Kementrian Lembaga: Dinkes

  • Begini Gejala Keracunan Massal MBG Akibat Kontaminasi Bakteri di Bandung Barat

    Begini Gejala Keracunan Massal MBG Akibat Kontaminasi Bakteri di Bandung Barat

    Jakarta

    Sebanyak 1.333 orang lebih menjadi korban keracunan akibat Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Bandung Barat (KBB). Keracunan tersebut terungkap disebabkan oleh bakteri salmonella dan bacillus cereus.

    Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Labkesda Dinas Kesehatan Jawa Barat dr Ryan Bayusantika Ristandi menyampaikan bahwa bakteri ditemukan dari sampel makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diperiksa tim laboratorium.

    “Hasil pemeriksaan kami menunjukkan adanya bakteri pembusuk, yakni Salmonella dan Bacillus cereus yang berasal dari komponen karbohidrat dalam makanan,” kata Ryan, dikutip Antara, Minggu (28/9/2025).

    Dikutip dari Mayo Clinic, infeksi Salmonella (salmonellosis) adalah penyakit bakteri yang umum menyerang saluran pencernaan. Bakteri Salmonella biasanya hidup di usus hewan dan manusia, lalu dikeluarkan melalui tinja. Manusia paling sering terinfeksi melalui makanan atau air yang terkontaminasi.

    Sebagian orang dengan infeksi Salmonella tidak mengalami gejala apa pun. Namun, kebanyakan akan mengalami diare, demam, dan kram perut dalam waktu 8 hingga 72 jam setelah terpapar. Pada orang yang sehat, kondisi ini biasanya membaik dalam beberapa hari hingga satu minggu tanpa perlu pengobatan khusus.

    Dalam beberapa kasus, diare dapat menyebabkan dehidrasi berat dan membutuhkan penanganan medis segera. Komplikasi yang mengancam jiwa juga bisa muncul bila infeksi menyebar ke luar usus.

    Sementara bacillus cereus (B. cereus) adalah organisme mikroskopis yang melepaskan racun berbahaya. Bakteri ini dapat menyebabkan keracunan makanan (B. cereus usus) atau gangguan kesehatan yang lebih serius (B. cereus non-usus). Dikutip dari Cleveland Clinic, sebagian besar kasus keracunan makanan pulih dalam 24 jam. Namun, risiko komplikasi lebih tinggi pada individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah atau terganggu.

    Bacillus cereus usus umumnya terjadi akibat konsumsi makanan yang dibiarkan pada suhu ruangan. Keracunan makanan tetap dapat terjadi meskipun makanan tersebut sudah dipanaskan kembali.

    B. cereus usus membentuk spora yang mampu melepaskan racun. Pada suhu ruangan, spora ini dapat berkembang biak. Ketika spora tersebut masuk ke dalam tubuh melalui makanan, racunnya dapat memicu muntah atau diare.

    Senada, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH juga mengatakan bakteri Salmonella sp memiliki masa inkubasi 12 hingga 24 jam atau kurang dari 48 jam.

    Bila tidak ditangani lebih lanjut, bakteri Salmonella sp bisa menyebabkan infeksi saluran cerna yang dikenal sebagai salmonellosis, dengan gejala diare, demam, mual, muntah, dan kram perut.

    Menurut Prof Ari, kontaminasi bisa terjadi sejak proses penanganan bahan baku, pengolahan, hingga distribusi makanan.

    Sementara bakteri bacillus cereus, umumnya ditemukan pada susu dan nasi goreng yang dibiarkan terlalu lama dalam suhu ruang, bakteri tersebut memiliki masa inkubasi satu hingga lima jam.

    “Pasien dengan keracunan kuman ini umumnya datang dengan muntah-muntah dan diare,” bebernya.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/up)

    Gaduh Keracunan MBG

    18 Konten

    Ribuan anak sekolah dilaporkan mengalami keracunan usai menerima Makan Bergizi Gratis (MBG). Apa saja kemungkinan penyebabnya, dan bagaimana mencegahnya di kemudian hari?

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Dapur MBG di Semin Gunungkidul Ditutup Sementara usai Kasus Keracunan
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        29 September 2025

    Dapur MBG di Semin Gunungkidul Ditutup Sementara usai Kasus Keracunan Regional 29 September 2025

    Dapur MBG di Semin Gunungkidul Ditutup Sementara usai Kasus Keracunan
    Tim Redaksi
    YOGYAKARTA, KOMPAS.com
    – Operasional Dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kalurahan Sumberejo, Kapanewon Semin, Gunungkidul, ditutup sementara setelah belasan murid mengalami keracunan makanan bergizi gratis (MBG).
    Penutupan ini ditegaskan dalam surat resmi Badan Gizi Nasional (BGN) bertanggal 27 September 2025, yang ditandatangani Deputi Bidang Pemantauan dan Pengawasan BGN, Albertus Dony Dewantoro.
    “Operasional dihentikan sementara sampai hasil laboratorium keluar,” bunyi surat tersebut.
    Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Gunungkidul, Nunuk Setyowati, membenarkan penghentian sementara dapur SPPG Semin.
    “Sudah, fix berhenti sementara,” kata Nunuk saat dihubungi, Senin (29/9/2025).
    Ia menambahkan, berdasarkan laporan pengawas, sekolah-sekolah di wilayah tersebut sudah tidak lagi menerima distribusi makanan.
    Sementara itu, Dinas Kesehatan Gunungkidul sebelumnya mencatat 19 siswa—15 SD, 3 SMP, dan 1 SMA—mengalami gejala keracunan seperti muntah dan demam setelah mengonsumsi makanan MBG pada 15 September lalu.
    “Dari temuan kami, 19 siswa terdiri dari 6 laki-laki dan 13 perempuan mengalami sakit dengan gejala keracunan pangan,” ujar Kepala Dinkes Gunungkidul, Ismono, Selasa (16/9/2025).
    Seluruh siswa sempat dirawat di UPT Puskesmas Semin I dan kini sudah kembali bersekolah dalam keadaan sehat.
    Beberapa menu yang dikonsumsi saat itu, seperti nasi putih, tumis wortel, melon, semur tahu, ayam karaage, dan air minum, tengah diuji di Balai Laboratorium Kesehatan dan Kalibrasi (BLKK) Yogyakarta.
    Kompas.com masih berupaya mendapatkan keterangan lebih lanjut dari pihak terkait di lokasi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kata Dekan FK UI soal Bakteri ‘Biang Kerok’ Keracunan Massal MBG di Bandung Barat

    Kata Dekan FK UI soal Bakteri ‘Biang Kerok’ Keracunan Massal MBG di Bandung Barat

    Jakarta

    Kasus keracunan massal makan bergizi gratis di Bandung Barat menjadi insiden yang paling disorot lantaran jumlahnya mencapai ribuan siswa dalam kurang dari sepekan.

    Berdasarkan investigasi awal, bakteri Salmonella sp diduga menjadi penyebab utama anak-anak jatuh sakit. Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Labkesda Dinas Kesehatan Jawa Barat dr Ryan Bayusantika Ristandi mengungkap hasil pemeriksaan di laboratorium.

    “Hasil pemeriksaan kami menunjukkan adanya bakteri pembusuk, yakni Salmonella dan Bacillus cereus yang berasal dari komponen karbohidrat dalam makanan,” kata Ryan, dikutip dari Antara, Senin (29/9/2025).

    Menurutnya, salah satu penyebab utama kontaminasi, adalah rentang waktu penyiapan hingga penyajian makanan yang terlalu lama, sampai memungkinkan bakteri berkembang biak.

    “Jika makanan disimpan pada suhu ruang lebih dari enam jam, apalagi tanpa pengontrolan suhu yang tepat, risiko tumbuhnya bakteri sangat tinggi,” ujarnya.

    Dekan FK UI Soroti Bakteri

    Bakteri Salmonella sp termasuk salah satu dari sedikitnya tiga bakteri paling umum pemicu keracunan makanan, selain escherichia colo (E Coli), hingga campylobacter spp.

    “Pasien dengan keracunan kuman ini umumnya datang dengan muntah-muntah dan diare,” beber Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, dalam keterangannya, Minggu (28/9/2025).

    Menurutnya bakteri Salmonella sp memiliki masa inkubasi 12 hingga 24 jam atau kurang dari 48 jam.

    “Salmonella adalah bakteri yang umum ditemukan pada bahan pangan seperti telur dan daging unggas, terutama jika tidak dimasak dengan sempurna,” lanjut Prof Ari.

    Bila tidak ditangani lebih lanjut, bakteri Salmonella sp bisa menyebabkan infeksi saluran cerna yang dikenal sebagai salmonellosis, dengan gejala diare, demam, mual, muntah, dan kram perut.

    Menurut Prof Ari, kontaminasi bisa terjadi sejak proses penanganan bahan baku, pengolahan, hingga distribusi makanan.

    “Kalau telur atau ayam tidak dimasak sampai matang, maka bakterinya tidak mati. Ini sangat berisiko jika disajikan dalam jumlah besar,” jelasnya.

    Sementara bakteri bacillus cereus, umumnya ditemukan pada susu dan nasi goreng yang dibiarkan terlalu lama dalam suhu ruang, bakteri tersebut memiliki masa inkubasi satu hingga lima jam.

    Adapun bakteri lain yang perlu diwaspadai menurutnya terkait makanan adalah:

    Clostridium perfringens, biasa berada di daging sapi, unggas, kacang-kacangan, kuah daging, kepiting, kerang yang tidak dimasak atau dihangatkan kembali dengan benar.

    Clostridium botulinum umumnya ada pada makanan kaleng yang tidak diolah dan disimpan dengan benar.

    “Penyajian makanan yang seharusnya tetap dipertahankan di atas 65 derajat celcius, sementara untuk memanaskan makanan wajib berada di atas 85 derajat celcius,” pesan dia.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Terungkap Biang Kerok yang Bikin MBG Cepat Basi hingga Picu Keracunan”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)

  • Belum Ada Laporan Kasus Keracunan MBG, Pemkot Bekasi Tetap Evaluasi SPPG
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        29 September 2025

    Belum Ada Laporan Kasus Keracunan MBG, Pemkot Bekasi Tetap Evaluasi SPPG Megapolitan 29 September 2025

    Belum Ada Laporan Kasus Keracunan MBG, Pemkot Bekasi Tetap Evaluasi SPPG
    Tim Redaksi
    BEKASI, KOMPAS.com –
    Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi tetap melakukan evaluasi terhadap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) meski sampai saat ini belum ditemukan kasus keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kota Bekasi.
    Wali Kota Bekasi Tri Adhianto mengatakan, sejauh ini tidak ada laporan kasus luar biasa berupa keracunan. Namun, ada sejumlah keluhan terkait jumlah makanan yang disediakan.
    “Temuan hari ini karena memang selera anak-anak ya, berkait dengan jumlah makanannya. Jadi, saya kira relatif belum ada sesuatu yang sangat luar biasa,” ucap Tri saat ditemui di Kantor Pemkot Bekasi, Senin (29/9/2025).
    Meski begitu, ia menegaskan pendampingan terhadap SPPG di Kota Bekasi akan terus dilakukan untuk menjaga kualitas hidangan MBG.
    “Ya tentu dilakukan pendampingan terus. Kami kan melihat secara berjenjang, baik dari dinas OPD yang punya simplikasi,” ujar Tri.
    “Pertama, mungkin terkait dengan bagaimana pengelolaan sampahnya. Itu kan ada di bawah Dinas Lingkungan Hidup,” sambungnya.
    Terkait dengan gizi dan proses pembuatan MBG, kata Tri, menjadi tugas dinas kesehatan untuk mendampingi dan mengevaluasi.
    “Termasuk juga pak lurah dan pak camat yang kemudian melakukan terkait dengan kewilayahan, baik kewilayahan dapur maupun kewilayahan terkait dengan cakupan distribusi dari dapur yang ada,” ujarnya.
    Untuk diketahui, jumlah kasus keracunan MBG saat ini tengah menjadi sorotan publik. Ratusan siswa di 16 provinsi mengalami keracunan usai menyantap menu MBG dengan total mencapai 5.626 kasus.
     
    Dari 5.000-an kasus keracunan MBG, Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah kasus keracunan terbanyak di Indonesia sebanyak 2.051 kasus.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Penyebab Keracunan MBG Dibeberkan Profesor Eks Direktur WHO

    Penyebab Keracunan MBG Dibeberkan Profesor Eks Direktur WHO

    Jakarta, CNBC Indonesia – Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama, menyoroti potensi masalah dalam program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang dapat berujung pada kasus keracunan massal.

    Ia menekankan bahwa insiden keracunan pangan sejatinya bisa terjadi di negara mana pun, bukan hanya terkait dengan program MBG di Indonesia.

    Menurut Tjandra, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengidentifikasi sedikitnya ada lima faktor yang dapat diuji di laboratorium untuk memastikan penyebab keracunan makanan.

    “Secara umum World Health Organization (WHO) menyebutkan setidaknya ada lima hal yang dapat dideteksi di laboratorium untuk menilai keracunan makanan, dan baik kalau lima hal ini juga diperiksa di laboratorium kita sehubungan keracunan makanan yang dikaitkan dengan MBG ini, ujar Tjandra dari keterangan tertulis, dikutip Senin (29/9/2025).

    Pria yang kini menjabat sebagai Direktur Pascasarjana Universitas YARSI/Adjunct Professor Griffith University itu mengatakan bila merujuk pada hasil lab pemeriksaan sampel MBG di Laboratorium Kesehatan Daerah di Jawa Barat, setidaknya ada dua penyebab keracunan makanan.

    Pertama, ialah ditemukannya bakteri yang mayoritasnya berupa Salmonella pada sampel makanan MBG. Tjandra mengatakan, menurut WHO kontaminasi bakteri Salmonela dihubungkan dengan makanan tinggi protein seperti daging, unggas dan telur.

    Kedua, ditemukan juga mayoritas bakteri berupa Bacillus cereus. Ia menyebut, bila merujuk data dari NSW Food Authority Australia, Bacillus cereus yang dapat menyebabkan keracunan makanan dihubungkan antara lain dengan penyimpanan nasi yang tidak tepat.

    Di luar temuan itu, Tjandra mengatakan keracunan makanan setidaknya dipicu oleh lima hal, berdasarkan kajian WHO. Lima masalah ini kata dia sebetulnya juga bisa dideteksi di laboratorium untuk menilai pemicu keracunan makanan.

    “Dan baik kalau lima hal ini juga diperiksa di laboratorium kita sehubungan keracunan makanan yang dikaitkan dengan MBG ini,” tuturnya.

    Masalah pertama, yang memicu keracunan makanan secara luas, kata Tjandra ialah ditemukannya Salmonela, Campylobacter dan Escherichia coli pada sampel makanan korban keracunan. Selain itu juga dapat ditemukan Listeria dan Vibrio cholerae.

    Kedua, adalah virus yang disebut WHO berjenis Novovirus dan virus Hepatitis A. Ketiga, ialah disebabkan keberadaan parasit seperti cacing trematoda dan cacing pita seperti Ekinokokus maenia Taenia.

    “Yang lebih jarang adalah cacing seperti Askaris, Kriptosporidium, Entamoeba histolytica dan Giardia yang masuk ke rantai penyediaan makanan melalui air dan tanah yang tercemar,” ujar Tjandra.

    Penyebab keempat yang biasanya memicu keracunan makanan ia sebut prion, meski kasusnya jarang. Prion adalah bahan infeksi yang terdiri dari protein, contohnya adalah Bovine spongiform encephalopathy (BSE).

    Penyebab ke lima, yang perlu diantisipasi ialah kemungkinan kontaminasi bahan kimia pada makan. Untuk bahan kimia maka WHO membaginya menjadi tiga bagian, yakni logam berat seperti timbal, kadmium, dan merkuri; polutan organik persisten (“Persistent organic pollutants – POPs”) seperti misalnya dioksin dan polychlorinated biphenyls -PCBs; serta berbagai bentuk toksin lain adalah mycotoxins, marine biotoxins, cyanogenic glycosides, aflatoxin dan ochratoxin.

    “Berbagai potensi yang di sebut WHO ini tentu patut jadi pertimbangan kita, walau tentu sama sekali tidak berarti bahwa keracunan makanan yang berhubungan dengan MBG sekarang ini adalah disebabkan lima hal itu. Penjelasan umum WHO ini disampaikan hanya sebagai bagian dari kewaspadaan kita saja,” kata Tjandra.

    Sebagaimana diketahui, Laboratorium Kesehatan Jawa Barat (Labkes Jabar) menerima ratusan sampel makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) sejak Januari 2025. Sampel tersebut berasal dari belasan kabupaten/kota di Jabar.

    Sampel yang dikirimkan merupakan makanan yang menjadi pemicu keracunan penerima MBG.

    Dilansir dari detikJabar, Kepala Labkes Jabar, Ryan Bayusantika Ristandi, mengatakan sampel makanan itu diterima melalui dinas kesehatan kabupaten/kota masing-masing.

    “Berdasarkan sampel yang masuk dari Januari-September, didapatkan sampel KLB keracunan makanan dari MBG sebanyak 163 sampel, dengan jumlah instansi pengirim sebanyak 11 dinas kesehatan kota/kabupaten di Provinsi Jawa Barat, antara lain Dinkes Kabupaten Bandung Barat, Dinkes Kabupaten Bandung, Dinkes Kota Bandung, Dinkes Kabupaten Cianjur, Dinkes Kabupaten Garut, Dinkes Kabupaten Sumedang, Kabupaten Tasikmalaya, Dinkes Kota Cirebon, Dinkes Kota Cimahi, dan Dinkes Kabupaten Sukabumi,” kata Ryan kepada detikJabar.

    “Dengan frekuensi KLB MBG sebanyak 20 kali,” tambahnya.

    Ryan menyebut hasil pemeriksaan KLB MBG di laboratorium mikrobiologi menunjukkan 72% hasil negatif dan 23% hasil positif, antara lain Vibrio cholerae, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Bacillus cereus.

    Untuk pemeriksaan laboratorium kimia, sebanyak 92% hasil negatif dan 8% hasil positif nitrit. Mayoritas, ada dua bakteri yang mengontaminasi makanan.

    “Dari parameter pemeriksaan keamanan pangan pada laboratorium mikrobiologi hasilnya berbeda-beda, secara frekuensi didominasi oleh bakteri Salmonella dan Bacillus cereus. Pada pemeriksaan laboratorium kimia paling banyak dari parameter nitrit,” ungkapnya.

    Ketika disinggung terkait faktor kebersihan air, peralatan memasak, dan higienitas pekerja Dapur MBG, Ryan menyebut ketiganya berpengaruh.

    “Ya, kebersihan air, peralatan, dan higienitas pekerja dapur (food handler) sangat berpengaruh terhadap terjadinya keracunan makanan, dan hal ini diatur jelas dalam regulasi,” tuturnya.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • 10
                    
                        Usai KLB MBG, Pemerintah Siapkan Ahli Gizi hingga Perbaiki Tata Kelola
                        Nasional

    10 Usai KLB MBG, Pemerintah Siapkan Ahli Gizi hingga Perbaiki Tata Kelola Nasional

    Usai KLB MBG, Pemerintah Siapkan Ahli Gizi hingga Perbaiki Tata Kelola
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pemerintah menyiapkan sejumlah langkah usai Kejadian Luar Biasa (KLB) pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang membuat ribuan siswa keracunan di beberapa wilayah dalam beberapa waktu terakhir.
    Sebagai respons cepat, Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) dilakukan pada Minggu (28/9/2025) untuk memastikan langkah pencegahan kasus serupa berulang terjadi.
    Dalam rapat tersebut, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan akan menyiapkan ahli gizi dari Kementerian Kesehatan untuk membantu Badan Gizi Nasional (BGN) dalam menjalankan program MBG.
    “Ahli gizinya sedang saya persiapkan untuk sementara akan kita bantu dari Kemenkes,” kata Budi usai Rakor, Minggu (28/9/2025).
    Budi belum menjelaskan secara terperinci jumlah ahli gizi dari Kemenkes yang akan ditugaskan di BGN.
    Dia mengatakan, saat ini pemerintah akan fokus dalam mempercepat perbaikan di BGN agar seluruh dapur memenuhi syarat dalam menyajikan MBG.
    “Agar supaya semua SPPG yang ada memenuhi standar dari kebersihannya, standar dari orang-orangnya, standar juga dari prosesnya supaya lebih baik, diharapkan dalam satu bulan selesai semuanya,” ujarnya.
    Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan atau Zulhas, menegaskan bahwa pihaknya akan mendorong perbaikan tata kelola BGN usai ramai kasus keracunan.
    “Atas petunjuk dari Presiden dan instruksi dari beliau bahwa bagi pemerintah keselamatan adalah prioritas utama, kami menegaskan insiden bukan sekadar angka tetapi menyangkut keselamatan generasi penerus,” kata Zulhas.
    Zulhas mengatakan, hasil Rakor menghasilkan beberapa hal, di antaranya penutupan sementara terhadap dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk program MBG yang bermasalah.
    Penutupan ini dilakukan agar SPPG tersebut bisa dievaluasi, dan dilakukan investigasi.
    SPPG juga diwajibkan untuk melakukan sterilisasi alat makan dan memperbaiki proses sanitasi khususnya alur limbah. Pemerintah juga mewajibkan adanya SLHS (Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi) bagi seluruh SPPG.
    Wakil Kepala BGN, Nanik S Deyang, sebelumnya menegaskan bahwa tim investigasi kasus keracunan dalam program MBG sudah dibentuk dan kini mulai bekerja.
    Dia mengatakan, tim tersebut terdiri dari gabungan internal dan eksternal untuk memastikan proses berjalan transparan.
    “Tim investigasi sudah dibentuk, ada tim internal dari kami dan sekarang lagi proses, bahkan sudah mulai berjalan,” kata Nanik di Cibubur, Kamis (25/9/2025).
    Nanik memaparkan, akan ada dua tim investigasi yang dibentuk BGN.
    Tim investigasi yang pertama ada di bawah Deputi Pemantauan dan Pengawasan (Tawas). Tim itu akan bekerja sama dengan Polri, Badan Intelijen Negara (BIN), Dinas Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan pemerintah daerah (pemda) setempat.
    “Deputi Tawas, Pemantauan dan Pengawasan nanti kerja sama di situ ada kepolisian, BIN, Dinkes (Dinas Kesehatan), BPOM, dan juga pemda setempat untuk mengadakan investigasi,” ujar Nanik.
    Sementara itu, tim investigasi kedua bersifat independen atau tersendiri yang diisi oleh para ahli. Tim ini akan diisi oleh para ahli kimia, ahli farmasi, dan juga juru masak alias chef.
    “Jadi ini sekumpulan dari yang independen, dari berbagai disiplin ilmu,” katanya.
    BGN juga resmi membuka saluran pengaduan atau hotline Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dapat diakses masyarakat mulai Senin hingga Jumat, pukul 09.00-22.00 WIB.
    Kepala Biro Hukum dan Humas BGN, Khairul Hidayati, mengatakan, saluran pengaduan ini dibuat untuk memudahkan masyarakat melaporkan kendala maupun menyampaikan informasi terkait program MBG.
    “Untuk memudahkan, kami menyediakan dua nomor yang bisa dihubungi, yakni 088293800268 (operator 1) dan 088293800376 (operator 2). Setiap laporan akan diverifikasi dan ditindaklanjuti sesuai mekanisme yang berlaku,” ujar Hida.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menyoal Bakteri Salmonella yang Picu Keracunan Massal MBG di Bandung Barat

    Menyoal Bakteri Salmonella yang Picu Keracunan Massal MBG di Bandung Barat

    Jakarta

    Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Labkesda Dinas Kesehatan Jawa Barat dr Ryan Bayusantika Ristandi menyampaikan bahwa penyebab keracunan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yakni adanya kontaminasi bakteri. Hal ini ditemukan setelah pemeriksaan sampel yang dikirim ke tim laboratorium.

    “Hasil pemeriksaan kami menunjukkan adanya bakteri pembusuk, yakni Salmonella dan Bacillus cereus yang berasal dari komponen karbohidrat dalam makanan,” kata Ryan, dilansir Antara, Minggu (28/9/2025).

    Ryan menjelaskan salah satu penyebab utama kontaminasi, adalah rentang waktu penyiapan hingga penyajian makanan yang terlalu lama, sehingga memungkinkan bakteri berkembang biak.

    “Jika makanan disimpan pada suhu ruang lebih dari enam jam, apalagi tanpa pengontrolan suhu yang tepat, risiko tumbuhnya bakteri sangat tinggi,” ujarnya.

    Menyoal Infeksi Bakteri Salmonella

    Infeksi salmonella (salmonellosis) adalah penyakit bakteri umum yang mempengaruhi saluran usus. Bakteri Salmonella biasanya hidup di usus hewan dan manusia dan ditumpahkan melalui tinja (kotosa). Manusia paling sering terinfeksi melalui air atau makanan yang terkontaminasi.

    Dikutip dari Cleveland Clinic, ketika seseorang terkena salmonella, berarti cukup banyak bakteri telah melewati asam lambung dan sistem kekebalan tubuh untuk membuat seseorang sakit. Bakteri Salmonella menyerang dan menghancurkan sel-sel yang melapisi usus yang membuat tubuh sulit menyerap air sehingga memicu kram perut dan diare.

    Gejala salmonella muncul di mana saja dari beberapa jam hingga beberapa hari setelah terpapar bakteri Salmonella. Gejala salmonella mempengaruhi perut dan usus (saluran pencernaan) dan termasuk:

    Diare (terkadang berdarah).Demam.Sakit perut atau kram.Mual dan muntah.Sakit kepala.

    Simak Video ‘Mensesneg Sebut Prabowo Instruksikan Detail Perbaikan MBG’:

    Halaman 2 dari 2

    (kna/up)

    Gaduh Keracunan MBG

    19 Konten

    Ribuan anak sekolah dilaporkan mengalami keracunan usai menerima Makan Bergizi Gratis (MBG). Apa saja kemungkinan penyebabnya, dan bagaimana mencegahnya di kemudian hari?

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Terungkap Bakteri ‘Biang Kerok’ Keracunan MBG di Bandung Barat

    Terungkap Bakteri ‘Biang Kerok’ Keracunan MBG di Bandung Barat

    Jakarta

    Sebanyak 1.333 orang lebih menjadi korban keracunan akibat Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Bandung Barat (KBB). Ternyata keracunan ini disebabkan oleh bakteri.

    Keracunan massal ini terjadi setelah para korban menyantap MBG di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, hingga penghitungan Jumat (26/9/2025). Selain di Bandung Barat, sebanyak 657 orang mengalami gejala keracunan akibat mengonsumsi MBG di Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut.

    Para korban keracunan pun beberapa sempat dipulangkan. Namun, ada pula korban yang datang kembali karena gejala muncul lagi.

    “Jadi semalam kami temukan 4 pasien KLB keracunan yang datang lagi padahal sebelumnya sudah dinyatakan membaik. Kebetulan saya kan ikut menangani langsung, jadi saya juga hafal betul wajahnya,” ujar Plt Kepala Dinas Kesehatan Bandung Barat Lia N. Sukandar dilansir detikJabar, Jumat (26/9/2025).

    Setelah dilakukan penanganan medis, petugas kemudian melakukan anamnesa terhadap pasien tersebut. Anamnesa atau pengumpulan informasi medis melalui wawancara dengan pasien mengemukakan fakta bahwa penyebab gejala berulang itu karena keawaman pasien dan keluarga.

    “Jadi setelah kita tanya, mereka makan apa di rumah karena kan kita tidak tahu. Ternyata ada yang dikasih jeruk, terus makan ayam goreng, nah apakah itu beli atau masak sendiri kan kita nggak tahu. Jadi hal-hal itu yang membuat mereka bergejala lagi,” kata Lia.

    Petugas Siaga

    Dia pun menginstruksikan semua petugas yang siaga di posko penanganan GOR Kecamatan Cipongkor serta tempat penanganan pasien KLB keracunan lainnya agar mengedukasi pasien dan keluarganya soal apa yang boleh dikonsumsi di rumah setelah dinyatakan membaik.

    “Jadi saya sudah wanti-wanti ke petugas agar mengedukasi pasien bahwa ketika pulang dan dinyatakan membaik itu jangan makan yang macam-macam dulu. Cukup makan bubur saja dan harus yang dimasak sendiri,” ujar Lia.

    Saat ini di posko penanganan GOR Kecamatan Cipongkor tersisa 12 pasien keracunan massal. Ia siaga menerima pasien baru maupun pasien dengan gejala berulang.

    Bakteri Jadi Penyebab Keracunan

    Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Jawa Barat mengungkapkan penyebab 1.333 orang ini. Ternyata penyebabnya karena bakteri Salmonella dan Bacillus cereus.

    Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Labkesda Dinas Kesehatan Jawa Barat dr Ryan Bayusantika Ristandi menyampaikan bahwa bakteri ditemukan dari sampel makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diperiksa tim laboratorium.

    “Hasil pemeriksaan kami menunjukkan adanya bakteri pembusuk, yakni Salmonella dan Bacillus cereus yang berasal dari komponen karbohidrat dalam makanan,” kata Ryan, dilansir Antara, Minggu (28/9/2025).

    Dia menjelaskan, salah satu penyebab utama kontaminasi adalah rentang waktu penyiapan hingga penyajian makanan yang terlalu lama. Hal ini memungkinkan bakteri berkembang biak.

    “Jika makanan disimpan pada suhu ruang lebih dari enam jam, apalagi tanpa pengontrolan suhu yang tepat, risiko tumbuhnya bakteri sangat tinggi,” ujarnya.

    Pentingnya Jaga Higienitas

    Ryan menekankan pentingnya menjaga higienitas dalam proses pengolahan makanan, mulai penggunaan air bersih hingga kebersihan petugas dapur. Dia menyarankan agar makanan disimpan pada suhu di atas 60 derajat Celsius atau di bawah 5 derajat Celsius untuk mencegah pembusukan.

    “Pemasak juga harus mengenakan sarung tangan, pakaian bersih, dan memastikan tidak ada terkontaminasi dari bahan lain,” tuturnya.

    Dinkes Jabar juga mengimbau semua pihak yang terlibat dalam program MBG untuk memperketat protokol keamanan pangan guna mencegah kejadian serupa terulang di masa mendatang.

    Halaman 2 dari 4

    (rdp/rdp)

  • Utamakan Keselamatan Siswa, Pemerintah Tutup Sementara SPPG Bermasalah

    Utamakan Keselamatan Siswa, Pemerintah Tutup Sementara SPPG Bermasalah

    “Kemudian diperintahkan semua kementerian, lembaga, pemda, pemangku kepentingan program MBG ikut dan aktif dalam proses perbaikannya. Kementerian, daerah, lembaga terkait juga harus bersama-sama aktif. Tidak menunggu, tapi aktif melakukan pengawasan,” ucap Zulhas.

    Zulhas menambahkan, setiap SPPG diwajibkan memiliki sertifikat laik higienis dan sanitasi (SLHS).

    “Memang sertifikat laik higienis dan sanitasi itu syarat. Tetapi setelah kejadian, sekarang mendapat perhatian khusus. Harus, atau wajib hukumnya, setiap SPPG punya SLHS. Harus. Karena kalau tidak ada, nanti kejadian lagi, kejadian lagi. Karena keselamatan anak-anak kita adalah perintah utama,” tuturnya.

    Selain itu, puskesmas dan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) diminta ikut aktif melakukan pemantauan rutin.

    “Kami sudah meminta juga Menteri Kesehatan untuk mengoptimalkan atau menginstitusikan puskesmas di seluruh tanah air, dan juga UKS, usaha kesehatan sekolah, untuk ikut secara aktif, tanpa diminta, aktif. Untuk ikut memantau SPPG secara rutin, berkala,” jelas Zulhas.

    Zulhas menegaskan langkah-langkah ini dilakukan secara terbuka agar masyarakat yakin makanan yang disajikan aman.

    “Semua langkah ini diambil secara terbuka agar masyarakat yakin bahwa makanan yang disajikan aman, bergizi bagi seluruh anak Indonesia,” tuturnya.

    Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menambahkan bahwa koordinasi akan berlanjut pada Senin (29/9) pagi.

    “Besok kami dari Kemendagri akan zoom meeting dengan seluruh kepala daerah, kemudian Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Dinas Pendidikan, serta sekda. Nanti juga akan dihadiri langsung oleh Bapak Menkes yang akan memberikan arahan teknis kepada Kepala Dinas Kesehatan. Juga ada dari BGN,” pungkasnya. (fajar)

  • Beberapa Langkah Pemerintah Evaluasi Total Program MBG

    Beberapa Langkah Pemerintah Evaluasi Total Program MBG

    Bisnis.com, JAKARTA– Pemerintah menindaklanjuti Kejadian Luar Biasa (KLB) yang terjadi di beberapa lokasi Program Prioritas Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan memperkuat tata kelola program secara menyeluruh.

    Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menegaskan, Presiden Prabowo Subianto memberikan perhatian serius terhadap kasus ini dan menekankan keselamatan anak sebagai prioritas utama.

    “Insiden ini bukan sekadar angka, tetapi menyangkut keselamatan generasi penerus bangsa,” tegas Zulkifli Hasan pada konferensi pers di kantor Kementerian Kesehatan Minggu (28/9/2025).

    Sebagai tindak lanjut, pemerintah mengambil sejumlah langkah strategis. Pertama, menutup sementara Satuan Penyedia Pangan Gizi (SPPG) yang terindikasi bermasalah untuk dilakukan evaluasi dan investigasi menyeluruh. 

    Kedua, melakukan evaluasi terhadap disiplin, kualitas, dan kemampuan juru masak di seluruh SPPG, tidak terbatas pada lokasi terdampak. 

    Ketiga, memperbaiki proses sanitasi, khususnya terkait kualitas air dan pengelolaan limbah, yang kini diawasi secara nasional.

    Keempat, memastikan keterlibatan lintas sektor, di mana kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan yang memiliki peran dalam program MBG diminta aktif berperan dalam proses perbaikan. 

    Kelima, mewajibkan setiap SPPG memiliki Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) sebagai syarat mutlak, bukan lagi sekadar administratif.

    “SLHS sebelumnya bersifat administratif, tapi kini wajib. Tanpa itu, potensi kejadian serupa bisa terulang. Kami tidak ingin itu terjadi lagi,” ujar Menko Zulkifli.

    Terakhir, pemerintah meminta Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah untuk mengoptimalkan peran Puskesmas dan UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) untuk melakukan pemantauan rutin dan berkala terhadap pelaksanaan MBG di daerah.

    Zulkifli Hasan menegaskan, seluruh langkah diambil secara terbuka dan akuntabel agar masyarakat yakin makanan dalam program MBG benar-benar aman, sehat, dan bergizi.

    “Seluruh proses ini kami lakukan terbuka agar masyarakat tahu bahwa negara hadir dan tidak main-main dalam menjaga anak-anak Indonesia,” pungkasnya.

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, menegaskan pentingnya percepatan Sertifikasi Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) bagi seluruh dapur MBG guna memastikan standar kebersihan, kualitas SDM, dan proses pengolahan makanan yang aman dan layak bagi masyarakat.

    “Pemerintah berkomitmen untuk mempercepat proses sertifikasi ini agar seluruh SPPG memenuhi standar kebersihan, standar SDM, dan standar proses pengolahan makanan,” ujar Budi.

    Lebih lanjut, Menkes menjelaskan bahwa dalam waktu satu bulan ke depan, proses percepatan ini harus selesai. Dia menjelaskan pemerintah pusat dan daerah akan bekerja sama dengan 

    Badan Gizi Nasional (BGN) untuk mengontrol proses persiapan makanan mulai dari pemilihan bahan baku, pengolahan, hingga penyajian makanan. “Semua proses ini sudah disepakati bersama agar kejadian serupa tidak terulang kembali,” lanjut Menkes.

    Rapat koordinasi lanjutan dijadwalkan pada Rabu mendatang untuk mengevaluasi progres perbaikan. Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri akan menggelar rapat teknis bersama kepala daerah, kepala dinas pendidikan, dan kepala dinas kesehatan, yang turut dihadiri Menkes, Menteri Dikdasmen, pimpinan BGN dan jajaran pemerintah terkait lainnya.