Kementrian Lembaga: Dinkes

  • Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau di Tuban Catat Capaian UHC, Stunting dan Cek Kesehatan Gratis Meningkat

    Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau di Tuban Catat Capaian UHC, Stunting dan Cek Kesehatan Gratis Meningkat

    Tuban (beritajatim.com) – Pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau DBHCT ternyata mendorong percepatan peningkatan layanan kesehatan di Kabupaten Tuban.

    Hal ini disampaikan oleh Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkes P2KB) Tuban mencatat capaian Universal Health Coverage (UHC) tembus hingga 96,02 persen, angka stunting turun hingga 11,3 persen, serta cakupan Cek Kesehatan Gratis naik ke 28,5 persen.

    Administrator Kesehatan Ahli Muda Dinkes P2KB Tuban, Fatkur Rahman, S.KM., M.M menyampaikan bahwa DBHCHT menjadi instrumen strategis untuk memperkuat layanan promotif dan preventif, seperti penyakit tidak menular diantaranya jantung, stroke, hipertensi dan diabetes banyak dipicu kebiasaan merokok.

    “Adanya DBHCHT lalu diarahkan untuk menekan faktor risiko tersebut, bahkan kini seluruh puskesmas memiliki Poli Usaha Berhenti Merokok (UBM),” ujar Fatkur Rahman

    Adapun dalam pelayanan kesehatan tersebut, masyarakat dapat memeriksa kadar CO melalui smoker analyzer dan memeriksa fungsi paru-paru melalui spirometry. Kemudian, warga juga bisa mengakses pelayanan ini secara gratis.

    “Ini komitmen kami agar upaya berhenti merokok dapat terukur dan dibimbing secara medis,” imbuhnya.

    Oleh sebab itu, Pemkab Tuban juga membentuk Satgas Kawasan Tanpa Rokok KTR yakni sosialisasi ke seluruh kecamatan serta penilaian KTR di sekolah dan fasilitas publik dilakukan melalui DBHCHT. “KTR tidak hanya aturan. Efeknya langsung pada penurunan paparan asap rokok bagi keluarga dan anak,” bebernya.

    Pria yang akrab disapa Fatkur ini juga menyampaikan peningkatan kesadaran masyarakat juga mulai terlihat, terutama dari bertambahnya kunjungan UBM dan meningkatnya kepatuhan terhadap aturan KTR, ada sekitar 10 persen peserta UBM sudah berhenti merokok.

    “DBHCHT memang berperan menutup kebutuhan pembiayaan kesehatan masyarakat, untuk premi JKN bagi warga miskin dibiayai melalui skema ini sehingga akses layanan menjadi lebih mudah dan ketika beban biaya tidak lagi menjadi kendala, masyarakat cenderung lebih cepat datang berobat dan kondisi berat dapat dicegah,” jelas Fatkur. [dya/ian]

  • Kemenkes Kirim Obat-Nakes Bantu Korban Banjir-Longsor Aceh, Sumut, Sumbar

    Kemenkes Kirim Obat-Nakes Bantu Korban Banjir-Longsor Aceh, Sumut, Sumbar

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) memperkuat respons kesehatan akibat cuaca ekstrem yang memicu banjir, banjir bandang, angin puting beliung, dan tanah longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

    Bencana alam yang terjadi pada 19-25 November tersebut berdampak pada puluhan ribu penduduk, mengganggu akses komunikasi, dan menghambat layanan kesehatan di sejumlah fasilitas.

    Sekretaris Jenderal Kemenkes Kunta Wibawa Dasa Nugraha, memastikan seluruh kebutuhan logistik prioritas telah dikirimkan dan siap ditambah sesuai kondisi di lapangan.

    “Logistik yang disediakan mencakup obat-obatan, pangan tambahan untuk balita dan ibu hamil, serta oxygen concentrator. Semua sudah kami kirimkan,” kata Kunta, dikutip dari lama Kemenkes RI, Sabtu (29/11/2025).

    Selain pengiriman logistik, Kemenkes juga berkoordinasi dengan dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota untuk menjamin keberlangsungan pelayanan kesehatan di posko pengungsian, fasilitas kesehatan, serta layanan mobile.

    Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan Bayu Teja, menjelaskan bahwa sejak awal kejadian Kemenkes telah mengaktifkan langkah-langkah tanggap cepat guna memastikan kebutuhan medis masyarakat terpenuhi.

    “Bersama dinas kesehatan provinsi dan kabupaten, kami melakukan rapid health assessment untuk memetakan kebutuhan, memberikan layanan di posko pengungsian, serta mengoperasikan layanan kesehatan mobile di wilayah terdampak,” terang Bayu.

    Bayu menambahkan bahwa seluruh puskesmas dan rumah sakit telah disiagakan untuk melayani warga terdampak, didukung pengiriman obat-obatan dan bahan medis habis pakai.

    Respons Kemenkes turut diperkuat dengan penyaluran pangan tambahan bagi balita dan ibu hamil guna mencegah risiko gizi buruk selama masa tanggap darurat. Dukungan tenaga kesehatan juga ditingkatkan melalui mobilisasi tenaga cadangan kesehatan, dokter, perawat, tenaga kesehatan lingkungan, dan epidemiolog untuk membantu dinas kesehatan setempat.

    “Kami akan terus berkoordinasi dengan seluruh dinas kesehatan agar pelayanan kesehatan tetap berjalan dan kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi,” tutupnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Menkes Pastikan Korban Longsor dan Banjir Sumut Dapat Layanan Kesehatan “
    [Gambas:Video 20detik]
    (dpy/kna)

  • Dinkes Madiun Dalami Dugaan Keracunan MBG, Operasional SPPG Klecorejo Disetop

    Dinkes Madiun Dalami Dugaan Keracunan MBG, Operasional SPPG Klecorejo Disetop

    Madiun (beritajatim.com) – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Madiun menindaklanjuti dugaan keracunan menu Makan Bergizi Gratis yang dialami puluhan siswa dari tiga sekolah dasar di Klecorejo. Langkah ini diambil sebagai bagian dari investigasi menyeluruh untuk memastikan penyebab kejadian.

    Kepala Dinkes Kabupaten Madiun, Heri Setyana, menjelaskan bahwa laporan awal langsung ditindaklanjuti dengan pemeriksaan lapangan dan penanganan medis kepada para siswa.

    “Total ada sekitar 51 anak yang terdampak. Sebanyak 43 anak ditangani rawat jalan, dan delapan anak sempat dirujuk ke rumah sakit. Kemudian ada satu anak lagi yang datang mandiri sehingga total menjadi sembilan. Hingga hari ini masih ada lima anak menjalani perawatan, dan kondisi mereka sudah membaik,” terang Heri.

    Petugas Dinkes juga melakukan investigasi awal ke lokasi produksi MBG di SPPG Klecorejo. Pemeriksaan dilakukan pada proses memasak, alur distribusi, hingga pengambilan sampel sisa makanan yang diduga menjadi sumber masalah.

    “Sampel sudah kami kirim ke laboratorium di Surabaya. Proses uji ini biasanya memakan waktu sekitar satu minggu,” jelasnya.

    Selama proses penyelidikan berlangsung, aktivitas SPPG dihentikan sementara hingga hasil laboratorium dan evaluasi menyeluruh selesai.

    “Biasanya evaluasi berlangsung kurang lebih dua minggu. Jadi sementara ini SPPG ditutup sambil menunggu hasil final,” tambahnya.

    Heri mengungkapkan, SPPG Klecorejo sebenarnya masih baru beroperasi ketika insiden terjadi.
    “Baru berjalan sekitar tanggal 10 atau 11 November. BIMTEK sudah dilakukan, namun proses penerbitan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) masih berlangsung,” ujarnya.

    Mengacu pada ketentuan Kementerian Kesehatan, unit penyedia makanan diberi waktu satu bulan sejak beroperasi untuk menyelesaikan SLHS. “Jadi memang masih dalam proses, belum terbit,” lanjut Heri.

    Heri memastikan bahwa Dinkes belum dapat menyimpulkan penyebab dugaan keracunan. “Segala kemungkinan masih terbuka. Kami menunggu hasil laboratorium agar tidak salah menetapkan penyebab,” tegasnya.

    Meski begitu, evaluasi internal tetap dilakukan dengan mencocokkan seluruh alur produksi makanan terhadap SOP, mulai penjadwalan memasak hingga waktu konsumsi. “Kami cocokkan dengan SOP yang berlaku. Namun hasilnya belum cukup untuk menyimpulkan sebabnya,” imbuhnya.

    Pemantauan kesehatan seluruh siswa terdampak terus dilakukan hingga seluruh anak dipastikan pulih. Lima anak yang masih dirawat saat ini berada di RSUD Caruban.

    Kepala Instalasi Humas & Promkes RSUD Caruban, Yoyok Andi Setyawan, menyebut lima siswa tersebut berada di Ruang Rawat Inap Palem. “Seluruh pasien kami rawat di Ruang Rawat Inap Palem. Satu anak ditempatkan di Palem A, sementara empat lainnya berada di Palem B,” terang Yoyok.

    Ia memastikan kondisi seluruh pasien stabil dan menunjukkan perkembangan positif. “Alhamdulillah kondisi mereka membaik. Saat ini hanya kami observasi sambil memastikan tidak ada gejala lanjutan,” tambahnya.

    Yoyok menambahkan, para siswa berpotensi diizinkan pulang pada 29–30 November 2025 apabila kondisi tetap stabil. “Kalau tidak ada peningkatan gejala dan kondisi tetap sebagaimana sekarang, kemungkinan besok atau lusa sudah bisa KRS (keluar rumah sakit),” jelasnya. [rbr/beq]

  • Menkes Pastikan Layanan Kesehatan Korban Banjir-Longsor Sumut Tertangani Baik

    Menkes Pastikan Layanan Kesehatan Korban Banjir-Longsor Sumut Tertangani Baik

    Jakarta

    Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin memastikan korban-korban banjir dan longsor di Sumatera Utara (Sumut) mendapatkan penanganan terbaik.

    Namun, Menkes Budi menambahkan bahwa untuk saat ini pihaknya masih memberikan kewenangan kepada Dinas Kesehatan dan Pemerintah Daerah setempat.

    “Kami bikinnya itu berjenjang, kami selalu ada di pusat krisis nasional yang mem-back up Dinas Kesehatan Provinsi dan Kota, kalau mereka nggak bisa, kami akan masuk,” kata Menkes Budi, di Kantor Kemenkes, Jakarta Selatan, Kamis (27/11/2025).

    Menkes Budi juga memastikan bahwa Kemenkes terus berkomunikasi dengan Dinkes setempat terkait bencana alam tersebut.

    Terpisah, Staf Ahli Menteri Kesehatan Bayu Teja mengatakan Kemenkes mengaktifkan seluruh layanan kesehatan di daerah terdampak banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat untuk memastikan kebutuhan medis warga tetap terpenuhi selama masa tanggap darurat bencana.

    Selain itu, ia juga memastikan penebalan bantuan logistik kesehatan berupa obat-obatan, bahan medis habis pakai, serta makanan tambahan bagi balita dan ibu hamil sudah disiapkan.

    “Kami sudah mengirimkan dokter, perawat, ahli kesehatan lingkungan, dan epidemiolog untuk membantu penanganan kesehatan di sana. Untuk pengiriman bantuan dilakukan secara bertahap menyesuaikan akses wilayah dan koordinasi dengan pemerintah daerah,” kata Bayu Teja selepas rapat terbatas di Kantor BNPB Jakarta.

    Polda Sumut mencatat bahwa berdasarkan data sementara, ada 34 korban tewas saat bencana alam yang terjadi di beberapa wilayah di Sumut. Korban jiwa paling banyak terjadi di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel).

    Kabid Humas Polda Sumut Kombes Ferry Walintukan mengatakan jumlah tersebut merupakan data sementara terhitung sejak 24-26 November. Korban meninggal dunia terbanyak adalah Tapsel, sebanyak 17 orang.

    “Untuk Tapsel, meninggal dunia 17 orang, luka berat 4 orang dan ringan 69 orang. Yang belum ditemukan nihil,” kata Ferry, dikutip dari detikSumut, Jumat (28/11/2025).

    Lalu, data korban meninggal lainnya, yakni 8 orang di Sibolga, 4 orang di Tapteng, 2 korban di Pakpak Bharat, Humbang Hasundutan 2 orang, dan Nias Selatan 1 orang.

    Ferry menjelaskan berdasarkan laporan hingga Rabu (26/11) pukul 22.00 WIB, ada 148 kejadian bencana alam yang terjadi. Bencana terjadi di sekitar 12 kabupaten/kota di Sumut. Bencana tersebut terdiri dari tanah longsor, banjir, pohon tumbang, hingga angin puting beliung.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Kemenkes Ungkap Masalah Kesehatan Tertinggi dari Hasil CKG”
    [Gambas:Video 20detik]
    (dpy/kna)

  • Kemenkes Buka Hasil Investigasi-Kronologi Bumil Meninggal Ditolak 4 RS di Papua

    Kemenkes Buka Hasil Investigasi-Kronologi Bumil Meninggal Ditolak 4 RS di Papua

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) membeberkan kronologi, hasil investigasi, hingga ancaman sanksi terkait kasus kematian ibu hamil dan calon bayinya di Papua. Ini setelah bumil dan bayinya tersebut ditolak empat rumah sakit.

    Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan pihaknya langsung mengirim tim ke Papua usai laporan ini mencuat. Tim tersebut mengemban dua misi utama, yakni investigasi penyebab kasu dan menyiapkan langkah perbaikan agar kejadian serupa tak terulang.

    Tim lintas direktorat meliputi Pelayanan Kesehatan Primer, Pelayanan Kesehatan Rujukan, dan Tata Kelola Rujukan, sudah tiba di Papua sejak 24 November 2025.

    Tim memetakan kondisi mulai dari ketersediaan tenaga spesialis, sarana-prasarana, hingga alur rujukan.

    Dari hasil penelusuran tim Kemenkes, berikut kronologi lengkap perjalanan medis Irene.

    1. Pasien Sudah ANC dan Pernah Periksa di RS Wari

    Irene tercatat menjalani antenatal care (ANC) di puskesmas. Ia juga pernah berkonsultasi dengan dokter spesialis obstetri, ginekologi (obgyn) di RS Wari di persalinan pertama.

    Riwayat persalinan sebelumnya normal, tertapi dokter menyatakan kali ini ukuran janin lebih besar dan perlu pemantauan ketat serta kemungkinan tindakan khusus.

    2. 16 November: Datang ke RS Wari dalam Kondisi Nyeri

    Pada 16 November 2025, Irene datang ke RS Wari dengan keluhan nyeri hebat. Namun, dokter obgyn sedang tidak berada di tempat karena menghadiri seminar di Sulawesi.

    Penanganan awal dilakukan oleh bidan. Setelah lima jam tanpa kemajuan persalinan dan muncul tanda komplikasi, pasien diputuskan untuk dirujuk operasi caesar.

    3. Rujukan ke RS Dian Harapan: Tak Ada Anestesi & NICU Penuh

    RS Dian Harapan menjadi tujuan rujukan pertama. Namun, situasi di sana tak memungkinkan tindakan. Tidak ada dokter anestesi yang bertugas, kapasitas NICU penuh.

    Irene bahkan belum turun dari mobil ketika diputuskan harus dirujuk kembali.

    4. RS Adipura: Ruang Operasi Sedang Renovasi

    Rumah sakit berikutnya adalah RS Adipura. Namun, seluruh ruang operasi sedang direnovasi dan tidak bisa digunakan. Pasien kembali dipindahkan.

    5. RS Bhayangkara: Ada Spesialis, Tapi Rawat Inap Kelas 3 Tidak Tersedia

    Di RS Bhayangkara, dokter obgyn dan anestesi tersedia. Namun kendala berikutnya muncul, ruang rawat inap kelas 3 dinyatakan penuh sehingga pasien diarahkan untuk menggunakan layanan VIP dengan biaya sekitar Rp 3 hingga 4 juta.

    Sontak keluarga keberatan secara ekonomi, sehingga memutuskan mencari fasilitas lain.

    6. Dalam Perjalanan ke RS Douwa, Kondisi Memburuk

    Irene dimobilisasi menuju RS Douwa. Namun dalam perjalanan kondisinya semakin menurun. Bidan memutuskan kembali ke RS Bhayangkara karena merupakan fasilitas terdekat yang masih memungkinkan penanganan.

    Namun setibanya di RS Bhayangkara, Irene sudah dalam kondisi kritis. Upaya resusitasi jantung paru (RJP) dilakukan, tetapi nyawanya tak tertolong. Irene dan calon bayinya dinyatakan meninggal.

    Hasil Investigasi Kemenkes

    Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kemenkes RI Azhar Jaya mengatakan ada empat penyebab kematian pada kasus ini, di antaranya:

    Ibu tersebut tidak bisa ditangani karena satu dokter spesialis obgyn tengah menjalani seminar. Sementara dokter lainnya tengah menjalani pendidikan.Kondisinya saat itu hanya tersedia bidan, sementara ibu Irene membutuhkan persalinan caesar karena indikasi kekhawatiran komplikasi jika persalinan normal, lantaran ukuran bayi relatif besar.Minimnya sarana dan prasarana. Empat ruangan operasi di RS Adipura semuanya sedang direnovasi, sehingga mustahil dilakukan operasi.RS Bhayangkara menolak ibu Irene lantaran kelas 3 BPJS Kesehatan penuh, sehingga diarahkan ke VIP dengan mengurus administrasi terlebih dahulu sebelum ditangani, yakni harus membayar Rp 4 juta.

    “Di mana seharusnya pasien dalam keadaan emergency tidak boleh lagi dilakukan administrasi dahulu, tetap harus ditolong dulu,” kata Azhar.

    Ancaman Sanksi

    Kemenkes menegaskan akan ada sanksi yang menunggu saat rumah sakit melanggar aturan, yakni menolak pasien dalam kondisi kegawatdaruratan.

    Aturan mengenai kewajiban rumah sakit menerima pasien gawat darurat sudah sangat jelas dan tegas di dalam UU No. 17 Tahun 2023. Karenanya, setiap dugaan pelanggaran akan ditindak sesuai mekanisme yang berlaku, termasuk sanksi berat.

    Azhar menegaskan dalam kasus apapun, baik terkait ketersediaan dokter spesialis, kapasitas kamar, maupun alasan administratif, rumah sakit tetap wajib memberikan pertolongan pertama pada pasien gawat darurat.

    Terkait ini, menurutnya ada tingkatan sanksi yang dapat dijatuhkan kepada rumah sakit jika terbukti melanggar aturan penanganan pasien gawat darurat:

    Pembinaan kepada direktur rumah sakitPembinaan kepada penanggung jawab medisPembekuan izin sementaraSanksi terberat: pencabutan izin operasional rumah sakit

    “Dinas kesehatan sebagai pemberi izin akan melakukan pendalaman lagi. Sanksi terberat bisa pencabutan izin rumah sakit sampai dengan pembinaan yang dilakukan, termasuk kepada direktur dan penanggung jawab rumah sakit tersebut,” tegas Azhar.

    Azhar menekankan tidak ada alasan apa pun yang membolehkan rumah sakit menolak pasien gawat darurat, termasuk:

    Fasilitas penuhKetiadaan ruang kelas 3Dokter tidak lengkapMasalah administrasiKetidaksiapan ruang operasi

    “Dalam situasi gawat darurat, rumah sakit wajib memberikan stabilisasi kondisi pasien sebelum dirujuk. Tidak bisa langsung menolak,” ujar Azhar.

    Halaman 2 dari 4

    Simak Video “Video Kasus Viral Ibu Hamil Papua, Wamenkes: Kita Investigasi”
    [Gambas:Video 20detik]
    (dpy/naf)

  • Menkes Akui Jumlah Dokter Obgyn di Luar Jawa Masih Kurang
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        27 November 2025

    Menkes Akui Jumlah Dokter Obgyn di Luar Jawa Masih Kurang Nasional 27 November 2025

    Menkes Akui Jumlah Dokter Obgyn di Luar Jawa Masih Kurang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengakui jumlah dokter spesialis, terutama spesialis Obstetri dan Ginekologi (Obgyn) di luar Pulau Jawa masih kurang.
    Kurangnya
    dokter spesialis
    kandungan mengakibatkan maraknya kasus kematian ibu dan bayi ketika hendak melahirkan, seperti kasus yang menimpa Irene Sokoy di Jayapura, Papua.
    “Jadi memang kekurangan dokter spesialis, dalam hal ini
    Obgyn
    dan anestesi, itu masif terjadi di luar Jawa. Jadi kasihan, kejadian-kejadian ini menimpa saudara-saudara kita yang ada di luar Jawa,” kata Budi di Kantor
    Kemenkes
    , Jakarta Selatan, Kamis (27/11/2025).
    Sebab itu, Kementerian Kesehatan akan membangun sistem pendidikan berbasis rumah sakit atau hospital based untuk mengatasi masalah tersebut.
    “Nanti kita akan mengakselerasi jangka waktu putra-putri daerah agar mereka tinggal di sana, mereka pegawai di sana, enggak usah nanti pindah-pindah lagi gitu,” tutur Budi.
    Menurut Budi, kesempatan kerja bagi putra-putri daerah merupakan solusi yang tepat agar mereka bisa menjadi dokter spesialis di daerah asalnya.
    “Itu yang penting, sisi panjang yang itu harus diakselerasi. Ini juga sesuai dengan arahan Bapak Presiden Prabowo,” ucapnya.
    Budi mengatakan, Kepala Negara memerintahkan pembangunan 500
    rumah sakit pendidikan
    yang dikerjakan bersama Kementerian Pendidikan Tinggi dan Teknologi demi mencetak dokter spesialis.
    “Mereka bisa menjadi dokter spesialis, belajar menjadi dokter spesialis, di daerah asal mereka berada. Itu yang penting menurut saya dan itu harus diakselerasi,” ujar dia.
    Selain itu, ke depannya Kemenkes akan memperbaiki tata kelola rumah sakit khususnya rumah sakit di daerah.
    “Itu harus diperbaiki. Kami terus melakukan advokasi kepada Kepala Daerah, Bupati, Wali Kota, Gubernur. Karena rumah sakit-rumah sakit daerah ini bisa di bawah wewenang mereka,” jelasnya.
    Untuk di Papua, Budi telah berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan sebagai pimpinan tertinggi wakil pemerintah di bidang kesehatan untuk benar-benar melakukan tugas pelatihan dan pengawasan.
    “Supaya hal-hal seperti ini tidak terjadi lagi. Termasuk memberikan sanksi karena di Undang-Undang Kesehatan yang baru, sanksinya jelas bagi pimpinan rumah sakit yang tidak melayani pasien di masa kegawatdaruratan,” kata Budi.
    “Itu harus dilayani dan BPJS pun pasti akan membayar. Jadi tidak ada alasan bahwa itu tidak terlayani,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menu MBG di Ngawi Diduga Basi Bikin 79 Pelajar Keracunan

    Menu MBG di Ngawi Diduga Basi Bikin 79 Pelajar Keracunan

    Liputan6.com, Jakarta Sebanyak 79 pelajar di Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur keracunan usai menyantap menu makan bergizi gratis (MBG). Para kroban mengeluh diare, mual hingga pusing. Mereka dirawat di Puskesmas Gemarang, Rabu (26/11/2025).

    Keracunan makanan dialami para siswa usia menyantap MBG dengan menu nasi, telur puyuh, acar, pisang dan susu. Diduga menu MBG yang disajikan pada para siswa tidak layak konsumsi lantaran basi.

    “Habis makan langsung mual-mual, muntah-muntah, enggak nunggu lama. Tadi lauknya telur puyuh. Katanya sudah bau,” kata Guru SD Negeri Jenggrik 6, Melinda.

    Rincian para korban adalah 31 siswa berasal dari tiga sekolah dasar, dan sisanya dari SMP. Guna mengetahui penyebab keracunan, sampel sisa makanan telah dibawa ke laboratorium untuk diuji.

    “Total ada 79. Sejumlah 32 anak SD, sisanya adalah anak SMP,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Ngawi Heri Nur Fahrudin.

    Karena banyaknya korban, orang tua siswa meminta program MBG dihentikan sementara untuk dilakukan evaluasi.

    “Wes-wes enggak usah diadain, insha Allah kalau cuma makan enak saya bisa, ngasih anak-anak saya semua enggak usah dikasih-kasih kayak gini Pak. Untuk anak saya pribadi saya tidak izinkan menerima, tapi kalau untuk anak-anak yang lain terserah,” terang orang tua siswa, Muntiani.

    Sementara pihak SPPG yang mendistribusikan menu MBG mengatakan akan memperbaiki proses pengolah makanan, namun masih menunggu keluarnya hasil uji di laboratorium.

    “Kita nunggu dari hasil lab, apakah ini terjadi karena hasil dari SPPG kami mengalami ada kendala atau ada yang lain. Nanti kita nunggu hasil lab dari Surabaya,” pungkas Kepala SPPG Desa Kawu Agus Wijayanti.

  • 6 Fakta Terkait Ibu Hamil di Papua Meninggal Usai Ditolak RS

    6 Fakta Terkait Ibu Hamil di Papua Meninggal Usai Ditolak RS

    Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Yowari Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua drg Maryen Braweri buka suara setelah kematian Irene ramai diperbincangkan.

    Menurutnya, rumah sakit sudah memberikan penanganan pasien sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku.

    “Kami menangani pasien berdasarkan koordinasi perawat dengan dokter spesialis kandungan yang bertugas saat itu melalui sambungan telepon karena sedang tidak berada di Papua,” ujarnya.

    Dia menambahkan, sebenarnya ada dua dokter spesialis kandungan di rumah sakit mereka. Hanya saja, satu orang sedang pendidikan.

    “Kami memang memiliki dua dokter spesialis kandungan, tetapi salah satunya sedang pendidikan, sehingga saat ini hanya satu dokter yang menangani pelayanan kehamilan di RSUD Yowari,” katanya.

    Pihak rumah sakit meminta maaf atas pada keluarga korban.

    “Kami memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada keluarga almarhumah, yang mana atas kekurangan sumber daya manusia di RSUD Yowari mengakibatkan Ibu Irene Sokoy meninggal dunia,” ujarnya lagi.

    Pascakejadian itu, pihak RSUD Yowari mengaku telah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi Papua dan tim akan melakukan investigasi terhadap kasus ini. Audit tersebut sebagai langkah resmi pemerintah daerah untuk memastikan seluruh prosedur pelayanan dijalankan sesuai standar.

    “Audit ini untuk memastikan seluruh prosedur pelayanan dijalankan sesuai standar dan mengklarifikasi rangkaian kejadian yang dialami pasien sebelum meninggal,” katanya setelah Zoom Meeting bersama Dinkes Provinsi Papua.

    Hasil audit akan diumumkan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua setelah seluruh pemeriksaan medis, analisis layanan, dan klarifikasi tenaga kesehatan selesai.

    “Ini saja yang dapat saya sampaikan, selanjutnya untuk hasil audit kita menunggu pengumuman langsung dari pihak Dinas Kesehatan Provinsi Papua yang melakukan audit,” ujarnya.

    Terkait kurangnya jumlah dokter spesialis kandungan, pihaknya mengaku sudah mengusulkan ke Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura serta Bupati Jayapura Yunus Wonda.

    “Seiring dengan kejadian tersebut, kami juga berupaya memperkuat layanan kesehatan dengan menambah tenaga dokter spesialis,” katanya lagi.

     

  • Keracunan MBG di Kedunggalar Ngawi Terus Bertambah, Total 79 Siswa

    Keracunan MBG di Kedunggalar Ngawi Terus Bertambah, Total 79 Siswa

    Ngawi (beritajatim.com) – Jumlah korban dugaan keracunan akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Ngawi terus bertambah. Hingga Rabu (26/11/2025), total korban mencapai 79 siswa, melonjak dari sebelumnya 46 anak yang sempat menjalani perawatan di puskesmas terdekat.

    Korban berasal dari empat sekolah, tiga di antaranya sekolah dasar—SDN Gemarang 5, SDN Jenggrik 2, dan SDN Jenggrik 6—serta SMPN 2 Kedunggalar. Sejumlah siswa masih mendapatkan penanganan medis di Puskesmas Gemarang, sementara sebagian lainnya diperbolehkan pulang karena kondisinya membaik.

    Para siswa mengalami gejala keracunan setelah menyantap lauk telur puyuh dari paket MBG yang disediakan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar. Telur puyuh tersebut diduga telah basi. Petugas kesehatan telah mengamankan sampel makanan, termasuk telur puyuh, untuk diuji laboratorium.

    Keterangan pihak SPPG memunculkan tanda tanya besar terkait standar pengelolaan makanan. Telur puyuh dimasak sejak pukul 02.00 WIB dini hari, namun baru dibagikan sekitar pukul 09.00 WIB pagi. Rentang waktu panjang itulah yang diduga memicu makanan rusak sebelum dikonsumsi siswa.

    Di sisi lain, kemarahan orang tua meledak. Mereka mendesak program MBG dihentikan sementara, mengingat kasus keracunan siswa bukan kali pertama terjadi.

    “Tolong program ini dihentikan biar tidak jadi begini. Besok anak saya tidak boleh makan MBG. Kalau yang lain terserah,” kata Muntiani, salah satu orang tua siswa.

    Pihak SPPG mengklaim selama ini tidak pernah ada masalah dan baru kali ini insiden terjadi.

    “Kami sudah delapan kali ini tidak ada masalah dan baru hari ini. Makanya kita akan melakukan perbaikan sambil menunggu hasil lab,” kata Agus Wijayanto, Kepala SPPG Desa Kawu.

    Sementara itu, Dinas Kesehatan Ngawi memastikan penanganan terhadap seluruh korban dan mengonfirmasi jumlah siswa terdampak.

    “Kita melakukan penanganan terhadap korban. Kita ambil sampel untuk uji lab. Ada 79 orang siswa dari tiga sekolah dasar dan SMP,” kata Heri Nur Fahrudin, Kepala Dinas Kesehatan Ngawi.

    Hingga sore hari, puluhan siswa masih menjalani perawatan di puskesmas. Diketahui dapur SPPG Desa Kawu selama ini memasok makanan MBG untuk 2.139 siswa di 35 SD dan SMP wilayah Kecamatan Kedunggalar sejak Senin (17/11/2025).

    Kasus ini kembali menyorot lemahnya pengawasan pangan dalam program makan bergizi gratis, terutama terkait standar kebersihan, pengolahan, serta waktu distribusi makanan. Pemeriksaan laboratorium kini dinantikan untuk memastikan langkah lanjutan, termasuk kemungkinan penghentian sementara program menuju evaluasi menyeluruh. [fiq/but]

     

  • Warga JGC Adukan Masalah RDF Rorotan ke DPR: Dampaknya Sudah Lintas Provinsi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        26 November 2025

    Warga JGC Adukan Masalah RDF Rorotan ke DPR: Dampaknya Sudah Lintas Provinsi Megapolitan 26 November 2025

    Warga JGC Adukan Masalah RDF Rorotan ke DPR: Dampaknya Sudah Lintas Provinsi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Warga Jakarta Garden City (JGC) mengadukan masalah uji coba pengolahan sampah atau Refuse Derived Fuel (RDF) Rorotan, Jakarta Utara ke Komisi IX DPR RI, Rabu (26/11/2025).
    Warga bertemu Wakil Ketua Komisi IX
    DPR
    RI Nihayatul Wafiroh dan anggota Komisi XII DPR RI, Ratna Juwita Sari.
    Ketua RT 18 RW 14 Klaster Shinano, JGC, Jakarta Timur, Wahyu Andre, mengatakan alasan mengadukan masalah uji coba
    RDF Rorotan
    karena tidak hanya dirasakan oleh warga Jakarta, tapi sudah lintas kota dan provinsi.
    “Kenapa kami ke DPR? Karena dampak
    uji coba RDF
    kemarin sudah lintas kota/kabupaten dan provinsi,” ujar Wahyu saat dihubungi
    Kompas.com
    , Rabu.
    Dalam pertemuan itu, Wahyu menjelaskan, Komisi IX DPR mendorong Kementerian Lingkungan Hidup melakukan evaluasi menyeluruh terhadap dokumen AMDAL RDF Rorotan, termasuk meninjau kembali kelayakan lingkungan, kepatuhan terhadap baku mutu emisi, dan kualitas pengelolaan udara.
    Komisi IX DPR juga meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuka dokumen AMDAL sebagai bentuk transparansi dan pemenuhan hak warga atas informasi lingkungan.
    Selain itu, Komisi IX DPR menginstruksikan Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk melakukan penelitian epidemiologis guna memastikan ada tidaknya hubungan antara operasional RDF Rorotan dan peningkatan kasus ISPA atau gangguan kesehatan lainnya.
    Komisi IX DPR mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Inspektorat Pemprov Jakarta melakukan audit kinerja dan anggaran terhadap proyek pembangunan RDF yang menelan biaya Rp 1,28 triliun, demi memastikan efektivitas dan integritas penggunaan dana publik.
    “Mereka mengusulkan pembentukan satuan tugas lintas wilayah untuk menangani dugaan
    dampak kesehatan
    dan lingkungan yang meluas ke beberapa wilayah administratif,” ucap Wahyu.
    Selanjutnya warga akan melakukan pertemuan dengan DPRD Jakarta. Dia berharap Gubernur Pramono Anung atau Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno hadir dalam pertemuan itu.
    “Kami sudah menyampaikan (permohonan audiensi) melalui WhatsApp ke Pak Pramono, tapi tampaknya permohonan kami belum direspons,” ujarnya.
    Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung meluruskan kabar soal penghentian sementara proyek Refuse Derived Fuel (RDF) di Rorotan, Jakarta Utara.
    Ia menegaskan uji coba RDF tidak dihentikan, melainkan kapasitas pengolahan sampahnya dikurangi untuk sementara waktu.
    “Tidak dihentikan. Sekarang kapasitasnya kita batasi sampai 1.000 (ton),” kata Pramono saat ditemui di Balai Kota Jakarta, Kamis (6/11/2025).
    Pramono menjelaskan, sebelumnya fasilitas RDF sempat beroperasi dengan kapasitas 2.000 hingga 2.500 ton
    sampah
    per hari.
    Namun, peningkatan kapasitas tersebut justru menimbulkan sejumlah masalah teknis dan lingkungan, terutama bau tak sedap yang tercium hingga ke permukiman warga sekitar.
    “Ketika dinaikkan jadi 2.000 (ton), bahkan sempat 2.500 (ton), mulai muncul problem. Sampahnya kena hujan, prosesnya terganggu, lalu truk-truk pengangkut yang lama meneteskan air lindi dan menimbulkan bau,” jelasnya.
    Menurut dia, persoalan utama bukan pada teknologi RDF, melainkan sistem pengangkutan dan kondisi sampah yang dikirim ke lokasi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.