga Oktober mendatang, maka pihaknya bakal mengkaji kemungkinan untuk merelokasinya ke program pemerintah yang lain.

    “Kalau di akhir Oktober kita bisa hitung dan kita antisipasi penyerapannya hanya akan sekian, ya kita ambil juga uangnya. Kita sebar ke tempat lain atau untuk mengurangi defisit atau juga untuk mengurangi utang,” kata Purbaya dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Keuangan, Jumat (19/9/2025).

    Lebih lanjut, Purbaya mengungkapkan sikap Presiden Prabowo terkait dengan masalah penyerapan anggaran MBG. Dia mengaku telah mendiskusikan rencana relokasi anggaran MBG ke program lainnya jika tidak terserap optimal, dan mendapatkan lampu hijau.

    Adapun, dengan serapan anggaran yang telah mencapai hampir Rp17 triliun, artinya BGN masih harus mengebut penyerapan anggaran sebesar Rp54 triliun pada sisa tiga bulan menjelang tahun 2025 berakhir. Belum lagi, dengan adanya pengajuan tambahan anggaran MBG pada 2025 sebesar Rp50 triliun, maka total anggaran yang harus terserap menjadi sekitar Rp104 triliun dalam kurun 3 bulan ke depan.

    Keracunan Massal

    Selain masalah serapan anggaran, implementasi MBG juga tengah mendapatkan sorotan imbas kasus keracunan massal yang terjadi di berbagai daerah. Bahkan, jumlah korbannya telah mencapai ribuan orang.

    Berdasarkan catatan BGN, setidaknya 4.711 orang diduga keracunan imbas mengonsumsi hidangan MBG di seluruh Indonesia.

    Dadan menyampaikan bahwa jumlah tersebut diperoleh dari hasil investigasi awal yang dijalankan pihaknya sejak awal implementasi MBG hingga Senin (22/9/2025) hari ini.

    “Terkait berbagai kejadian di Tanah Air, kami tentu saja sangat menyesalkan kejadian ini masih ada dan kami prihatin,” ujar Dadan.

    Secara terperinci, dia memaparkan bahwa wilayah I yang meliputi Pulau Sumatra mencatatkan sekitar 1.281 orang yang diduga mengalami gangguan kesehatan imbas MBG.

    Berikutnya, BGN mendata bahwa wilayah II yang mencakup Pulau Jawa memiliki 27 kasus gangguan kesehatan peserta didik, yang dialami oleh 2.606 orang.

    Sementara itu, Dadan menjelaskan bahwa wilayah III yang terdiri dari Pulau Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua mencatatkan 11 dugaan kasus keracunan terhadap 824 peserta didik.

    Sejumlah murid menyantap menu makanan di SDN Cilangkap 5, Depok, Jawa Barat, Senin (6/1/2025). Pemerintah resmi memulai Program Makan Bergizi Gratis yang dilaksanakan serentak di 26 Provinsi di Indonesia. JIBI/Bisnis/Arief Hermawan P

    Terkait penyebabnya, BGN mengidentifikasi bahwa sebagian besar kejadian ini dikarenakan munculnya dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) baru, yang disebut perlu pembiasaan dalam melayani peserta didik dalam jumlah banyak.

    Oleh karenanya, Dadan menyebut bahwa BGN akan memperketat pengawasan dan prosedur yang ada dalam penyediaan makanan program MBG.

    Selain itu, BGN juga akan membentuk tim khusus untuk menginvestigasi kasus dugaan keracunan siswa yang mengonsumsi MBG.

    Wakil Kepala BGN Nanik S. Deyang menjelaskan pembentukan tim investigasi ini merupakan bagian dari tugasnya usai ditunjuk Presiden Prabowo Subianto untuk bertugas di BGN.

    “Investigasi ini berkait dengan yang ramai sekarang adalah kasus dugaan, saya sebut dugaan karena belum tentu semua yang bermasalah atau keracunan. Jadi saya akan membentuk tim investigasi untuk masalah yang diduga keracunan dan juga tim investigasi di bidang menu makanan atau dapur,” kata Nanik.

    Nanik melanjutkan, keberadaan tim investigasi ini diharapkan bisa menjadi second opinion dalam mengusut dugaan keracunan MBG, seiring pemeriksaan yang juga dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

    Dia menjelaskan, proses investigasi akan mencakup penelusuran mulai dari bahan baku, proses memasak, hingga pemeriksaan sampel makanan yang disimpan oleh dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

    Menurut Nanik, tim investigasi kejadian luar biasa dari proyek mercusuar pemerintah ini akan dibentuk pada pekan ini dan segera turun langsung mengecek kondisi di lapangan.

    “Tim investigasi akan kami bentuk terdiri dari ahli kimia, farmasi, dan juga dari teman-teman yang mempunyai profesi di bidang kesehatan. Jadi ini untuk mempercepat temuan sambil menunggu BPOM, supaya masyarakat segera mendapatkan jawabannya,” ucapnya.

    Sertifikasi SPPG

    Sementara itu, Kepala Staf Presiden (KSP) Muhammad Qodari mengungkapkan data terbaru soal kasus keracunan dalam Program MBG. Berdasarkan laporan tiga lembaga pemerintah, jumlah penderita mencapai lebih dari 5.000 orang hingga pertengahan September 2025.

    “Data dari BGN mencatat 46 kasus dengan 5.080 penderita per 17 September. Dari Kemenkes ada 60 kasus dengan 5.207 penderita per 16 September. Sementara BPOM melaporkan 55 kasus dengan 5.320 penderita per 10 September,” kata Qodari dalam konferensi pers di Kantor Staf Presiden, Senin (22/9/2025).

    Dia menegaskan, meski angkanya berbeda, tren kasus dari ketiga lembaga itu selaras dan tidak boleh dipertentangkan. “Tolong jangan ngadu-ngadu antar kementerian/lembaga. Yang penting kita lihat masalah yang sama dicatat oleh tiga lembaga,” ujarnya.

    Menurut asesmen BPOM, puncak keracunan terjadi pada Agustus 2025, terutama di Jawa Barat. Penyebabnya meliputi higienitas makanan yang buruk, suhu dan pengolahan pangan yang tidak sesuai, kontaminasi silang, serta alergi pada sebagian penerima manfaat.

    Qodari menyoroti lemahnya kepatuhan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) terhadap standar keamanan pangan. Dia menekankan, setiap SPPG wajib memiliki SLHS agar keracunan bisa dicegah.

    “Dari 1.379 SPPG, hanya 413 yang punya SOP Keamanan Pangan, dan 312 yang menjalankannya. Padahal Kemenkes punya Sertifikasi Laik Higienis dan Sanitasi (SLHS) sebagai bukti standar baku mutu,” jelasnya.

    Dia menuturkan harus ada kolaborasi lintas K/L, termasuk pengawasan rutin oleh Dinas Kesehatan atau puskesmas. Selain itu, data BPOM juga menunjukkan mayoritas kasus terjadi di SPPG yang baru beroperasi kurang dari satu bulan.

  • DKI kemarin, kasus campak di Jakbar lalu kapal karam di Sunda Kelapa

    DKI kemarin, kasus campak di Jakbar lalu kapal karam di Sunda Kelapa

    Jakarta (ANTARA) – Sejumlah peristiwa di DKI Jakarta pada Senin (22/9) antara lain kasus campak di Jakarta Barat, posko siaga bencana diaktifkan lagi lalu kapal karam di perairan Sunda Kelapa.

    Berikut rangkumannya:

    1. Pramono harap kecelakaan bus Transjakarta tak terulang

    Jakarta (ANTARA) – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo berharap kecelakaan bus Transjakarta tak terulang lagi demi kenyamanan dan keamanan para pengguna karena saat ini kenaikan pengguna Transjakarta semakin signifkan, terlebih dengan adanya Transjabodetabek.

    “Orang yang menggunakan Transjakarta sudah naik secara signifikan. Karena memang saya mendorong untuk penggunaan transportasi publik itu meningkat,” kata Pramono di Jakarta, Senin.

    Baca selengkapnya di sini

    2. Di Jakarta Barat sudah ada 132 kasus campak

    Jakarta (ANTARA) – Kasus campak di Jakarta Barat hingga saat ini mencapai 132 kasus sehingga Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) setempat sudah melakukan upaya pengawasan dan tata laksana khusus serta imunisasi massal.

    “Hingga Selasa (16/9), ada 132 kasus campak di Jakarta Barat,” kata Kepala Sudinkes Jakarta Barat Erizon Safari saat dihubungi di Jakarta, Senin.

    Baca selengkapnya di sini

    3. BPBD DKI aktifkan posko siaga bencana

    Jakarta (ANTARA) – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mengaktifkan posko siaga bencana di masing-masing wilayah untuk mengantisipasi dan menghadapi bencana hidrometeorologi.

    “Posko siaga bencana telah diaktifkan di seluruh kantor wali kota dan bupati di Jakarta, beroperasi selama 24 jam,” kata Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) BPBD DKI Jakarta Mohamad Yohan di Jakarta, Senin.

    Baca selengkapnya di sini

    4. Transjakarta diminta evaluasi menyeluruh imbas kecelakaan

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta meminta manajemen Transjakarta untuk segera evaluasi menyeluruh, mulai dari kualitas armada, sistem perekrutan dan pelatihan pengemudi, hingga pengawasan operasional di lapangan.

    “Evaluasi itu sangat penting agar kejadian serupa tidak terus berulang,” kata Kenneth di Jakarta, Senin, menanggapi serangkaian kecelakaan yang melibatkan bus TransJakarta dalam beberapa pekan terakhir.

    Baca selengkapnya di sini

    5. Kapal bawa kontainer tujuan Batam karam di perairan Sunda Kelapa

    Jakarta (ANTARA) – Satu unit kapal pembawa 86 unit kontainer dan 15 awak bersama nakhoda menuju Batam, Kepulauan Riau, karam di perairan Sunda Kelapa Jakarta, Senin dini hari.

    “Kapal ini karam sekitar pukul 03.05 WIB dan saat ini kapal sudah ditarik ke Pelabuhan Sunda Kelapa,” kata Kepala Sektor VIII Gulkarmat Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu , Sumarno di Jakarta, Senin.

    Baca selengkapnya di sini

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Di Jakarta Barat sudah ada 132 kasus campak

    Di Jakarta Barat sudah ada 132 kasus campak

    Jakarta (ANTARA) – Kasus campak di Jakarta Barat hingga saat ini mencapai 132 kasus sehingga Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) setempat sudah melakukan upaya pengawasan dan tata laksana khusus serta imunisasi massal.

    “Hingga Selasa (16/9), ada 132 kasus campak di Jakarta Barat,” kata Kepala Sudinkes Jakarta Barat Erizon Safari saat dihubungi di Jakarta, Senin.

    Untuk itu, lanjutnya, pihaknya telah dan sedang meningkatkan pengawasan dan imunisasi massal (outbreak response immunization/ORI) termasuk imunisasi kejar, khususnya di Cengkareng.

    Adapun pengawasan, kata Erizon, dilakukan dengan tata laksana kasus dan pemantauan ketat kontak erat. “Serta pengiriman spesimen campak,” kata dia.

    Erizon pun meminta masyarakat untuk aktif dan responsif mendukung pencegahan penyakit campak dengan melakukan sejumlah upaya.

    “Warga diharapkan melakukan vaksinasi campak rubella sesuai jadwal. Kemudian menerapkan perilaku hidup bersih sehat dan datang ke fasilitas kesehatan jika bergejala ruam,” kata Erizon.

    Lebih lanjut, terkait 38 kasus di Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Erizon membantah klaim bahwa jumlah kasus itu sudah tergolong kejadian luar biasa (KLB).

    “Ini respons peningkatan kasus campak terutama di Cengkareng. Namun Dinkes sampai saat ini belum pernah secara resmi menyatakan bahwa sudah terjadi KLB. Karena kalau KLB, maka banyak hal yang harus disesuaikan termasuk pembiayaan di RS,” kata Erizon.

    Erizon menegaskan bahwa masyarakat perlu melakukan sejumlah langkah pencegahan.

    “Seperti yang sudah disampaikan tadi, vaksinasi, perilaku hidup bersih dan segera berkonsultasi jika bergejala ruam,” kata Erizon.

    Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mencatat terdapat sebanyak 218 kasus campak per awal September 2025, ditambah dengan 63 kasus rubella, tanpa ada kematian di Kota Jakarta.

    “Kasus campak di DKI Jakarta itu sempat naik. Ada 218 kasus pada awal September dan juga ada 63 kasus rubella yang sudah terkonfirmasi. Alhamdulillah, tidak ada kematian yang dilaporkan sampai dengan saat ini,” ujar Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani Ruspitawati dalam seminar bertema “Cegah Campak dari Rumah Kita” di Jakarta, Selasa (9/9).

    Dia menyebutkan kasus campak tersebut, di antaranya ditemukan di Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng dengan total 38 total kasus positif campak.

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.