Kementrian Lembaga: Dinkes

  • Cerita Orang Tua di Lampung: Anaknya Ogah Makan Menu MBG, Lebih Lahap Santap Bekal dari Rumah

    Cerita Orang Tua di Lampung: Anaknya Ogah Makan Menu MBG, Lebih Lahap Santap Bekal dari Rumah

    Tomy menilai, pemerintah seharusnya lebih memperhatikan kualitas dan proses distribusi MBG. Ia mengusulkan agar program tersebut melibatkan pelaku UMKM kantin sekolah.

    “Kalau dibuat langsung di kantin sekolah, menunya bisa lebih higienis dan sesuai selera anak. Atau kalau tidak, lebih baik dana MBG diberikan ke orang tua, biar mereka yang masakin. Orang tua lebih tahu apa yang disukai anak-anaknya,” katanya.

    Di tengah pro-kontra pelaksanaan program MBG, para orang tua seperti Novi dan Tomy memilih langkah praktis: kembali pada bekal dari rumah.

    Bagi mereka, keamanan dan kenyamanan anak saat makan di sekolah jauh lebih penting ketimbang sekadar mengejar program.

    Sebelumnya, Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal angkat bicara terkait maraknya kasus keracunan pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sejumlah sekolah.

    Dia menilai, persoalan tersebut muncul akibat kelalaian petugas Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang tidak menjalankan standar operasional prosedur (SOP) dengan baik.

    “Ketika ada human error atau SOP yang sedikit saja tidak dijalankan, langsung terjadi kejadian luar biasa,” ujar Mirza usai memimpin Rapat Evaluasi Program MBG, Selasa (30/9/2025).

    Mirza menerangkan, sejak Januari hingga 27 Agustus 2025, pelaksanaan program MBG berjalan tanpa kendala karena SOP dari Badan Gizi Nasional diterapkan dengan ketat.

    “Artinya, ketika SOP dijalankan, selama delapan bulan tidak ada kasus keracunan atau zero accident,” jelas dia.

    Namun situasi berubah setelah SOP mulai diabaikan. Kasus pertama terjadi pada 28 Agustus 2025 dan terus berulang hingga saat ini.

    “Sampai hari ini sudah ada tujuh lokasi kejadian dengan total korban sekitar 500 orang. Ada yang dirawat dua hari, ada juga yang cukup diperiksa di puskesmas lalu pulang,” paparnya.

    Mirza menegaskan, seluruh petugas SPPG wajib kembali bekerja sesuai aturan agar kasus serupa tidak terus terulang.

    “Kita menekankan agar seluruh SPPG mengembalikan pola kerja seperti delapan bulan lalu. SOP harus dijalankan dengan sangat ketat,” tegasnya.

    Selain itu, dia menginstruksikan seluruh kepala daerah, dinas kesehatan, puskesmas, hingga instansi vertikal di Lampung untuk memperketat pengawasan di dapur MBG.

    “Mulai hari ini saya minta seluruh jajaran melakukan pengawasan penuh di setiap dapur MBG,” ucapnya.

  • Keracunan MBG Jadi Kasus KLB, Korban di Garut Capai Ratusan Siswa

    Keracunan MBG Jadi Kasus KLB, Korban di Garut Capai Ratusan Siswa

    Bisnis.com, GARUT- Pemerintah Kabupaten Garut menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) terkait puluhan orang mengalami keracunan usai menyantap makan bergizi gratis (MBG), Selasa (30/9/2025).

    Bupati Garut, Abdusy Syakur Amin menyebutkan, keputusan tersebut lahir usai rapat darurat yang digelar di lokasi kejadian bersama jajaran pejabat terkait, termasuk Sekretaris Daerah dan Kepala Dinas Kesehatan. 

    Syakur menegaskan, tingginya jumlah korban serta kebutuhan penanganan cepat membuat pemerintah tidak bisa menganggap kasus ini sebagai insiden biasa.

    “Karena kondisi korban sudah memerlukan penanganan khusus, maka kami tetapkan sebagai KLB. Dengan status ini, semua langkah darurat bisa dijalankan lebih cepat,” ucap Syakur, Rabu (1/10/2025).

    Dengan penetapan KLB, Pemkab Garut menjamin seluruh pembiayaan perawatan korban akan ditanggung melalui pos Belanja Tidak Terduga (BTT). Menurut Bupati, mekanisme ini dipilih agar keluarga korban tidak terbebani biaya tambahan saat mendapatkan layanan medis.

    “Tidak boleh ada korban yang menunda berobat hanya karena takut biaya. Semuanya kita tanggung penuh lewat BTT,” tegasnya.

    Selain soal biaya, Syakur juga menginstruksikan seluruh kepala desa untuk aktif mencari warga yang menunjukkan gejala keracunan. 

    Mereka diminta segera melapor ke puskesmas agar bisa dijemput tenaga medis. Langkah itu, menurutnya, untuk mencegah korban semakin banyak yang tidak tertangani.

    Keracunan akibat program makan bergizi gratis (MBG) di Kabupaten Garut, Jawa Barat kembali terjadi. Kali ini puluhan siswa dari tiga sekolah di Kecamatan Kadungora harus mendapatkan perawatan medis di Puskesmas Kadungora, Selasa (30/9/2025).

    Kepala Puskesmas Kadungora, Noni Cahyana, menyebutkan jumlah siswa yang ditangani semula hanya 19 orang. Namun hingga petang Rabu (1/10/2025) jumlahnya bertambah menjadi sebanyak 147 orang. 

    “Sementara data yang datang ke UGD 92 orang, sekarang ada penambahan orang lagi,” ujarnya, Rabu (1/10/2025).

    Dari catatan medis, korban terdiri dari dua siswa sekolah dasar, delapan siswa SMP PGRI Kadungora, dan sisanya merupakan siswa SMP Negeri 1 Kadungora. 

    Selain siswa, satu orang guru juga ikut menjadi korban karena sempat mencicipi hidangan MBG yang disajikan di sekolah.

    Menurut Noni, tim medis puskesmas terus bersiaga karena masih ada kemungkinan penambahan pasien baru. Sejak siang hingga menjelang malam, korban keracunan berdatangan secara bergelombang. Gejala yang dikeluhkan meliputi pusing, mual, hingga sesak napas.

    Wiwin, salah satu orang tua siswa, mengisahkan kondisi anaknya yang mendadak drop setelah menyantap makanan MBG. “Tadi anak saya langsung sesak, tidak ingat,” ungkapnya.

    Situasi darurat ini membuat petugas medis bekerja ekstra. Di sisi lain, aparat kepolisian turun ke lokasi untuk mengamankan situasi serta meminta keterangan saksi-saksi, termasuk pihak sekolah dan penyedia makanan.

  • Cegah Keracunan Massal MBG, Menkes Minta Sertifikat Higienis SPPG Dipercepat

    Cegah Keracunan Massal MBG, Menkes Minta Sertifikat Higienis SPPG Dipercepat

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meminta proses pembuatan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) untuk Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang menjalankan program makan bergizi gratis disederhanakan. Ini menyusul munculnya kasus keracunan MBG secara berulang dan masih ada SPPG yang belum memiliki SLHS.

    Dengan penyederhanaan ini, SLHS nantinya bisa dikeluarkan lebih cepat, dan SPPG bisa segera menerapkan standar yang sudah tersertifikasi. Keamanan anak yang mendapat MBG pun semakin baik.

    “Kami kemarin sudah koordinasi minta disederhanakan jadi sekarang sudah ada penyederhanaannya. Supaya mempercepat penerbitan SLHS ke ribuan SPPG yang ada,” ujar Menkes dalam rapat kerja bersama DPR-RI Komisi IX di Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2025).

    Menkes menuturkan pihaknya juga telah berkoordinasi dengan seluruh Dinas Kesehatan untuk mengerahkan Puskesmas dalam mengawasi jalannya SPPG. Pengawasan yang dilakukan Puskemas nantinya meliputi bahan makan, penjamah atau orang, dan lingkungan fisik dapur.

    Pada bagian bahan makanan, pemeriksaan meliputi tanggal kedaluwarsa, cara penyimpanan, pengolahan, proses pengolahan, proses packing, dan distribusi. Pemeriksaan pada penjamah meliputi pemeriksaan kesehatan, higienitas personal, perilaku selama proses, dan sertifikat pelatihan. Sedangkan, untuk lingkungan fisik dapur meliputi kebersihan dapur, tempat penyimpanan, tempat pengolahan, tempat packing, dan sumber air yang digunakan.

    “Kita juga sudah mensosialisasikan ke seluruh dinkes, tolong bantu teman-teman di Badan Gizi Nasional, untuk bisa ngecek makanannya seperti apa, cara masaknya dan orangnya seperti apa, lingkungannya seperti apa, sampel pangannya seperti apa, ada tes cepatnya,” ujarnya.

    Selain itu, Menkes mengatakan pihaknya juga akan mengerahkan Unit Kesehatan Sekolah (UKS) untuk ikut membantu mengawasi program makan bergizi gratis (MBG). Ini dilakukan untuk mencegah kejadian keracunan yang beberapa kali terjadi usai menyantap MBG.

    Selama ini UKS lebih banyak digunakan sebagai tempat pendidikan dan pembinaan. Namun, melalui kerja sama dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), UKS juga akan diperbantukan dalam mengawasi program MBG. Anak sekolah nantinya juga diajarkan untuk lebih memahami gizi dan keamanan pangan.

    “Misalnya, nanti kita ajarin UKS kalau menerima makanan dilihat dulu. Ada warna yang aneh nggak, ada bau yang aneh nggak, ada lendirnya nggak, ini kita mau ajarin. Sehingga nanti kalau masuk, bisa mencegah nggak usah dimakan duluan,” tandasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/kna)

  • Cegah Keracunan, Menkes Bakal Ajari UKS Cek Menu MBG

    Cegah Keracunan, Menkes Bakal Ajari UKS Cek Menu MBG

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meminta Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) mulai dilibatkan mencegah keracunan pangan di program makan bergizi gratis (MBG). Menurutnya, pengawasan dini bisa dilakukan dengan cara sederhana, misalnya mengecek warna, bau, atau tekstur makanan sebelum dibagikan kepada siswa.

    “Kita akan ajarkan ke UKS, kalau menerima makanan dicek dulu. Apakah warnanya aneh, baunya tidak wajar, atau ada lendir. Kalau ada tanda-tanda begitu, jangan langsung dibagikan,” kata Budi dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (1/10/2025).

    Budi mengakui, pengawasan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) tetap menjadi tugas utama Kementerian Kesehatan untuk mendukung Badan Gizi Nasional (BGN). Tujuannya, memastikan kualitas gizi makanan terjaga, sehingga masalah kesehatan anak bisa ditekan hingga 50 persen.

    Pengawasan SPPG juga mulai melibatkan 10 ribu puskesmas yang tersedia di Indonesia, untuk memastikan kesegaran pangan hingga cara memasak yang baik.

    “Kita sudah sosialisasikan ke Dinas Kesehatan, tolong bantu teman-teman BGN untuk mengecek bahan makanan, cara pengolahannya, dan juga ada tes cepatnya. Ini sudah dilakukan rutin oleh 10 ribu puskesmas, tenaga ada, dan mereka siap mendukung BGN,” jelasnya.

    Perluasan Fungsi UKS

    Keterlibatan UKS sudah diusulkan Menkes pada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) agar UKS tidak hanya fokus pada pendidikan dan pembinaan, tetapi mulai ditambah fungsi pelayanan kesehatan sederhana.

    “Biasanya UKS hanya untuk pendidikan, sekarang kita dorong ada sedikit pelayanan kesehatan juga. Dengan begitu, sekolah bisa ikut menjadi benteng pertama pencegahan keracunan makanan,” ujar Budi.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video Kata Komisi IX soal Desakan Penghentian Program MBG gegara Keracunan”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/up)

  • Bupati Garut Tetapkan Status KLB Keracunan Menu MBG

    Bupati Garut Tetapkan Status KLB Keracunan Menu MBG

    Syakur mengintruksikan seluruh aparatnya terutama di desa sekitar kejadian, untuk menyisir sekaligus mendeteksi warga, jika ada keluhan serupa, agar segera melakukan pemeriksaan.

    “Jangan sampai ada warga yang enggan berobat karena takut biaya atau merasa jauh, semuanya ditangani gratis,” ujar dia.

    Hingga hari ini, Dinas Kesehatan Garut mencatat 131 orang siswa korban keracunan masih menjalani perawatan di dua lokasi yakni Puskesmas Kadungora dan Puskesmas Leles. 

    “Tiga di antaranya dirujuk ke rumah sakit, termasuk seorang balita, karena membutuhkan penanganan lebih intensif,” ujar dia.

    Beberapa pasien sudah meninggalkan ruang perawatan, kondisi sebagian pasien mulai membaik, terlihat dari wajah pasien yang terlihat cerah, gejala juga berkurang. “Tetapi kita tetap monitor hingga delapan jam,” ujar dia.

    “Saya berharap mereka cepat sembuh, beberapa pasien tadi bahkan sudah bisa tersenyum,” kata dia.

    Pemerintah Kabupaten Garut belum memastikan penyebab utama keracunan massal. Masih menunggu hasil penelitian lebih lanjut. 

    Saat ini, dapur SPPG yang diduga menjadi penyebab keracunan sudah ditutup sementara, untuk kepentingan evaluasi.

  • Kepala BGN Buka-bukaan Biang Kerok Keracunan MBG, Kasusnya Naik Terus

    Kepala BGN Buka-bukaan Biang Kerok Keracunan MBG, Kasusnya Naik Terus

    Jakarta

    Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Prof Dadan Hindayana buka suara terkait pemicu maraknya kasus keracunan dalam program makan bergizi gratis (MBG) yang semakin banyak dalam dua bulan terakhir. Menurut Dadan, sebagian besar kasus terjadi karena standar operasional prosedur (SOP) tidak dijalankan dengan benar oleh satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG).

    “Mulai dari pembelian bahan baku, proses memasak, hingga distribusi sering tidak sesuai aturan,” beber Dadan dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (1/102025).

    Temuan menunjukkan ada SPPG yang membeli bahan baku H-4 sebelum hari penyajian, padahal ketentuan juknis mewajibkan maksimal H-2 untuk menjaga kualitas dan kesegaran makanan.

    Masalah juga muncul dalam proses memasak dan pengiriman. Ada dapur yang selesai memasak pukul 9 pagi, seperti yang terjadi di kasus keracunan massal Bandung, makanan baru sampai ke penerima manfaat setelah lebih dari 12 jam. Kondisi ini disebutnya jelas meningkatkan risiko rusaknya kualitas makanan makanan.

    Sanitasi Air dan Alat Makan Buruk

    Selain itu, Dadan menyoroti sanitasi di dapur penyedia. “Belum semua air yang dipakai oleh SPPG memenuhi standar. Bahkan saat kami cek di Bandung, alat sterilisasi sudah ada, tapi mencucinya belum menggunakan air panas,” jelasnya.

    Presiden Prabowo Subianto, disebut Dadan, sudah memerintahkan agar seluruh SPPG melakukan sterilisasi alat makan dan memperketat kebersihan. BGN juga mendorong penggunaan air galon dengan saringan untuk memasak.

    SPPG yang terbukti melanggar SOP disebutnya akan ditindak.

    “Kami tutup sementara sampai mereka melakukan perbaikan. Tidak ada batas waktu, tergantung seberapa cepat mereka bisa menyesuaikan dan menunggu hasil investigasi,” tegas Dadan.

    Selain penutupan, BGN juga meminta agar penyelenggara mulai memitigasi trauma pada anak-anak penerima manfaat yang terdampak keracunan.

    Untuk jangka panjang, BGN tengah menyiapkan regulasi baru berupa sertifikasi laik higiene dan sanitasi (SLHS) serta sertifikasi keamanan pangan berbasis HACCP Hazard Analysis and Critical Control Point.

    Sertifikasi SLHS akan dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan atau Kemenkes, sementara sertifikasi HACCP akan melibatkan lembaga independen yang berkompeten di bidang keamanan pangan.

    “Jadi tidak hanya soal sanitasi, tapi juga jaminan keamanan pangan secara menyeluruh,” kata Dadan.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Prabowo Bakal Temui Seluruh Mitra MBG Sepulang dari New York”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)

  • SDN 01 Gedong hentikan sementara MBG usai 20 siswa diduga keracunan

    SDN 01 Gedong hentikan sementara MBG usai 20 siswa diduga keracunan

    Jakarta (ANTARA) – Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Sekolah SDN 01 Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Kurniasari menyatakan pihaknya menghentikan sementara pasokan Makan Bergizi Gratis (MBG) setelah 20 siswa diduga keracunan.

    “Untuk sementara, kami setop (MBG) sampai keluar hasilnya (pemeriksaan laboratorium),” kata Kurniasari di Jakarta Timur, Rabu.

    Menurut dia, langkah tersebut merupakan keputusan yang tepat untuk saat ini, sembari menunggu hasil pemeriksaan menu MBG pada Selasa (30/9), yang menyebabkan siswa mual, pusing, serta muntah.

    Dia mengatakan sampel dari seluruh menu MBG yang dikonsumsi siswa kemarin sudah diperiksa oleh pihak Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo.

    “Ya, diambil sampel dari pihak Puskesmas. Sampelnya sudah dibawa, berikut juga dengan muntahannya,” ungkap Kurniasari.

    Menu MBG yang dibagikan kepada siswa pada Selasa (30/9) terdiri dari mi goreng, telur goreng, tahu, sayur capcay dan buah stroberi.

    Dia menyebutkan mi goreng yang menjadi menu MBG kemarin berbeda dari biasanya, karena sebagian teksturnya sudah berlendir.

    “Ya, berbeda (teksturnya), seperti mungkin yang tadi, yang sedikit berbau itu. Tapi lembek atau tidaknya namanya mi, lalu ada (lendir), ya. Ada bau dari mi goreng dan telur bau juga tadi,” jelas Kurnia.

    Sebelumnya, Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo mengecek sampel makanan program MBG di SDN 01 Gedong untuk diperiksa lebih lanjut terkait dugaan keracunan yang dialami oleh sejumlah siswa.

    “Saat ini, sampel makanan sudah diambil, jadi kami belum bisa bicara lebih jauh sebelum hasilnya keluar,” kata Kepala Unit Pengelola Sarana dan Prasarana Pendidikan Dinas Pendidikan DKI Jakarta Budiyono saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa (30/9).

    Dia membenarkan adanya indikasi keracunan terhadap 20 siswa SDN 01 Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur, setelah mengonsumsi makanan dari program MBG tersebut sekitar pukul 07.25 WIB.

    Pemeriksaan sampel makanan dilakukan oleh Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo. Petugas mengambil seluruh jenis lauk untuk diuji, termasuk mi goreng, sayuran, lauk protein, hingga buah.

    Sampai dengan saat ini, Dinas Pendidikan DKI Jakarta masih menunggu hasil pemeriksaan dari Puskesmas untuk memastikan penyebab dugaan keracunan tersebut.

    Seperti diketahui, program MBG merupakan salah satu kebijakan unggulan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang bertujuan meningkatkan gizi anak sekolah dasar dan menengah.

    MBG rutin disalurkan di sekolah-sekolah negeri setiap hari dengan menu yang berbeda-beda.

    Kasus dugaan keracunan di SDN 01 Gedong itu pun menjadi perhatian serius mengingat tujuan program MBG adalah memberikan asupan makanan sehat dan aman bagi siswa.

    Dinas Pendidikan bersama dengan Dinas Kesehatan dan aparat terkait akan melakukan evaluasi menyeluruh untuk mencegah kejadian serupa terulang.

    Dari 20 siswa tersebut, hanya lima siswa SDN 01 Gedong yang sempat dibawa ke RSUD Pasar Rebo. Namun tak lama, mereka sudah dipulangkan dan dapat kembali beraktivitas.

    Sementara itu, 15 siswa lainnya dijemput oleh orang tua masing-masing dan ditangani dengan pemberian obat pencegahan oleh puskesmas. Pihak sekolah bersama orang tua terus memantau perkembangan kesehatan anak-anak tersebut.

    SDN 01 Kelurahan Gedong sudah menerima MBG sejak Agustus 2025, dengan pengiriman melalui Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Badan Gizi Nasional Yayasan Ameena Mulya Indonesia yang berlokasi di Jalan Raya Tengah, RT 09/03, Kelurahan Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur.

    Pengiriman 200 kotak MBG untuk SDN 01 Gedong dari SPPG tersebut dilakukan pada pukul 06.00 WIB, sesuai dengan permintaan sekolah.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Rr. Cornea Khairany
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Mengenal Jenis dan Kualifikasi Ahli Gizi, Profesi yang Lagi ‘Hits’ di Garda Depan MBG

    Mengenal Jenis dan Kualifikasi Ahli Gizi, Profesi yang Lagi ‘Hits’ di Garda Depan MBG

    Jakarta

    Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah saat ini menjadi sorotan publik. Di balik niat baik untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat, muncul pertanyaan besar: siapa yang seharusnya merancang dan memastikan program ini berjalan efektif?

    Idealnya, posisi penting dalam kebijakan pangan dan gizi diisi oleh tenaga profesional dengan latar belakang ilmu gizi. Faktanya, keterlibatan tenaga gizi banyak jadi sorotan karena dinilai belum optimal. Bahkan beberapa posisi strategis dalam program ini bukan ditempati oleh profesional di bidang gizi.

    Berbekal kompetensi khusus yang dibentuk melalui pendidikan formal, sertifikasi, hingga kode etik profesi, peran ahli gizi sejatinya bukan sekadar menentukan menu atau membantu diet penurunan berat badan. Fungsi dan tanggung jawab ahli gizi juga mencakup perencanaan, intervensi, mengawasi kualitas dan keamanan serta evaluasi program gizi berskala individu hingga populasi.

    Tapi sebenarnya, siapa saja sih yang dikategorikan sebagai tenaga gizi atau ahli gizi? Kualifikasi apa yang dimiliki, dan apa bedanya dengan profesi lain yang juga bersinggungan dengan nutrisi?

    Untuk memahami lebih jauh, mari dikupas satu persatu.

    Kualifikasi Profesi Ahli Gizi, Nutrisionis, dan Dietisien

    Di kalangan awam, istilah ‘ahli gizi‘ punya makna yang luas, mencakup siapapun yang punya pengetahuan tentang ilmu gizi. Namun jika merujuk pada regulasi yang berlaku, ternyata ada kualifikasi tertentu untuk dapat menjalankan profesi tenaga gizi atau ahli gizi.

    Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan serta Permenkes No. 26 Tahun 2013, tenaga gizi di Indonesia terdiri dari dua kategori yakni nutrisionis dan dietisien.

    Lulusan D3 Gizi (A.Md.Gz), ahli madya giziLulusan D4 Gizi (S.Tr.Gz), sarjana terapan giziLulusan S1 Gizi (S.Gz), sarjana gizi/nutrisionisLulusan pendidikan profesi (RD), Dietisien

    Nutrisionis adalah istilah umum yang digunakan untuk profesional yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang gizi dan memiliki pengetahuan luas tentang nutrisi dan dapat memberikan edukasi serta konseling gizi secara umum. Nutrisionis memiliki fokus pada promotif dan preventif gizi di masyarakat.

    Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/342/2020 tentang standar profesi nutrisionis, yang termasuk nutrisionis adalah:

    Lulusan D3 Gizi (A.Md.Gz) atau ahli madya giziLulusan D4 Gizi (S.Tr.Gz) atau sarjana terapan giziLulusan S1 Gizi (S.Gz) atau sarjana gizi/nutrisionisLulusan magister gizidan lulusan doktoral gizi.

    Dietisien adalah ahli gizi yang telah menempuh pendidikan profesi dietisien dan memiliki kualifikasi tertinggi dalam memberikan terapi gizi medis, asesmen status gizi pasien, serta praktik mandiri. Dietisien memiliki kewenangan tersebut karena telah mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR) yang berlaku seumur hidup serta Surat Izin Praktik (SIP) yang harus diperpanjang setiap 5 tahun sebagai syarat legal untuk berpraktik.

    Kedua kategori ini diakui secara resmi oleh negara berdasarkan peraturan terbaru pada UU No. 17 Tahun 2023 sebagai tenaga kesehatan bidang gizi, sehingga sah disebut ahli gizi.

    Di Indonesia, secara resmi tidak ada gelar khusus untuk profesi ini. Namun di beberapa negara seperti Amerika Serikat, gelar RD (Registered Dietitien) atau RDN (Registered Dietitien Nutritionist) dapat dilekatkan di belakang nama. Begitupun jika melanjutkan ke jenjang doktor klinis (S3), dapat mencantumkan gelar DCN (Doctor of Clinical Nutrition).

    Gelar ‘Ahli Gizi’ dalam Konteks Akademis

    Di luar profesi ahli gizi yang mencakup nutrisionis dan dietisien, ada juga sebutan ‘ahli gizi’ untuk profesi lain yang juga mendalami ilmu gizi. Salah satu contoh yang belakangan cukup populer adalah dr Tan Shot Yen, seorang dokter (tentunya dengan latar belakang sarjana ilmu kedokteran) yang mengambil pendidikan S3 di bidang ilmu gizi masyarakat, sehingga kerap dijuluki ‘ahli gizi’ dalam berbagai publikasi di media massa meski profesinya terdaftar sebagai dokter atau tenaga medis.

    Menurut regulasi yang berlaku, jenjang S2 atau S3 bidang ilmu gizi memang tidak mensyaratkan latar belakang profesi ahli gizi. Karenanya, jenjang pendidikan ini tidak otomatis memberi kewenangan praktik jika tidak menempuh pendidikan sarjana gizi dan pendidikan profesi dietisien sebagai nutrisionis atau dietisien sebelumnya.

    Secara akademik, lulusan magister dan doktor tetap diakui sebagai ‘ahli gizi’ atau ‘pakar gizi’ dalam konteks keilmuan, yang dimaknai bukan sebagai profesi melainkan ahli dengan kepakaran di bidang ilmu gizi. Para pakar ini umumnya berkarier sebagai peneliti, dosen, konsultan kebijakan, atau pimpinan program gizi berskala nasional maupun internasional.

    Dengan demikian, ahli gizi dalam pengertian legal-profesional adalah mereka yang memenuhi syarat pendidikan vokasi, sarjana, atau profesi dietisien sesuai aturan. Sementara itu, jenjang pascasarjana lebih memperkuat peran di ranah akademik dan riset, bukan praktik klinis langsung.

    Jenis-jenis Profesi Ahli Gizi

    Peran seorang ahli gizi dapat dikelompokkan berdasarkan fokus kerja dan lingkungannya. Secara umum, terdapat tiga spesialisasi utama yang menunjukkan beragamnya kontribusi ahli gizi.

    Gizi Masyarakat

    Ahli gizi yang berfokus pada gizi masyarakat memiliki peran penting dalam meningkatkan status gizi secara luas. Nutrisionis lebih difokuskan pada pelayanan kerja ini. Beberapa contoh bidang kerja dalam Gizi Masyarakat meliputi:

    Puskesmas atau Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama: Merancang dan melaksanakan program edukasi gizi untuk publik, seperti kampanye pencegahan stunting, promosi ASI eksklusif, atau sosialisasi gizi seimbang.Peneliti Gizi: Melakukan studi dan riset untuk mengidentifikasi masalah gizi di suatu populasi dan mencari solusi berbasis bukti.Lembaga Pemerintah atau Nonpemerintah: Bekerja di dinas kesehatan, Kementerian Kesehatan, atau organisasi internasional seperti UNICEF dan WHO untuk menyusun kebijakan dan program gizi berskala besar.

    Gizi Klinik

    Dietisien difokuskan berpraktik di fasilitas pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit atau klinik. Fokus utama Ahli Gizi Klinik adalah memberikan asuhan gizi terintegrasi untuk pasien dengan kondisi medis tertentu. Bidang pekerjaan ahli gizi klinik mencakup:

    Konsultan Gizi Praktik Mandiri: Membuka klinik pribadi untuk memberikan konseling gizi individual kepada klien yang membutuhkan penanganan gizi spesifik, seperti manajemen berat badan atau diet untuk kondisi alergi.Rumah Sakit: Melakukan asesmen status gizi pasien, merancang intervensi gizi (terapi diet), dan memantau perkembangan gizi pasien rawat inap dan rawat jalan. Ini termasuk penanganan gizi untuk pasien diabetes, penyakit jantung, gagal ginjal, atau pasien kritis.Ahli Gizi Olahraga (Sport Nutritionist): Merancang program nutrisi untuk atlet, memastikan kebutuhan energi dan nutrisi mereka terpenuhi untuk mengoptimalkan performa dan pemulihan.

    Gizi Institusi

    Spesialis gizi institusi berfokus pada manajemen penyelenggaraan makanan dalam skala besar. Ahli gizi yang bekerja di gizi institusi memastikan bahwa makanan yang disajikan memenuhi standar gizi, kebersihan, dan keamanan pangan. Bidang kerja di Gizi Institusi meliputi:

    Layanan Makanan di Rumah Sakit: Merencanakan menu, mengawasi proses produksi, dan mendistribusikan makanan yang sesuai dengan kondisi medis pasien di rumah sakit.Katering atau Layanan Makanan Massal: Mengelola layanan katering untuk perusahaan, sekolah, atau acara besar, memastikan menu yang disajikan sehat, bervariasi, dan memenuhi standar gizi.Industri Pangan: Terlibat dalam pengembangan produk makanan baru, memastikan kandungan nutrisi, dan menyusun label nutrisi yang akurat pada kemasan produk. Mereka juga berperan dalam quality control.

    Organisasi yang Menaungi Profesi Ahli Gizi

    Di Indonesia, profesi ahli gizi dinaungi oleh Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI). Organisasi ini memiliki peran vital dalam menjaga profesionalisme, etika, dan kompetensi para anggotanya. PERSAGI menetapkan Kode Etik Ahli Gizi Indonesia yang harus dipatuhi oleh setiap praktisi. Kode etik ini mengatur perilaku profesional, kerahasiaan informasi klien, dan standar praktik yang berbasis bukti ilmiah.

    Keberadaan organisasi profesi juga menjamin bahwa setiap praktik yang dilakukan oleh anggotanya selalu mengikuti perkembangan terbaru dalam ilmu gizi. PERSAGI juga berperan dalam menyelenggarakan seminar, lokakarya, dan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas profesional.

    Selain itu, PERSAGI juga memiliki peran advokasi, yakni memperjuangkan hak dan posisi ahli gizi dalam sistem kesehatan nasional. Dengan demikian, profesi ini mendapat pengakuan yang jelas dalam kerangka tenaga kesehatan, sejajar dengan profesi medis lainnya.

    Kemiripan dengan Profesi Sejenis

    Profesi ahli gizi seringkali dianggap sama saja seperti profesi lain yang bersinggungan dengan pangan dan nutrisi misalnya dokter spesialis gizi klinis dan pakar teknologi pangan. Padahal, sebenarnya masing-masing punya jalur pendidikan, kewenangan, dan lingkup kerja yang berbeda.

    Sebagai perbandingan, berikut rangkuman singkatnya:

    Ahli Gizi (Nutrisionis/Dietisien)Latar belakang: D3, S1 Gizi, atau Profesi Dietisien.Fokus: Konseling gizi, edukasi masyarakat, manajemen diet, hingga terapi gizi medis.Status: Tenaga kesehatan resmi, memiliki STR dan SIP untuk praktik.Dokter Spesialis Gizi Klinik (SpGK)Latar belakang: Dokter umum yang menempuh pendidikan spesialisasi gizi klinik.Fokus: Menegakkan diagnosis penyakit, memberikan terapi medis, termasuk obat, serta merancang intervensi gizi.Peran: Sering bekerja sama dengan dietisien dalam menangani pasien dengan kondisi klinis kompleks.Kewenangan: SpGK merupakan spesialisasi dalam profesi dokter, sehingga berwenang melakukan tindakan medis dan meresepkan obat.Lulusan Teknologi Pangan (‘Tekpang’)Latar belakang: Sarjana Teknologi Pangan atau Ilmu Pangan.Fokus: Ilmu dan teknologi pengolahan makanan, pengawetan, inovasi produk pangan, keamanan pangan, serta quality control di industri makanan.Peran: Memastikan makanan aman, bergizi, dan sesuai standar produksi massal.Kewenangan: Teknologi pangan lebih ke arah proses produksi dan pengembangan makanan. Tugasnya berbeda dengan ahli gizi yang lebih fokus pada kebutuhan nutrisi individu atau populasi.

    Halaman 2 dari 7

    Simak Video “Video: Ahli Gizi Soroti Suhu Penyimpanan Menu Makan Gratis”
    [Gambas:Video 20detik]
    (mal/up)

    Gaduh Keracunan MBG

    22 Konten

    Ribuan anak sekolah dilaporkan mengalami keracunan usai menerima Makan Bergizi Gratis (MBG). Apa saja kemungkinan penyebabnya, dan bagaimana mencegahnya di kemudian hari?

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Keracunan MBG di Sleman Positif Akibat Bakteri, Dinkes Usul Perombakan Sistem Dapur
                
                    
                        
                            Yogyakarta
                        
                        1 Oktober 2025

    Keracunan MBG di Sleman Positif Akibat Bakteri, Dinkes Usul Perombakan Sistem Dapur Yogyakarta 1 Oktober 2025

    Keracunan MBG di Sleman Positif Akibat Bakteri, Dinkes Usul Perombakan Sistem Dapur
    Tim Redaksi
    YOGYAKARTA, KOMPAS.com –
    Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sleman memastikan penyebab keracunan massal yang dialami sejumlah siswa di Kapanewon Mlati dan Kapanewon Berbah adalah akibat cemaran bakteri.
    Merespons temuan ini, Dinkes Sleman langsung mengusulkan sejumlah perbaikan sistem keamanan pangan, termasuk penambahan tenaga ahli sanitasi di setiap dapur penyedia Makanan Bergizi Gratis (MBG).
    Belajar dari rentetan kasus tersebut, Dinkes Sleman kini mengambil langkah proaktif dengan mengusulkan sejumlah perbaikan sistem kepada pemerintah pusat.
    Status Sleman sebagai kabupaten dengan kasus keracunan MBG terbanyak di DIY menjadikannya sebagai sampel evaluasi nasional.

    “Kami hari Sabtu ada zoom dengan pusat, terus yang jadi sampel memang Sleman karena kasus keracunanya paling banyak diantara kabupaten/kota di DIY. Nah kemarin kami menyampaikan beberapa usulan,” ujar Khamidah.
    Usulan utama yang paling ditekankan adalah penambahan tenaga ahli kesehatan lingkungan atau sanitarian di setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
    Menurutnya, tenaga yang ada saat ini, yakni ahli gizi dan akuntan, belum cukup untuk menjamin keamanan pangan dari sisi kebersihan lingkungan.
    “Kan petugasnya baru ada ahli gizi sama akuntan. Kami mengusulkan tambah satu lagi, sanitarian,” ungkapnya.
    Khamidah menjelaskan, peran sanitarian sangat krusial untuk melakukan tindakan preventif. Mereka bertugas memeriksa seluruh aspek kebersihan dan kelayakan dapur sebelum beroperasi.
    “Sebelum dapur itu berjalan itu air segala macam itu dicek laboratorium. Kesiapan dapurnya, lingkunganya di situ, itu harus dicek sama sanitarianya itu. Minimal airnya secara periodik dicek laboratorium,” urainya.
    Sejalan dengan usulan tersebut, Dinkes juga merekomendasikan agar kualitas air di setiap dapur wajib diperiksa terlebih dahulu sebelum digunakan untuk memasak.
    “Sebelum dapur beroperasi kami juga mengusulkan sebaiknya air diperiksa dulu. Supaya kalau misalnya dicroscek oh ternyata airnya baik, kalau misalnya sudah dipakai ini kan memakai air yang sudah diperiksakan,” ucapnya.
    Terakhir, Dinkes Sleman kembali menyarankan agar seluruh SPPG segera memproses Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) untuk memiliki standar yang jelas dan terukur.
    “Bahayanya kan dia belum punya layak sehatnya, kalau misalnya Kita mau menilai dia layak sehat atau tidak kan jadi nggak tahu. Ya kami menyarankan untuk itu (SLHS) diproses,” pungkasnya.
    Kepastian penyebab keracunan didapat setelah hasil uji laboratorium terhadap sampel sisa makanan dan peralatan keluar.
    “Hasil lab untuk yang (keracunan makanan di) Mlati dan Berbah hampir sama. Ada cemaran bakteri,” ujar dr. Khamidah Yuliati saat ditemui Kompas.com, Selasa (30/9/2025).
    Untuk insiden di Kapanewon Berbah, hasil laboratorium menunjukkan adanya tiga jenis bakteri.
    “(Hasil laboratorium) Ada
    E. coli, Staphylococcus
    sama
    Bacillus
    ,” ungkapnya.
    Sementara itu, hasil uji sampel dari kejadian di Kapanewon Mlati sebelumnya juga menunjukkan adanya cemaran bakteri
    Escherichia coli, Clostridium species,
    dan
    Staphylococcus
    .
    Menurut Khamidah, jenis bakteri ini mengindikasikan sumber kontaminasi yang spesifik.
    “Biasanya cemaran di air itu banyaknya itu,” tuturnya.
    Dugaan bahwa air menjadi biang keladi semakin kuat setelah petugas juga memeriksa ompreng atau kotak makan yang digunakan siswa di Mlati.
    Hasilnya, ditemukan bakteri
    Escherichia coli
    pada wadah tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Honor Staf SPPG Telat-Temuan Sayur Busuk

    Honor Staf SPPG Telat-Temuan Sayur Busuk

    Jakarta

    Ombudsman RI mengungkap terdapat empat potensi maladministrasi pada program Makan Bergizi Gratis (MBG). Temuan ini berbentuk berbagai penyimpangan, baik itu dari masalah kepentingan politik, gaji dari ahli gizi, hingga temuan ketidaksesuaian bahan makanan.

    Pertama, Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menyebut terdapat potensi maladministrasi pada proses verifikasi mitra yang berjalan tanpa kepastian waktu serta keterlambatan pencairan honorarium bagi staf lapangan.

    “Di Bogor misalnya, staf inti SPPG seperti ahli gizi dan akuntan dijanjikan honorarium sebesar Rp 5 juta per bulan. Namun realisasinya baru cair setelah 3 bulan sehingga berpengaruh pada motivasi kerja,” kata dia dalam konferensi pers di Kantor Ombudsman RI, Selasa (30/9/2025).

    Kasus lainnya, ia mencontohkan yang terjadi di Garut dan Bandung Barat, relawan yang rata-rata berjumlah 50 orang per SPPG menyampaikan keluhan mengenai beban kerja yang cukup berat mulai dari dapur hingga distribusi yang belum sebanding dengan kompensasi yang diterima.

    Kondisi serupa juga ditemukan di Belitung, Bangka Belitung, di mana guru harus mengatur distribusi makanan tanpa insentif maupun fasilitas yang memadai.

    Maladministrasi yang kedua, temuan afiliasi sejumlah yayasan dengan jejaring politik yang menimbulkan risiko konflik kepentingan dalam penetapan mitra. Sayangnya, Yeka enggan menyebutkan jumlah dan asal SPPG dan yayasan yang terafiliasi dengan jejaring politik.

    Ketiga, ketidakmampuan atau lemahnya kompetensi dalam penerapan SOP, ditunjukkan oleh dapur yang tidak menyimpan catatan suhu maupun retained sample sehingga investigasi insiden keracunan menjadi terkendala.

    Keempat, terjadi penyimpangan prosedur dalam pengadaan bahan makanan. Yeka menyebutkan, terdapat temuan di salah satu SPPG Bogor yang menyediakan beras tidak sesuai kontrak hingga distribusi sayur busuk.

    “Seperti kasus di Bogor ketika beras medium dengan kadar patah lebih dari 15% diterima meskipun kontrak menyebut beras premium, serta temuan distribusi sayuran busuk dan lauk yang tidak lengkap di sejumlah daerah,” ungkapnya.

    Ombudsman RI memberikan saran untuk penyelanggaraan MBG, terutama terkait dengan aspek pengawasan:

    1. Sistem Koordinasi

    Badan Gizi Nasional (BGN) perlu membangun sistem koordinasi yang efektif antara instansi pemerintah pusat, daerah, dan komunikasi masyarakat agar pelayanan MBG dapat lebih responsif terhadap kondisi di lapangan.
    • BPOM dan Dinas Kesehatan perlu dilibatkan dalam proses pengawasan keamanan pangan secara rutin.
    • Pemerintah daerah (PTSP) perlu memastikan ketersediaan dukungan distribusi khusus di sekolah dengan honorarium yang memadai, sehingga beban guru dapat dikurangi.

    2. Evaluasi Pelaksanaan SPPG

    BGN perlu melakukan pembinaan dan pengawasan secara berkelanjutan terhadap penyelenggaraan MBG oleh SPPG, dengan memastikan tidak terjadi diskriminasi, maladministrasi, maupun penurunan kualitas layanan.
    Pengawasan harus berbasis data melalui:
    • Daftar periksa bahan masuk atau formulir pemeriksaan bahan untuk menjaga mutu bahan baku.
    • Penindakan tegas terhadap pemasok yang berulang kali melanggar spesifikasi.

    Dalam pelaksanaan pembinaan dan pengawasan, BGN perlu memastikan:
    a. SPPG yang mengalami insiden hingga menimbulkan gangguan kesehatan bagi penerima manfaat harus dihentikan sementara untuk dilakukan evaluasi.
    b. SPPG yang telah beroperasi dan tidak mengalami insiden tetap dijalankan dengan pengawasan yang konsisten.
    c. SPPG yang sudah terdaftar tetapi belum beroperasi perlu mendapatkan pembinaan, memastikan pemahaman terhadap petunjuk teknis, dan hanya dapat beroperasi setelah evaluasi atas insiden sebelumnya selesai dilakukan serta perbaikan dilaksanakan.

    3. Partisipasi Publik

    BGN perlu melaksanakan pengawasan secara berkala dengan membuka ruang partisipasi publik, melibatkan lembaga pengawas independen, serta menyediakan dashboard digital yang menampilkan secara real-time informasi kepatuhan terhadap SOP distribusi, hasil uji organoleptik, serta data pendukung lain untuk meningkatkan transparansi.
    • Untuk menjamin keberlanjutan monitoring, BGN juga perlu menyelesaikan Buku Saku Operasional Dapur SPPG agar segera diterapkan secara nasional dan menjadi pedoman standar pengolahan serta distribusi makanan.

    (ada/rrd)