Kementrian Lembaga: Departemen Luar Negeri AS

  • Trump akan Tutup USAID, Ini 2 Dampaknya bagi Indonesia

    Trump akan Tutup USAID, Ini 2 Dampaknya bagi Indonesia

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah memerintahkan pembekuan aliran bantuan luar negeri setelah beberapa jam usai resmi dilantik sebagai kepala negara. Salah satunya US Agency for International Development (USAID) atau Badan Pembangunan Internasional AS yang bakal ditutup.

    Menurut memo internal yang dikirimkan ke para pejabat dan kedutaan besar AS di luar negeri, Departemen Luar Negeri AS menyetop hampir semua bantuan luar negeri dan menghentikan bantuan baru, dilansir BBC, Rabu (5/2).

    Pemberitahuan bocor ini menyusul perintah eksekutif Trump yang dikeluarkan pada Senin (20/1) untuk menghentikan bantuan pembangunan luar negeri selama 90 hari. Lalu, sambil menunggu peninjauan efisiensi dan konsistensi dengan kebijakan luar negerinya.

    Menurut angka pemerintah, AS adalah donor bantuan internasional terbesar di dunia yang telah menghabiskan 68 miliar dolar AS pada 2023. Pemberitahuan Departemen Luar Negeri AS tampaknya memengaruhi segala hal, mulai dari bantuan pembangunan hingga bantuan militer.

    Pendanaan USAID di Asia Tenggara

    Di Asia Tenggara, pendanaan USAID telah memberikan bantuan kemanusiaan kepada korban bencana alam dan dukungan bagi aktivis pro-demokrasi. Namun, program penyelamatan jiwa di wilayah tersebut sudah dikurangi, melansir The Guardian, Rabu (5/2).

    Pada 2023, USAID sudah mengucurkan dana 153 juta dolar AS untuk proyek-proyek Indonesia di berbagai bidang. Termasuk pemerintahan demokratis, antikorupsi, iklim dan lingkungan, pertumbuhan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.

    Selama beberapa tahun terakhir, USAID mendukung peluncuran alat untuk mengidentifikasi tuberkulosis dan obat-obatan yang dapat menyelamatkan jiwa bagi puluhan ribu ibu baru. Lalu, kemitraan dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk melatih masyarakat saat bencana.

    Lantas, apa dampak penutupan USAID bagi Indonesia? Berikut informasinya di bawah ini.

    1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir

    ilustrasi program bantuan ibu hamil dan bayi baru lahir dari USAID (usaid.gov)

    Dampak ke Indonesia jika USAID resmi ditutup adalah soal kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Pada 2021, lewat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, pemerintah bekerja sama dengan USAID untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi baru lahir.

    Program tersebut diadakan melalui Program Momentum Negara dan Kepemimpinan Global (MOMENTUM), mengutip laman resmi Kemenkes RI, Rabu (5/2).

    Program MOMENTUM dilaksanakan dalam rentang 2021-2025. Dalam kurun waktu lima tahun, kegiatan ini akan menyasar enam provinsi di antaranya Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan.

    Program USAID MOMENTUM sendiri terbagi menjadi dua, yaitu Program Momentum Country Global Leadership (MCGL) dan Program Momentum Private Healthcare Delivery (MPHD).

    MCGL berfokus pada peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan milik pemerintah dengan mitra utamanya Ditjen Kesehatan Masyarakat. Sementara MPHD berfokus di faskes sektor swasta, dengan mitra utamanya Direktorat Mutu dan Akreditasi serta Ditjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI.

    2. Keadaan darurat kesehatan

    Program USAID ke anak-anak di Indonesia (instagram.com/usaidindonesia)

    Kedua, dampak penutupan USAID ke Indonesia adalah keadaan darurat kesehatan. Melansir IFRC, Rabu (5/1), Palang Merah Indonesia (PMI) memelopori community based surveillance (CBS) atau pengawasan berbasis komunitas dengan dukungan International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC) pada 2019.

    Inisiatif ini dimulai di delapan desa dan saat ini telah diterapkan di beberapa kabupaten di Indonesia dengan dukungan dari Palang Merah Australia dan Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia.

    Sejak 2019 hingga sekarang, CBS aktif merespons berbagai keadaan darurat kesehatan. Misalnya, berkoordinasi dengan berbagai mitra pemerintah seperti Kemenkes dan Kementan.

    Selama ini, CBS berperan untuk menghubungkan masyarakat dengan faskes, memperluas jangkauan sistem pengawasan nasional untuk pelaporan yang lebih cepat, respons dan tindakan yang lebih cepat, serta potensi kasus dan kematian yang lebih sedikit.

  • Bill Gates Kesal Elon Musk Berulah: Jutaan Orang Bisa Mati

    Bill Gates Kesal Elon Musk Berulah: Jutaan Orang Bisa Mati

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump mau menutup Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (US Agency of International Development/USAID). Rencananya, USAID akan digabungkan ke Departemen Luar Negeri AS. Bill Gates pun melontarkan kritikannya, khususnya pada Elon Musk.

    Penasehat Trump, Elon Musk, mendapat tugas terkait peleburan USAI ke Deplu AS. Selama ini USAID mendistribusikan miliaran dolar bantuan kemanusiaan di seluruh dunia. Musk sering melontarkan kritik ke USAID, menyebutnya badan sayap kiri yang tak bertanggung jawab pada Gedung Putih.

    Bill Gates yang memang berkecimpung di aktivitas kemanusiaan, cemas bahwa menurunnya bantuan dari USAID atau bahkan penutupan dan pemberhentian para pegawainya akan mengakibatkan jutaan kematian di seluruh dunia. Dia juga mengkritik Elon Musk karena bertindak serampangan.

    “Elon, pekerjaannya di sektor swasta, sangat inovatif, sungguh fantastis. Banyak orang di sektor swasta, saat mereka masuk ke pemerintahan, mereka tak meluangkan waktu melihat apa saja pekerjaan yang bagus atau mengapa pekerjaan itu terstruktur seperti itu, jadi saya agak khawatir, khususnya dengan hal-hal yang berkaitan dengan USAID ini,” kata Gates.

    Dikutip detikINET dari New York Post, sang pendiri Microsoft menanggapi pertanyaan tentang peran Elon Musk di pemerintahan AS yang belakangan ini semakin signifikan.

    “Yayasan saya bermitra dengan USAID dalam hal nutrisi dan penyediaan vaksin dan, Anda tahu, ada orang-orang luar biasa di sana. Jadi, mudah-mudahan kita akan mengembalikan sebagian dari pekerjaan itu ke bentuk semula. Faktanya, jika kita tidak melakukannya, bisa jadi jutaan orang meninggal,” tambah Gates.

    Menurut Gates, jumlah bantuan dari AS untuk USAID sebenarnya sangat kecil dibandingkan kekayaan negara, tapi dampaknya besar bagi dunia. Namun tampaknya, keputusan Trump yang didukung Elon Musk untuk menutup USAID sudah bulat.

    Staf USAID diberi tahu melalui email bahwa kantor pusatnya di Washington akan ditutup untuk para staf. Beberapa staf melaporkan tak dapat mengakses sistem komputer USAID. Orang-orang yang tetap berada dalam sistem tersebut mendapat email yang menyatakan bahwa atas arahan pimpinan, fasilitas kantor pusat akan ditutup untuk personel.

    Musk memang kerap mengkritik keras USAID di platform media sosialnya, X. “USAID adalah organisasi kriminal. Sudah waktunya organisasi itu mati,” tulis orang terkaya dunia itu di salah satu kicauan.

    (fyk/rns)

  • Trump Bakal Tutup USAID, Seluruh Pegawai Mulai Tinggalkan Kantor 7 Februari

    Trump Bakal Tutup USAID, Seluruh Pegawai Mulai Tinggalkan Kantor 7 Februari

    Jakarta – Presiden AS Donald Trump berencana menutup United States Agency for International Development (USAID), lembaga yang dikenal selama ini membantu pendanaan banyak negara miskin. USAID konon akan digabungkan dengan Departemen Luar Negeri AS.

    Hubungan yang selama ini sudah berkembang ke banyak negara termasuk Indonesia otomatis terhenti. Langkah tersebut juga akan mengurangi secara signifikan tenaga kerja dan dana USAID.

    Satu penasihat utamanya, miliarder Elon Musk, dinilai sangat kritis terhadap USAID. Ada sejumlah tuduhan yang kerap dilayangkan Elon Musk pada lembaga tersebut.

    Musk menuding USAID sebagai sarang ular berbisa kaum Marxis kiri radikal yang membenci AS dan telah bersumpah sebelumnya, untuk menutupnya. ‘Lampu hijau’ dari Trump membuat Musk juga menutup markas besar USAID di Washington.

    Kritik tak berdasar lain dari Musk adalah klaim USAID membantu pekerjaan CIA yang mendanai penelitian senjata biologis, termasuk COVID-19.

    Kini, penutupan USAID dikhawatirkan berdampak besar pada program kemanusiaan seluruh dunia.

    Pada Selasa (4/2/2025), seluruh pegawai USAID diberikan cuti administratif, baik pada karyawan di AS maupun seluruh dunia.

    Dalam sebuah pernyataan di situs resmi USAID, cuti staf akan resmi dimulai sesaat sebelum tengah malam pada Jumat (7/2). Berlaku untuk semua personel yang direkrut langsung oleh USAID, kecuali personel yang ditunjuk untuk bertanggung jawab atas fungsi-fungsi penting, kepemimpinan inti, dan program-program yang ditunjuk secara khusus.

    Pegawai yang berada di luar negeri diminta kembali ke AS dan mengakhiri kontrak yang dinilai tidak perlu.

    “Terima kasih atas pengabdian Anda,” demikian bunyi pernyataan tersebut.

    Hal ini dinilai telah mengejutkan Washington dan menyebabkan protes besar-besaran dari Demokrat dan komunitas hak asasi manusia.

    Sebagai badan bantuan kebijakan luar negeri AS, USAID mendanai program kesehatan dan darurat di sekitar 120 negara, termasuk wilayah-wilayah termiskin di dunia.

    CEO SpaceX dan Tesla, yang memiliki kontrak besar dengan pemerintah AS, juga pendukung finansial terbesar kampanye Trump, mengatakan dirinya secara pribadi telah menyetujui langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya tersebut dengan presiden.

    Serangan terhadap USAID terjadi dalam konteks narasi yang sudah berlangsung lama di sayap konservatif garis keras dan libertarian Partai Republik, bahwa AS disebut membuang-buang uang untuk orang asing sambil mengabaikan orang Amerika.

    Badan tersebut menggambarkan dirinya sebagai badan yang bekerja untuk mengakhiri kemiskinan ekstrem dan mempromosikan masyarakat yang tangguh dan demokratis sambil memajukan keamanan dan kemakmuran negara.

    Anggarannya yang lebih dari US$40 miliar merupakan penurunan kecil dalam keseluruhan pengeluaran tahunan pemerintah AS yang hampir mencapai US$7 triliun.

    (naf/kna)

  • Trump Mau Tutup Lembaga Amal USAID

    Trump Mau Tutup Lembaga Amal USAID

    Jakarta

    Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (US Agency of International Development/USAID) rencananya bakal ditutup. Hal ini terjadi setelah Presiden Donald Trump memerintahkan pembekuan sebagian besar bantuan luar negeri AS beberapa jam setelah menjabat pada tanggal 20 Januari 2025 yang lalu.

    Pemerintah federal telah melarang para pekerja di USAID untuk masuk ke dalam kantor lembaga donor tersebut. Selama ini USAID telah mendistribusikan miliaran dolar bantuan kemanusiaan di seluruh dunia.

    Dilansir dari Reuters, Selasa (4/2/2025), miliarder Elon Musk yang ditugaskan Trump sebagai penasehat presiden dalam merampingkan pemerintah federal menjadi sosok utama dalam rencana penutupan USAID. Rencananya, USAID akan digabungkan ke dalam Departemen Luar Negeri AS dan Elon Musk dipercaya untuk mengawasi efisiensi badan ini.

    Elon Musk selama ini sering melontarkan kritik keras terhadap USAID, dia menyebut USAID sebagai badan sayap kiri yang tidak bertanggung jawab kepada Gedung Putih. Pernyataan Elon Musk itu banyak disebut sebagai tuduhan serius dan sering diajukan tanpa bukti, dan mungkin didorong oleh ideologinya saja.

    Serangkaian peristiwa telah menggarisbawahi peran kuat Elon Musk dalam menetapkan agenda Trump. Minggu lalu, timnya di Departemen Efisiensi Pemerintah (Department of Government Efficiency/DOGE) memperoleh akses ke sistem pembayaran paling sensitif di Departemen Keuangan dan melarang beberapa karyawan untuk mengakses komputer mereka di kantor.

    Di USAID, dua staf keamanan senior diberhentikan setelah menolak memberikan dokumen rahasia kepada karyawan DOGE di lokasi selama akhir pekan.

    Sekelompok anggota parlemen Demokrat, yang disambut oleh puluhan karyawan dan kontraktor badan yang dirumahkan telah mengadakan protes di depan kantor pusat USAID yang baru saja ditutup.

    Dalam orasinya, Senator Brian Schatz dan Chris Van Hollen mengatakan mereka akan memblokir konfirmasi calon pejabat dari Trump untuk posisi Departemen Luar Negeri. Berdasarkan aturannya, senator bisa menunda pencalonan tersebut.

    “Kami memiliki kendali atas kalender untuk calon. Kami akan melakukan apa pun yang kami bisa untuk memblokir calon Departemen Luar Negeri untuk maju sampai tindakan ilegal (membubarkan USAID) ini dibatalkan,” kata Van Hollen.

    Ratusan program USAID yang mencakup bantuan penyelamatan nyawa senilai miliaran dolar di seluruh dunia terhenti total setelah Trump pada 20 Januari 2025 memerintahkan pembekuan sebagian besar bantuan luar negeri AS. Trump ingin memastikan semua program bantuan luar negeri sejalan dengan kebijakan “America First” miliknya.

    Jika USAID ditempatkan di bawah Departemen Luar Negeri, kemungkinan akan ada konsekuensi dramatis bagi distribusi bantuan dari Amerika Serikat yang banyak menjadi donor tunggal untuk proyek kemanusiaan terbesar di dunia.

    (hal/rrd)

  • Ancaman Trump soal Sesuatu yang Dahsyat Jika Gagal Ambil Terusan Panama

    Ancaman Trump soal Sesuatu yang Dahsyat Jika Gagal Ambil Terusan Panama

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali menegaskan keinginannya mengambil alih pengelolaan Terusan Panama. Trump pun melontarkan ancaman jika keinginannya itu tak dituruti Panama.

    Dilansir CNN, Senin (3/2/2025), Trump menuding Terusan Panama dikelola oleh China. Dia menuding Panama telah melanggar perjanjian dengan AS terkait terusan itu.

    “China mengelola Terusan Panama yang tidak diberikan kepada China, itu diberikan kepada Panama secara bodoh. Namun, mereka melanggar perjanjian dan kami akan mengambilnya kembali atau sesuatu yang sangat dahsyat akan terjadi,” ucap Trump.

    Sebagai informasi, Terusan Panama dikelola dan dikendalikan oleh AS di awal-awal pengoperasiannya pada 1913. Panama saat itu mendapat kompensasi dari pengelolaan Terusan Panama oleh AS berdasarkan Perjanjian Hay-Bunau-Varilla.

    Namun, ketegangan mulai muncul. Demonstrasi terus terjadi hingga menimbulkan korban jiwa. Pada 31 Desember 1999, Terusan Panama resmi dikelola sepenuhnya oleh Panama berdasarkan deklarasi bersama AS-Panama yang dilakukan pada 1977.

    Namun, situasi kembali memanas saat Trump kembali berkuasa di AS. Dia telah berulang kali melontarkan keinginannya mengambil alih kembali Terusan Panama.

    Trump beralasan kapal-kapal AS mendapat perlakuan tidak adil. Keinginan Trump itu telah ditolak mentah-mentah oleh Presiden Panama José Raúl Mulino yang menyatakan kedaulatan Panama atas terusan tersebut tidak dapat diperdebatkan.

    AS Serukan Panama Akhiri Pengaruh China di Terusan Panama

    Terusan Panama (Foto: REUTERS/Enea Lebrun)

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio juga telah mengunjungi Panama untuk menuntut ‘perubahan segera’ terhadap apa yang disebutnya sebagai ‘pengaruh dan kendali’ Chiha atas Terusan Panama. Diplomat tertinggi AS itu mengatakan Panama harus bertindak atau AS akan mengambil tindakan yang diperlukan untuk melindungi hak-haknya berdasarkan perjanjian kedua negara.

    Rubio bertemu dengan Presiden Jose Raul Mulino. Kedua pria itu muncul usai pertemuan mereka selama dua jam dengan interpretasi yang berbeda pada Minggu (2/2) waktu setempat.

    Rubio menyampaikan pesan dari Trump bahwa kehadiran China melalui perusahaan yang berbasis di Hong Kong yang mengoperasikan dua pelabuhan di dekat pintu masuk Terusan Panama merupakan ancaman bagi jalur perairan dan pelanggaran perjanjian AS-Panama. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce, mengatakan kondisi itu tidak dapat diterima oleh AS.

    “Menteri Rubio memberi tahu Presiden Mulino dan Menteri Martínez-Acha bahwa Presiden Trump telah membuat keputusan awal bahwa posisi pengaruh dan kendali Partai Komunis Tiongkok saat ini atas wilayah Terusan Panama merupakan ancaman bagi terusan tersebut dan merupakan pelanggaran terhadap Perjanjian Mengenai Kenetralan Permanen dan Pengoperasian Terusan Panama. Menteri Rubio menegaskan bahwa status quo ini tidak dapat diterima dan bahwa jika tidak ada perubahan segera, Amerika Serikat harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk melindungi hak-haknya berdasarkan Perjanjian tersebut,” ujar Bruce yang dikutip dari situs resmi Kemlu AS.

    Sementara, Presiden Mulino mengisyaratkan dirinya akan meninjau kembali perjanjian yang melibatkan China dan perusahaan-perusahaan China. Dia juga mengumumkan kerja sama lebih lanjut dengan AS dalam bidang migrasi.

    Namun, Mulino menegaskan kedaulatan Panama atas Terusan Panama, yang merupakan jalur air tersibuk kedua di dunia itu, tidak untuk didiskusikan.

    Mulino menyebut perjanjian luas antara Panama dan China untuk berkontribusi pada inisiatif Belt and Road, yang menjadi landasan bagi Beijing memperluas investasi di Panama, tidak akan diperpanjang. Dia juga menegaskan tidak ada ancaman apapun di Terusan Panama.

    “Kami akan mempelajari kemungkinan penghentian lebih awal. Saya tidak merasa ada ancaman nyata saat ini terhadap perjanjian (netralitas), keabsahannya, apalagi penggunaan kekuatan militer untuk membuat perjanjian tersebut,” ujar Mulino, sembari mengatakan bahwa penting untuk melakukan pembicaraan tatap muka dengan Trump.

    Halaman 2 dari 2

    (haf/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • AS Wanti-wanti Panama Akhiri Pengaruh China Atas Terusan Panama!    
        AS Wanti-wanti Panama Akhiri Pengaruh China Atas Terusan Panama!

    AS Wanti-wanti Panama Akhiri Pengaruh China Atas Terusan Panama! AS Wanti-wanti Panama Akhiri Pengaruh China Atas Terusan Panama!

    Panama City

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Marco Rubio memperingatkan Presiden Panama Jose Raul Mulino bahwa Washington akan “mengambil tindakan yang diperlukan” jika Panama tidak segera mengambil langkah untuk mengakhiri apa yang disebut sebagai pengaruh dan kendali China atas Terusan Panama.

    Peringatan itu, seperti dilansir Reuters, Senin (3/2/2025), disampaikan Rubio saat berkunjung ke Panama City, ibu kota Panama, pada Minggu (2/2) waktu setempat. Rubio sempat mendatangi Miraflores Locks di Terusan Panama dalam kunjungannya itu.

    Dalam pertemuan dengan Mulino, Rubio menyampaikan pesan dari Trump bahwa kehadiran China — melalui perusahaan berbasis di Hong Kong yang mengoperasikan dua pelabuhan di dekat pintu masuk Terusan Panama — merupakan ancaman terhadap jalur perairan itu dan melanggar perjanjian AS-Panama, yang mengatur soal netralitas yang ditandatangani tahun 1977 silam.

    “Menlu Rubio memperjelas bahwa status quo ini tidak dapat diterima dan jika tidak ada perubahan segera, Amerika Serikat harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk melindungi hak-haknya berdasarkan perjanjian,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce, dalam pernyataannya.

    Tidak disebutkan lebih lanjut soal langkah apa yang harus diambil oleh Panama atau seperti apa bentuk tindakan yang akan diambil AS.

    Peringatan Rubio kepada Presiden Panama itu disampaikan setelah Presiden AS Donald Trump mengancam “sesuatu yang sangat dahsyat akan terjadi” jika AS tidak bisa mengambil alih kendali Terusan Panama, yang dibangun oleh Washington pada awal abad ke-20 dan diserahkan kepada pemerintah Panama tahun 1999.

    Mulino, setelah melakukan pembicaraan dengan Rubio di Panama City, mengisyaratkan dirinya akan meninjau kembali perjanjian yang melibatkan China dan perusahaan-perusahaan China. Dia juga mengumumkan kerja sama lebih lanjut dengan AS dalam bidang migrasi.

    Namun Mulino menegaskan bahwa kedaulatan Panama atas Terusan Panama, yang merupakan jalur air tersibuk kedua di dunia itu, tidak untuk didiskusikan.

    Dikatakan oleh Mulino bahwa perjanjian luas antara Panama dan China untuk berkontribusi pada inisiatif Belt and Road, yang menjadi landasan bagi Beijing memperluas investasi di Panama pada era pemerintahan sebelumnya, tidak akan diperpanjang.

    “Kami akan mempelajari kemungkinan penghentian lebih awal,” ucapnya.

    “Saya tidak merasa ada ancaman nyata saat ini terhadap perjanjian (netralitas), keabsahannya, apalagi penggunaan kekuatan militer untuk membuat perjanjian tersebut,” ujar Mulino, sembari mengatakan bahwa penting untuk melakukan pembicaraan tatap muka dengan Trump.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Amerika Tebar Ancaman Soal Pengelolaan Terusan Panama

    Amerika Tebar Ancaman Soal Pengelolaan Terusan Panama

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Marco Rubio meminta Pemerintah Panama menindak perusahaan-perusahaan yang beroperasi di jalur ekonomi Terusan Panama jika memiliki koneksi bisnis dengan China.

    Dia juga mengancam AS akan melindungi hak-haknya berdasarkan Perjanjian Terusan Panama jika negara Amerika Tengah tersebut tidak mengambil tindakan konkret.

    “Posisi pengaruh dan kendali Partai Komunis China atas wilayah Terusan Panama saat ini merupakan ancaman terhadap terusan Panama dan merupakan pelanggaran terhadap Perjanjian Mengenai Netralitas Permanen dan Pengoperasian Terusan Panama,” demikian kutipan dokumen Departemen Luar Negeri AS terkait pertemuan Rubio dengan Presiden Panama Jose Raul Mulino dan Menteri Luar Negeri Javier Martinez-Acha dikutip dari Bloomberg, Senin (3/2/2025).

    Rubio, mengulangi keluhan yang disampaikan Presiden Donald Trump sejak Desember, menjelaskan status quo tersebut tidak dapat diterima. Dia mengatakan jika tidak ada perubahan segera, Amerika Serikat harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk melindungi hak-haknya berdasarkan Perjanjian.

    Sementara itu, Mulino, yang berbicara kepada wartawan setelah pertemuan tersebut, menyebut pertemuan tersebut penuh hormat dan ramah. “Saya tidak merasakan adanya ancaman nyata terhadap perjanjian tersebut atau keabsahannya, apalagi penggunaan kekuatan militer untuk mengambil alih terusan tersebut. Saya tidak merasakannya,” katanya.

    Namun Mulino menawarkan konsesi bahwa negaranya tidak akan memperbarui partisipasinya dalam Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative) China, sehingga menjadikan Panama sebagai negara Amerika Latin pertama yang melakukan hal tersebut. 

    Penasihat Keamanan Nasional AS Mike Waltz menyebut hal tersebut sebagai langkah ke arah yang benar dalam sebuah postingan di X. Seorang pejabat AS mengatakan bahwa meskipun positif, langkah tersebut tidak sepenuhnya menyelesaikan kekhawatiran mengenai terusan tersebut.

    Mulino mengatakan para pejabat Panama menyarankan agar “tim teknis” dapat “menjernihkan apa pun yang perlu dibersihkan” mengenai kanal tersebut.

    Pengaruh China semakin berkembang di kawasan ini. Pada tahun 2017, pemerintahan Panama sebelumnya memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan dan menyatakan bahwa hanya ada satu China. Langkah ini mengikuti yang telah terjadi di beberapa negara Amerika Latin dalam beberapa tahun terakhir.

    Kementerian Luar Negeri China mengatakan bahwa mereka akan selalu menghormati kedaulatan Panama atas terusan tersebut, dan mengakuinya sebagai jalur perairan internasional yang netral secara permanen.

    Sebuah perusahaan China –anak perusahaan CK Hutchison Holdings Ltd. yang berbasis di Hong Kong– memiliki dua dari lima pelabuhan yang berdekatan dengan terusahan Panama, satu di setiap sisinya. Berdasarkan konstitusi Panama, terusan ini dikelola oleh Otoritas Terusan Panama, dan sebagian biayanya akan masuk ke kas negara.

    Terusan Panama mendapat pengawasan ketat sejak Desember 2024, ketika Trump mengeluh bahwa mereka mengenakan tarif selangit pada kapal-kapal AS. Dia menuntut agar biayanya diturunkan atau Panama mengembalikan terusan itu ke AS.

    Mulino menegaskan bahwa negaranya tidak akan menyerahkan kendali atas terusan tersebut.

    Dalam postingan Truth Social, Trump menyebut biaya tersebut konyol dan situasi saat ini merupakan penipuan total. Dalam pidato pengukuhannya bulan lalu, Trump mengulangi klaimnya bahwa China mengoperasikan Terusan Panama dan mengatakan pemerintahannya akan melakukan hal tersebut. ambil kembali.

    AS membangun terusan tersebut pada awal abad ke-20 dan menyerahkannya kembali ke Panama pada tahun 1999 berdasarkan perjanjian yang ditandatangani oleh Presiden Jimmy Carter pada tahun 1977 – sebuah tindakan yang disebut Trump sebagai tindakan bodoh.

    Kanal sepanjang 51 mil (82 kilometer) yang menghubungkan samudra Atlantik dan Pasifik merupakan aset strategis utama. Negara ini juga menjadi titik hambatan bagi perdagangan global karena Panama mengalami kekeringan berkepanjangan yang menghambat penyeberangan.

  • Trump: AS Akan Ambil Terusan Panama atau Sesuatu yang Dahsyat Bakal Terjadi

    Trump: AS Akan Ambil Terusan Panama atau Sesuatu yang Dahsyat Bakal Terjadi

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali melontarkan keinginannya mengambil alih kontrol Terusan Panama dari Panama. Trump juga menyampaikan ancaman bahwa sesuatu sangat dahsyat akan terjadi jika AS tidak bisa mengambil kembali kontrol Terusan Panama.

    “China mengelola Terusan Panama yang tidak diberikan kepada China, itu diberikan kepada Panama secara bodoh. Namun, mereka melanggar perjanjian dan kami akan mengambilnya kembali atau sesuatu yang sangat dahsyat akan terjadi,” ucap Trump dilansir CNN, Senin (3/2/2025).

    Keinginan Trump ini disampaikan berulang kali secara terbuka. Dia ingin AS mengambil kembali kendali atas Terusan Panama yang telah menyebabkan kegaduhan diplomatik, di mana Presiden Panama José Raúl Mulino menyatakan kedaulatan Panama atas terusan tersebut tidak dapat diperdebatkan.

    Trump diketahui sudah menyinggung keinginannya mengambilalih Terusan Panama saat pertama kali dilantik menjadi Presiden AS. Pada pidato pertamanya usai dilantik, Trump bicara mengenai Panama yang dinilainya melanggar sejumlah perjanjian terkait Terusan Panama.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio juga sedang berada di Panama untuk menuntut Panama untuk membuat ‘perubahan segera’ terhadap apa yang disebutnya sebagai ‘pengaruh dan kendali’ Chiha atas Terusan Panama. Diplomat tertinggi AS itu mengatakan Panama harus bertindak atau AS akan mengambil tindakan yang diperlukan untuk melindungi hak-haknya berdasarkan perjanjian antara kedua negara.

    Rubio sedang berada di Panama dan bertemu dengan Presiden Jose Raul Mulino. Kedua pria itu muncul usai pertemuan mereka selama dua jam dengan interpretasi yang berbeda.

    Rubio menyampaikan pesan dari Trump bahwa kehadiran China melalui perusahaan yang berbasis di Hong Kong yang mengoperasikan dua pelabuhan di dekat pintu masuk Terusan Panama merupakan ancaman bagi jalur perairan dan pelanggaran perjanjian AS-Panama. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce, mengatakan kondisi itu tidak dapat diterima oleh AS.

    “Menteri Rubio menjelaskan bahwa status quo ini tidak dapat diterima dan bahwa jika tidak ada perubahan segera, Amerika Serikat harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk melindungi hak-haknya berdasarkan Perjanjian,” kata Bruce dilansir Reuters.

    (zap/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Trump Bilang Program Kondom Gaza Rp 811 M Dipakai Bikin Bom, Benarkah?

    Trump Bilang Program Kondom Gaza Rp 811 M Dipakai Bikin Bom, Benarkah?

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membanggakan pemerintahannya yang membekukan program pengiriman kondom senilai US$ 50 juta (Rp 811 miliar) ke Gaza. Trump bahkan mengklaim jika kiriman kondom, yang merupakan bagian dari bantuan luar negeri AS itu, digunakan untuk merakit bom di Gaza.

    Trump tidak memberikan bukti atas klaimnya tersebut, baik soal kondom dikirimkan ke Jalur Gaza maupun soal Hamas menggunakan alat kontrasepsi itu untuk merakit bom. Pernyataan Trump itu justru membuat banyak pihak bingung dan bertanya-tanya soal apa yang sebenarnya dibahas oleh sang Presiden AS tersebut.

    Klaim-klaim itu, seperti dilansir Al Jazeera, Jumat (31/1/2025), dilontarkan Trump ketika dirinya menyebutkan pencapaian pemerintahannya sejak mulai menjabat.

    “Kami mengidentifikasi dan menghentikan pengiriman US$ 50 juta ke Gaza untuk membeli kondom bagi Hamas,” ucap Trump saat berbicara kepada wartawan pada Rabu (29/1) waktu AS.

    “Mereka menggunakannya sebagai metode pembuatan bom. Bagaimana dengan itu?” klaim Trump, tanpa memberikan bukti yang jelas.

    Pernyataan soal program kondom untuk Gaza pertama kalinya disampaikan oleh Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, saat menggelar konferensi pers pada Selasa (28/1) waktu setempat.

    Dia mengatakan bahwa Departemen Efisiensi Pemerintahan (DOGE), yang dipimpin sekutu dan miliarder AS Elon Musk, bersama Kantor Manajemen dan Anggaran (OMB) “menemukan bahwa ada sekitar US$ 50 juta uang pembayar pajak yang disalurkan untuk mendanai kondom di Gaza”.

    Klaim Program Kondom untuk Gaza Dibantah

    Tidak ada bukti yang tersedia secara umum mengenai bantuan jutaan dolar Amerika yang dibelanjakan untuk mendanai kondom di Gaza, seperti klaim Trump dan Gedung Putih. Departemen Luar Negeri AS belum menanggapi permintaan kantor berita Reuters untuk memberikan bukti atas klaim itu.

    Namun, ada banyak bukti yang tampaknya membantah klaim Trump dan Gedung Putih itu.

    Korps Medis Internasional (IMC) memberikan penjelasan detail soal pekerjaan mereka di Jalur Gaza. IMC merupakan organisasi kemanusiaan yang menerima bantuan pendanaan sebesar US$ 68 juta dari Badan Pembangunan Internasional AS (USAID) sejak 7 Oktober 2023, saat perang berkecamuk di Jalur Gaza.

    “Tidak ada dana pemerintah AS yang digunakan untuk pengadaan atau distribusi kondom, atau menyediakan layanan keluarga berencana,” tegas IMC membantah klaim Trump dan Gedung Putih.

    Dijelaskan oleh IMC bahwa dana bantuan dari USAID telah digunakan untuk mengoperasikan dua rumah sakit lapangan di Jalur Gaza — tepatnya di Deir al Balah dan Al Zawaida, termasuk untuk perawatan bedah, perawatan malnutrisi, dan perawatan darurat ibu dan bayi yang baru lahir.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Peta Konflik Dunia di 2025: AS Awas, Rusia Untung, Perhatian Timur Tengah, Situasi Korea hingga Cina – Halaman all

    Peta Konflik Dunia di 2025: AS Awas, Rusia Untung, Perhatian Timur Tengah, Situasi Korea hingga Cina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Dewan Urusan Luar Negeri Amerika Serikat (AS) telah merilis jajak pendapat tahunan para ahli kebijakan luar negeri dengan pertimbangan konflik saat ini atau potensial yang dapat memengaruhi kepentingan Negeri Paman Sam.

    Laporan tersebut dirilis dengan latar belakang perang dan meningkatnya ketegangan di sejumlah kawasan dan saat Presiden AS Donald Trump memaparkan prioritas kebijakan luar negerinya untuk masa jabatan keduanya.

    Newsweek menghubungi Departemen Luar Negeri AS melalui email untuk meminta komentar.

    Laporan tersebut disusun dari informasi yang dikumpulkan pada bulan November dari 15.000 akademisi, pejabat pemerintah, dan pakar kebijakan luar negeri lainnya.

    Hasilnya menunjukkan bahwa tahun 2025 dapat menjadi tahun yang paling berbahaya sejak Dewan Urusan Luar Negeri mulai melakukan Survei Prioritas Pencegahan.

    Ada lebih banyak skenario yang lebih mungkin terjadi dan memiliki dampak potensial yang lebih tinggi terhadap kepentingan Washington daripada sebelumnya dalam 17 tahun jajak pendapat oleh lembaga pemikir yang berkantor pusat di Washington DC.

    Timur Tengah Masih Memanas

    Timur Tengah dianggap sebagai area yang memerlukan perhatian khusus.

    Menurut laporan tersebut, masih menjadi sorotan konflik Israel dan Hamas di Gaza, kemudian bentrokan dengan Hizbullah yang berpusat di Lebanon, dan meningkatnya permusuhan dengan pendukung kedua kelompok paramiliter—Iran.

    Tidak jelas bagaimana gencatan senjata minggu lalu antara Israel dan Hamas dan kembalinya ratusan ribu warga Palestina yang mengungsi dari Gaza selatan ke utara akan memengaruhi hasil survei.

    Keuntungan Militer Rusia

    Lalu perang Rusia melawan Ukraina juga masuk dalam kategori konflik Tingkat I tertinggi. 

    Kini, perang yang telah memasuki tahun ketiga dinilai memiliki kemungkinan besar untuk terus berlanjut dan berdampak besar pada kepentingan AS.

    Laporan itu memprediksi berbagai  spekulasi yang bisa terjadi.

    “Keuntungan militer besar Rusia di Ukraina, termasuk penghancuran infrastruktur penting secara luas, dan berkurangnya bantuan asing ke Kyiv menyebabkan gencatan senjata yang menguntungkan Moskow.”

    Tekanan Militer Cina ke Taiwan

    Skenario Tingkat 1 yang dianggap cukup mungkin terjadi tetapi dengan dampak potensial yang tinggi adalah “peningkatan tekanan militer dan ekonomi oleh Tiongkok terhadap Taiwan ” yang dapat memicu krisis Selat Taiwan yang dapat menarik AS dan negara lain di kawasan Pasifik.

    Konflik Afghanistan

    Afghanistan masuk dalam kategori risiko rendah Tier II.

    Para ahli merasa penindasan Taliban dan kesulitan ekonomi yang sedang berlangsung di Afghanistan dapat memicu kekerasan sektarian, yang dapat memperburuk krisis kemanusiaannya.

    Skenario ini dianggap memiliki kemungkinan yang tinggi meskipun dampaknya rendah terhadap masalah kebijakan AS saat ini.

    Provokasi Perbatasan Korea

    Sementara itu, “uji coba senjata dan provokasi perbatasan” oleh Korea Utara tidak mungkin mengakibatkan konfrontasi penuh dengan Korea Selatan, menurut para ahli.

    Kontinjensi ini turun ke Tingkat II, turun dari Tingkat 1 tahun lalu, tetapi akan berdampak besar pada kawasan tersebut dan kemungkinan akan melibatkan AS, yang menempatkan sekitar 28.000 tentara di Korea Selatan yang bersekutu.

    Di antara potensi krisis dalam kategori Tingkat III adalah meningkatnya ketidakstabilan politik yang disebabkan oleh meningkatnya terorisme dan melemahnya kewenangan pemerintah di Nigeria timur laut.

    ALUTSISTA KOREA UTARA – Meriam howitzer M1989 Koksan Korea Utara dikabarkan telah dikirim ke Rusia. Uji coba senjata dan provokasi perbatasan” oleh Korea Utara disebut pakar tidak mungkin mengakibatkan konfrontasi penuh dengan Korea Selatan. (NK News)

    Kemungkinan ini dianggap sedang dan berdampak rendah pada kepentingan Washington.

    Direktur Pusat Aksi Pencegahan di Council on Foreign Relations, Paul Stares, memberikan analisis terkait peta konflik dunia di 2025.

    “Tingkat kecemasan yang dirasakan responden survei tentang risiko konflik kekerasan selama 12 bulan mendatang tidak pernah sebesar ini. Dari 30 kemungkinan yang disurvei, 28 dinilai sangat mungkin terjadi dalam 12 bulan mendatang. Delapan belas di antaranya akan berdampak tinggi atau sedang terhadap kepentingan AS.”

    Untuk menghindari berbagai krisis yang terjadi secara bersamaan dengan konsekuensi yang mengerikan bagi Amerika Serikat, Stares menyarankan pemerintahan Trump untuk berpikir jernih dan berupaya mengurangi risiko konflik.

    Indeks Perdamaian Dunia

    Pada Juni 2024 lalu, Indeks Perdamaian Global (GPI) 2024 merilis peta konflik terbanyak sejak Perang Dunia II.

    Terdapat 56 konflik, 92 negara terlibat dalam konflik di luar perbatasan, yang merupakan jumlah terbanyak sejak GPI didirikan.

    Laporan yang dihasilkan oleh lembaga pemikir internasional, Institute for Economics & Peace (IEP), yang mengungkap bahwa dunia berada di persimpangan jalan. Tanpa upaya bersama, ada risiko lonjakan konflik besar, seperti dikutip dari visionofhumanity.org.

    Adapun 97 negara mengalami penurunan tingkat kedamaian, lebih banyak dari tahun mana pun sejak dimulainya Indeks Perdamaian Global pada tahun 2008.

    Konflik di Gaza dan Ukraina merupakan pendorong utama penurunan tingkat kedamaian global, karena kematian akibat pertempuran mencapai 162.000 pada tahun 2023.

    92 negara saat ini terlibat dalam konflik di luar perbatasan mereka, lebih banyak daripada kapan pun sejak dimulainya GPI.

    Sistem penilaian militer pertama dari jenisnya menunjukkan bahwa kemampuan militer AS hingga tiga kali lebih tinggi daripada Tiongkok.

    Dampak ekonomi global dari kekerasan meningkat menjadi $19,1 triliun pada tahun 2023, mewakili 13,5 persen dari PDB global. Paparan terhadap konflik menimbulkan risiko rantai pasokan yang signifikan bagi pemerintah dan bisnis.

    Militerisasi mencatat penurunan tahunan terbesarnya sejak dimulainya GPI, dengan 108 negara menjadi lebih termiliterisasi.

    110 juta orang menjadi pengungsi atau mengungsi di dalam negeri karena konflik kekerasan, dengan 16 negara kini menampung lebih dari setengah juta pengungsi.

    Amerika Utara mengalami kemerosotan regional terbesar, yang disebabkan oleh peningkatan kejahatan kekerasan dan ketakutan akan kekerasan.

    Jumlah negara yang terlibat konflik tertinggi sejak Perang Dunia II

    PEMBEBASAN SANDERA ISRAEL – Foto ini diambil pada Jumat (31/1/2025) dari publikasi resmi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas) pada Kamis (30/1/2025), menunjukkan warga Palestina dan anggota Brigade Al-Qassam menyaksikan pertukaran tahanan ketiga di Jalur Gaza pada Kamis (30/1/2025). Hamas menyerahkan 3 sandera Israel dan 5 warga Thailand kepada ICRC sebelum dibawa ke negara masing-masing. (Telegram Brigade Al-Qassam)

    Saat ini terdapat 56 konflik, yang terbanyak sejak Perang Dunia II.

    Konflik-konflik tersebut telah menjadi lebih internasional dengan 92 negara terlibat dalam konflik di luar perbatasan mereka, yang terbanyak sejak dimulainya GPI.

    Meningkatnya jumlah konflik kecil meningkatkan kemungkinan terjadinya lebih banyak konflik besar di masa mendatang.

    Misalnya, pada tahun 2019, Ethiopia, Ukraina, dan Gaza semuanya diidentifikasi sebagai konflik kecil.

    Tahun lalu tercatat 162.000 kematian terkait konflik. Ini adalah jumlah korban tertinggi kedua dalam 30 tahun terakhir, dengan konflik di Ukraina dan Gaza yang menyumbang hampir tiga perempat kematian.

    Ukraina mewakili lebih dari separuhnya, mencatat 83.000 kematian akibat konflik, dengan perkiraan sedikitnya 33.000 untuk Palestina hingga April 2024.

    Dalam empat bulan pertama tahun 2024, kematian terkait konflik secara global berjumlah 47.000.

    Jika angka yang sama berlanjut hingga akhir tahun ini, ini akan menjadi jumlah kematian konflik tertinggi sejak genosida Rwanda pada tahun 1994.

    Dampak ekonomi global akibat kekerasan pada tahun 2023 adalah $19,1 triliun atau $2.380 per orang.

    Ini merupakan peningkatan sebesar $158 miliar, yang sebagian besar disebabkan oleh peningkatan kerugian PDB akibat konflik sebesar 20 persen.

    Pengeluaran untuk pembangunan perdamaian dan pemeliharaan perdamaian berjumlah total $49,6 miliar, yang mewakili kurang dari 0,6?ri total pengeluaran militer.

    Islandia tetap menjadi negara paling damai, posisi yang telah dipegangnya sejak 2008, diikuti oleh Irlandia, Austria, Selandia Baru, dan Singapura – pendatang baru di lima besar.

    Yaman telah menggantikan Afghanistan sebagai negara paling tidak damai di dunia. Diikuti oleh Sudan, Sudan Selatan, Afghanistan, dan Ukraina.

    Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA) tetap menjadi kawasan yang paling tidak damai.

    Kawasan ini merupakan rumah bagi empat dari sepuluh negara yang paling tidak damai di dunia dan dua negara yang paling tidak damai, Sudan dan Yaman.

    Meskipun demikian, UEA mencatat peningkatan kedamaian terbesar di kawasan ini – naik 31 peringkat ke peringkat 53 pada tahun 2024.

    Meskipun sebagian besar indikator kedamaian memburuk selama 18 tahun terakhir, ada peningkatan dalam angka pembunuhan yang turun di 112 negara, sementara persepsi kriminalitas membaik di 96 negara.

    Perubahan sifat konflik

    Seiring meluasnya konflik dan semakin mendunianya konflik, meningkatnya kompleksitas mengurangi kemungkinan tercapainya solusi yang langgeng. Ukraina dan Gaza adalah contoh dari keluhan historis yang terus berlanjut atau “perang abadi” tanpa resolusi yang jelas.

    Jumlah konflik yang menghasilkan kemenangan yang menentukan bagi kedua belah pihak telah turun dari 49 persen pada tahun 1970-an, menjadi kurang dari 9 persen pada tahun 2010-an.

    Selama periode yang sama, jumlah konflik yang berakhir melalui perjanjian damai turun dari 23 persen menjadi lebih dari 4%.

    Faktor kunci lain yang membentuk kembali konflik adalah dampak teknologi peperangan asimetris, yang memudahkan kelompok non-negara, serta negara yang lebih kecil atau kurang kuat, untuk bersaing dalam konflik dengan negara atau pemerintah yang lebih besar.

    Jumlah negara yang menggunakan pesawat nirawak meningkat dari 16 menjadi 40, peningkatan 150% antara tahun 2018 dan 2023.

    Selama periode yang sama, jumlah kelompok non-negara yang melakukan setidaknya satu serangan pesawat nirawak meningkat dari 6 menjadi 91, peningkatan lebih dari 1.400%.

    Kemampuan militer global

    Sejak dimulainya perang Ukraina, militerisasi telah meningkat di 91 negara, membalikkan tren 15 tahun sebelumnya.

    Mengingat komitmen ke depan banyak negara terhadap pengeluaran militer, hal itu tidak mungkin membaik dalam beberapa tahun mendatang.

    Perubahan dalam dinamika peperangan telah menyebabkan jumlah pasukan berkurang sementara kecanggihan teknologi meningkat.

    Selama dekade terakhir, 100 negara mengurangi personel angkatan bersenjata mereka, sementara kemampuan militer global meningkat lebih dari 10%.

    Penelitian pertama yang dilakukan oleh IEP menghitung kemampuan militer suatu negara dengan menggabungkan kecanggihan militer, teknologi, dan kesiapan tempur.

    Penelitian ini mengungkap bahwa AS memiliki kemampuan militer yang jauh lebih tinggi daripada China, yang diikuti oleh Rusia.

    Pendekatan tradisional untuk mengukur kemampuan militer umumnya hanya menghitung jumlah aset militer.

    Sorotan regional

    Eropa tetap menjadi kawasan paling damai, namun, kawasan ini mencatat peningkatan pengeluaran militer tahunan terbesar sejak dimulainya GPI.

    Amerika Utara mencatat penurunan perdamaian regional terbesar dengan penurunan hanya di bawah 5%.

    Baik AS maupun Kanada mengalami penurunan yang signifikan, terutama didorong oleh peningkatan kejahatan kekerasan dan ketakutan akan kekerasan.

    Afrika Sub-Sahara sekarang menjadi kawasan paling tidak damai kedua setelah MENA karena menghadapi beberapa krisis keamanan – terutama meningkatnya kerusuhan politik dan terorisme di Sahel Tengah.

    Asia-Pasifik tetap menjadi kawasan paling damai kedua dengan sedikit penurunan perdamaian.

    Papua Nugini mencatat penurunan terburuk di kawasan tersebut, yang disebabkan oleh meningkatnya kekerasan suku akibat perselisihan atas wilayah dan kepemilikan tanah.

    Amerika Tengah dan Karibia mengalami sedikit penurunan perdamaian, karena negara-negara seperti Haiti memerangi kejahatan terorganisasi tingkat tinggi dan kerusuhan sipil.

    Meskipun demikian, El Salvador mencatat peningkatan perdamaian paling signifikan di dunia.

    Amerika Selatan mengalami penurunan perdamaian terbesar kedua dengan penurunan sebesar 3,6%.

    Perubahan terbesar terjadi pada indikator Tingkat Pembunuhan, Skala Teror Politik, dan Intensitas Konflik Internal.

    (Tribunnews.com/ Chrysnha)