6 Produk “Skincare” di Makassar Positif Merkuri, Ini Daftarnya
Editor
KOMPAS.com
– Sejumlah
skincare
atau produk kosmetik berbahaya dirilis Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Sulsel, Jumat (8/11/2024) siang.
Rilis dilakukan oleh Kapolda Sulsel Irjen Pol Yudhiawan didampingi Dirkrimsus Kombes Pol Dedi Supriyadi.
Selain itu, juga hadir Kepala Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Makassar
, Hariani dan perwakilan Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Selatan
.
Dalam konferensi pers itu, disebutkan ada enam produk mengandung bahan berbahaya.
Enam produk tersebut adalah FF (Fenny Frans), Ratu Glow/Raja Glow (RG), MH (
Mira Hayati
), Maxie Glow, Bestie Glow dan NRL.
“Produk-produk ini mengandung
merkuri
yang sangat berbahaya bagi kesehatan kulit dan tubuh, yang dapat menyebabkan kerusakan permanen,” ujar Kapolda Sulsel, Irjen Pol Yudhiawan.
“Ini merupakan kasus yang menjadi sorotan dan meresahkan bagi masyarakat,” tambah dia.
Kapolda Sulsel menambahkan, kesigapan Ditkrimsus bekerjasama dengan BPOM dan Dinas Kesehatan telah berhasil mengamankan produk kosmetik diduga mengandung bahan berbahaya (beracun) bagi kesehatan konsumen.
“Hasil uji laboratorium oleh BPOM RI menyatakan bahwa enam produk kosmetik yang disita tersebut positif mengandung bahan berbahaya,” ujarnya.
“Setelah dilakukan penyelidikan, kami menemukan produk-produk tersebut beredar di Sulsel, seperti FF, RG, MH, MG, DG, dan NRL. Bahkan ada banyak varian lain dari produk-produk ini yang beredar,” lanjut Yudhiawan.
Ia menjelaskan bahwa produk-produk ini diklaim dapat memberikan manfaat seperti mengencangkan kulit, membuat kulit tampak putih, dan memberikan efek
glowing
.
Namun di balik itu, terkandung bahan yang dapat membahayakan kesehatan kulit. Kapolda Sulsel menegaskan bahwa pihaknya akan menindak tegas para bos
skincare berbahaya
tersebut.
“Dari kosmetik tersebut sudah dilakukan pengujian laboratorium oleh BPOM Makassar untuk mengetahui apakah betul mengandung bahan berbahaya dan untuk mengandung itu harus ada konsekuensi hukumnya,” tegasnya.
Kepala Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Makassar, Hariani saat menggelar konferensi pers menjelaskan, produk kosmetik diuji laboratorium itu merupakan
skincare
yang diamankan Ditreskrimsus Polda Sulsel.
“Kita melakukan pengujian laboratorium pada 66 sampel produk dan 1 obat tradisional atau obat bahan alami,” kata Hariani.
“Dengan hasil, ini dilakukan uji secara laboratorium jadi tidak ada kira-kira, data selalu berdasarkan uji lab,” jelasnya.
Adapun produk yang mengandung bahan berbahaya, kata dia, adalah milik Fenny Frans.
“Jadi yang positif mengandung bahan berbahaya dari 66 itu adalah FF
Day Cream Glowing
positif mengandung raksa atau merkuri. FF
Night Cream
, ini juga positif mengandung merkuri,” ujarnya.
Produk kecantikan lain mengandung bahan kimia berbahaya adalah Raja Glow My Body Slim, yang merupakan obat bahan alam yang notabene seharusnya tidak boleh mengandung bahan kimia obat.
“Hasil uji laboratorium dia (Raja Glow My Body Slim) mengandung bisakodil, zat aktif kimia obat untuk menurunkan berat badan, dan ini tidak boleh,” bebernya.
Terus yang ketiga adalah produk kecantikan milik ‘Ratu Emas’ Mira Hayati yang mana salah satunya, kata dia, tidak memiliki izin edar BPOM.
“Mira Hayati
Lighting Skin
mengandung raksa ataupun merkuri.
Night cream
dari MH Mira Hayati. Ini produk TIE tanpa izin edar jadi tanpa izin edar Badan POM dan positif mengandung raksa,” sebutnya.
Selain produk dipaparkan Hariani, Polda Sulsel dalam rilisnya juga menyelidiki
skincare
NRL, Ratu Glow, Maxie Glow, dan Bestie Glow.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Sulsel, Kombes Pol Dedi Supriyadi, mengatakan pihaknya saat ini tengah fokus melakukan pemeriksaan terhadap saksi ahli.
Setelah pemeriksaan saksi dan ahli selesai, akan dilakukan gelar perkara untuk penetapan tersangka.
“Baru satu minggu. Saat ini kami tengah memeriksa saksi dan ahli. Setelah itu, gelar perkara dan penetapan tersangka akan dilakukan,” sebutnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Kapolda Sulsel, Irjen Pol Yudhiwan, di lokasi yang sama.
Menurutnya, tersangka dalam kasus kosmetik berbahaya ini telah diatur dalam Undang-Undang Kesehatan dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.
“Jadi, jika pidananya melanggar Undang-Undang Bidang Kesehatan, ancaman hukuman bisa mencapai 12 tahun penjara, dan denda maksimal 5 miliar,” jelas Yudhi.
Selain itu, Yudhi juga berjanji akan menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus ini.
“Tentu saja, jika hukuman yang diterapkan cukup lama, kami juga akan menerapkan tindak pidana pencucian uang, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Pasal 2, yang mengancam dengan hukuman minimal 4 tahun,” tuturnya
Artikel ini telah tayang di Tribun-Timur.com dengan judul Skincare Fenny Frans Positif Merkuri dan Raksa, Kok Bisa Lolos BPOM?,
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Dinkes
-
/data/photo/2022/06/03/629a15cd04ad1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
6 Produk "Skincare" di Makassar Positif Merkuri, Ini Daftarnya Makassar 9 November 2024
-

Sudinkes Jaksel tangani 655 pengidap HIV melalui pengobatan ARV
SETIA ini dapat mendukung masyarakat mencari tahu status HIV mereka dimana saja dan kapanpun mereka siap karena sifatnya yang mudah, cepat, dan tentunya bersifat privasiJakarta (ANTARA) – Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan menangani sebanyak 655 orang pengidap “Human Immunodeficiency Virus” (HIV) melalui pengobatan Antiretroviral (ARV) untuk menghambat pertumbuhan virus.
Yudi mengatakan pada 2024, di sejumlah fasilitas kesehatan wilayah Jakarta Selatan telah dilakukan pemeriksaan (skrining) HIV pada 73.048 orang.
Dari jumlah tersebut, terdapat penambahan kasus baru HIV positif sebanyak 855 orang.
“Dari 855 orang, itu yang menjalani pengobatan sebanyak 655 orang,” ujarnya.
Kemudian, salah satu terobosan penanganan HIV-AIDS juga dilakukan oleh Puskesmas Mampang Prapatan yang menjadi wakil Jakarta Selatan dalam lomba Konvensi Mutu Tingkat Provinsi DKI Jakarta Tahun 2024.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Puskesmas Mampang Prapatan, Pratama Kurnia Dewi mengatakan pihaknya membuat inovasi Self Test HIV-AIDS (SETIA) sebagai upaya meningkatkan pemeriksaan HIV-AIDS secara mandiri, khususnya bagi populasi kunci.
“SETIA ini dapat mendukung masyarakat mencari tahu status HIV mereka dimana saja dan kapanpun mereka siap karena sifatnya yang mudah, cepat, dan tentunya bersifat privasi,” ujar Dewi.
Inovasi ini memberikan kebebasan kepada pasien memeriksakan dirinya tanpa perlu khawatir nantinya timbul stigma dari lingkungannya.
“Capaian sejak tahun 2021 semakin meningkat dan luas menjangkau para populasi kunci untuk melakukan tes mandiri HIV-AIDS,” tambahnya.
Ia menambahkan Puskesmas Mampang Prapatan juga menyiapkan paket lengkap untuk optimalisasi pengendalian HIV-AIDS melalui inovasi TERATAI.
TERATAI merupakan akronim dari ODHIV mengetahui statusnya, ODHIV mendapatkan pengobatan ART, ODHIV on ART tersupresi virusnya dengan strategi trIple 95.
“Inovasi ini mencakup edukasi, pengingat minum obat, pengingat pemeriksaan laboratorium berkala, dan penyampaian hasil laboratorium secara otomatis,” jelasnya.
Ia menambahkan, seluruh inovasi ini dilakukan untuk upaya mendukung target eliminasi HIV-AIDS di tahun 2030, yang juga dituangkan di dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs-3.3).
Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2024 -

Pakar: Rutin evaluasi pertumbuhan anak bisa cegah stunting primer
Caranya secara rutin berat badan ditimbang, panjang atau tinggi badan diukur dengan alat yang berstandar
Jakarta (ANTARA) – Pakar kesehatan dari Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Meta Hanindita, Sp.A(K) mengingatkan agar ibu rumah tangga secara rutin mengevaluasi tumbuh kembang anak untuk mencegah stunting primer yang kasusnya masih ditemukan di Jakarta.
“Caranya secara rutin berat badan ditimbang, panjang atau tinggi badan diukur dengan alat yang berstandar dengan cara yang benar setiap bulan,” kata dia saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Meta menjelaskan dengan memantau anak setiap bulan bisa diketahui kondisi normal menurut usia.
Kemudian untuk kewenangan pencegahan primer ini berada pada tingkat kader di posyandu.
“Di posyandu, jika ada anak yang saat diukur dan ditimbang berat badannya atau panjang badannya kurang, atau status gizinya kurang, atau kenaikan berat badannya mulai seret maka harus segera dirujuk ke puskesmas,” kata Meta.
Lalu, apabila anak sudah dirujuk ke puskesmas, maka masuk pencegahan sekunder. Menurut Meta, tenaga kesehatan di puskesmas harus mengonfirmasi ulang kondisi anak dengan kembali mengukur tinggi badan, berat badannya.
Apabila dokter di puskesmas menemukan anak mengalami gangguan gizi, maka dia harus mencari penyebab dan mengatasinya.
“Kalau memang diindikasikan (masalah gizi), boleh diterapi nutrisi,” kata Meta.
Lalu, bila dalam satu atau dua minggu tidak ada perbaikan di level puskesmas, maka dokter umum harus merujuk sampai ke level rumah sakit umum daerah (RSUD) agar anak ditangani dokter spesialis anak.
“Kalau sudah sampai di spesialis anak itu namanya sudah masuk pencegahan tersier. Ini dilakukan pada anak yang tidak bisa dilakukan penatalaksanaan dengan baik di puskesmas. Dokter yang akan menentukan pendeknya ini stunting atau bukan dengan melakukan pengukuran ulang” jelas dia.
Stunting masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Kendati prevalensinya turun dari 30,8 persen pada tahun 2018 menjadi 21,5 persen pada tahun 2023. Pemerintah Pusat kemudian menargetkan penurunan stunting 18 persen pada 2025.
Sementara itu, khusus di Jakarta, data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta memperlihatkan terdapat 36.664 balita menghadapi masalah gizi sepanjang Januari hingga Agustus 2024.
Dari data tersebut, sebanyak 26,74 persen atau 10.340 anak mengalami stunting, lalu 4,24 persen atau 1.638 anak mengalami gizi buruk, kemudian 26,32 persen atau 10.178 anak mengalami gizi kurang, dan sekitar 42,70 persen atau 16.508 anak mengalami berat badan kurang.
Walau begitu, dari 10.340 kasus stunting, sebanyak 5.969 anak sudah membaik dan 4.371 anak masih berjuang mengatasi kondisinya.
Dalam mengurangi masalah stunting, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berkolaborasi dengan berbagai pihak melalui program Jakarta Beraksi (Bergerak Atasi Stunting).
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2024 -

Tidak ada kenaikan kasus DBD di Jakut di bulan Oktober
Jakarta (ANTARA) – Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara
mengungkapkan tidak ada kenaikan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah tersebut sepanjang bulan Oktober 2024.Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara (Jakut) selalu melakukan upaya untuk menekan penyebaran penyakit tersebut.
“Sejauh ini tidak ada tren kasus naik,” kata Kepala Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Jakarta Utara dr Lysbeth Regina Pandjaitan di Jakarta, Kamis.
Sudinkes Jakarta Utara memiliki sistem surveilans berbasis website yang memantau kasus DBD dari seluruh wilayah dan seluruh fasilitas kesehatan.
“Kami sudah menyiapkan laboratorium, obat, fasilitas rawat inap dan rawat jalan yang semuanya siap untuk menangani penyakit DBD,” kata dia.
Ia mengatakan dalam pengendalian nyamuk demam berdarah ada beberapa hal yang menjadi sasaran mulai dari mencegah perkembangbiakan nyamuk dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk.
Yakni menutup tempat perkembangbiakan nyamuk, membersihkan barang-barang bekas, membuang sampah pada tempatnya, tidak menggantung pakaian dan lainnya.
Selanjutnya mencegah perkembangan telur nyamuk menjadi dewasa dengan menguras tempat air, memberikan abate atau zat yang mampu membunuh telur nyamuk serta mengurangi populasi nyamuk dewasa dengan melakukan pengasapan (fogging).
“‘Fogging’ harus disertai dengan PSN 3M Plus dan tidak dilakukan sembarangan karena nyamuk bisa kebal terhadap zat yang disemprotkan,” kata dia.
Pewarta: Mario Sofia Nasution
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024 -

Posyandu harus berjalan baik sebagai upaya cegah stunting
Jakarta (ANTARA) – Praktisi kesehatan dari Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Meta Hanindita, Sp.A(K) mengatakan Posyandu harus berjalan baik dan lengkap fasilitasnya sebagai bagian upaya mencegah anak terkena stunting.
“Program Posyandu harus berjalan dengan baik, dilengkapi fasilitasnya dengan alat timbangan atau pengukuran panjang dan tinggi badan terstandar,” kata dia saat dihubungi dari Jakarta, Kamis.
Dalam hal ini, kata Meta, para kader Posyandu perlu dilatih termasuk cara menimbang bayi yang benar.
“Misalnya, bagaimana menimbang yang baik karena bayi di bawah dua tahun ditimbang dengan telanjang. Tapi yang seringkali terjadi, popoknya semua ditimbang dan itu hasilnya jadi tidak akurat,” tutur dia.
Posyandu, kata Meta, menjadi bagian dari pencegahan primer stunting. Di Posyandu, anak diukur dan ditimbang berat badannya atau panjang badannya dengan alat yang terstandar dengan cara yang benar setiap bulannya.
Setelah pemantauan pertumbuhan tersebut, petugas lalu melakukan evaluasi.
“Pencegahan primer artinya dilakukan pada anak-anak yang masih baik-baik saja, berat badan, tinggi badan, status gizinya, kenaikan berat badan setiap bulan juga normal menurut usianya,” ujar dia.
Lalu, apabila petugas kesehatan menemukan masalah seperti berat, panjang badan anak kurang, status gizinya kurang atau masalah kenaikan berat badan, maka harus segera merujuk ke puskesmas.
Kemudian, hal lain yang juga penting dalam pencegahan stunting, yakni memastikan alur rujukan dapat berjalan baik saat menemukan masalah gizi pada anak hingga kecurigaan anak terkena stunting atau tengkes.
“Pastikan juga alur rujukan mulai dari Posyandu ke Puskesmas, Puskesmas ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), dapat berjalan baik,” kata dia.
Meta mengatakan ketersediaan stok vaksin untuk menyukseskan program imunisasi anak juga perlu dipastikan dalam pencegahan stunting.
Stunting menjadi salah satu masalah kesehatan anak di Jakarta. Menurut data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta, terdapat 36.664 balita di Jakarta menghadapi masalah gizi sepanjang Januari hingga Agustus 2024.
Dari data tersebut, sebanyak 26,74 persen atau 10.340 anak mengalami stunting, lalu 4,24 persen atau 1.638 anak mengalami gizi buruk. Kemudian 26,32 persen atau 10.178 anak mengalami gizi kurang dan sekitar 42,70 persen atau 16.508 anak mengalami berat badan kurang.
Kendati demikian, dari 10.340 kasus stunting, sebanyak 5.969 anak sudah membaik dan 4.371 anak masih berjuang kondisinya.
Dalam mengurangi masalah stunting, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berkolaborasi dengan berbagai pihak melalui Program Jakarta Beraksi (Bergerak Atasi Stunting).
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024 -

Jakpus identifikasi risiko dan penanganan kasus stunting
Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Kota Jakarta Pusat melakukan identifikasi risiko dan penyebab terjadinya stunting pada kelompok sasaran sebagai rencana tindak lanjut (RTL) penanganan kasus stunting di wilayah tersebut.”Kajian dan penyusunan RTL audit kasus stunting II Jakarta Pusat tahun 2024 ini untuk menyusun rekomendasi penanganan kasus,” kata Kepala Suku Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) Jakarta Pusat, Dwi Wahyu Rianti di Jakarta, Kamis.
Selain itu untuk perbaikan tata laksana kasus serta upaya pencegahan. Kegiatan ini diikuti oleh sebanyak 63 tim teknis dan tim pakar dari tim audit stunting Jakarta Pusat periode tahun 2024-2026.
Dalam pertemuan ini, seluruh jajaran melakukan analisis faktor risiko terjadinya stunting pada anak usia di bawah dua tahun (bayi bawah dua tahun/baduta) dan bayi bawah lima tahun (balita).
Hal itu sebagai upaya pencegahan, penanganan kasus dan perbaikan tata laksana kasus serupa.
Baca juga: Jakpus tingkatkan peran tim pendamping keluarga untuk cegah stunting
Selain itu, kegiatan ini juga menghadirkan sejumlah narasumber yang ahli di bidangnya untuk memberikan pemaparan dalam memperkuat analisis dan menambah wawasan terkait penanganan stunting di Jakarta Pusat.
Sekretaris Kota Jakarta Pusat (Jakpus), Iqbal Akbarudin mengatakan, kegiatan ini merupakan tahapan keenam dari aksi konvergensi dan identifikasi dari berbagai kasus stunting yang ada.
Kajian yang dilakukan ini akan mengelompokkan masing-masing potensi dari kasus di Jakpus. Kegiatan kajian ini melibatkan ahli gizi, ahli anak, bidan dan juga rumah sakit, sekaligus memetakan kondisi stunting di wilayah tersebut.
Baca juga: Jakpus perkuat peran tim PKK untuk turunkan angka stunting
Setelah itu hasil dari kajian ini akan direkomendasikan untuk mendapatkan rangkaian solusi dan upaya pendampingan secara berkelanjutan agar bisa melakukan percepatan lebih baik lagi.
“Jadi penanganan kasus stunting tidak hanya melibatkan tenaga kesehatan saja. Ke depannya diharapkan masyarakat melalui tim pendampingan keluarga (TPK) di setiap kelurahan turut aktif melakukan penanganan,” kata Iqbal.
Iqbal juga berharap seluruh masyarakat dapat terlibat langsung dalam menangani dan menuntaskan kasus stunting atau tengkes demi kepedulian kesehatan bersama.
Berdasarkan hasil intervensi serentak stunting yang dilakukan pada Juli 2024, data balita stunting yang telah dilakukan validasi oleh Suku Dinas Kesehatan Jakpus sebanyak 1.080 balita.
Pewarta: Siti Nurhaliza
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024 -

Pulau Seribu deklarasi Stop Buang Air Besar di Pulau Kelapa
Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu mendeklarasikan Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) atau Open Defecation Free (ODF) di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Nyiur Melambai, Pulau Kelapa, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat.
“Melalui deklarasi ini warga Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu harus 100 persen Stop BABS dengan tujuan untuk menjaga dan meningkatkan hidup bersih dan sehat,” kata Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat (Aspemkesra) Kepulauan Seribu, Alawi di Jakarta, Kamis.
Ia meminta agar masyarakat di Pulau Kelapa baik itu nelayan yang biasa pergi melaut dan masyarakat lainnya untuk sama-sama menjaga kebersihan lingkungan, terutama sarana dan prasarana mandi cuci kakus (MCK) yang sudah dibangun untuk dijaga dan dirawat dengan baik.
“Semoga kelurahan-kelurahan di Kepulauan Seribu, warga dan masyarakatnya sudah memiliki MCK,” katanya.
“Kami berharap warga di sini dapat menjaga dan merawat WC komunal yang sudah dibangun ini,” kata dia.
Sementara Lurah Pulau Kelapa, Muslim menyebutkan jumlah kepala keluarga (KK) di kelurahan Pulau Kelapa yaitu 2.070 KK.
Setelah dilakukan verifikasi bersama dengan Suku Dinas Kesehatan, SDA, Perumahan, Suku Dinas Lingkungan Hidup dan lainnya terdapat 76 kepala keluarga yang tidak memiliki tempat buang air besar di rumah mereka.
Namun, setelah melakukan verifikasi ada sisa 55 kepala keluarga, khusus di RW 03 ada 21 KK sudah melakukan buang air besar di MCK komunal untuk masyarakat umum.
Pewarta: Mario Sofia Nasution
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2024

