Kementrian Lembaga: Dinkes

  • HUT Korps Marinir dan World Clean Up Day, Khofifah Ajak Warga Jatim Jaga Sungai

    HUT Korps Marinir dan World Clean Up Day, Khofifah Ajak Warga Jatim Jaga Sungai

    Surabaya (beritajatim.com) – Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa bersama Pasukan Marinir Korps 2 TNI AL menggelar aksi susur dan bersih-bersih Kali Surabaya, Minggu (19/10/2025). Kegiatan ini dilakukan dalam rangka memperingati Hari Jadi ke-80 Provinsi Jatim sekaligus World Clean Up Day 2025 serta HUT Korps Marinir.

    Kegiatan ini diikuti Komandan Pasmar 2 Mayor Jenderal TNI (Mar) Dr. Oni Junianto, Pangkoarmada II Laksda TNI I Gung Putu Alit Jaya, Komandan Komando Daerah TNI AL (Dankodaeral) V Laksda TNI Ali Triswanto, Sekdaprov Jatim Adhy Karyono, Dankodimar Kodiklatal Brigjen TNI (Mar) I Made Sukada, Dankolatmar Brigjen TNI (Mar) Agus Dwi Laksana Putra, Kepala BBWS Brantas Muhammad Noor, Kabid Wilayah III Pusdal LH Jawa KLH Gatut Panggah Prasetyo, Direktur Operasional Perum Jasa Tirta I Milfan Tantawi, Kepala DLH Jatim Nurkholis dan Vice President Regional Perum Jasa Tirta Gandindra Adi Cahyono.

    Melalui aksi tersebut, Khofifah menyerukan gerakan ‘Jaga Sungai, Jaga Kehidupan’ sebagai panggilan bersama bagi masyarakat Jawa Timur untuk menjaga kebersihan sungai, melestarikan lingkungan, dan memperkuat kesiapsiagaan menghadapi bencana.

    Menurut Khofifah, Kali Surabaya merupakan urat nadi kehidupan bagi warga Kota Surabaya dan sekitarnya. Sungai ini menjadi bagian penting dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas yang melayani kebutuhan vital sekitar 17 juta penduduk atau lebih dari 45 persen populasi Jawa Timur.

    “Dalam momentum Hari Jadi ke 80 Provinsi Jatim dan World Clean Up Day serta HUT Korps Marinir ini, ayo kita semua jaga lingkungan dan sungai kita. World clean up day dilakukan di banyak titik berbasis sungai, baik manual maupun menggunakan alat berat. Sungai bukan hanya sumber kehidupan bagi manusia, tetapi juga bagi seluruh makhluk hidup di sekitar kita,” ujar Khofifah.

    Namun, Khofifah mengingatkan, sungai yang menjadi sumber kehidupan dapat berubah menjadi ancaman bila tidak dijaga. Penumpukan sampah dan tingginya sedimentasi dapat memicu bencana banjir saat musim penghujan tiba.

    Ia menyebut kondisi Kali Surabaya kini berada dalam titik kritis. Berdasarkan data pemantauan, 87 persen mutu air sungai tergolong cemar ringan, yang berarti sungai ini tengah menghadapi tekanan ekologis serius.

    “Analisis sumber pencemaran menunjukkan bahwa degradasi kualitas air didominasi oleh dua faktor utama yakni limbah domestik sebesar 60 persen dan limbah industri sebesar 40 persen,” katanya.

    Degradasi lingkungan Kali Surabaya secara langsung meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi, terutama banjir. Akumulasi sampah, sedimentasi, pertumbuhan eceng gondok yang tidak terkendali, serta menjamurnya bangunan liar di sempadan sungai menyebabkan penyempitan dan pendangkalan badan air.

    Akibatnya, kapasitas sungai untuk menampung debit air hujan menurun drastis, sehingga potensi air meluap menjadi semakin tinggi. Ancaman ini menjadi sangat relevan bagi wilayah-wilayah yang menjadi fokus kegiatan, yaitu Kelurahan Warugunung, Karangpilang, Pagesangan, dan Jambangan.

    Kawasan ini secara historis terbukti rentan terhadap banjir akibat luapan sungai, seperti yang pernah terjadi di Kecamatan Karangpilang, dimana puluhan rumah terendam air setinggi 30-50 sentimeter. Risiko ini menjadi ancaman nyata yang telah dipetakan secara ilmiah melalui pemodelan hidrologi.

    Tentunya hal ini dapat diantisipasi bersama dari kemitraan strategis yang telah terjalin kuat antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pasukan Marinir Korps 2 TNI AL. Untuk itu, Gubernur Khofifah menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada Dan Pasmar 2 Korps Marinir atas dedikasi, kepedulian, dan semangat dalam kegiatan hari ini.

    “Kolaborasi tindak lanjut pertemuan formal antara saya selaku Gubernur Jawa Timur dan Komandan Pasmar 2 terkait penguatan sinergi untuk mitigasi bencana dan bantuan kemanusiaan,” ujarnya.

    “Kita tidak menunggu banjir datang, tetapi kita bersiap menghadapinya. Menjaga kelestarian aliran sungai bukan hanya tugas ekologis, tetapi juga tanggung jawab kemanusiaan karena alirannya menjadi sumber air baku bagi jutaan warga,” imbuh Khofifah.

    Ke depan, Khofifah berharap gerakan Jaga Sungai diawali dengan tidak membuang sampah sembarangan dari diri sendiri dan rumah masing-masing. Sebab, sungai yang bersih cermin masyarakat yang beradab.

    Selain itu, meningkatkan kesiapsiagaan, mengenali lingkungan sekitar, membentuk komunitas siaga bencana di tingkat RT/RW dan selalu mengikuti informasi dari pemerintah terkait peringatan dini cuaca dan Perkuat Gotong Royong.

    “Mari kita wariskan Kali Surabaya yang bersih dan sehat untuk anak cucu kita dan bangun Jawa Timur yang semakin tangguh, sejahtera, dan berdaya saing,” pesannya.

    Di sela kegiatan tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga memberikan bantuan paket sembako murah dan pelayanan kesehatan gratis bantuan dari marinir dan Dinas Kesehatan Jawa Timur. Ini diperuntukkan bagi masyarakat di Kelurahan Warugunung, Karangpilang, Pagesangan, dan Jambangan sebagai bentuk kehadiran pemerintah di tengah masyarakat.

    “Nilainya mungkin tidak besar, tetapi maknanya sangat dalam bahwa negara hadir, pemerintah peduli, dan kita adalah satu keluarga besar Jawa Timur,” pungkasnya. (tok/but)

  • 2 Kasus Keracunan MBG di Kabupaten Bogor, Dinkes Temukan Kontaminasi Salmonella dan E Coli
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        19 Oktober 2025

    2 Kasus Keracunan MBG di Kabupaten Bogor, Dinkes Temukan Kontaminasi Salmonella dan E Coli Bandung 19 Oktober 2025

    2 Kasus Keracunan MBG di Kabupaten Bogor, Dinkes Temukan Kontaminasi Salmonella dan E Coli
    Tim Redaksi
    BOGOR, KOMPAS.com
    – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor mencatat, 2 kasus keracunan pangan dalam program makan bergizi gratis atau MBG sepanjang September hingga Oktober 2025.
    Hasil uji laboratorium mengonfirmasi adanya bakteri berbahaya Salmonella dan E.coli pada sejumlah sampel makanan yang dikonsumsi para siswa.
    Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, Fusia Meidiawaty, menjelaskan bahwa kasus pertama terjadi di SMPN 1 Jonggol pada 23 September 2025.
    Sebanyak tujuh siswa mengalami gejala mual, muntah, dan diare setelah mengonsumsi makanan MBG di sekolah tersebut.
    “Dari hasil pemeriksaan laboratorium yang keluar pada 2 Oktober 2025, ditemukan Salmonella sp pada telur ceplok serta E. coli dan coliform pada makanan lain yang diperiksa,” kata Fusia dalam keterangannya, Sabtu (19/10/2025).
    Kasus serupa kembali terjadi pada awal Oktober 2025 di SDN Pasir Angin 2 dan SDN Gadog 1, Kecamatan Megamendung, Puncak Bogor.
    Sebanyak lima siswa mengalami mual, muntah, pusing, lemas, dan nyeri ulu hati setelah menyantap makanan MBG.
    “4 anak sempat dirujuk dan dirawat di RSUD Ciawi, sedangkan satu anak lainnya diperbolehkan pulang setelah mendapatkan perawatan,” ujar Fusia.
    Hasil pemeriksaan UPT Laboratorium Kesehatan Kelas A Kabupaten Bogor yang keluar pada 8 Oktober 2025 juga menunjukkan temuan serupa.
    “Ditemukan E. coli dan Salmonella pada tahu teriyaki, mix salad positif Salmonella, dan makaroni positif E. coli serta Salmonella,” tutur Fusia.
    Sebagai langkah antisipasi, Pemkab Bogor melalui Dinas Kesehatan telah menginstruksikan seluruh puskesmas di Kabupaten Bogor untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap kasus keracunan di sekolah-sekolah penerima program MBG.
    Mantan Direktur RSUD Ciawi ini menegaskan agar koordinasi lintas sektor juga diperkuat agar penanganan cepat dilakukan bila gejala muncul pada siswa.
    “Kami sudah menginformasikan ke seluruh kepala puskesmas untuk meningkatkan kewaspadaan. Jika ada laporan dari sekolah dengan tanda-tanda keracunan, penanganan bisa segera dilakukan,” kata Fusia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Harapan Prabowo Menuju “Zero Error” Program Makan Bergizi Gratis
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        19 Oktober 2025

    Harapan Prabowo Menuju “Zero Error” Program Makan Bergizi Gratis Nasional 19 Oktober 2025

    Harapan Prabowo Menuju “Zero Error” Program Makan Bergizi Gratis
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Meski diwarnai sejumlah kasus keracunan di beberapa wilayah, Presiden Prabowo Subianto mengeklaim bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) berjalan dengan tingkat keberhasilan yang tinggi.
    Menurut Prabowo, tingkat keberhasilan MBG mencapai 99,99 persen berdasarkan perbandingan jumlah porsi yang telah dibagikan dengan jumlah kasus yang terjadi.
    “1,4 miliar porsi yang sudah dibagikan. Yang keracunan makan 8.000 kurang lebih, benar Pak Dadan (Kepala Badan Gizi Nasional)? Jadi kalau diambil statistik adalah 0,0007 atau 0,0008. Artinya program ini 99,99 persen berhasil,” kata Prabowo dalam pidatonya pada sidang senat pengukuhan mahasiswa baru dan wisuda sarjana Universitas Kebangsaan Republik Indonesia (UKRI), Bandung, Sabtu (18/10/2025).
    Prabowo menyampaikan, hingga saat ini MBG telah mendistribusikan 1,4 miliar menu kepada 36,2 juta penerima manfaat.
    Namun, ia mempertanyakan masih adanya pihak yang menyinyiri program tersebut hanya karena menemukan kasus kegagalan di lapangan.
    Kepala Negara pun mengaku heran dengan orang-orang cerdas atau merasa cerdas, menyinyir, selalu mengejek.
    “Di mana ada usaha manusia yang 99,99 persen berhasil, dibilang gagal,” kata Prabowo.
    Meski mengeklaim tingkat keberhasilan program tinggi, Prabowo menegaskan pemerintah tetap melakukan evaluasi.
    Ia menargetkan penyelenggaraan MBG dapat mencapai tingkat kesalahan nol persen meskipun diakuinya hal tersebut sangat sulit.
    “Tapi kalau 1,4 miliar dibagi 8.000 (kasus), saya kira ini masih kalau dalam ilmu pengetahuan, dalam sains ini masih dalam koridor katakanlah corridor of error ya. Tapi kita mau zero error walaupun sangat sulit,” ujarnya.
    Untuk mencapai hal itu, Prabowo mengatakan telah memerintahkan perbaikan standar kebersihan serta kualitas pengolahan makanan di setiap dapur penyelenggara program MBG.
    Ia juga menekankan perlunya pembiasaan hidup bersih kepada para penerima manfaat program.
    “Anak-anak sebelum makan cuci tangan yang benar, kalau perlu harus diajarkan bagaimana makan pakai sendok untuk mencegah. Kalau virus bakteri bisa dari mana saja, ini saya highlight, karena ini sangat penting,” kata Presiden.
    Dalam kesempatan yang sama, Prabowo menyebut program MBG menjadi perhatian dunia internasional karena cakupannya yang luas dan kecepatan realisasinya.
    “Kita ini dianggap penjuru (dunia) dianggap (sebagai) contoh, selain berhasil India. Indonesia dianggap yang paling berani dan kita sekarang dianggap ya salah satu yang paling cepat mencapai 36 juta penerima manfaat dalam waktu 1 tahun,” imbuhnya.
    Wakil Menteri Kesehatan Benjamin Octavianus menyatakan pemerintah terus memperketat pengawasan pelaksanaan MBG.
    Ia meminta masyarakat tidak khawatir terhadap kasus-kasus yang terjadi di lapangan.
    “Jangan khawatir, kami yang nge-push terus, karena saya ditugaskan oleh Pak Menteri dan Pak Presiden untuk memantau. Tugas kita tuh supaya bisa mencegah, supaya kasus-kasus ini makin hari makin turun,” kata Benjamin dalam agenda Temu Media di Kantor Kemenkes, Jakarta Selatan, Jumat (17/10/2025).
    Saat ini, setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) diwajibkan mendaftarkan diri untuk memperoleh Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
    “Itu yang saya tiap hari ingatkan Prof Dadan. Kalau ada SPPG yang belum daftar, cepat daftar. Nah rata-rata mereka, tiap provinsi ada datanya lengkap,” ujarnya.
    Ia menegaskan, SPPG yang belum dinyatakan layak oleh Dinas Kesehatan tidak boleh beroperasi.
    “Ini ada peraturan baru lagi, jadi bahwa SPPG yang baru dibuka kalau belum dinyatakan layak oleh Dinas Kesehatan maka dia tidak boleh melakukan operasi,” tegas Benjamin.
    Menurut dia, hingga saat ini sudah ada ratusan SPPG yang dinyatakan layak berdasarkan sertifikasi kebersihan.
    “Ini tiap hari saya kontrol, hari ini yang lulus 326. SPPG yang sudah lulus SL, 326 hari ini,” katanya.
    Badan Gizi Nasional (BGN) juga memperkenalkan standar operasional prosedur (SOP) baru untuk memperkuat implementasi MBG.
    Salah satunya adalah kewajiban sertifikasi bagi juru masak di setiap SPPG.
    “Semua koki yang ada di dapur harus bersertifikasi. Selain itu, yayasan mitra juga harus menyediakan koki pendamping,” kata Wakil Kepala BGN Nanik S. Deyang dalam konferensi pers di Cibubur, Jawa Barat, Kamis (25/9/2025).
    Ia meminta yayasan mitra turut bertanggung jawab dalam memastikan kualitas makanan yang disajikan.
    “Karena yayasan sudah menerima manfaat dari kita sewa lahan bangunannya, dia harus ikut bertanggung jawab dengan menyediakan koki,” ujar Nanik.
    Nanik menyebut salah satu penyebab kasus keracunan adalah pelanggaran teknis pengolahan makanan.
    “Makanan yang dimasak harus dimakan dalam waktu enam jam. Jika mereka memasak makanan pukul 07.00 atau 08.00 pagi, proses memasaknya harus dimulai pukul 02.00 pagi. Namun yang terjadi, mereka sering memasak sebelum jam 12.00 malam,” ucapnya.
    BGN juga memastikan penegakan aturan akan dilakukan secara tegas.
    “Kami serius menangani hal ini, jika ada pelanggaran, langsung kami tutup, kami akan tegas,” kata Nanik.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 6
                    
                        Belatung di Makanan MBG Wonosobo, Dinkes: Tak Dikonsumsi Siswa, Hanya Jijik
                        Regional

    6 Belatung di Makanan MBG Wonosobo, Dinkes: Tak Dikonsumsi Siswa, Hanya Jijik Regional

    Belatung di Makanan MBG Wonosobo, Dinkes: Tak Dikonsumsi Siswa, Hanya Jijik
    Tim Redaksi
    WONOSOBO, KOMPAS.com –
    Pemerintah Kabupaten Wonosobo memastikan bahwa makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang ditemukan berbelatung belum sempat dikonsumsi oleh siswa sekolah dasar.
    Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Wonosobo, Jaelan Sulat, menyatakan bahwa insiden ini terjadi di SD 2 Kalikarung, Kecamatan Kalibawang, dan langsung ditindaklanjuti setelah larva ditemukan dalam menu lauk tahu saat dilakukan uji organoleptik oleh tim keamanan pangan sekolah.
    “Makanan itu belum sempat dimakan anak-anak, hanya membuat mereka jijik melihatnya. Setelah diketahui ada larva, pihak sekolah langsung menarik dan mengembalikan makanan ke SPPG untuk diganti,” ujar Jaelan, Sabtu (18/10/2025).
    Jaelan menambahkan bahwa tidak ada siswa yang mengalami keracunan atau gangguan kesehatan akibat peristiwa tersebut.
    Ia menekankan bahwa reaksi yang muncul hanyalah karena rasa jijik setelah melihat isi lauk.
    “Kasus ini bukan karena konsumsi makanan terkontaminasi, melainkan karena jijik setelah melihat isi lauknya,” tambahnya.
    Sebelumnya, beredar video berdurasi 30 detik di media sosial yang menunjukkan tahu dalam menu MBG dipenuhi belatung.
    Video itu diunggah akun TikTok @yun e’r dan YouTube @dinodoni1, dan telah ditonton lebih dari 1,2 juta kali, dengan 13,1 ribu suka dan 8.700 kali dibagikan.
    Dalam caption video disebutkan bahwa kejadian terjadi di empat sekolah dasar di Kecamatan Kalibawang. Namun, Jaelan membantah hal tersebut.
    “Di SD 1 Kalikarung hasil uji organoleptik aman, tidak ditemukan apapun. Sedangkan di SD 2 Kalikarung memang ditemukan larva di satu jenis makanan,” jelasnya.
    Sejak berdirinya Sentra Pangan Program Gizi (SPPG) di Wonosobo pada 13 Januari 2025, Dinas Kesehatan telah menjalankan protokol ketat mitigasi keamanan pangan dalam pelaksanaan MBG.
    Langkah-langkah mitigasi tersebut mencakup:
    “Kami bahkan bentuk tim keamanan pangan di sekolah-sekolah. Mereka dilatih melakukan uji organoleptik — melihat, mencium, meraba, dan mencicipi makanan sebelum dibagikan,” ujar Jaelan.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pramono apresiasi hadirnya klinik “Sensory Land Kids” di Jakarta

    Pramono apresiasi hadirnya klinik “Sensory Land Kids” di Jakarta

    Jakarta (ANTARA) – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo mengapresiasi hadirnya klinik “Sensory Land Kids” sebagai ruang yang memprioritaskan tumbuh kembang anak, bahkan melengkapi peran Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) dan ruang terbuka hijau untuk anak di Jakarta.

    “Saya sangat setuju bahwa tumbuh kembang anak, terutama bagi anak yang berkebutuhan khusus itu harus mendapatkan ruang tempat yang sebaik-baiknya. Saya melihat di Sensory Land Kids ini, anak-anak tadi dilatih secara natural, melalui alam, melalui sensorik yang mereka miliki, dan kemudian juga diberikan pengajaran sesuai kebutuhannya,” kata Pramono dalam sambutannya di Sensory Land Kids, Jakarta Timur, Sabtu.

    Dia menilai fasilitas seperti itu sangat dibutuhkan karena karakter anak terbentuk sejak dini, terlebih bagi mereka yang memiliki kebutuhan khusus.

    Pramono mengaku antusias menghadiri “grand opening” klinik tersebut karena melihat semangat “Sensory Land Kids” dalam memberikan rasa kebahagiaan dan kenyamanan bagi tumbuh kembang anak-anak.

    Menurutnya, hal ini sejalan dengan komitmen Pemerintah Provinsi (Pemprov) Pemprov DKI Jakarta dalam memfasilitasi tumbuh kembang anak di seluruh Jakarta.

    Untuk itu, Pemprov DKI Jakarta siap berkolaborasi dengan berbagai pihak dalam mewujudkan dan memprioritaskan proses tumbuh kembang anak secara ideal.

    Pramono menerangkan, Jakarta selalu mendapatkan apresiasi dari pemerintah pusat sebagai daerah yang ramah terhadap anak atau Provinsi Layak Anak.

    Menurutnya, tempat seperti “Sensory Land Kids” dapat menjadi wadah yang baik, khususnya dalam mendampingi proses tumbuh kembang anak-anak berkebutuhan khusus.

    Dia pun telah menginstruksikan Dinas Kesehatan Jakarta untuk memperbanyak klinik yang dapat membantu proses tumbuh kembang anak secara medis.

    Kehadiran “Sensory Land Kids” diharapkan dapat menjadi pemantik agar setiap wilayah di Jakarta memiliki klinik tumbuh kembang anak.

    Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Wamenkes Benny Jelaskan Alasan MBG Tak Disetop Meski Ada Kasus Keracunan

    Wamenkes Benny Jelaskan Alasan MBG Tak Disetop Meski Ada Kasus Keracunan

    Jakarta

    Menghentikan program makan bergizi gratis (MBG) dinilai pemerintah bukan menjadi langkah tepat untuk menekan kemungkinan bertambahnya kasus keracunan pangan. Wakil menteri kesehatan baru dr Benjamin Paulus Octavianus yang kini ikut mendampingi Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, menekankan kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan MBG sebetulnya terjadi saat dapur MBG atau satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) sudah beroperasi tanpa kesiapan, khususnya fasilitas sanitasi.

    Dorongan untuk penghentian MBG dinilai relatif tak berdasar lantaran lebih dari 99 persen pelaksanaan MBG berjalan baik di berbagai daerah.

    “Kalau ada satu lokasi bermasalah lalu 10 ribu titik lain ikut dihentikan, itu justru merugikan. Tugas kami menjaga, memantau, dan mencegah agar kejadian seperti itu tak terulang,” kata pria yang akrab disapa dr Benny, dalam Temu Media di Kemenkes RI, Jumat (17/10/2025).

    Kemenkes RI disebutnya kini ikut terlibat dalam pengawasan keamanan MBG, dengan menggerakkan dinas kesehatan di setiap daerah.

    Salah satu langkah tegas yang diberlakukan adalah SPPG dengan fasilitas tak layak, dilarang melanjutkan operasional.

    “Sekarang setiap pagi kami menerima laporan dari tim di lapangan. Pemantauan berjalan setiap hari di seluruh puskesmas yang memantau SPPG. Jadi pengawasan sudah jauh lebih bagus,” ujarnya di Jakarta, Jumat (18/10/2025).

    Sebagai langkah perbaikan, Kemenkes RI juga mengusulkan penambahan ahli kesehatan lingkungan di setiap pelaksana MBG untuk memastikan aspek kebersihan dan keamanan makanan.

    “Menambah satu petugas khusus di setiap unit itu tidak mudah karena berarti menambah anggaran. Tapi ini sudah disetujui, dan ini langkah luar biasa untuk menjaga keamanan pangan,” jelasnya.

    Terkait regulasi, Kemenkes juga telah memberikan masukan terhadap Peraturan Presiden (Perpres) terkait tata kelola MBG. Usulan tersebut kini tengah dibahas di tingkat pemerintah pusat bersama Badan Gizi Nasional (BGN).

    “Usulan Perpres sudah masuk dan kami sudah berikan masukan. Semua kementerian terkait juga dilibatkan,” ujarnya.

    Kemenkes menekankan, program MBG masih dalam tahap awal dan akan terus disempurnakan.

    “Ini proyek besar, pasti ada kekurangan. Tapi semua langkah perbaikan terus dilakukan agar masyarakat tetap aman dan mendapat manfaat maksimal,” tegasnya.

    (naf/naf)

  • 7 Siswa SDN di Bogor Diduga Keracunan Menu MBG, Dinkes Uji Lab

    7 Siswa SDN di Bogor Diduga Keracunan Menu MBG, Dinkes Uji Lab

    Bogor

    Sebanyak tujuh siswa SD Negeri di Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat, diduga keracunan usai menyantap menu Makan Bergizi Gratis (MBG). Pihak Dinas Kesehatan mulanya menerima informasi melalui puskesmas.

    “Dugaan kasus tersebut dilaporkan oleh Puskesmas Ciangsana setelah tujuh siswa mengalami gejala mual, muntah, pusing, dan sakit perut usai menyantap makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG),” kata Kadinkes Kabupaten Bogor, dr Fusia Meidiawaty, Sabtu (18/10/2025).

    Peristiwa itu terjadi pada hari Kamis (16/10) kemarin. Dia menyebut di kawasan tersebut, ada 10 sekolah yang mengonsumsi MBG dari tempat yang sama.

    “Dari data yang dihimpun, sebanyak 3.034 siswa dari 10 sekolah di wilayah tersebut mengonsumsi makanan dari Program SPPG Ciangsana, Yayasan Rumika Peduli Bangsa,” jelasnya.

    Ketujuh siswa tersebut kemudian mendapatkan perawatan medis di Puskesmas. Setelah mendapatkan perawatan, mereka diperbolehkan untuk pulang dan rawat jalan.

    “Menu makanan yang dikonsumsi para siswa pada hari kejadian terdiri dari nasi putih, ayam goreng tepung asam manis, tahu goreng, mix vegetable, dan buah jeruk,” ungkapnya.

    dr Fusia mengatakan masa inkubasi gejala muncul sekitar 15 menit usai menyantapnya. Tidak ada siswa yang sampai menjalani rawat inap.

    “Setelah dilakukan penanganan medis, seluruh siswa yang mengalami gejala sudah membaik dan tidak ada korban yang dirawat inap,” jelasnya.

    “Kemudian, pemantauan kasus baru selama masa inkubasi. Pengambilan sampel makanan untuk diuji di Laboratorium Kesehatan Kelas A Kabupaten Bogor,” bebernya.

    Sementara, Sekretaris Dinkes Kabupaten Bogor, Irman Gapur mengatakan pihaknya masih menunggu hasil laboratorium tersebut. Dia menyebut belum bisa memastikan apakah gejala tersebut muncul dari menu MBG.

    “Baru diduga (keracunan MBG), hasil labnya belum ada,” kata dia.

    (rdh/mea)

  • Dicek Dinkes! SPPG yang Belum Layak-Rentan Picu Keracunan MBG Tak Boleh Jalan

    Dicek Dinkes! SPPG yang Belum Layak-Rentan Picu Keracunan MBG Tak Boleh Jalan

    Jakarta

    Pemerintah memperketat pengawasan pelaksanaan satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) dalam program makan bergizi gratis. Kini, setiap SPPG baru tidak boleh berjalan sebelum dinyatakan layak oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat.

    Wakil Menteri Kesehatan dr Benjamin Paulus Octavianus menegaskan aturan ini diterapkan untuk memastikan aspek higienitas dan kelayakan dapur SPPG benar-benar memenuhi standar sebelum melayani masyarakat.

    “Sekarang ada peraturan baru. Jadi, SPPG yang baru dibuka, kalau belum dinyatakan layak oleh Dinas Kesehatan, maka dia tidak boleh melakukan operasi,” kata Benjamin dalam Temu Media di Kementerian Kesehatan RI, Jumat (17/10/2025).

    Benjamin menjelaskan, kebijakan ini menjadi langkah penting dalam mencegah kasus-kasus keracunan yang sebelumnya sempat terjadi di beberapa daerah.

    Menurutnya, jika dulu SPPG bisa langsung beroperasi setelah dibuka, kini seluruh aspek kelayakan harus diperiksa terlebih dahulu.

    “Kalau dulu kan SPPG buka langsung masak. Sekarang Dinas Kesehatan lihat dulu, kesling-nya, kebersihan dapurnya, airnya, semua dilihat layak dulu. Baru boleh dikasih anggaran untuk beli bahan makanan dan dimasak,” ujarnya.

    Ia menambahkan, penilaian kelayakan mencakup pemeriksaan fasilitas dapur, ketersediaan air bersih, sanitasi, dan manajemen pengelolaan pangan.

    “Yang sekarang begini, kelayakannya itu yang dilihat Dinas Kesehatan. Kalau Dinkes bilang belum layak, ya belum boleh beroperasi,” tegasnya.

    Dugaan Kenaikan Keracunan Pangan

    Benjamin menyebut, jumlah SPPG yang sudah beroperasi saat ini telah mencapai lebih dari 10 ribu, dengan masing-masing melayani hingga 3.000 porsi per hari.

    Namun, ia mengingatkan semakin besar cakupan layanan, semakin besar pula risiko jika standar kebersihan tidak dipenuhi.

    “Kita berusaha agar angka kejadian (keracunan) bisa zero case. Tapi namanya orang baru buka, kadang masih ada faktor kebersihan, air, atau sanitasi yang belum sempurna,” tuturnya.

    Untuk memperkuat pengawasan, Kementerian Kesehatan juga menambahkan tenaga ahli yang fokus pada aspek kebersihan lingkungan dan sanitasi dapur di setiap wilayah.

    “Baru tiga hari lalu kita minta ditambahkan ahli tentang kebersihan lingkungan sanitasinya. Ini untuk melengkapi mereka supaya ke depan kasus-kasus bisa makin berkurang, sampai akhirnya tidak ada lagi,” kata Benjamin.

    Kementerian Kesehatan menilai, pengawasan di hulu, yakni saat SPPG baru akan beroperasi merupakan langkah preventif yang jauh lebih efektif dibanding hanya menindak setelah muncul kasus.

    Dengan sistem baru ini, setiap dapur SPPG akan diaudit terlebih dahulu oleh Dinas Kesehatan sebelum menerima alokasi anggaran dan memulai kegiatan memasak.

    “Sekarang lebih ketat. SPPG baru ini kalau mau buka harus punya kelayakan dulu, baru boleh buka,” tegas Benjamin.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: SPPG Polri Pejaten Sediakan 108 Menu MBG Bersertifikat Halal”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/up)

  • Keniscayaan Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan Puluhan Juta Warga
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        18 Oktober 2025

    Keniscayaan Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan Puluhan Juta Warga Nasional 18 Oktober 2025

    Keniscayaan Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan Puluhan Juta Warga
    Menyelesaikan pascasarjana FKM Unair program studi magister manajemen pelayanan kesehatan. Pernah menjadi ASN di Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban bidang pengendalian dan pencegahan penyakit. Sekarang menjadi dosen di Stikes NU di Tuban, dan menjalani peran sebagai surveior FKTP Kemenkes
    KETIKA
    pemerintah menggulirkan wacana pemutihan tunggakan iuran BPJS Kesehatan, sebagian orang menganggapnya sebagai langkah populis.
    Namun, di balik itu tersimpan realitas yang tak bisa diabaikan: jutaan warga Indonesia karena ketidakberdayaan ekonomi masih tertinggal dalam akses jaminan kesehatan.
    Dalam konteks inilah pemutihan yang mendapat perhatian Presiden Prabowo Subianto bukan sekadar kebijakan sporadis, melainkan keniscayaan sosial dan ekonomi untuk menjadi pondasi keberlanjutan sistem jaminan kesehatan nasional.
    Data BPJS Kesehatan menunjukkan masih banyak masyarakat peserta menunggak iuran, terutama dari segmen pekerja bukan penerima upah atau mandiri.
    Pada tahun-tahun terakhir, jumlah peserta yang menunggak iuran mencapai 23 juta orang, dengan nilai tunggakan mencapai Rp 7,6 triliunan. Nilai tunggakan bisa bertambah karena adanya denda dan kewajiban lain.
    Mereka adalah pedagang kecil, sopir ojek daring, buruh harian, hingga pekerja informal yang penghasilannya tak menentu.
    Ada juga peserta PBI yang mutasi dan punya tunggakan lama dan peserta penerima PBID (Pemda) yang juga macet iuran bulanannya selama bertahun-tahun.
    Bagi mereka, satu bulan tak mampu membayar iuran berubah menjadi beban berbulan-bulan. Akibatnya kepesertaan menjadi nonaktif, dan ketika sakit, kartu BPJS tak bisa digunakan.
    Jika jatuh dalam kondisi sakit, pilihan mereka hanya dua: berutang untuk berobat, atau menunda pengobatan hingga kondisi kesehatan makin memburuk.
    Sebuah dilema sosial yang membuat sistem kesehatan harus berpikir ulang, apakah prinsip kepesertaan yang aktif lebih penting daripada prinsip keadilan sosial?
    Maka pemutihan, dalam konteks demikian, menjadi jalan tengah agar warga yang jatuh miskin tak kehilangan hak dasarnya atau kesehatan hanya karena terjerat tunggakan iuran yang lama.
    Secara prinsip, BPJS Kesehatan beroperasi dengan model asuransi sosial, di mana setiap peserta wajib membayar iuran agar sistem bisa berjalan gotong royong.
    Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa penerapan prinsip ini tidak selalu seimbang dengan kemampuan masyarakat.
    Dalam sistem asuransi komersial, peserta yang menunggak akan otomatis kehilangan perlindungan.
    Di sini BPJS Kesehatan bukan perusahaan asuransi komersial, ia adalah badan publik yang menjalankan amanat konstitusi, yakni menjamin kesehatan seluruh rakyat Indonesia.
    Pemutihan dalam kerangka demikian bukan berarti melanggar prinsip asuransi, melainkan penyesuaian terhadap prinsip jaminan sosial dan keadilan distributif. Negara harus hadir bagi kelompok masyarakat yang lemah.
    Negara bisa menjamin dan menanggung sebagian beban tak berdaya peserta melalui skema subsidi, menghapus denda, dan tunggakan lama agar peserta bisa aktif kembali.
    Kehadiran negara menjadi penting. Tanpa intervensi tangan negara, jutaan rakyat akan terus berada di luar sistem pelayanan kesehatan.
    Hal yang bisa membuat
    universal health coverage
    yang diklaim keberhasilan sistem BPJS Kesehatan menjadi keberhasilan yang tidak bisa dirasakan.
    Pemutihan tunggakan iuran BPJS Kesehatan yang bakal diambil menjadi investasi kesehatan dan sosial jangka panjang.
    Dengan dihapusnya tunggakan dan denda, nantinya masyarakat berpeluang besar untuk kembali aktif sebagai peserta. Ini berarti kepesertaan menjadi aktif yang akan memperkuat basis gotong royong dan menjamin hak masyarakat.
    Selain itu, pemutihan dapat menghindarkan dari
    catastrophic spending
    , yaitu pengeluaran medis yang menguras keuangan rumah tangga. Pasalnya, ketika peserta menjadi kembali aktif, risiko mereka jatuh miskin karena masalah kesehatan berkurang.
    Secara makro, pemutihan juga akan terasa pada stabilitas ekonomi masyarakat. Masyarakat yang terjamin kesehatannya bakal lebih produktif, lebih tenang dalam bekerja, dan tidak lagi menjadikan penyakit sebagai penyebab kemiskinan.
    Namun, seperti pernyataan Mensesneg, pemutihan juga membawa konsekuensi fiskal negara. Pemerintah harus berhitung cermat agar tidak menimbulkan defisit keuangan negara dan di tubuh BPJS Kesehatan sendiri.
    Maka diperlukan strategi, bukan hanya menghapus tunggakan, tetapi juga memperbaiki mekanisme pendanaan jangka panjang.
    Opsinya, bisa melakukan penyesuaian iuran berdasarkan kemampuan bayar, integrasi data sosial ekonomi tunggal, serta memperluas cakupan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).
    Bagi sebagian peserta, tunggakan BPJS Kesehatan bukan sekadar nominal tagihan, tetapi simbol ketidakberdayaan di tengah biaya hidup yang terus naik.
    Banyak dari mereka kehilangan pekerjaan, mengalami penurunan pendapatan, atau terjebak dalam produktifitas rendah yang belum dapat dipulihkan.
    Kebijakan pemutihan bila dijalankan dengan kesungguhan yang empatik, dapat menjadi momentum kebersamaan antara negara dan rakyatnya yang membutuhkan kehadirannya.
    Negara dan pemerintah memberi kesempatan warganya masuk kembali kedalam sistem pelayanan kesehatan yang menjadi hak konstitusionalnya.
    Sementara masyarakat mendapat ruang untuk memperbaiki komitmen sebagai peserta BPJS Kesehatan/program Jaminan Kesehatan Nasional.
    Momentum juga bagi BPJS Kesehatan untuk memperkuat komunikasi publiknya. Banyak peserta yang tidak paham mekanisme iuran, denda, kewajiban, dan hak mereka.
    Edukasi publik harus berjalan beriringan dengan kebijakan pemutihan agar kesadaran kolektif terbentuk, bahwa jaminan kesehatan bukan pemberian gratis, melainkan hasil gotong royong seluruh masyarakat bangsa dan membutuhkan komitmen.
    Pemutihan tunggakan jika terjadi bukanlah solusi akhir. Ia harus dilihat sebagai titik awal menuju sistem jaminan kesehatan yang dinamis, lebih inklusif dan berkeadilan.
    Pemerintah dan BPJS Kesehatan perlu melanjutkan langkah dengan reformasi struktural, memperkuat pendataan peserta, memperluas subsidi bagi kelompok rentan, dan memastikan pelayanan kesehatan tetap bermutu.
    Masyarakat juga harus diajak bertanggung jawab. Setelah ada pemutihan November nanti, kepatuhan membayar iuran perlu dijaga melalui insentif dan edukasi.
    Penting membangun kesadaran sosial bahwa jaminan kesehatan adalah hak sekaligus kewajiban bersama.
    Terakhir, jika tujuan jaminan kesehatan nasional adalah melindungi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, maka kebijakan pemutihan bukanlah pilihan, melainkan keniscayaan.
    Sebuah langkah terbaik yang menegaskan kembali makna negara hadir, bukan hanya saat rakyat sehat, tapi justru ketika mereka sakit dan tak berdaya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ning Ita Pimpin Rakor Lintas Sektor untuk Percepat Eliminasi TBC di Kota Mojokerto

    Ning Ita Pimpin Rakor Lintas Sektor untuk Percepat Eliminasi TBC di Kota Mojokerto

    Mojokerto (beritajatim.com) — Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto terus memperkuat komitmen dalam upaya eliminasi Tuberkulosis (TBC) melalui sinergi lintas sektor.

    Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari memimpin langsung rapat koordinasi (rakor) penanggulangan TBC yang digelar di Aula Kantor Kelurahan Wates, Kecamatan Magersari.

    Dalam arahannya, Ning Ita (sapaan akrab, red) menegaskan pentingnya kebersamaan dan kolaborasi seluruh pihak untuk menekan angka penularan TBC, terutama di wilayah padat penduduk.

    “Hari ini kita menguatkan sinergi lintas sektor antara pemerintah, TNI-Polri, tenaga kesehatan, dan masyarakat,” ungkapnya, Jumat (17/10/2025).

    Menurutnya, semua harus bergerak bersama untuk menekan angka penularan TBC di Kota Mojokerto. Ning Ita menjelaskan, penanggulangan TBC merupakan program nasional, di mana Provinsi Jawa Timur menjadi salah satu dari delapan provinsi yang menandatangani komitmen eliminasi TBC dengan pemerintah pusat.

    “Dari 38 provinsi di Indonesia, hanya delapan yang diundang karena tingkat kasusnya tinggi. Lima di antaranya ada di Pulau Jawa, termasuk Jawa Timur. Itu sebabnya kami diminta komitmen langsung oleh pemerintah pusat. Kota Mojokerto telah memiliki Rencana Aksi Daerah (RAD) Eliminasi TBC sebagai panduan langkah cepat bagi lintas sektor,” katanya.

    Ia juga menekankan pentingnya pendekatan sosial dan spiritual dalam mendorong masyarakat untuk mau berobat. Ning Ita menjelaskan, jika obat untuk TBC gratis, tapi masih banyak yang enggan berobat. Menurutnya jika dibiarkan, bukan hanya merugikan diri sendiri, tapi juga menularkan ke orang lain.

    “Kalau sampai orang lain meninggal karena tertular, itu dosa. Maka kita perlu sosialisasi dengan bahasa yang menyentuh. Kelurahan Wates yang merupakan wilayah terpadat di Kota Mojokerto perlu mendapat perhatian khusus dalam upaya eliminasi TBC. Kalau anak kecil kena TBC, pasti stunting. Ini akan memengaruhi kualitas generasi ke depan,” ujarnya.

    Ia mengingatkan bahwa penyakit tersebut juga berdampak pada kasus stunting pada anak. Menurutnya, penanggulangan TBC bukan hanya soal kesehatan, tapi juga masa depan bangsa. Melalui rakor tersebut, Ning Ita kembali menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor dan partisipasi aktif masyarakat dalam deteksi dini dan pelaporan kasus TBC.

    “Tugas Panjenengan adalah mengedukasi dan melaporkan. Siapa pun, dari mana pun asalnya, kalau tinggal di Wates dan diduga TBC, harus kita tangani bersama. Karena kalau tidak, penyebarannya akan makin luas,” pungkasnya.

    Kegiatan ditutup dengan penyampaian materi edukatif oleh tenaga kesehatan dari Dinas Kesehatan terkait gejala, cara penularan, serta tata laksana pengobatan TBC kepada para peserta. Kegiatan ini dihadiri oleh jajaran Pemkot Mojokerto, Dinas Kesehatan, camat dan lurah, serta unsur TNI-Polri, kader TB, dan organisasi kemasyarakatan seperti TP PKK serta karang taruna. [tin/ted]