Kementrian Lembaga: Departemen Luar Negeri AS

  • Radiokarbon, Jam Alami yang Bisa Tentukan Waktu Kematian Seseorang

    Radiokarbon, Jam Alami yang Bisa Tentukan Waktu Kematian Seseorang

    Jakarta

    Ketika sesuatu mati, muncul sebuah pertanda berupa sinyal radioaktif yang berdetak layaknya jam alami. Penemuan itu membantu kita memecahkan berbagai misteri alam.

    Akan ada banyak sekali zat di dalam limbah. Willard Libby yakin akan hal tersebut.

    Saat itu pertengahan 1940-an, dan tujuan ahli kimia tersebut adalah menemukan bentuk karbon radioaktif, yakni karbon-14, di alam. Ia menyadari, jika zat itu ada, maka akan meninggalkan jejak pembusukan yang lambat pada tumbuhan dan hewan yang mati. Dengan begitu akan diketahui kapan mereka mati.

    Tetapi, Libby harus membuktikan bahwa karbon-14 ada di alam liar dalam konsentrasi yang sesuai dengan perkiraannya. Ilmuwan lain hanya pernah mendeteksi karbon-14 setelah mensintesisnya di laboratorium.

    Libby menjelaskan makhluk hidup akan menyimpan zat itu dalam sistem pembuangan mereka, itulah sebabnya ia beralih ke limbah. Limbah yang diproduksi oleh penduduk Baltimore, tepatnya. Dan dia menemukan apa yang dicari.

    Libby, saat itu tidak tahu, namun gagasan karbon radioaktif –radiokarbon– bisa digunakan untuk menentukan usia benda-benda yang punya beragam pemakaian.

    Sejak pertengahan abad ke-20, penanggalan radiokarbon telah mengonfirmasi usia artefak kuno yang tak terhitung jumlahnya, dan membantu memecahkan kasus orang hilang, serta memenjarakan para penyelundup gading gajah.

    Tetapi, bagaimana karbon-14 muncul pertama kali?

    Libby memahami karbon-14 diproduksi secara konstan oleh sinar kosmik yang menghantam atom nitrogen di atmosfer bumi dan mengubah strukturnya.

    Atom karbon-14 yang dihasilkan dengan cepat bergabung dengan oksigen untuk membentuk karbon dioksida (CO2) yang bersifat radioaktif.

    Di tanah, tumbuhan menyerap sebagian CO2 radioaktif di udara saat mereka tumbuh, begitu pula hewan termasuk manusia yang memakannya.

    Selama tumbuhan atau hewan hidup, mereka terus mengisi kembali simpanan karbon-14 internalnya, namun saat mati, proses tersebut berhenti.

    Karena radiokarbon meluruh pada tingkat yang diketahui, mengukur berapa banyak yang tersisa dalam bahan organik akan memberitahu Anda usia bahan tersebut. Ibarat sebuah jam yang mulai berdetak saat sesuatu mati.

    Setelah Libby memastikan karbon-14 dalam gas metana dari selokan Baltimore, ia kemudian mendeteksi radiokarbon dalam berbagai hal, yang memungkinkannya membuktikan usia benda-benda tersebut.

    Mulai dari pembungkus linen Gulungan Laut Mati hingga potongan kapal yang ditemukan di makam Sesostris III, raja Mesir yang hidup hampir 4.000 tahun yang lalu.

    “Ini adalah masalah di mana Anda tidak akan memberi tahu siapa pun yang Anda lakukan. Ini terlalu gila,” kata Libby.

    “Anda tak bisa memberi tahu siapa pun bahwa sinar kosmik bisa menuliskan sejarah manusia. And tidak bisa memberi tahu mereka. Tidak mungkin. Jadi, kami merahasiakannya.”

    Teknologi penanggalan karbon telah digunakan untuk membantu membuktikan bahwa gading gajah telah dipanen sejak dilarang. (Getty Images)

    Namun, setelah dia membuktikan hal itu berhasil, ia memberi tahu dunia. Dan, pada 1960, Libby memenangkan Hadiah Nobel Kimia.

    Tekniknya berhasil pada material organik yang berusia 50.000 tahun. Lebih tua dari itu, karbon-14 yang tersisa terlalu sedikit.

    Peluruhan bertahap karbon-14 inilah yang memungkinkan penanggalan radiokarbon tetapi itu juga berarti kita hanya bisa menelusurinya hingga batas tertentu.

    Meskipun demikian, penanggalan radiokarbon kini menjadi pusat pemahaman kita tentang sejarah.

    “Dalam hal menyusun berbagai hal, dalam hal kemampuan membandingkan antarwilayah khususnya, dan memahami laju perubahan tersebut, hal itu sangatlah penting,” jelas Rachel Wood, yang bekerja di salah satu laboratorium penanggalan radioaktif paling terkemuka di dunia, Unit Akselerator Radiokarbon Oxford.

    Ia dan rekan-rekannya menentukan usia material termasuk tulang manusia, arang, kerang, biji-bijian, rambut, kapas, perkamen, dan keramik, termasuk juga zat-zat yang lebih aneh.

    “Kami melakukan hal yang aneh dan tidak biasa, seperti urin kelelawar yang membatu,” imbuhnya.

    Laboratorium itu menggunakan alat yang disebut spektrometer massa akselerator untuk mengukur secara langsung atom karbon-14 dalam sampel, tidak seperti Libby, yang hanya mampu mengukur radiasi yang dipancarkan dan dengan demikian menyimpulkan berapa banyak karbon-14 yang terkandung dalam sampel.

    Akselerator juga bisa menentukan usia sampel yang sangat kecil, dalam beberapa kasus hanya satu milligram, sementara Libby membutuhkan material yang jauh lebih banyak.

    Menghilangkan kontaminan yang mengandung karbon dapat memakan waktu berminggu-minggu, tetapi setelah selesai, akselerator dengan mudah mengeluarkan perkiraan usia sampel.

    “Sangat menyenangkan bisa langsung melihat hasilnya,” kata Rachel Wood.

    Penanggalan radiokarbon telah menyelesaikan beberapa argumen yang telah lama ada. Ambil contoh kerangka manusia yang ditemukan oleh teolog dan ahli geologi William Buckland di Wales pada 1823.

    Buckland bersikeras kerangka itu usianya tidak lebih dari 2.000 tahun, dan selama lebih dari satu abad, tidak seorang pun bisa membuktikan bahwa dia salah.

    Penanggalan radiokarbon akhirnya menunjukkan kerangka itu sebenarnya berusia antara 33.000 dan 34.000 tahun, sisa-sisa manusia tertua yang terkubur di UK.

    Willard Libby menciptakan teknik penanggalan karbon yang dapat digunakan pada material hingga usia 50.000 tahun. (Getty Images)

    Sisa-sisa manusia yang lebih baru juga telah mengungkap rahasianya berkat teknologi ini.

    Pada 1975, seorang gadis berusia 13 tahun Bernama Laura Ann O’Malley dilaporkan hilang di New York.

    Sisa-sisa bagian tubuh yang ditemukan di dasar sungai California pada 1990-an diduga berasal dari sebuah makam bersejarah hingga penanggalan radiokarbon awal tahun ini menunjukkan bahwa sisa-sisa tersebut milik seseorang yang lahir antara sekitar 1964 dan 1967, yang kemungkinan besar meninggal antara 1977 dan 1984.

    Hal ini sesuai dengan kronologi hilangnya Laura Ann O’Malley, dan analisis DNA mengonfirmasi bahwa sisa-sisa bagian tubuh tersebut adalah miliknya.

    Analisis forensik sering kali mengandalkan metode penanggalan radiokarbon “pulsa bom” yang dimungkinkan berkat ratusan uji coba senjata nuklir di atmosfer yang terjadi selama 1950-an dan 1960-an.

    Ledakan tersebut mengirimkan sejumlah besar karbon-14 tambahan ke udara, tetapi kadar yang tinggi secara artifisial ini telah menurun sejak saat itu.

    Oleh karenanya, dengan membandingkan pengukuran karbon-14 dengan kurva yang menurun tersebut, dimungkinkan untuk menentukan usia material dari pertengahan abad ke-20 dan seterusnya dengan sangat akurathingga sekitar satu tahun, dalam beberapa kasus.

    “Saya tidak tahu ada teknik lain yang mendekati itu,” ujar ahli biologi satwa liar Sam Wasser dari Universitas Washington.

    “Ini sangat berguna.”

    Wasser telah menganalisis hasil penanggalan radiokarbon dari sampel gading sebagai bagian dari upaya untuk memberantas perdagangan satwa liar ilegal.

    Data tersebut bisa menunjukkan apakah gajah-gajah tersebut mati sebelum atau sesudah larangan penjualan gading pada 1989, seperti klaim para penyelundup.

    Salah satu orang yang dipenjara karena bukti ini adalah Edouodji Emile N’Bouke, yang dihukum di Togo pada 2014.

    Meskipun tes DNA mengungkap asal geografis gading yang ia selundupkan, penanggalan radiokarbon menunjukkan dengan tepat kapan gajah-gajah tersebut diburu.

    Kedua bukti ini merupakan “bukti kuat yang sangat penting untuk memboyong N’Bouke ke pengadilan”, demikian pernyataan Departemen Luar Negeri AS.

    Teknik yang sama juga telah mengungkap karya seni sebagai barang palsu. Sebagai contoh lukisan pemandangan desa yang diklaim oleh seorang pemalsu sebagai karya seni pada 1866.

    Penanggalan radiokarbon mengonfirmasi lukisan itu memang telah dilukis, dan mengalami penuaan buatan, selama tahun 1980-an.

    Penanggalan radiokarbon juga sudah menjelaskan perubahan iklim dengan membantu para ilmuwan memahami dampak emisi bahan bakar fosil terhadap iklim bumi.

    Studi tentang gletser dan ekosistem purba, misalnya, menjadi jauh lebih akurat berkat teknologi penanggalan radiokarbon.

    Penelitian ini telah menjadi dasar bagi laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), yang pada 2007 dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaianbersama dengan mantan Wakil Presiden AS, Al Goreatas upayanya dalam menyebarluaskan informasi tentang perubahan iklim.

    “Penelitian ini juga sangat bermanfaat bagi orang-orang yang ingin menggunakan model iklim untuk memprediksi seperti apa iklim di masa depan,” papar Tim Heaton, profesor statistik terapan di Universitas Leeds.

    Para ilmuwan dapat mengetahui catatan radiokarbon untuk menentukan bagaimana iklim bumi berubah seiring waktu, dan membandingkan model iklim dengan hasil tersebut, untuk memvalidasi akurasi model.

    Namun, waktu terus berjalan.

    Bahan bakar fosil mengandung karbon dalam jumlah besar, tapi tidak mengandung karbon-14organisme yang menjadi batu bara, gas alam, dan minyak bumi, telah mati begitu lama sehingga karbon-14 yang terkandung di dalamnya telah lama meluruh.

    Artinya, emisi bahan bakar fosil mengencerkan karbon-14 di atmosfer bumi saat ini, yang berdampak langsung pada jumlah radiokarbon yang berakhir pada makhluk hidup.

    Heather Graven, profesor fisika iklim di Imperial College London, mengatakan dalam skenario terburuk emisi yang sangat tinggi akan terjadi selama sekitar satu abad mendatangyang berarti akurasi penanggalan radiokarbon dapat runtuh.

    “Sesuatu yang baru diproduksi akan memiliki komposisi [radiokarbon] yang sama dengan sesuatu yang mungkin berusia 2.000 tahun,” ujarnya.

    Penanggalan radiokarbon tidak akan bisa membedakan keduanya.

    Rachel Wood berpendapat masalah-masalah ini tidak akan muncul dalam waktu dekat, tapi Paula Reimer, profesor emeritus di Queen’s University Belfast, berpendapat emisi bahan bakar fosil memang “menghambat” penanggalan radiokarbon dan pada akhirnya mengancam akurasinya.

    Paula menghabiskan bertahun-tahun bekerja untuk meningkatkan presisi penanggalan radiokarbon, dengan melakukan pengukuran cermat radiokarbon yang ditemukan di lingkaran pohon, misalnya, untuk mengungkap variasi kadar karbon-14 di atmosfer selama ribuan tahun.

    Kurva kadar radiokarbon yang sangat presisi kini tersedia, yang berasal dari sekitar 14.000 tahun yang lalu.

    Namun, emisi bahan bakar fosil pada akhirnya mungkin akan mengakhiri era presisi yang luar biasa ini.

    Artikel ini dibuat sebagai hasil kerja sama dengan Nobel Prize Outreach dan BBC.

    Versi bahasa Inggris dari artikel ini, The natural clocks that can pinpoint someone’s time of death, bisa Anda simak di laman BBC Future.

    Lihat juga Video ‘Kemenperin Siapkan Regulasi Industri Wajib Lapor Potensi Radioaktif’:

    (ita/ita)

  • Genting, AS Serukan Warganya Segera Angkat Kaki dari Mali

    Genting, AS Serukan Warganya Segera Angkat Kaki dari Mali

    Jakarta

    Kedutaan Besar Amerika Serikat di Mali pada hari Selasa (28/10) waktu setempat menyerukan warga negara Amerika untuk “segera pergi” dari negara tersebut. Seruan ini disampaikan seiring blokade bahan bakar oleh para militan yang memerangi pemerintahan militer negara itu, membuat kehidupan sehari-hari semakin berbahaya.

    Sejak September lalu, para petempur yang terkait dengan kelompok Al-Qaeda telah menargetkan truk-truk tangki bahan bakar, terutama yang datang dari Senegal dan Pantai Gading, yang menjadi jalur transit sebagian besar barang impor Mali.

    Dilansir kantor berita AFP, Rabu (29/10/2025), Kedutaan Besar AS mengatakan dalam sebuah pernyataan di situs webnya, bahwa warga Amerika “harus segera pergi menggunakan penerbangan komersial”, dengan alasan “ketidakpastian situasi keamanan Bamako”.

    Kesulitan yang dihadapi, menurut Kedutaan Besar AS, termasuk “gangguan pasokan bensin dan solar yang berkelanjutan, penutupan lembaga-lembaga publik seperti sekolah dan universitas di seluruh negeri, dan konflik bersenjata yang sedang berlangsung antara pemerintah Mali dan elemen-elemen teroris di sekitar Bamako”.

    Kedutaan Besar AS mengatakan “rute darat ke negara-negara tetangga mungkin tidak aman untuk perjalanan karena serangan teroris di sepanjang jalan raya nasional”, menambahkan bahwa bandara internasional di Bamako tetap dibuka.

    Para militan dari Kelompok Pendukung Islam dan Muslim atau Group for the Support of Islam and Muslims, yang dikenal dengan akronim Arabnya JNIM, baru-baru ini berusaha mengisolasi ibu kota Mali, Bamako dengan meningkatkan operasi di jalan-jalan sekitarnya.

    Sebelumnya pada hari Jumat lalu, Departemen Luar Negeri AS mengizinkan personel non-darurat dan anggota keluarga pegawai pemerintah AS untuk meninggalkan negara itu karena risiko keselamatan.

    Mali telah berjuang melawan krisis keamanan selama lebih dari satu dekade yang dipicu oleh kekerasan oleh para militan yang berafiliasi dengan Al-Qaeda dan ISIS, serta geng kriminal dan geng lainnya.

    Negara ini juga mengalami kudeta pada tahun 2020 dan 2021 dan saat ini diperintah oleh junta militer, yang telah berjuang untuk melawan kelompok-kelompok bersenjata.

    Tonton juga Video: Detik-detik Militer AS Tembak Kapal Pengangkut Narkoba di Laut Karibia

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Dilema dan Pilihan Strategis ASEAN di Bawah Kebijakan “Tarif Resiprokal” Amerika Serikat

    Dilema dan Pilihan Strategis ASEAN di Bawah Kebijakan “Tarif Resiprokal” Amerika Serikat

    Pada pagi hari waktu setempat, 26 Oktober, Presiden Amerika Serikat Donald Trump tiba di Kuala Lumpur, Malaysia, untuk memulai kunjungan resmi perdananya sekaligus menghadiri KTT ASEAN ke-47. Dalam rangkaian lawatan ke Asia kali ini, Gedung Putih hanya menjadwalkan satu hari untuk KTT ASEAN. Dibandingkan perhelatan KTT itu sendiri, hal yang tampaknya lebih menarik perhatian Washington adalah partisipasi dalam penandatanganan perjanjian damai Thailand–Kamboja. Media Politico bahkan melaporkan bahwa Gedung Putih menjadikan agenda tersebut sebagai prasyarat kehadiran AS di KTT ASEAN.

    Terlihat jelas bahwa pemerintahan AS saat ini menunjukkan minimnya kesabaran terhadap kerja sama bilateral maupun multilateral yang melibatkan negara-negara ASEAN. Faktanya, Kantor Urusan Multilateral pada Biro Urusan Asia Timur dan Pasifik—yang menangani relasi AS–ASEAN serta isu kawasan Sungai Mekong—telah dibubarkan dalam restrukturisasi Departemen Luar Negeri AS. Selain itu, selama masa jabatan pertamanya, Trump hanya menghadiri KTT ASEAN pada 2017; dan kali ini besar kemungkinan menjadi satu-satunya kehadirannya di KTT ASEAN pada masa jabatan keduanya. Berbeda dengan periode pertama, kebijakan Washington terhadap Asia Tenggara kini jauh lebih keras. Penangguhan bantuan untuk negara-negara di kawasan serta peluncuran kebijakan “tarif resiprokal” menunjukkan bahwa pemaksaan ekonomi telah menjadi instrumen utama pemerintah AS untuk mencoba membentuk ulang pengaruhnya di Asia Tenggara.

    Dampak kebijakan luar negeri AS tersebut melampaui ekspektasi banyak negara ASEAN. Selama ini, sebagian elit strategis di kawasan memandang AS sebagai “hegemon yang murah hati”: tidak bernafsu ekspansi wilayah namun memiliki kapabilitas militer dan ekonomi untuk menopang tatanan kawasan, sekaligus memberi bantuan dan akses pasar bagi negara-negara ASEAN. Survei yang dilakukan ISEAS–Yusof Ishak Institute pada 3 Januari–15 Februari tahun ini terhadap elit strategis ASEAN menunjukkan, ketika ditanya “pihak mana yang paling Anda percaya dalam mendorong agenda perdagangan bebas global”, 19% responden masih memilih AS, sementara ASEAN dan Tiongkok masing-masing dipilih oleh 23,8% dan 20,6% responden. Jelas, banyak pihak tidak menyangka negara-negara ASEAN akan menjadi sasaran langsung kebijakan AS. Baru setelah kebijakan “tarif resiprokal” diterapkan, negara-negara ASEAN makin menyadari realitasnya: prasyarat yang menopang teori “hegemon yang murah hati” telah runtuh. Ng Eng Hen, mantan Menteri Pertahanan Singapura, menyatakan bahwa persepsi negara-negara Asia terhadap AS telah bergeser dari sebelumnya sebagai “kekuatan dengan legitimasi moral” menjadi “tuan tanah pemungut sewa”.

    Kebijakan kawasan yang berjalan saat ini setidaknya menimbulkan tiga tantangan jangka menengah–panjang bagi ASEAN:

    Tekanan untuk “memilih kubu” kian meningkat

    Dari sisi ekonomi, lewat kebijakan tarif resiprokal, Washington berupaya mendorong “decoupling” ekonomi ASEAN dari Tiongkok—antara lain dengan menindak re-ekspor untuk menutup jalur masuknya produk Tiongkok ke pasar AS melalui negara-negara ASEAN, serta dengan menaikkan kriteria asal barang (rules of origin) agar membatasi permintaan ASEAN atas produk antara yang dibuat di Tiongkok. Dari sisi politik dan keamanan, AS memasukkan banyak isu tersebut ke dalam agenda ekonomi-perdagangan, berupaya menggunakan tarif sebagai alat tekan agar negara-negara ASEAN menyelaraskan posisi dengan AS dalam kompetisi terhadap Tiongkok.

    Kebijakan AS memecah ASEAN dan melemahkan pengaruh normatifnya

    Menghadapi tekanan maksimal Washington, ASEAN gagal menyusun posisi tawar kolektif; sebagian anggota memilih langkah unilateral untuk memperoleh kelonggaran. Singapura—ekonomi paling maju di ASEAN—mendapat tarif dasar 10%, sementara Myanmar dan Laos yang kurang berkembang menghadapi tarif ekspor ke AS hingga 40%; kesenjangan kebijakan ini berpotensi memperlebar jurang pembangunan intra-ASEAN. Penguatan aliansi Filipina–AS juga memperdalam fragmentasi strategis antar anggota. Dalam isu yang menyentuh kepentingan kekuatan besar, konsensus ASEAN akan makin sulit tercapai. Selain itu, selama ini ASEAN mendukung sistem perdagangan multilateral dengan WTO sebagai inti. Kebijakan tarif resiprokal AS jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip fundamental WTO, seperti perlakuan negara paling diuntungkan (Most-Favoured-Nation/MFN), sehingga mengikis otoritas normatif ASEAN dalam tatanan perdagangan internasional dan menyalahi visi integrasi ekonomi kawasan yang terbuka, inklusif, dan berbasis aturan.

    Lingkungan dagang ASEAN–AS tetap sarat ketidakpastian

    Laporan UNDP menunjukkan kenaikan harga akibat tarif baru berpotensi menurunkan total ekspor Asia Tenggara ke AS sebesar 9,7%, dengan Vietnam berisiko merugi lebih dari US$25 miliar. Negara-negara yang meneken perjanjian dagang dengan AS kini wajib menindak re-ekspor—namun bagaimana definisi operasional dan standar penilaiannya tetap tidak jelas. Di luar itu, negara-negara ASEAN akan berada di bawah pengawasan AS dalam jangka panjang; begitu suatu produk diklasifikasikan sebagai hasil re-ekspor, ekspor ke AS dapat dikenai tarif punitif hingga 40%.

    Kesimpulan

    Kebijakan AS yang keras terhadap ASEAN menciptakan risiko besar di bidang ekonomi dan keamanan, namun sekaligus mendorong refleksi dan penyesuaian strategis yang lebih dalam. Masa depan ASEAN pada akhirnya ditentukan oleh kemampuannya untuk: (i) memperkuat persatuan internal, (ii) menjalankan strategi penyeimbangan yang luwes dan pragmatis, serta (iii) memperdalam kemitraan lintas kawasan, khususnya dengan negara-negara Global South—agar krisis saat ini dapat diubah menjadi peluang historis untuk memperdalam integrasi kawasan dan mencapai kemandirian strategis yang sesungguhnya.

  • AS Cabut 6 Visa Akibat Komentar di Medsos

    AS Cabut 6 Visa Akibat Komentar di Medsos

    Jakarta

    Pada Selasa (14/10), Departemen Luar Negeri AS mencabut enam visa setelah menemukan komentar di media sosial terkait pembunuhan aktivis sayap kanan, Charlie Kirk.

    Kirk tewas ditembak saat berpidato dalam sebuah acara di universitas di Utah pada September. Tersangka pelaku penembakan terancam hukuman mati jika terbukti bersalah.

    Pengumuman ini muncul bertepatan dengan pemberian penghargaan anumerta Presidential Medal of Freedom kepada Kirk oleh Presiden Donald Trump.

    Siapa saja yang visanya dicabut?

    Departemen Luar Negeri AS menyebut keenam pemegang visa tersebut berasal dari Argentina, Afrika Selatan, Meksiko, Brasil, Jerman, dan Paraguay.

    “Amerika Serikat tidak berkewajiban menampung orang asing yang mengharapkan kematian warga kami,” tulis departemen itu di platform X.

    “Mereka yang menikmati keramahan Amerika sambil merayakan pembunuhan warga kami akan segera dideportasi,” tambah pernyataan itu.

    Sejak menjabat pada Januari, pemerintahan Trump memang memperketat kebijakan imigrasi, termasuk pemeriksaan media sosial dan pencabutan ribuan visa. Pada Agustus lalu, Gedung Putih menambahkan poin terkait “aktivitas anti-Amerika” dan antisemitisme dalam proses penyaringan imigrasinya.

    Trump: Kirk ‘martir kebenaran dan kebebasan’

    Dalam acara pemberian penghargaan yang sama pada Selasa (14/10), Trump menyebut Kirk sebagai “martir bagi kebenaran dan kebebasan.”

    “Setelah pembunuhan Charlie, negara kita tidak boleh lagi menoleransi kekerasan, ekstremisme, dan teror dari sayap kiri radikal,” kata Trump.

    Trump berulang kali menuding kelompok “sayap kiri radikal” sebagai dalang pembunuhan tersebut. Pada 22 September, ia menandatangani perintah yang menetapkan gerakan Antifa sebagai organisasi teroris.

    “Kita sudah selesai dengan gerombolan marah itu, dan kita tidak akan membiarkan kota-kota kita menjadi tidak aman,” ujar Trump dalam upacara itu.

    Upacara tersebut juga dihadiri oleh Presiden Argentina Javier Milei dan sejumlah tokoh media sayap kanan.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Prita Kusumaputri

    Editor: Yuniman Farid

    (ita/ita)

  • 7 Fakta 2 Tahun Perang di Gaza

    7 Fakta 2 Tahun Perang di Gaza

    Jakarta

    Serangan tentara Israel di Gaza, Palestina, telah berlangsung selama dua tahun. Ribuan orang meninggal hingga bencana kelaparan terjadi di Gaza saat ini.

    Dirangkum detikcom, Rabu (8/10/2025), pihak Israel berdalih agresi mereka di Gaza dipicu serangan Hamas di Tel Aviv pada 7 Oktober 2023. Tentara Israel lalu langsung melancarkan serangan balik ke Gaza mulai saat itu hingga hari ini.

    detikcom merangkum deretan fakta terkait dua tahun serangan Israel di Gaza. Berikut uraiannya:

    66 Ribu Orang di Gaza Tewas

    Operasi militer Pasukan Pertahanan Israel (IDF) telah menewaskan sedikitnya 66.000 orang, sekitar 80% di antaranya warga sipil, dan melukai sekitar 169.000 orang, menurut estimasi konservatif dari Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas. Lembaga internasional memperkirakan jumlah korban sebenarnya jauh lebih tinggi.

    Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) melaporkan bahwa 90% rumah di Gaza telah hancur atau rusak, membuat 1,9 juta dari 2,1 juta penduduknya kehilangan tempat tinggal. Karena “blokade total” yang diberlakukan Israel, sebagian besar wilayah Gaza mengalami kelaparan parah yang telah menewaskan sedikitnya 450 orang, termasuk 150 anak-anak.

    Setelah serangan 7 Oktober, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menetapkan dua tujuan utama perang di Gaza: membebaskan semua sandera dan menghancurkan Hamas. Dua tahun berlalu, keduanya belum tercapai. Dari 251 sandera yang dibawa ke Gaza, 148 telah dikembalikan hidup-hidup, delapan diselamatkan oleh IDF dan 140 dibebaskan Hamas melalui pertukaran tahanan. Jenazah beberapa sandera yang tewas juga telah dikembalikan.

    Menurut pemerintah Israel, 48 sandera masih ditahan, dan hanya 20 yang diyakini masih hidup. Hamas, yang oleh Israel, Uni Eropa, dan AS dikategorikan sebagai organisasi teroris, masih bertahan di Gaza meski banyak anggotanya tewas. Beberapa pemimpinnya, termasuk Ismail Haniyeh dan Yahya Sinwar, telah terbunuh. Namun, organisasi itu tetap beroperasi.

    Warga Israel Ingin Perang Berakhir

    Dua tahun perang di Gaza membuat masyarakat Israel lelah dan frustrasi. Survei yang dirilis Israel Democracy Institute pekan lalu, menunjukkan 66 persen warga Israel percaya sudah saatnya perang diakhiri.

    Selain itu, 64 persen responden mengatakan Netanyahu harus bertanggung jawab atas serangan mematikan tersebut dan mengundurkan diri.

    Pendapat publik terbelah tentang apakah situasi keamanan Israel kini lebih baik, namun sebagian besar mengakui posisi Israel di kancah internasional merosot tajam.

    Meskipun Amerika Serikat tetap menjadi pendukung utama Israel, pandangan komunitas Yahudi Amerika juga tampaknya sudah berubah.

    Enam puluh satu persen responden yang disurvei oleh surat kabar The Washington Post percaya Israel melakukan kejahatan perang terhadap warga Palestina di Gaza, dan 32 persen percaya Amerika Serikat terlalu mendukung tindakan Israel.

    Meski begitu, 76 persen responden mengatakan keberadaan Israel tetap penting bagi masa depan jangka panjang masyarakat Yahudi.

    Membandingkan sikap warga Israel tentang perang di Gaza dengan perang 12 hari melawan Iran terasa signifikan.

    Dalam perang bulan Juni lalu, ketika Israel melancarkan serangan terhadap target nuklir dan militer Iran dan menghadapi serangan balik ratusan rudal, banyak warga Israel yang saat itu mengatakan kepada ABC jika serangan tersebut dapat dibenarkan.

    Iran kerap digambarkan sebagai “ancaman eksistensial” bagi Israel yang perlu ditangani, sementara perang di Gaza dianggap sudah berlangsung terlalu lama.

    Konflik ini juga tampaknya memengaruhi migrasi dan pertumbuhan penduduk Israel. Data yang disampaikan ke parlemen Israel, Knesset, menunjukkan 82.700 warga Israel meninggalkan Israel pada 2024, atau meningkat 50 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

    Hampir separuh dari mereka yang pergi lahir di luar Israel dan pernah pindah ke Israel. Meski terjadi eksodus, secara keseluruhan jumlah penduduk Israel tetap meningkat pada 2023.

    Perubahan Lanskap Politik di Israel

    Tomer Persico, peneliti dari Shalom Hartman Institute di Yerusalem, mengatakan lanskap politik dan sosial Israel berubah drastis selama perang berlangsung.

    Sebagai peneliti identitas Yahudi modern, Dr Persico mengatakan kepada ABC jika “cara termudah” menggambarkan perubahan ini adalah pergeseran signifikan ke arah kanan.

    “Kita sudah dua tahun berada dalam perang yang berawal dari trauma yang tak terbayangkan bagi orang Israel, dan juga bagi orang Yahudi,” ujarnya.

    “Ini membangkitkan ingatan, luka pasca-trauma yang kita semua bawa dari Holocaust, dari pogrom, karena inilah yang terjadi, kan? Seluruh komunitas dibantai.”

    “Ketika trauma ini menumpuk di atas semua ingatan itu, reaksinya bisa dipahami, akan menjadi penuh kekerasan, akan penuh dendam.”

    Komunitas Israel, kata Dr Persico, banyak yang kembali memeluk nilai-nilai agama Yahudi tradisional.

    “Kita melihat banyak orang, banyak kelompok, kembali ke tradisi dengan mengadopsi kebiasaan tradisional, beberapa bahkan menjadi Yahudi Ortodoks,” katanya.

    “Dan ini, mirip dengan yang terjadi setelah Perang Yom Kippur 1973, yang juga merupakan trauma besar.”

    Kucuran Duit AS Bantu Israel Perangi Gaza

    Amerika Serikat (AS) di bawah pemerintahan mantan Presiden Joe Biden dan Presiden Donald Trump telah mengucurkan setidaknya US$ 21,7 miliar, atau setara Rp 359,3 triliun, dalam bentuk bantuan militer kepada Israel sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang memulai perang tanpa henti di Jalur Gaza.

    Angka tersebut, seperti dilansir Associated Press, Selasa (7/10), diungkapkan dalam studi akademis terbaru dari proyek Costs of War di Watson School of International and Public Affairs pada Universitas Brown yang dirilis pada Selasa (7/10), bertepatan dengan peringatan dua tahun dimulainya perang Gaza.

    Laporan utama menyebutkan bahwa AS memberikan bantuan militer US$ 17,9 miliar (Rp 296,4 triliun) kepada Israel pada tahun pertama perang — ketika Biden masih menjabat — dan bantuan sebesar US$ 3,8 miliar (Rp 62,9 triliun) pada tahun kedua.

    Menurut laporan itu, sebagian bantuan militer itu telah dikirimkan, sedangkan sisanya akan dipasok dalam beberapa tahun mendatang.

    Sebuah studi lainnya yang juga dirilis proyek tersebut menyatakan bahwa AS telah menghabiskan sekitar US$ 10 miliar lebih banyak untuk bantuan keamanan dan operasi di Timur Tengah yang lebih luas dalam dua tahun terakhir.

    Laporan tersebut disusun bekerja sama dengan Quincy Institute for Responsible Statecraft yang berbasis di Washington. Institut ini telah dituduh oleh beberapa kelompok pro-Israel sebagai penganut isolanionis dan anti-Israel. Tuduhan tersebut telah dibantah oleh organisasi itu.

    Meskipun sebagian besar mengandalkan materi sumber terbuka untuk temuannya, laporan tersebut menawarkan beberapa perhitungan paling komprehensif tentang bantuan militer AS kepada sekutu dekatnya, Israel, dan perkiraan biaya keterlibatan militer langsung Amerika di kawasan Timur Tengah.

    Departemen Luar Negeri AS belum memberikan komentar langsung mengenai jumlah bantuan militer yang diberikan kepada Israel sejak Oktober 2023. Gedung Putih meminta pertanyaan tersebut diberikan kepada Pentagon, yang hanya mengawasi sebagian dari bantuan tersebut.

    Laporan tersebut, yang sangat kritis terhadap Israel, menyatakan bahwa tanpa bantuan AS, Israel tidak akan mampu mempertahankan operasi militer melawan Hamas di Jalur Gaza. Laporan itu mencatat bahwa pendanaan puluhan miliar dolar Amerika di masa depan untuk Israel diproyeksikan berdasarkan berbagai perjanjian bilateral.

    Trump Nilai Perang Gaza Menuju Akhir

    Presiden AS Donald Trump menyatakan keyakinannya bahwa kesepakatan damai Gaza akan tercapai. Trump menyebut kelompok Hamas telah menyetujui hal-hal yang “sangat penting” seiring dimulainya perundingan dengan Israel.

    “Saya memiliki garis merah, jika ada hal-hal tertentu yang tidak terpenuhi, kita tidak akan melakukannya,” kata Trump kepada wartawan di Ruang Oval Gedung Putih saat ditanya apakah dirinya memiliki prasyarat, termasuk persetujuan Hamas untuk melucuti senjata mereka.

    “Tapi saya pikir kita melakukannya dengan sangat baik dan saya pikir Hamas telah menyetujui hal-hal yang sangat penting,” ujar Trump seperti dilansir AFP, Selasa (7/10).

    Trump mengatakan dirinya optimis tentang peluang tercapainya kesepakatan damai, ketika delegasi Hamas dan Israel memulai kembali perundingan tidak langsung di Mesir untuk mengakhiri perang Gaza, berdasarkan 20 poin rencana perdamaian yang diajukannya baru-baru ini.

    “Saya pikir kita akan mencapai kesepakatan. Sulit bagi saya untuk mengatakannya ketika selama bertahun-tahun mereka telah berusaha mencapai kesepakatan,” ucapnya.

    “Kita akan mencapai kesepakatan Gaza, saya cukup yakin, ya,” kata Trump.

    Hamas Tuntut Pasukan Israel Ditarik Keluar dari Gaza

    Hamas mengatakan bahwa mereka ingin mencapai kesepakatan untuk mengakhiri perang di Gaza berdasarkan rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, tetapi masih memiliki serangkaian tuntutan. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa perundingan tidak langsung dengan Israel di Mesir bisa sulit dan panjang.

    Dilansir Reuters, Selasa (7/10), pejabat senior Hamas, Fawzi Barhoum, memaparkan posisi Hamas pada peringatan dua tahun serangan terhadap Israel yang memicu perang Gaza, dan satu hari setelah perundingan tidak langsung dimulai di Sharm el-Sheikh.

    Perundingan ini tampaknya paling menjanjikan untuk mengakhiri perang yang telah menewaskan puluhan ribu warga Palestina dan menghancurkan Gaza sejak serangan 7 Oktober 2023 terhadap Israel, yang menewaskan 1.200 orang dan membawa 251 orang kembali ke Gaza sebagai sandera.

    Namun, para pejabat dari semua pihak mendesak agar berhati-hati atas prospek kesepakatan cepat, karena Israel mengenang hari paling berdarah bagi orang Yahudi sejak Holocaust dan warga Gaza menyuarakan harapan akan berakhirnya penderitaan akibat perang selama dua tahun.

    “Delegasi gerakan (Hamas) yang berpartisipasi dalam negosiasi saat ini di Mesir sedang berupaya mengatasi semua hambatan untuk mencapai kesepakatan yang memenuhi aspirasi rakyat kami di Gaza,” kata Barhoum dalam sebuah pernyataan yang disiarkan televisi.

    Ia mengatakan kesepakatan harus memastikan berakhirnya perang dan penarikan penuh Israel dari Jalur Gaza–syarat-syarat yang tidak pernah diterima Israel. Israel, di sisi lain, menginginkan Hamas melucuti senjatanya, sesuatu yang ditolak kelompok itu.

    Hamas menginginkan gencatan senjata permanen dan komprehensif, penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza, dan segera dimulainya proses rekonstruksi komprehensif di bawah pengawasan “badan teknokratis nasional” Palestina, ujarnya.

    Menggarisbawahi hambatan yang akan dihadapi dalam perundingan, faksi Palestina, termasuk Hamas, mengeluarkan pernyataan yang bersumpah untuk “menentang dengan segala cara” dan mengatakan “tidak seorang pun berhak menyerahkan senjata rakyat Palestina.” Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak segera berkomentar mengenai status perundingan di Sharm el-Sheikh.

    Kesepakatan Damai di Gaza Segera Tercapai?

    Para pejabat AS telah mengisyaratkan bahwa mereka ingin memfokuskan perundingan pada penghentian pertempuran dan logistik pembebasan para sandera dan tahanan politik. Namun, Qatar, salah satu mediator, mengatakan banyak detail yang harus diselesaikan, yang mengindikasikan bahwa kecil kemungkinan akan ada kesepakatan dalam waktu dekat.

    Tanpa adanya gencatan senjata, Israel terus melancarkan serangannya di Gaza, meningkatkan isolasi internasionalnya dan memicu protes pro-Palestina di luar negeri yang diperkirakan akan berlanjut pada hari Selasa.

    Pada peringatan serangan tahun 2023, beberapa warga Israel mengunjungi tempat-tempat yang paling terdampak pada hari itu. Orit Baron berdiri di lokasi festival musik Nova di Israel selatan di samping foto putrinya, Yuval, yang tewas bersama tunangannya, Moshe Shuva.

    Mereka termasuk di antara 364 orang yang ditembak, dipukuli, atau dibakar hingga tewas di sana. “Mereka seharusnya menikah pada 14 Februari, Hari Valentine. Dan kedua keluarga memutuskan, karena mereka ditemukan (meninggal) bersama dan mereka membawa mereka kepada kami bersama-sama, bahwa pemakamannya akan dilakukan bersamaan,” kata Baron.

    “Mereka dimakamkan bersebelahan karena mereka tidak pernah dipisahkan.”

    Israel berharap perundingan di Sharm el-Sheikh akan segera menghasilkan pembebasan ke-48 sandera yang masih ditawan di Gaza, 20 di antaranya diyakini masih hidup. “Rasanya seperti luka terbuka, para sandera, saya tak percaya sudah dua tahun berlalu dan mereka masih belum pulang,” kata Hilda Weisthal, 43 tahun.

    Di Gaza, Mohammed Dib, warga Palestina berusia 49 tahun, berharap berakhirnya konflik yang telah menyebabkan krisis kemanusiaan, membuat banyak warga Palestina mengungsi berkali-kali, dan menewaskan lebih dari 67.000 orang Palestina, menurut .

    “Sudah dua tahun kami hidup dalam ketakutan, kengerian, pengungsian, dan kehancuran,” ujarnya.

    Halaman 2 dari 6

    (ygs/rfs)

  • 2 Tahun Perang Gaza, AS Kucurkan Bantuan Militer Rp 359 T ke Israel

    2 Tahun Perang Gaza, AS Kucurkan Bantuan Militer Rp 359 T ke Israel

    Washington DC

    Amerika Serikat (AS) di bawah pemerintahan mantan Presiden Joe Biden dan Presiden Donald Trump telah mengucurkan setidaknya US$ 21,7 miliar, atau setara Rp 359,3 triliun, dalam bentuk bantuan militer kepada Israel sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang memulai perang tanpa henti di Jalur Gaza.

    Angka tersebut, seperti dilansir Associated Press, Selasa (7/10/2025), diungkapkan dalam studi akademis terbaru dari proyek Costs of War di Watson School of International and Public Affairs pada Universitas Brown yang dirilis pada Selasa (7/10), bertepatan dengan peringatan dua tahun dimulainya perang Gaza.

    Laporan utama menyebutkan bahwa AS memberikan bantuan militer US$ 17,9 miliar (Rp 296,4 triliun) kepada Israel pada tahun pertama perang — ketika Biden masih menjabat — dan bantuan sebesar US$ 3,8 miliar (Rp 62,9 triliun) pada tahun kedua.

    Menurut laporan itu, sebagian bantuan militer itu telah dikirimkan, sedangkan sisanya akan dipasok dalam beberapa tahun mendatang.

    Sebuah studi lainnya yang juga dirilis proyek tersebut menyatakan bahwa AS telah menghabiskan sekitar US$ 10 miliar lebih banyak untuk bantuan keamanan dan operasi di Timur Tengah yang lebih luas dalam dua tahun terakhir.

    Laporan tersebut disusun bekerja sama dengan Quincy Institute for Responsible Statecraft yang berbasis di Washington. Institut ini telah dituduh oleh beberapa kelompok pro-Israel sebagai penganut isolanionis dan anti-Israel. Tuduhan tersebut telah dibantah oleh organisasi itu.

    Meskipun sebagian besar mengandalkan materi sumber terbuka untuk temuannya, laporan tersebut menawarkan beberapa perhitungan paling komprehensif tentang bantuan militer AS kepada sekutu dekatnya, Israel, dan perkiraan biaya keterlibatan militer langsung Amerika di kawasan Timur Tengah.

    Departemen Luar Negeri AS belum memberikan komentar langsung mengenai jumlah bantuan militer yang diberikan kepada Israel sejak Oktober 2023. Gedung Putih meminta pertanyaan tersebut diberikan kepada Pentagon, yang hanya mengawasi sebagian dari bantuan tersebut.

    Laporan tersebut, yang sangat kritis terhadap Israel, menyatakan bahwa tanpa bantuan AS, Israel tidak akan mampu mempertahankan operasi militer melawan Hamas di Jalur Gaza. Laporan itu mencatat bahwa pendanaan puluhan miliar dolar Amerika di masa depan untuk Israel diproyeksikan berdasarkan berbagai perjanjian bilateral.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • AS Deportasi 120 Warga Iran Usai Pembicaraan Berbulan-bulan

    AS Deportasi 120 Warga Iran Usai Pembicaraan Berbulan-bulan

    Washington DC

    Pemerintah Amerika Serikat (AS) akan mendeportasi sekitar 120 warga negara Iran kembali ke negaranya pekan ini. Deportasi itu sebagai bagian dari kesepakatan yang tercapai antara Washington dan Teheran, setelah melakukan pembicaraan selama berbulan-bulan.

    “120 orang akan dideportasi dan diterbangkan pulang dalam beberapa hari ke depan,” ujar pejabat urusan konsuler Kementerian Luar Negeri Iran, Hossein Noushabadi kepada kantor berita Iran, Tasnim, dilansir kantor berita AFP, Selasa (30/9/2025).

    Deportasi warga Iran itu, seperti dilansir Reuters, Selasa (30/9/2025), diungkapkan oleh media terkemuka AS, New York Times (NYT), dalam laporannya yang mengutip dua pejabat senior Iran, yang enggan disebut namanya, namun terlibat dalam negosiasi dan seorang pejabat AS yang mengetahui kesepakatan tersebut.

    Menurut laporan NYT, sebuah pesawat yang di-charter oleh AS telah lepas landas dari Louisiana pada Senin (29/9) waktu setempat, dan dijadwalkan tiba di Iran melalui Qatar pada Selasa (30/9) waktu setempat.

    Laporan NYT menyebut deportasi massal tersebut — merupakan contoh kerja sama yang tidak umum antara kedua negara — terjadi setelah perundingan selama berbulan-bulan antara Washington dan Teheran. Isi kesepakatan antara AS dan Iran terkait deportasi itu belum diketahui secara jelas.

    Gedung Putih dan Departemen Luar Negeri AS belum memberikan tanggapan atas laporan NYT tersebut.

    Deportasi massal warga Iran ke negara asalnya ini dilakukan saat Presiden Donald Trump menggencarkan kebijakannya untuk mendeportasi sejumlah besar orang yang tinggal di AS tanpa status legal.

    Trump menilai kebijakan semacam itu diperlukan setelah apa yang dia gambarkan sebagai tingginya perlintasan perbatasan ilegal di bawah pendahulunya, mantan Presiden Joe Biden.

    Namun, pemerintahan Trump kesulitan meningkatkan jumlah deportasi, meskipun telah menciptakan jalur baru untuk mengirim para migran ke negara-negara selain negara asal mereka.

    Identitas warga Iran yang dideportasi dan alasan mereka mencoba pindah ke AS, menurut laporan NYT, belum diketahui jelas. Namun menurut pejabat Iran yang berbicara kepada NYT dalam laporannya, warga-warga Iran yang dideportasi itu telah lama ditahan di AS atau permohonan suakanya ditolak.

    Mereka yang dideportasi itu terdiri atas pria dan wanita, dengan beberapa merupakan pasangan.

    Disebutkan juga oleh NYT dalam laporannya bahwa beberapa warga Iran itu mengajukan diri secara sukarela untuk pergi setelah berbulan-bulan mendekam dalam tahanan AS, sementara yang lainnya belum menjalani sidang di hadapan hakim.

    Lihat juga Video: Mahasiswa Harvard Asal Palestina Resah soal Rencana Deportasi Trump

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/nvc)

  • Visanya Dicabut AS, Presiden Kolombia Bilang ‘I Don’t Care’

    Visanya Dicabut AS, Presiden Kolombia Bilang ‘I Don’t Care’

    New York

    Presiden Kolombia Gustavo Petro mengaku tak peduli dengan keputusan Amerika Serikat (AS) untuk mencabut visanya. Dia menuduh Washington melanggar hukum internasional atas kritiknya terhadap perang Israel di Gaza.

    Dilansir Reuters, Minggu (28/9/2025), AS menyatakan akan mencabut visa Petro setelah dia turun ke jalan di New York pada Jumat (26/9) untuk bergabung dengan demonstrasi pro-Palestina dan mendesak tentara AS untuk tidak mematuhi perintah Presiden Donald Trump.

    “Saya tidak lagi memiliki visa untuk bepergian ke Amerika Serikat. Saya tidak peduli. Saya tidak membutuhkan visa karena saya bukan hanya warga negara Kolombia tetapi juga warga negara Eropa, dan saya benar-benar menganggap diri saya sebagai orang bebas di dunia,” kata Petro di media sosial.

    “Mencabut visa karena mengecam genosida menunjukkan AS tidak lagi menghormati hukum internasional,” tambahnya.

    Petro, yang berbicara di hadapan kerumunan demonstran pro-Palestina di luar markas besar PBB di New York, menyerukan pembentukan pasukan bersenjata global dengan prioritas untuk membebaskan warga Palestina dan mendesak tentara AS ‘untuk tidak mengarahkan senjata mereka kepada orang-orang. Jangan patuhi perintah Trump. Patuhi perintah kemanusiaan’.

    Departemen Luar Negeri AS mengunggah di X bahwa mereka akan ‘mencabut visa Petro karena tindakannya yang sembrono dan menghasut’. Kementerian Luar Negeri Kolombia mengatakan pencabutan visa sebagai senjata diplomatik bertentangan dengan semangat PBB yang melindungi kebebasan berekspresi dan menjamin independensi negara-negara anggota di acara-acara PBB.

    “PBB harus mencari negara tuan rumah yang sepenuhnya netral yang akan memungkinkan Organisasi itu sendiri untuk mengeluarkan izin memasuki wilayah negara tuan rumah baru tersebut,” kata kementerian tersebut.

    Petro bukanlah presiden Kolombia pertama yang visa AS-nya dicabut. Pada tahun 1996, visa Presiden Ernesto Samper saat itu dibatalkan karena skandal politik yang melibatkan tuduhan bahwa kartel narkoba Cali telah mendanai kampanye kepresidenannya.

    Hubungan antara Bogota dan Washington telah merenggang sejak Trump kembali menjabat. Awal tahun ini, Petro memblokir penerbangan deportasi dari AS, yang memicu ancaman tarif dan sanksi. Kedua belah pihak kemudian mencapai kesepakatan.

    Pada bulan Juli, kedua negara menarik duta besar mereka setelah Petro menuduh pejabat AS merencanakan kudeta, sebuah klaim yang disebut Washington tidak berdasar.

    Israel telah berulang kali membantah tuduhan genosida atas tindakannya di Gaza dan mengklaim mereka bertindak untuk membela diri. Gambar-gambar warga Palestina yang kelaparan, termasuk anak-anak, telah memicu kemarahan global terhadap serangan Israel di Gaza yang telah menewaskan 65.000 orang.

    Serang Israel juga menyebabkan seluruh penduduk di wilayah tersebut mengungsi. Sejumlah pakar hak asasi manusia, akademisi, dan penyelidikan PBB mengatakan hal ini merupakan genosida.

    Israel menyebut tindakannya sebagai pembelaan diri setelah serangan Hamas pada Oktober 2023 yang menewaskan 1.200 orang dan menyandera lebih dari 250 orang.

    Halaman 2 dari 2

    (haf/imk)

  • AS Cabut Visa Presiden Kolombia Gara-Gara Ikut Demo Pro-Palestina

    AS Cabut Visa Presiden Kolombia Gara-Gara Ikut Demo Pro-Palestina

    Jakarta, CNBC Indonesia – Amerika Serikat (AS) bakal mencabut visa Presiden Kolombia Gustavo Petro setelah ia ikut serta dalam demonstrasi pro-Palestina di New York pada Jumat lalu (26/9/2025). Petro diketahui ikut mendesak tentara AS untuk tidak mematuhi perintah Presiden Donald Trump.

    “Kami akan mencabut visa Petro karena tindakannya yang sembrono dan bersifat menghasut,” tulis Departemen Luar Negeri AS melalui akun X resminya dikutip dari Reuters, (27/9/2025).

    Berbicara di hadapan demonstran pro-Palestina di luar markas besar PBB di Manhattan, Petro menyerukan pembentukan pasukan bersenjata global dengan prioritas membebaskan warga Palestina.

    “Pasukan ini harus lebih besar daripada Amerika Serikat,” ujarnya.

    “Itulah sebabnya dari New York, saya meminta semua tentara Amerika Serikat untuk tidak mengarahkan senjata mereka kepada orang lain. Tidak mematuhi perintah Trump. Patuhi perintah kemanusiaan,” tambah Petro.

    Pertentangan di PBB soal Perang Gaza

    Pemerintahan Trump menindak tegas suara-suara pro-Palestina, sementara sejumlah negara seperti Prancis, Inggris, Australia, dan Kanada telah mengakui Palestina sebagai negara. Hal itu memicu kemarahan Israel dan sekutunya, Amerika Serikat.

    Petro, presiden sayap kiri pertama Kolombia sekaligus penentang vokal perang Israel di Gaza, mengecam Trump dalam pidatonya di Majelis Umum PBB pada Selasa.

    Ia menyebut bahwa pemimpin AS itu “terlibat dalam genosida” di Gaza dan menyerukan “proses pidana” terkait serangan rudal AS terhadap kapal-kapal yang diduga menyelundupkan narkoba di perairan Karibia.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang berpidato di hadapan majelis pada hari Jumat, mengecam negara-negara Barat karena merangkul negara Palestina, menuduh mereka mengirimkan pesan bahwa “membunuh orang Yahudi akan membuahkan hasil.”

    Israel memulai perang melawan Hamas setelah serangan yang dipimpin oleh kelompok militan Palestina tersebut pada 7 Oktober 2023 menewaskan sekitar 1.200 orang, dengan 251 orang disandera.

    Sejak itu, kampanye militer Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 65.000 warga Palestina, menurut otoritas kesehatan Gaza, dan mengungsikan seluruh penduduk di wilayah kantong sempit tersebut.

    Beberapa pakar hak asasi manusia mengatakan hal ini merupakan genosida, sebuah tuduhan yang dibantah keras oleh Israel, yang mengatakan bahwa perang tersebut merupakan upaya membela diri.

    Sementara, Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas berpidato di hadapan PBB melalui sebuah video pada hari Kamis setelah pemerintahan Trump mengatakan tidak akan memberinya visa untuk bepergian ke New York.

    Kantor Abbas saat itu mengatakan bahwa larangan visanya melanggar perjanjian markas besar PBB tahun 1947, yang mewajibkan AS untuk mengizinkan akses bagi diplomat asing ke PBB. Namun, Washington mengatakan bahwa mereka dapat menolak visa karena alasan keamanan, ekstremisme, dan kebijakan luar negeri.

    Hubungan AS-Kolombia dimulai dengan buruk tak lama setelah Trump kembali menjabat pada bulan Januari, ketika Petro menolak menerima penerbangan militer yang membawa para deportasi dalam tindakan keras imigrasi Trump.

    Petro mengatakan warga negaranya diperlakukan seperti penjahat. Namun ia segera mengubah sikapnya, setuju untuk menerima para migran, setelah kedua negara mengancam tarif satu sama lain dan setelah AS membatalkan janji temu visa untuk warga Kolombia.

    (ven/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Visanya Dicabut AS, Presiden Kolombia Bilang ‘I Don’t Care’

    AS Cabut Visa Presiden Kolombia Usai Ikut Aksi Pro-Palestina di New York

    New York

    Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengatakan akan mencabut visa Presiden Kolombia Gustavo Petro. Washington menuding Petro telah melakukan “tindakan menghasut” selama berpartisipasi dalam aksi pro-Palestina di jalanan kota New York pekan ini.

    Insiden itu terjadi saat Petro sedang berada di New York untuk menghadiri Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    “Sebelumnya hari ini, Presiden Kolombia @petrogustavo berdiri di jalanan NYC (Kota New York) dan mendesak tentara AS untuk tidak mematuhi perintah dan menghasut kekerasan,” sebut Departemen Luar Negeri AS dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Sabtu (27/9/2025).

    “Kami akan mencabut visa Petro karena tindakannya yang sembrono dan menghasut,” tegas pernyataan Departemen Luar Negeri AS yang dirilis pada Jumat (26/9) waktu setempat.

    Via akun media sosialnya, Petro membagikan video dirinya berbicara dalam bahasa Spanyol kepada kerumunan besar menggunakan megafon pada Jumat (26/9), dengan penerjemahnya kemudian menyampaikan komentarnya yang menyerukan “negara-negara di dunia” untuk menyumbangkan tentara bagi angkatan bersenjata yang “lebih besar daripada Amerika Serikat”.

    “Itulah sebabnya, dari sini di New York, saya meminta semua tentara di militer Amerika Serikat untuk tidak mengarahkan senapan mereka kepada kemanusiaan. Tidak mematuhi perintah Trump! Patuhi perintah kemanusiaan!” kata Petro pada saat itu.

    Sumber dari kantor kepresidenan Kolombia mengonfirmasi kepada AFP bahwa Petro dalam perjalanan pulang ke Bogota pada Jumat (26/9) malam.

    Petro sebelumnya mengatakan dirinya juga memiliki kewarganegaraan Italia, dan tidak memerlukan visa untuk memasuki AS.

    Dalam pidatonya di Sidang Umum PBB, Petro mengecam keras pemerintahan Trump dan menyerukan penyelidikan kriminal atas serangan-serangan AS terhadap kapal-kapal yang dituduh mengangkut narkoba dari Venezuela.

    Petro mengatakan bahwa “anak-anak muda miskin” yang tidak bersenjata tewas dalam serangan tersebut — totalnya lebih dari selusin orang. Namun Washington menegaskan tindakan itu merupakan bagian dari operasi antinarkoba AS di area lepas pantai Venezuela.

    Tonton juga Video: Presiden Kolombia Demo di PBB, Desak Kirim Pasukan Bantu Palestina

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)