Kementrian Lembaga: Departemen Luar Negeri AS

  • PM Modi Restui Militer India Serang Pakistan

    PM Modi Restui Militer India Serang Pakistan

    GELORA.CO – Menteri Penerangan Pakistan Attaullah Tarar mengonfirmasi bahwa mereka mendapat informasi intelijen bahwa India sedang bersiap melancarkan serangan militer terhadap negaranya dalam beberapa jam mendatang. Peringatan ini di tengah seruan Amerika dan Arab untuk tenang. 

    Dalam rekaman pidato yang disiarkan di televisi pemerintah pada Rabu, menteri Pakistan memperingatkan konsekuensi dari eskalasi India di wilayah tersebut. Agence France-Presse mengutip seorang pejabat senior yang mengatakan bahwa Perdana Menteri India Narendra Modi telah memberikan “kebebasan penuh” kepada militer untuk bertindak dalam menanggapi serangan apa pun selama pertemuan tertutup pada Selasa. 

    Namun Menteri Luar Negeri Pakistan Ishaq Dar menegaskan negaranya tidak akan melancarkan serangan.

    Ketegangan antara India dan Pakistan meningkat pada tanggal 22 April setelah orang-orang bersenjata menembaki wisatawan di distrik Pahlgam di Jammu dan Kashmir (di bawah kendali India), menewaskan 26 orang dan melukai lainnya. 

    Para pejabat India mengatakan para penyerang berasal dari Pakistan, sementara Islamabad menuduh India melancarkan kampanye disinformasi terhadap mereka. Serangan tersebut bertepatan dengan kunjungan Wakil Presiden AS J.D. Vance dan keluarganya ke India, di mana mereka bertemu dengan Perdana Menteri India. 

    Pasca serangan tersebut, kedua negara bertetangga tersebut mengambil tindakan timbal balik, termasuk menurunkan hubungan diplomatik dan militer, membatalkan visa, dan tindakan lainnya.

    Pemerintah India mengumumkan penutupan wilayah udaranya bagi maskapai penerbangan Pakistan, beberapa hari setelah Islamabad melarang maskapai penerbangan India terbang di atas wilayahnya. Pemberitahuan kepada penerbang yang dikeluarkan oleh pemerintah India menyatakan bahwa larangan terhadap pesawat Pakistan akan berlaku mulai 30 April hingga 23 Mei.

    Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif menuduh India terlibat dalam apa yang disebutnya “provokasi” dan “mencari eskalasi.” Sharif mendesak Amerika Serikat, dalam panggilan yang diterimanya dari Menteri Luar Negeri Marco Rubio, untuk menekan India agar “mengurangi retorikanya dan bertindak secara bertanggung jawab.” 

    Kantor Perdana Menteri mengatakan Sharif menyatakan penyesalannya atas pilihan India untuk “menggunakan air sebagai senjata” dan menekankan bahwa Perjanjian Perairan Indus tidak mengizinkan India untuk secara sepihak mengingkari kewajibannya. 

    Sementara itu, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Tammy Bruce mencatat panggilan Menteri Luar Negeri dengan Perdana Menteri Pakistan, di mana ia “berbicara tentang perlunya mengutuk serangan teroris tanggal 22 April di Pahlgam” di Kashmir yang dikelola India. Bruce menambahkan dalam sebuah pernyataan bahwa Rubio “mendesak para pejabat Pakistan untuk bekerja sama dalam melakukan penyelidikan atas serangan tidak masuk akal ini.” Dalam panggilan terpisah dengan Menteri Luar Negeri India, Rubio juga mendorong New Delhi untuk bekerja sama dengan Islamabad untuk meredam ketegangan dan menjaga perdamaian di Asia Selatan. []

  • Tanggapan Plin-plan Trump soal Niat Putin Berdamai dengan Ukraina, Awal Meragukan, Kini Menjamin – Halaman all

    Tanggapan Plin-plan Trump soal Niat Putin Berdamai dengan Ukraina, Awal Meragukan, Kini Menjamin – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden AS, Donald Trump, kembali mengeluarkan sikap yang plin-plan terkait perang antara Rusia dengan Ukraina.

    Pada 26 April 2025 lalu, setelah menghadiri pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan, Donald Trump sempat meragukan niat Presiden Rusia, Vladimir Putin, untuk mengakhiri perang Ukraina.

    Keraguan itu muncul setelah Donald Trump dan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, bertemu di Vatikan.

    Saat itu, Trump merasa marah setelah Zelensky “ngadu” soal tindakan Putin yang menembakkan rudal ke wilayah sipil Ukraina.

    Bahkan, Trump menyebut Putin tak memiliki niat untuk mengakhiri perang di Ukraina.

    “Tidak ada alasan bagi Putin untuk menembakkan rudal ke wilayah sipil, kota-kota dan desa-desa di Ukraina,” tulis Trump di Truth Social miliknya, dikutip dari Axios.

    “Hal itu membuat saya berpikir bahwa mungkin dia tidak ingin menghentikan perang, dia hanya memanfaatkan saya, dan harus ditangani dengan cara yang berbeda,” ungkap Trump pada saat itu.

    Akan tetapi, sikap Trump kini berubah dengan menyebut Putin ingin sekali mencapai perjanjian damai dengan Ukraina.

    Pernyataan itu Trump sampaikan ketika koresponden ABC News, Terry Moran, menanyakan ungkapannya di Truth Social beberapa waktu lalu.

    “Saya rasa dia melakukannya, ya,” kata Presiden AS itu, dikutip dari The Moscow Times.

    “Saya rasa… mimpinya adalah menguasai seluruh negeri. Saya rasa karena saya, dia tidak akan melakukan itu,” ujarnya.

    Trump sebelumnya berjanji untuk mengakhiri perang Ukraina “dalam waktu 24 jam” setelah menjabat, tetapi upaya perdamaiannya sejauh ini belum membuahkan hasil.

    Selanjutnya, Trump berjanji akan mengakhiri perang Rusia-Ukraina dalam 100 hari pertama masa jabatannya.

    Janji itu pun kembali berbenturan dengan kenyataan yang tak terelakkan.

    Di perayaan 100 hari masa jabatan Trump pada Selasa (29/4/2025), serangan Rusia meningkat dan mengakibatkan jumlah korban sipil.

    Tak hanya itu, kesepakatan damai antara Rusia dengan Ukraina masih jauh dari kata tercapai.

    Dikutip dari Kyiv Independent, pada bulan Maret 2025, bulan kedua penuh masa jabatan Trump, 164 warga sipil tewas dan 910 terluka akibat serangan Rusia.

    Hampir semua kerugian terjadi di wilayah yang dikuasai pemerintah Ukraina, dan sebagian besar disebabkan oleh rudal jarak jauh atau amunisi yang melayang.

    Angka serupa diperkirakan terjadi pada bulan April 2025, yang juga menyaksikan serangan tunggal paling mematikan bagi anak-anak Ukraina sejak invasi skala penuh dimulai pada tahun 2022.

    Pada tanggal 14 April 2025, 18 orang tewas setelah rudal balistik meledak di taman bermain. Di antara mereka terdapat sembilan anak-anak.

    Serangan besar baru-baru ini di Sumy dan Kyiv juga menjadi berita utama internasional, sementara serangan yang lebih kecil kurang menarik perhatian di luar negeri tetapi terus meningkat.

    Minggu lalu, kepala Misi Pemantauan Hak Asasi Manusia PBB di Ukraina (HRMU), Danielle Bell, menyerukan “tren yang sangat mengganggu — warga sipil menanggung beban serangan yang semakin intens dan sering terjadi.”

    “Serangan pesawat tak berawak jarak jauh yang terjadi hampir setiap hari telah menewaskan dan melukai banyak warga sipil di seluruh negeri bulan lalu, dan mengganggu kehidupan jutaan orang lainnya,” kata Bell.

    Di garis depan juga, tanda-tanda perdamaian tidak ada, kata Emil Kastehelmi, seorang analis militer Finlandia dari kolektif intelijen sumber terbuka Black Bird Group.

    Alih-alih mundur atau melambat, serangan Rusia malah meningkat dalam beberapa minggu terakhir, meskipun hal ini belum menghasilkan terobosan teritorial.

    “Saya menduga perang akan terus berlanjut hingga akhir,” ungkap Kastehelmi.

    “Tentu saja, ada banyak diplomasi yang berlangsung di balik pintu tertutup.”

    “Namun, jika kita melihat perkembangan di lapangan, tidak ada tanda-tanda jelas yang menunjukkan adanya terobosan diplomatik dalam beberapa minggu mendatang,” tukasnya.

    AS Ancam Mundur sebagai Mediator

    Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, mengancam akan mundur menjadi mediator jika tidak ada proposal konkret dari Rusia dan Ukraina untuk mengakhiri perang.

    Pada pertemuan Dewan Keamanan PBB, diplomat AS John Kelley menyalahkan Rusia atas pertumpahan darah yang terus terjadi.

    Kelley mengatakan bahwa Rusia “sangat disesalkan” telah melakukan serangan besar-besaran yang “menyebabkan hilangnya nyawa yang tidak perlu, termasuk warga sipil yang tidak bersalah”.

    “Saat ini, Rusia memiliki peluang besar untuk mencapai perdamaian abadi,” kata Kelley, dikutip dari Reuters.

    Saat ini, tambah Kelly, beban untuk mengakhiri perang ada di tangan Rusia dan Ukraina.

    “Terserah kepada para pemimpin kedua negara untuk memutuskan apakah perdamaian mungkin terjadi.”

    “Jika kedua pihak siap mengakhiri perang, Amerika Serikat akan sepenuhnya mendukung jalan mereka menuju perdamaian abadi,” katanya.

    Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce mengutip pernyataan Rubio, waktunya telah tiba saat “proposal konkret perlu disampaikan oleh kedua pihak tentang cara mengakhiri konflik ini”.

    “Bagaimana kita melanjutkan dari sini adalah keputusan yang sekarang menjadi milik Presiden.”

    “Jika tidak ada kemajuan, kami akan mundur sebagai mediator dalam proses ini,” kata Bruce dalam jumpa pers rutin.

    Baik Kyiv maupun Moskow berupaya menunjukkan kepada Trump, mereka membuat kemajuan menuju sasarannya untuk mencapai kesepakatan damai yang cepat setelah AS berulang kali mengancam akan menghentikan dorongan perdamaiannya.

    Tetapi di PBB, keduanya saling menyalahkan karena melanjutkan perang.

    Saat ini, Putin telah mengumumkan gencatan senjata selama tiga hari dari 8-10 Mei 2025 untuk menandai peringatan 80 tahun kemenangan Uni Soviet dan sekutunya dalam Perang Dunia Kedua.

    Ukraina mempertanyakan mengapa Moskow tidak menyetujui seruan Kyiv untuk gencatan senjata yang berlangsung setidaknya 30 hari dan dimulai segera.

    (*)

  • Memanas, Pakistan Klaim Pasukannya Siap Perang, Ancam Luncurkan Nuklir untuk Lawan India – Halaman all

    Memanas, Pakistan Klaim Pasukannya Siap Perang, Ancam Luncurkan Nuklir untuk Lawan India – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang pejabat tinggi pertahanan Pakistan mengklaim bahwa pasukan di negaranya telah siap berperang melawan India.

    Pernyataan ini diungkap Menteri Pertahanan Khawaja Muhammad Asif, setelah India mengancam bakal menggelar serangan besar-besaran buntut tewasnya 26 turis India di wilayah Kashmir.

    “Kami telah memperkuat pasukan kami karena ini adalah sesuatu yang mendesak sekarang. Jadi, dalam situasi itu, beberapa keputusan strategis harus diambil, jadi keputusan itu telah diambil.” kata Asif mengutip dari Reuters, Rabu (30/4/2025).

    “Pakistan 100 persen siap menghadapi situasi pertempuran apa pun jika kedaulatan negara terancam atau perang dipaksakan padanya,” imbuh Asif.

    Asif juga menekankan retorika India meningkat dan militer Pakistan telah memberi pengarahan kepada pemerintah tentang kemungkinan serangan India.

    Walau begitu, ia tidak menjelaskan lebih lanjut tentang alasannya berpikir serangan akan segera terjadi.

    Selain menyiapkan pasukan perang, Pakistan mengklaim bahwa pihaknya tengah ancang-ancang meluncurkan serangan rudal nuklir ke wilayah India.

    Dalam pidato yang disiarkan televisi pada hari Minggu, Menteri Perkeretaapian Pakistan Hanif Abbasi turut mengingatkan bahwa negaranya memiliki banyak rudal dan 130 hulu ledak nuklir yang sewaktu-waktu dapat membumihanguskan India.

    “Tidak seorang pun tahu di mana kami telah menempatkan senjata nuklir kami di seluruh negeri. Saya katakan lagi, rudal balistik ini, semuanya ditujukan kepada Anda,” ancam Abbasi, yang dilansir NDTV.

    Awal Mula Konflik Pakistan-India

    Sebagai informasi sejak merdeka dari Inggris tepatnya pada tahun 1947, India dan Pakistan telah berperang tiga kali.

    Terakhir kali kedua pihak hampir terlibat perang besar-besaran pada tahun 2019, ketika seorang pengebom bunuh diri menewaskan 40 anggota pasukan keamanan India.

    Namun konflik ini kembali pecah usai sebuah serangan mematikan menewaskan 26 orang turis asing di wilayah Kashmir, perbatasan kedua negara.

    India menuduh kelompok militan yang berbasis di Pakistan, Kashmir Resistance, bertanggung jawab atas serangan tersebut.

    Sementara Pakistan membantah keterlibatannya dan menyerukan penyelidikan independen.

    Buntut konflik ini India mulai memamerkan sejumlah kapal perang mereka yang menembakkan rudal Brahmos anti-kapal perang.

    “Kapal perang Angkatan Laut India sukses menembakkan (rudal) anti kapal beberapa kali untuk menegaskan kembali dan menunjukkan kesiapan platform, sistem, dan para kru untuk melakukan serangan jarak jauh yang akurat,” demikian cuitan Angkatan AL India di akun X, @indiannavy.

    “Angkatan Laut India siap bertempur, kredibel, dan siap menghadapi masa-masa ke depan dalam menjaga maritim negara ini. Kapan saja, di mana saja, dan apapun caranya,” lanjut akun tersebut.

    Tak hanya itu New Delhi juga turut menangguhkan secara sepihak Perjanjian Indus Waters Treaty (Perjanjian Perairan Indus) yang menjadi kunci pembagian air.

    Bahkan turut menutup perbatasan Wagah, menghentikan upacara tradisional, dan memerintahkan anak-anak Pakistan yang berada di India untuk kembali tanpa ibu mereka

    Langkah-langkah ini menunjukkan peningkatan ketegangan yang mengingatkan pada perpecahan tahun 1947, menyoroti kompleksitas dan sensitivitas konflik Kashmir, yang melibatkan faktor sejarah, politik, dan keamanan yang mendalam

    AS-China Minta India-Pakistan Tahan Diri

    Merespons sinyal perang yang akan terjadi di Asia buntut pertikaian India dan Pakistan, China menyerukan kedua negara itu untuk menahan diri.

    “Cina berharap kedua pihak dapat menahan diri, saling bertemu di tengah, menangani perbedaan melalui dialog dan konsultasi, serta bersama-sama menjaga perdamaian dan stabilitas regional,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Guo Jiakun.

    Senada dengan China, Departemen Luar Negeri AS menyatakan bahwa mereka sedang berkomunikasi dengan India dan Pakistan, untuk mendorong perdamaian kedua negara.

    “Kami telah berhubungan dengan pemerintah India dan Pakistan di berbagai level. Amerika Serikat mendorong semua pihak untuk bekerja sama menuju penyelesaian yang bertanggung jawab,” ujar juru bicara Departemen Luar Negeri AS dikutip dari Reuters.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Putin Serukan Gencatan 3 Hari, Zelensky Tuding Manipulasi

    Putin Serukan Gencatan 3 Hari, Zelensky Tuding Manipulasi

    Jakarta

    Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan gencatan senjata selama tiga hari di Ukraina. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky merespons pengumuman gencatan senjata tiga hari sebagai upaya manipulasi.

    Rusia mengumumkan gencatan senjata itu pada Senin (28/4) kemarin. Dikutip AFP, gencatan senjata dilakukan selama tiga hari mulai 8 hingga 10 Mei 2025 yang bertepatan peringatan Hari Kemenangan Perang Dunia II di Moskow.

    “Pihak Rusia mengumumkan gencatan senjata selama peringatan 80 Hari Kemenangan mulai tengah malam pada 7-8 Mei hingga tengah malam 10-11 Mei,” ujar Kremlin atau kantor kepresidenan Rusia.

    Selama gencatan senjata 3 hari itu seluruh operasi tempur akan ditangguhkan. Rusia meyakini pihak Ukraina akan mencontoh langkahnya.

    “Jika terjadi pelanggaran gencatan senjata oleh pihak Ukraina, angkatan bersenjata Rusia akan memberikan respons yang memadai dan efektif,” imbuhnya.

    Ukraina Ingin Gencatan Senjata 30 Hari

    Mobil-mobil hangus terbakar di dekat gedung apartemen di Dnipro, Ukraina. (Foto: Press service of the State Emergency Service of Ukraine/Handout via REUTERS Purchase Licensing Rights)

    Merespons itu, Ukraina menginginkan gencatan senjata paling tidak 30 hari. Menteri Luar Negeri Ukraina Andriy Sybiga menulis di X, mempertanyakan mengapa Rusia harus menunggu bulan Mei untuk gencatan senjata.

    “Jika Rusia benar-benar menginginkan perdamaian, mereka harus segera menghentikan tembakan. Mengapa harus menunggu hingga 8 Mei?” Sybiga menulis di X.

    Seperti diketahui, pada bulan lalu Putin menolak usulan Amerika Serikat (AS) untuk gencatan senjata penuh dan tanpa syarat selama 30 hari yang telah diterima pihak Ukraina.

    Kiev dan para pendukungnya di Eropa menuding Putin mengumumkan gencatan senjata Paskah selama 30 jam sebagai latihan dan tidak menginginkan perdamaian.

    Rusia sebelumnya mengaku siap untuk bernegosiasi dengan Ukraina. Namun pengakuan atas klaim lima wilayah Ukraina termasuk Krimea dinilai penting untuk penyelesaian konflik.

    Ukraina merespons keras. Ukraina menilai aneksasi sebagai perampasan tanah ilegal dan tidak pernah akan mengakuinya.

    Zelensky Tuding Manipulasi

    Foto: REUTERS/Thomas Peter Purchase Licensing Rights

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menuding gencatan senjata itu sebagai upaya manipulasi. Dia menunggu yang terjadi pada 8 Mei mendatang.

    “Sekarang ada upaya manipulasi baru: untuk beberapa alasan, semua orang harus menunggu hingga 8 Mei,” kata Zelensky dalam pidato hariannya dilansir AFP, Selasa (29/4/2025).

    Pengumuman gencatan senjata oleh Rusia bukan baru kali disampaikan. Putin sempat mengumumkan gencatan senjata Paskah secara singkat.

    Putin mengatakan ‘semua permusuhan’ akan terhenti antara pukul 6 sore waktu Moskow pada Sabtu (11 pagi ET) dan tengah malam pada Senin (5 sore Minggu ET). Namun, pada saat itu pihak Ukraina mengklaim wilayahnya masih diserang pascagencatan senjata itu.

    AS Ingin Perang Diakhiri

    Menlu AS Marco Rubio dan PM Israel Benjamin Netanyahu. (Foto: Ohad Zwigenberg/Pool via REUTERS Purchase Licensing Rights)

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio memberi tahu mitranya dari Rusia Sergei Lavrov bahwa Amerika Serikat berkomitmen untuk berupaya mengakhiri perang di Ukraina. Dia menyebut perang Rusia dan Ukraina sudah tidak masuk akal.

    “Amerika Serikat serius dalam memfasilitasi diakhirinya perang yang tidak masuk akal ini,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Tammy Bruce dalam pernyataan panggilan hari Minggu, yang telah diumumkan oleh Rusia, dilansir AFP, Selasa (29/4/2025).

    Dia mengatakan Rubio berbicara kepada Lavrov tentang langkah selanjutnya dalam perundingan damai Rusia-Ukraina dan perlunya mengakhiri perang sekarang. Panggilan telepon itu dilakukan sebelum Presiden Rusia Vladimir Putin pada hari Senin menawarkan gencatan senjata tiga hari yang bertepatan dengan peringatan berakhirnya Perang Dunia II di Moskow.

    Rubio mengatakan pada hari Minggu bahwa pekan ini akan menjadi sangat penting dalam menilai upaya untuk mengakhiri perang, yang telah dijanjikan oleh Presiden AS Donald Trump untuk dihentikan pada hari pertama masa jabatannya.

    Dalam wawancara hari Minggu dengan “Meet the Press” dari NBC News, Rubio mengatakan bahwa ada “alasan untuk optimis, tetapi ada juga alasan untuk bersikap realistis,” dan bahwa Amerika Serikat dapat memutuskan untuk fokus pada prioritas lain.

    Halaman 2 dari 4

    (idn/idn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kashmir Memanas, AS-China Serukan India-Pakistan Menahan Diri

    Kashmir Memanas, AS-China Serukan India-Pakistan Menahan Diri

    Jakarta

    Ketegangan antara India dan Pakistan meningkat tajam setelah serangan militan di Kashmir yang menewaskan 26 warga sipil. Reaksi keras datang dari kedua negara, baik secara politik maupun militer.

    Kepala Menteri Jammu dan Kashmir, Omar Abdullah, memperingatkan agar pemerintah India tidak bertindak gegabah dan justru mengasingkan warga Kashmir, yang sebelumnya telah menunjukkan penolakan terhadap kekerasan itu.

    “Kita tidak boleh melakukan hal-hal yang membuat rakyat merasa terasing, apalagi setelah reaksi spontan mereka yang menolak serangan ini,” ujarnya.

    “Senjata hanya bisa mengendalikan militansi, bukan mengakhirinya. Itu hanya akan berakhir jika rakyat bersama kita.”

    Di Pakistan, Menteri Pertahanan Khawaja Muhammad Asif menyatakan bahwa serangan dari India kemungkinan besar akan segera terjadi dan bahwa militer Pakistan telah mengambil langkah antisipatif.

    “Kami hanya akan menggunakan senjata nuklir jika ada ancaman langsung terhadap eksistensi negara kami,” tegasnya.

    India juga memblokir 16 akun YouTube asal Pakistan, termasuk media besar seperti Dawn dan ARY News, karena dianggap menyebarkan konten provokatif. Sementara itu, India mengancam akan menangguhkan Perjanjian Air Indus, yang penting bagi kebutuhan pertanian Pakistan. Jika benar dilakukan, ancaman ini bisa memperparah ketegangan dan berdampak besar terhadap ekonomi Pakistan yang rentan.

    Antropolog: Penentuan nasib sendiri Kashmir jadi inti konflik

    Raheja juga menyatakan bahwa kedua negara memiliki sejarah “memanfaatkan populasi minoritas mereka satu sama lain.” Ia menekankan, “Rakyat Kashmir menderita dan suara mereka dibayangi oleh tontonan militer di perbatasan.”

    Terkait solusi konflik, Raheja berpendapat, “Orang-orang di kedua sisi perbatasan harus bekerja sama dan mereka harus mempertanyakan apa yang dilakukan oleh perbatasan ini.”

    Ketegangan terus meningkat, dengan tentara India dan Pakistan terlibat baku tembak pada malam keempat berturut-turut, meski tidak ada korban jiwa. India menuduh Pakistan mendukung militansi setelah serangan di Pahalgam, yang dibantah oleh Pakistan dan menyerukan investigasi independen.

    Cina serukan India dan Pakistan menahan diri

    Cina menyerukan India dan Pakistan menahan diri setelah serangan mematikan di Kashmir.

    “Cina berharap kedua pihak dapat menahan diri, saling bertemu di tengah, menangani perbedaan melalui dialog dan konsultasi, serta bersama-sama menjaga perdamaian dan stabilitas regional,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Guo Jiakun, Senin (28/4).

    Beijing juga mendukung seruan Pakistan untuk investigasi independen terkait serangan di wilayah Kashmir yang dikuasai India.

    Menteri Luar Negeri Cina, Wang Yi, berbicara dengan Wakil Perdana Menteri Pakistan, Ishaq Dar, pada Minggu (27/4), dan menekankan pentingnya investigasi yang cepat dan adil.

    “Cina mendukung investigasi yang cepat dan adil serta percaya bahwa konflik tidak akan melayani kepentingan dasar baik India maupun Pakistan, juga tidak menguntungkan perdamaian dan stabilitas regional,” kata Wang kepada Dar.

    Wang berharap kedua belah pihak meredakan ketegangan dan juga berbicara dengan Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, tentang “tuduhan palsu India, propaganda tanpa dasar, dan langkah-langkah sepihak,” seperti yang dilaporkan oleh Dawn. Wang menegaskan bahwa Pakistan berkomitmen pada perdamaian regional.

    AS serukan solusi “tanggung Jawab” atas ketegangan India-Pakistan

    Departemen Luar Negeri AS pada Minggu (27/4) menyatakan bahwa mereka sedang berkomunikasi dengan India dan Pakistan, dan mendorong kedua negara untuk bekerja menuju “solusi yang bertanggung jawab” terkait ketegangan yang meningkat setelah serangan terbaru di Kashmir.

    “Ini adalah situasi yang berkembang, dan kami memantau perkembangan dengan seksama. Kami telah berhubungan dengan pemerintah India dan Pakistan di berbagai level. Amerika Serikat mendorong semua pihak untuk bekerja sama menuju penyelesaian yang bertanggung jawab,” ujar juru bicara Departemen Luar Negeri AS kepada agensi berita Reuters.

    AS telah menyatakan dukungannya terhadap India pasca serangan tersebut, yang dituduhkan New Delhi sebagai tindakan dari Pakistan. Islamabad membantah tuduhan tersebut dan menyerukan agar dilakukan investigasi netral.

    India dan Pakistan keduanya merupakan mitra strategis penting bagi AS, terutama dengan meningkatnya pengaruh Cina di kawasan.

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rahka Susanto

    Editor: Prita Kusumaputri

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Meksiko Setuju Kirim Pasokan Air ke AS Usai Trump Ancam Naikkan Tarif

    Meksiko Setuju Kirim Pasokan Air ke AS Usai Trump Ancam Naikkan Tarif

    Washington DC

    Pemerintah Meksiko setuju untuk segera menyediakan pasokan air kepada Amerika Serikat (AS) guna mengurangi kekurangan air yang dialami negara tetangganya itu. Hal ini berdasarkan perjanjian yang telah berlangsung puluhan tahun, yang menjadi pusat pertikaian diplomatik kedua negara.

    Kesepakatan itu disampaikan setelah Presiden AS Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif lebih tinggi kecuali Meksiko memenuhi komitmennya. Trump menuduh negara tetangga AS itu telah “mencuri” air dari para petani di negara bagian Texas.

    Trump menuduh Meksiko melanggar pakta tahun 1944 silam, yang mewajibkan AS berbagi air dari Sungai Colorado dengan imbalan aliran air dari Rio Grande, yang merupakan bagian dari perbatasan kedua negara.

    Kementerian Luar Negeri Meksiko, seperti dilansir AFP, Selasa (29/4/2025), mengatakan otoritas Mexico City telah sepakat dengan Washington untuk segera mengirimkan pasokan air dari Rio Grande dan melakukan transfer lebih lanjut selama musim hujan mendatang.

    Hal itu, menurut Kementerian Luar Negeri, menggarisbawahi “keinginan kuat Meksiko untuk terus memenuhi komitmennya berdasarkan perjanjian tahun 1944, yang telah memberikan manfaat besar bagi pembangunan perbatasan utara negara tersebut”.

    Departemen Luar Negeri AS menyambut menyambut baik kesepakatan itu, yang disebutnya akan “membantu para petani AS, peternak AS dan kota-kota di Lembah Rio Grande, Texas, dalam mendapatkan air yang sangat dibutuhkan dan mengurangi kekurangan pasokan” berdasarkan perjanjian tersebut.

    Dalam pernyataannya, Departemen Luar Negeri AS berterima kasih kepada Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum atas “keterlibatan pribadinya” dalam memfasilitasi penyelesaian sengketa tersebut.

    Siklus perjanjian saat ini berakhir pada Oktober, dan menurut komisi perbatasan dan komisi air kedua negara, Meksiko berutang kepada AS lebih dari 1,55 miliar kubik air. Washington mengatakan pada 20 Maret lalu bahwa pihaknya menolak permintaan Mexico City untuk pengiriman air khusus untuk pertama kalinya karena kekurangan air.

    Perselisihan ini terjadi saat meningkatnya ketegangan antara kedua negara akibat perang dagang global Trump, dan tuntutan agar Meksiko meningkatkan tindakan terhadap migrasi ilegal dan perdagangan narkoba.

    Sungai Colorado mengalami penyusutan ketinggian akibat kekeringan dan konsumsi pertanian yang tinggi di wilayah barat daya AS. Sementara cekungan Sungai Rio Grande, menurut pemerintah Meksiko, telah mengalami kekeringan selama dua dekade yang mencapai tingkat ekstrem tahun 2023 lalu.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Menlu AS Minta Rusia Akhiri Perang Tak Masuk Akal dengan Ukraina!

    Menlu AS Minta Rusia Akhiri Perang Tak Masuk Akal dengan Ukraina!

    Washington

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio memberi tahu mitranya dari Rusia Sergei Lavrov bahwa Amerika Serikat berkomitmen untuk berupaya mengakhiri perang di Ukraina. Dia menyebut perang Rusia dan Ukraina sudah tidak masuk akal.

    “Amerika Serikat serius dalam memfasilitasi diakhirinya perang yang tidak masuk akal ini,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Tammy Bruce dalam pernyataan panggilan hari Minggu, yang telah diumumkan oleh Rusia, dilansir AFP, Selasa (29/4/2025).

    Ia mengatakan Rubio berbicara kepada Lavrov tentang langkah selanjutnya dalam perundingan damai Rusia-Ukraina dan perlunya mengakhiri perang sekarang. Panggilan telepon itu dilakukan sebelum Presiden Rusia Vladimir Putin pada hari Senin menawarkan gencatan senjata tiga hari yang bertepatan dengan peringatan berakhirnya Perang Dunia II di Moskow.

    Rubio mengatakan pada hari Minggu bahwa pekan ini akan menjadi sangat penting dalam menilai upaya untuk mengakhiri perang, yang telah dijanjikan oleh Presiden AS Donald Trump untuk dihentikan pada hari pertama masa jabatannya.

    Dalam wawancara hari Minggu dengan “Meet the Press” dari NBC News, Rubio mengatakan bahwa ada “alasan untuk optimis, tetapi ada juga alasan untuk bersikap realistis,” dan bahwa Amerika Serikat dapat memutuskan untuk fokus pada prioritas lain.

    (maa/maa)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • AS ‘Cukur’ Deplu, Seratusan Kantor Dilibas Termasuk Urusan Perempuan

    AS ‘Cukur’ Deplu, Seratusan Kantor Dilibas Termasuk Urusan Perempuan

    Jakarta

    Kantor Urusan Perempuan Global adalah salah satu yang diperkirakan akan dihapus. Pada hari Selasa (22/04), Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, mengungkapkan rencana reorganisasi besar-besaran Departemen Luar Negeri AS.

    Sebagai bagian dari mandat ‘America First’ atau ‘Amerika yang Utama’ pemerintahan Trump, departemen ini akan memangkas stafnya sebanyak 15% melalui penutupan dan penggabungan lebih dari 100 kantor serta biro perwakilan di seluruh penjuru dunia.

    Menurut memo internal yang diperoleh oleh kantor berita Reuters dan Associated Press, rencana tersebut—yang telah diinformasikan kepada Kongres AS—akan menghapus 132 dari 734 biro dan kantor di bawah Departemen Luar Negeri AS.

    Sebanyak 137 kantor lainnya akan dipindahkan ke lokasi berbeda dalam departemen guna ‘meningkatkan efisiensi,’ lapor AP, yang mengutip lembar fakta yang diperoleh.

    “Dalam bentuknya yang sekarang, Departemen ini terlalu gemuk, birokratis, dan tidak mampu menjalankan misi diplomatik utamanya dalam era persaingan kekuatan besar ini,” ujar Rubio dalam sebuah pernyataan yang diunggah di platform media sosial X.

    “‘Itulah sebabnya hari ini saya mengumumkan sebuah rencana reorganisasi yang menyeluruh, yang akan membawa departemen ini memasuki abad ke-21. Pendekatan ini akan memberdayakan Departemen dari bawah ke atas, dari biro-biro hingga kedutaan,’” tambah Rubio.

    Kantor mana sajakah yang diperkirakan akan ditutup?

    Meskipun belum jelas berapa banyak pegawai yang akan terdampak oleh perubahan ini, beberapa biro yang diperkirakan akan dihentikan termasuk Kantor Urusan Perempuan Global.

    Selain itu, akan ada sebuah kantor yang ‘dihidupkan kembali’ dengan fokus pada urusan luar negeri dan kemanusiaan.

    Kantor ini akan mengoordinasikan program bantuan luar negeri yang tersisa di Departemen Luar Negeri AS, menyusul pemangkasan Badan Pembangunan Internasional AS, USAID yang baru-baru ini terjadi.

    Kantor Hak Asasi Manusia diperkirakan tetap bertahan

    Laporan sebelumnya mengindikasikan bahwa kantor-kantor yang sebelumnya berada di bawah Wakil Menteri Keamanan Sipil, Demokrasi, dan Hak Asasi Manusia AS akan dihapus.

    Namun lembar fakta yang dibagikan Rubio menunjukkan bahwa sebagian besar pekerjaan tersebut akan dilanjutkan di bagian-bagian lain dalam departemen.

    Baik Rubio maupun pejabat lainnya menyatakan bahwa struktur Departemen Luar Negeri AS yang ‘terlalu gemuk’ menghambat kemampuan untuk membuat keputusan dengan cepat dan efisien.

    Tujuan dari rencana ini adalah untuk memberdayakan biro-biro regional guna meningkatkan fungsionalitas serta menghapus kantor-kantor dan program-program yang tidak selaras dengan kepentingan nasional inti AS di bawah pemerintahan Trump, demikian papar Rubio dan pejabat lainnya.

    Trump sebelumnya telah mengeluarkan perintah eksekutif terpisah pada bulan Februari yang mengarahkan Rubio untuk merombak Dinas Luar Negeri AS dan cara kerja Departemen Luar Negeri AS, guna memastikan bahwa korps diplomatik AS dapat melaksanakan agendanya dengan seksama.

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh: Ayu Purwaningih

    Editor: Hendra Pasuhuk

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Trump Rombak Besar-besaran Deplu AS, Tutup Kantor HAM-Kejahatan Perang

    Trump Rombak Besar-besaran Deplu AS, Tutup Kantor HAM-Kejahatan Perang

    Washington DC

    Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump melakukan perombakan besar-besaran terhadap Departemen Luar Negeri (Deplu) AS. Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Marco Rubio menyebut departemen yang dipimpinnya itu telah menjadi terlalu “gemuk” dan tidak efektif.

    Rubio, seperti dilansir AFP, Rabu (23/4/2025), mengumumkan restrukturisasi Departemen Luar Negeri AS pada Selasa (22/4) waktu setempat. Langkah itu, sebut Rubio, akan memangkas posisi-posisi dan mengurangi kantor divisi dalam departemen tersebut, termasuk kantor demokrasi dan hak asasi manusia (HAM).

    Rubio menyebut langkah itu sebagai perombakan besar-besaran dalam tubuh Departemen Luar Negeri AS, yang telah lama menjadi momok bagi kalangan konservatif AS, meskipun garis besarnya tidak sedrastis beberapa rencana kebijakan yang telah beredar.

    “Dalam bentuknya saat ini, Departemen ini gemuk, birokratis, dan tidak dapat menjalankan misi diplomatiknya yang penting di era baru persaingan kekuatan besar ini,” kata Rubio dalam pernyataannya, merujuk pada persaingan yang terjadi antara AS dan China.

    “Birokrasi yang meluas menciptakan sistem yang lebih bergantung pada ideologi politik radikal daripada memajukan kepentingan nasional inti Amerika,” sebutnya, yang dipandang sebagai sindiran untuk kritikan sayap kanan soal demokrasi AS dan promosi HAM.

    Salah satu perubahan utama yang dilakukan adalah penghapusan sebuah divisi — yang sekarang dipimpin oleh Wakil Menlu AS — yang bertanggung jawab atas “keamanan sipil, demokrasi, dan hak asasi manusia”.

    Divisi itu akan digantikan oleh kantor baru yang mengatur “koordinasi bantuan luar negeri dan urusan kemanusiaan”, yang akan menyerap fungsi Badan Pembangunan Internasional AS (USAID) — yang disingkirkan sejak awal periode kedua Trump dengan penghapusan lebih dari 80 persen programnya.

    Perombakan ini juga akan menutup Kantor Operasi Konflik dan Stabilisasi, yang kegiatannya mencakup satuan tugas yang mengantisipasi dan berupaya mencegah kekejaman di luar negeri sebelum terjadi.

    Turut dihapus juga adalah kantor yang menangani kejahatan perang, yang tugasnya baru-baru ini mencakup pendokumentasian perlakuan Rusia terhadap warga sipil di Ukraina. Kantor bernama resmi Kantor Keadilan Pidana Global itu sebelumnya memantau kejahatan perang dan kekejaman di seluruh dunia.

    Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce, mengatakan bahwa berakhirnya kantor-kantor tersebut tidak serta merta berarti fungsi kantor itu akan berakhir, dan bahwa area fokus kantor itu “dapat diimplementasikan dengan cara yang lebih baik, lebih cekatan, dan lebih cepat”.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.155: Jawab Putin, Zelensky Siap Negosiasi dalam Format Apa Pun – Halaman all

    Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.155: Jawab Putin, Zelensky Siap Negosiasi dalam Format Apa Pun – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Berikut perkembangan terkini perang Rusia dan Ukraina hari ke-1.155 pada Rabu (23/4/2025).

    Setidaknya tiga serangan terjadi di Kharkiv dan menyebabkan kebakaran, menurut laporan Wali Kota Igor Terekhov pada pukul 01.34 waktu setempat.

    Sementara itu di Kyiv, serangan udara dilaporkan terjadi pada pukul 01.03 waktu setempat.

    Peringatan serangan udara telah dicabut di Kyiv pada pukul 02.20 waktu setempat, menurut laporan militer Ukraina, seperti diberitakan Suspilne.

    Sebelumnya, militer Ukraina melaporkan serangan pesawat nirawak Rusia semalam di Ukraina timur, selatan, dan tengah merusak infrastruktur sipil dan bisnis di wilayah Poltava serta melukai dua warga sipil di wilayah Odesa. 

    Unit pertahanan udara juga dikerahkan di wilayah Kyiv dan di kota terbesar kedua Ukraina, Kharkiv.

    Selama 24 jam terakhir, Rusia menyerang kawasan permukiman di Kota Myrnograd, Ukraina timur, dengan pesawat nirawak, menewaskan tiga orang dan melukai dua orang. 

    Ukraina Panggil Dubes China usai Warga Tiongkok Dituduh Kerja di Pabrik Drone Rusia

    Kementerian luar negeri Ukraina telah memanggil duta besar Beijing setelah Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan warga negara Tiongkok bekerja di lokasi produksi pesawat nirawak di Rusia.

    Zelensky juga menuduh Rusia mungkin menggunakan teknologi Tiongkok yang mereka curi.

    “Saya meminta Dinas Keamanan Ukraina untuk mentransfer informasi yang lebih luas ke pihak Tiongkok mengenai warga negara Tiongkok yang bekerja di pabrik pesawat nirawak tersebut. Kami percaya bahwa mungkin saja Rusia mencuri – membuat perjanjian dengan warga negara tersebut di luar perjanjian dengan pimpinan Tiongkok – mencuri teknologi ini,” kata Zelensky.

    Ukraina Minta China Berhenti Dukung Rusia

    Duta Besar Beijing, Ma Shengkun, dipanggil atas tuduhan Ukraina yang juga memberikan bukti warga negara Tiongkok yang bertempur di tentara Rusia.

    “Wakil menteri luar negeri (Ukraina) Yevhen Perebyinis menekankan bahwa partisipasi warga negara Tiongkok dalam permusuhan terhadap Ukraina di pihak negara agresor, serta keterlibatan perusahaan-perusahaan Tiongkok dalam produksi produk militer di Rusia, merupakan masalah serius dan bertentangan dengan semangat kemitraan antara Ukraina dan Tiongkok,” kata pernyataan Ukraina pada hari Selasa.

    Yevhen Perebyinis menyerukan pihak China untuk mengambil tindakan guna menghentikan dukungan terhadap Rusia dalam agresinya terhadap Ukraina, seperti diberitakan The Guardian.

    China Belum Menanggapi Tuduhan Ukraina

    Beijing belum menanggapi klaim terbaru pada saat berita ini ditulis.

    Sebelumnya, Zelensky mengatakan pada hari Kamis (17/4/20205) minggu lalu bahwa intelijen Ukraina menunjukkan China memasok senjata ke Rusia, termasuk bubuk mesiu dan artileri, dan perwakilan China terlibat dalam produksi senjata di wilayah Rusia.

    China menolak ini sebagai tidak berdasar, tetapi pernyataan Zelensky pada hari Selasa (22/4/2025) memenuhi janji untuk memberikan rincian minggu ini. 

    Dua orang yang diduga tentara China telah ditangkap oleh Ukraina dan diperlihatkan kepada pers, dan Zelensky mengatakan setidaknya ada 155 warga negara China yang beroperasi di pihak Rusia.

    Pemerintah China secara konsisten membantah memberikan dukungan militer kepada Rusia atau memihaknya dalam perang.

    Zelensky Siap Negosiasi dalam Format Apa Pun

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan Ukraina siap melakukan negosiasi dengan Rusia dalam format apa pun.

    “Dalam format apa pun, karena saat itu kami akan yakin bahwa kami setidaknya memiliki beberapa hasil, bahwa Rusia benar-benar siap. Siap untuk langkah-langkah nyata, untuk hasil-hasil nyata. Bahwa mereka adalah orang-orang yang serius, langkah-langkah serius, bukan sekadar kekanak-kanakan,” kata Volodymyr Zelensky dalam pernyataannya yang dirilis kantor Presiden Ukraina, Selasa (22/4/2025).

    Pernyataan ini menanggapi perkataan Presiden Rusia Vladimir Putin yang mengatakan Rusia siap melakukan perundingan langsung dengan Ukraina.

    “Kami selalu membicarakan hal ini, bahwa kami memiliki sikap positif terhadap inisiatif perdamaian apa pun. Kami berharap perwakilan rezim Kyiv akan merasakan hal yang sama,” kata Putin, saat berbicara di TV pemerintah Rusia, Senin (21/4/2025).

    Perwakilan Ukraina, Inggris, Prancis, AS akan Bertemu di London

    Perwakilan dari Ukraina, Inggris, Prancis, dan AS akan bertemu di London pada Rabu hari ini untuk melanjutkan pembicaraan tentang kemungkinan gencatan senjata. 

    Utusan Donald Trump untuk Ukraina, Keith Kellogg, akan menghadiri diskusi tersebut, menurut pernyataan juru bicara departemen luar negeri AS, Tammy Bruce. 

    Bertentangan dengan pengumuman sebelumnya, menteri luar negeri AS, Marco Rubio, tidak akan hadir. 

    Meskipun Keith Kellogg adalah utusan pemerintah untuk Ukraina, ia sebagian besar telah dikesampingkan dari pembicaraan damai yang dipublikasikan yang telah diadakan AS secara terpisah dengan Rusia dan Ukraina.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina