Kementrian Lembaga: Departemen Luar Negeri AS

  • Nasib Sandera Israel-AS Masih Jadi Misteri, Brigade Al-Qassam Sebut Penjaganya Ditemukan Tewas – Halaman all

    Nasib Sandera Israel-AS Masih Jadi Misteri, Brigade Al-Qassam Sebut Penjaganya Ditemukan Tewas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sayap militer Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), Brigade Al-Qassam, menyampaikan bahwa keberadaan tawanan berkewarganegaraan ganda Israel-Amerika, Edan Alexander, masih belum diketahui.

    Dalam keterangan resmi yang disampaikan pada Sabtu, 19 April 2025, Brigade Al-Qassam menyebut mereka berhasil mengevakuasi jenazah salah satu anggota yang sebelumnya bertanggung jawab menjaga Edan.

    Namun belum ada informasi pasti mengenai nasib Edan maupun tawanan lainnya.

    Sebelumnya, pada Selasa, 15 April 2025, Hamas telah menyampaikan bahwa mereka kehilangan kontak dengan kelompok militan yang sebelumnya mengawal Edan Alexander.

    Diketahui bahwa Edan merupakan satu-satunya tawanan asal Amerika Serikat yang masih hidup, dan sempat direncanakan akan dibebaskan pada hari pertama kesepakatan gencatan senjata jika perjanjian baru dapat dicapai.

    Adi Alexander Berharap Edan Segera Dibebaskan

    Setelah pernyataan dari Brigade Al-Qassam tersebut, ayah Edan, Adi Alexander, menyampaikan harapannya agar putranya masih hidup.

    Edan, yang saat ditangkap pada 7 Oktober 2023 sedang bertugas sebagai tentara Israel, menurut sang ayah, seharusnya menjadi prioritas dalam negosiasi antara Amerika Serikat dan Hamas.

    Ia menyerukan agar AS menggelar pembicaraan langsung dengan Hamas demi pembebasan putranya dan para tawanan lainnya—baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal.

    Adi Alexander mengungkapkan kekecewaannya atas proses negosiasi yang terhambat dan mengatakan bahwa situasi saat ini hampir kembali seperti awal konflik, yang menurutnya sangat mengkhawatirkan.

    Ia juga menyampaikan bahwa Edan adalah seorang atlet dan warga negara Amerika sejati, serta meyakinkan bahwa banyak pihak baik dari Israel maupun AS terus memperjuangkan kebebasannya.

    Hamas sebelumnya sempat menyatakan bersedia untuk membebaskan Edan dan mengembalikan jenazah empat warga negara AS lainnya.

    Namun hingga kini, juru bicara Departemen Luar Negeri AS belum memberikan pernyataan langsung terkait perkembangan nasib Edan, hanya menegaskan bahwa Hamas seharusnya segera membebaskan semua tawanan yang tersisa.

    Sementara itu, proses perundingan tahap kedua terkait pertukaran tahanan dan perpanjangan gencatan senjata antara Israel dan Hamas masih berlangsung dengan penuh tantangan.

    Pada tahap pertama, gencatan senjata telah dimulai sejak 19 Januari 2025, dan rencananya akan dilanjutkan jika kesepakatan bisa tercapai. 

    Namun, pada 18 Maret 2025, Israel kembali melancarkan serangan ke Gaza, yang membuat upaya mediasi semakin sulit.

    Mediator dari Qatar dan Mesir terus berusaha menjembatani kedua pihak agar mencapai kesepakatan baru.

    Menurut data Kementerian Kesehatan Gaza, sejak konflik dimulai pada Oktober 2023, lebih dari 51.157 warga Palestina telah meninggal dunia, dan lebih dari 116.724 lainnya mengalami luka-luka akibat serangan Israel, seperti diberitakan Anadolu Agency.

  • Hamas: Sandera Israel-AS Tak Diketahui Kondisinya, tapi Penjaganya Ditemukan Tewas – Halaman all

    Hamas: Sandera Israel-AS Tak Diketahui Kondisinya, tapi Penjaganya Ditemukan Tewas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Brigade Al-Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), mengatakan nasib tawanan Israel-Amerika Edan Alexander tidak diketahui.

    Dalam pernyataannya pada hari Sabtu (19/4/2025), Brigade Al-Qassam mengatakan personelnya berhasil mengevakuasi jenazah rekannya yang bertugas mengamankan tawanan, Edan Alexander.

    “Namun nasib tawanan dan tawanan lainnya masih belum diketahui,” bunyi pernyataan tersebut.

    Pada Selasa (15/4/2025) pekan lalu, Hamas mengatakan pihaknya kehilangan kontak dengan sekelompok militan yang menahan Edan Alexander, seperti diberitakan Al Arabiya.

    Edan Alexander adalah satu-satunya tahanan yang masih hidup dengan kewarganegaraan Amerika, dan ia diperkirakan akan dibebaskan pada hari pertama gencatan senjata jika kesepakatan baru tercapai.

    Ayah Edan Alexander Berharap Putranya Masih Hidup

    Menyusul pengumuman dari Brigade Al-Qassam, Adi Alexander, ayah Edan Alexander berharap putranya masih hidup.

    Edan Alexander, yang bertugas di tentara Israel ketika ia ditangkap pada 7 Oktober 2023, meminta AS untuk mengadakan pembicaraan langsung dengan Hamas guna membebaskan tahanan yang tersisa, baik yang masih hidup mau pun sudah meninggal.

    “Saya rasa kita harus berbicara langsung dengan mereka untuk melihat apa yang bisa dilakukan terhadap anak saya, keempat sandera Amerika yang tewas, dan semua orang lainnya,” kata sang ayah dalam sebuah wawancara pada hari Sabtu (19/4/2025).

    “Sepertinya negosiasi terhenti, semuanya macet, dan kita kembali ke keadaan hampir setahun yang lalu. Ini benar-benar mengkhawatirkan,” tambahnya, seperti diberitakan Al Jazeera.

    Sebelumnya, Hamas setuju untuk membebaskan Edan Alexander dan empat jenazah warga AS lainnya.

    Ayah Edan Alexander yang juga memegang kewarganegaraan ganda, Israel-AS, mengatakan putranya seorang Amerika sejati dan atlet yang hebat.

    Seolah berbicara langsung dengan putranya, Adi Alexander mengatakan putranya tidak berjuang sendirian untuk pembebasannya, baik di tingkat pemerintah AS maupun Israel.

    Juru bicara Departemen Luar Negeri AS tidak mengomentari situasi Edan Alexander, tetapi menekankan Hamas harus segera membebaskannya dan semua tahanan yang tersisa.

    Sementara itu, pembicaraan mengenai pertukaran tahanan dan gencatan senjata tahap kedua masih berjalan alot.

    Israel dan Hamas sebelumnya mulai mengimplementasikan perjanjian gencatan senjata mulai 19 Januari 2025 untuk tahap pertama dan akan dilanjutkan ke tahap kedua.

    Mediator Qatar dan Mesir masih mengupayakan agar kedua pihak, Israel dan Hamas, dapat mencapai perjanjian baru setelah sebelumnya Israel melanjutkan serangannya di Jalur Gaza pada 18 Maret 2025.

    Sejak Oktober 2023, serangan Israel di Jalur Gaza membunuh lebih dari 51.157 warga Palestina dan melukai 116.724 lainnya, menurut Kementerian Kesehatan Gaza, seperti diberitakan Anadolu Agency.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Zelensky Tuduh China Kirim Senjata, Ini Respons China – Halaman all

    Zelensky Tuduh China Kirim Senjata, Ini Respons China – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah China, di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping, secara tegas membantah tuduhan dari Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky tentang keterlibatannya dalam pengiriman senjata ke Rusia.

    Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, menyatakan bahwa negaranya tidak pernah menyediakan senjata untuk Moskow selama konflik Rusia-Ukraina yang berkepanjangan.

    Dalam keterangan resminya, Lin menjelaskan, “Kami tidak pernah menyediakan senjata mematikan kepada pihak manapun yang berkonflik dan secara ketat mengontrol ekspor barang-barang dengan fungsi ganda.”

    Pernyataan ini menggarisbawahi komitmen China untuk tetap netral dalam permasalahan Ukraina, meskipun Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin memiliki hubungan yang kuat sebagai sekutu.

    Apa Posisi China Terkait Konflik Ukraina?

    China menegaskan bahwa posisinya mengenai isu Ukraina adalah “netral, konsisten, dan jelas.”

    Lin Jian juga menambahkan, “Tiongkok secara aktif berkomitmen untuk mendorong gencatan senjata dan mengakhiri konflik serta mendorong perundingan damai.”

    Hal ini menunjukkan upaya China untuk berperan sebagai mediator di tengah ketegangan yang terus berlangsung.

    Mengapa Zelensky Menuduh China?

    Presiden Zelensky sebelumnya mengeklaim bahwa intelijen Ukraina telah menemukan bukti bahwa China memasok senjata kepada Rusia.

    Dalam konferensi pers di Kyiv pada 17 April 2025, Zelensky menyampaikan, “Kami akhirnya menerima informasi bahwa China memasok senjata ke Federasi Rusia.”

    Meskipun tidak memberikan detail lebih lanjut, ia menekankan bahwa Ukraina siap untuk membicarakan hal ini secara mendalam.

    Klaim tersebut muncul setelah militer Ukraina menangkap dua warga negara China yang diduga bertempur bersama pasukan Rusia di Donetsk.

    Apa Reaksi Dari Pihak Ukraina?

    Meski pemerintah China telah menanggapi tuduhan dengan keras, seorang pejabat senior Ukraina, yang identitasnya dirahasiakan, mengatakan kepada AFP bahwa tentara China yang ditangkap kemungkinan adalah sukarelawan yang bergabung dengan pasukan Rusia untuk keuntungan finansial.

    Ini menunjukkan bahwa mereka mungkin bukan tentara yang dikirim langsung oleh Beijing.

    Sebagai respons terhadap situasi ini, Departemen Luar Negeri AS menggarisbawahi bahwa penangkapan dua warga negara China tersebut menunjukkan tingkat dukungan Beijing terhadap Moskow.

    Selain itu, Ukraina juga memutuskan untuk menjatuhkan sanksi kepada tiga perusahaan China, melarang mereka untuk beroperasi di Ukraina dan membekukan aset mereka.

    Bagaimana Dampak Terhadap Hubungan China dan Ukraina?

    Langkah sanksi tersebut menambah kompleksitas situasi, mengingat China selama ini mempertahankan posisi netral sambil memberikan dukungan ekonomi kepada Rusia.

    Dengan demikian, perkembangan terbaru ini tidak hanya mempengaruhi hubungan antara Ukraina dan China, tetapi juga menambah ketegangan dalam hubungan internasional yang lebih luas terkait konflik Rusia-Ukraina.

    Sebagai kesimpulan, meskipun terdapat tuduhan serius dari pihak Ukraina terhadap China, pemerintah Beijing tetap teguh dengan penolakannya dan menegaskan komitmennya untuk menjaga posisi netral dalam konflik ini.

    Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana situasi ini akan berkembang di masa depan dan apakah peran China sebagai mediator bisa terealisasi dengan baik?

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • AS Pertimbangkan Pengakuan Krimea Milik Rusia untuk Perdamaian Ukraina – Halaman all

    AS Pertimbangkan Pengakuan Krimea Milik Rusia untuk Perdamaian Ukraina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Dalam situasi yang kian mendesak terkait konflik Ukraina, laporan terbaru mengindikasikan bahwa Amerika Serikat mungkin akan mengakui Krimea sebagai bagian dari Rusia.

    Keputusan ini dikaitkan dengan upaya pencapaian kesepakatan damai yang lebih luas antara Moskow dan Kyiv.

    Apa Latar Belakang Pengakuan Krimea?

    Menurut laporan Bloomberg News, yang mengutip sumber-sumber dekat dengan proses negosiasi, langkah ini mencerminkan keinginan kuat dari Presiden Donald Trump untuk mempercepat tercapainya gencatan senjata di Ukraina.

    Meskipun demikian, keputusan akhir mengenai pengakuan tersebut belum diambil, dan Gedung Putih serta Departemen Luar Negeri AS menolak memberikan komentar lebih lanjut saat diminta tanggapan.

    Krimea telah dianeksasi oleh Rusia pada tahun 2014 melalui referendum yang kontroversial di bawah pendudukan militer.

    Sejak saat itu, sebagian besar negara di dunia masih menolak mengakui wilayah tersebut sebagai bagian dari Rusia, karena dianggap sebagai tindakan aneksasi ilegal yang melanggar hukum internasional.

    Mengapa Presiden Zelensky Menentang Pengakuan Ini?

    Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, menunjukkan penolakan yang keras terhadap kemungkinan pengakuan tersebut.

    Dalam pernyataan yang dikutip oleh Bloomberg, ia menegaskan bahwa negaranya tidak akan menyerahkan “satu inci pun” dari wilayahnya kepada Moskow. “Saya tegaskan, wilayah Ukraina adalah milik rakyat Ukraina. Kami tidak akan membahas apa pun sebelum ada gencatan senjata,” kata Zelensky di Kyiv.

    Apa Isi Proposal Damai dari AS?

    Laporan menunjukkan bahwa AS telah menyodorkan proposal damai kepada sekutunya dalam pertemuan di Paris.

    Proposal ini mencakup gambaran tentang penghentian pertempuran dan pelonggaran sanksi terhadap Rusia jika gencatan senjata dapat ditegakkan secara konsisten.

    Di dalam rancangan itu, garis depan konflik akan dibekukan, dan wilayah Ukraina yang saat ini dikuasai Rusia akan tetap dalam kontrol Moskow.

    Isu keanggotaan Ukraina di NATO juga tidak akan dibahas dalam tahap ini.

    Pertemuan di Paris melibatkan tokoh-tokoh penting, seperti Presiden Prancis Emmanuel Macron, utusan AS Steve Witkoff, serta pejabat dari Jerman, Inggris, dan Ukraina.

    Pertemuan lanjutan direncanakan akan diadakan di London untuk memperdalam pembahasan mengenai rencana damai ini.

    Apa Tantangan dalam Proposal Damai Ini?

    Salah satu tantangan utama dalam proposal ini adalah kebutuhan akan jaminan keamanan untuk Ukraina agar kesepakatan damai bisa bertahan.

    Senator Marco Rubio menyebutkan bahwa jaminan tersebut merupakan tuntutan yang masuk akal dari pihak Kyiv.

    Negosiasi juga membahas rencana pengawasan gencatan senjata dan kemungkinan pengerahan pasukan penjaga perdamaian.

    Di tengah itu, Rusia terus melancarkan serangan, termasuk pengeboman di kota Sumy, yang mengakibatkan 35 orang tewas.

    Usulan damai ini merupakan ujian bagi solidaritas negara-negara sekutu Barat, terutama mengenai pencabutan sanksi terhadap Rusia yang memerlukan persetujuan bulat dari negara-negara Uni Eropa.

    Apa Reaksi Terhadap Usulan Pengakuan Ini?

    Dalam wawancara dengan Fox News, Witkoff menyatakan bahwa inti dari kesepakatan melibatkan lima wilayah, meskipun tidak menjelaskan lebih lanjut.

    Rusia tetap menuntut pengakuan atas semua wilayah yang telah direbut sejak 2014, termasuk Krimea, Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia, dan Kherson.

    Zelensky menanggapi pernyataan tersebut dengan tegas, menyatakan bahwa Witkoff tampaknya mengadopsi strategi Rusia dan menegaskan bahwa Trump tidak memiliki mandat untuk membicarakan wilayah Ukraina.

    Dengan situasi yang terus berkembang, ketegangan antara Ukraina dan Rusia semakin kompleks, dan banyak pihak berharap bahwa diplomasi dapat menghasilkan solusi yang damai tanpa mengorbankan integritas wilayah Ukraina.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Upaya Perdamaian dan Sanksi China dalam Konflik Rusia-Ukraina Hari ke-1151 – Halaman all

    Upaya Perdamaian dan Sanksi China dalam Konflik Rusia-Ukraina Hari ke-1151 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perang Rusia-Ukraina yang dimulai pada 24 Februari 2022 kini telah memasuki hari ke-1151 pada Sabtu, 19 April 2025.

    Dalam periode yang panjang ini, berbagai perkembangan signifikan terus terjadi, termasuk langkah Ukraina menjatuhkan sanksi terhadap tiga perusahaan asal China yang diduga terlibat dalam produksi rudal Iskander untuk Rusia.

    Mari kita bahas lebih dalam mengenai hal ini.

    Mengapa Ukraina Menjatuhkan Sanksi Terhadap Perusahaan China?

    Ukraina menjatuhkan sanksi kepada tiga perusahaan China pada Jumat, 18 April 2025.

    Ketiga perusahaan tersebut adalah Beijing Aviation, Aerospace Xianghui Technology, Rui Jin Machinery, dan Zhongfu Shenying Carbon Fiber Xining.

    Sanksi ini dilakukan setelah Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut diduga berperan dalam rantai pasokan senjata Rusia, khususnya untuk rudal Iskander.

    Zelensky menegaskan dalam pernyataan di platform media sosial X bahwa sanksi ini merupakan bagian dari upaya Ukraina untuk mempersempit rantai pasokan militer Rusia yang berlanjut.

    Ia menyatakan, “Sebagian besar entitas yang terkena sanksi ini berasal dari Rusia, namun ada juga yang berbasis di Tiongkok.” Meskipun rincian sanksi belum diumumkan secara resmi, biasanya sanksi tersebut mencakup pembekuan aset, larangan transaksi, dan pemutusan kerja sama bisnis.

    Apa Tanggapan Tiongkok terhadap Tuduhan Ini?

    Dalam menanggapi tuduhan dari Zelensky, pemerintah Tiongkok secara tegas membantahnya.

    Mereka menyatakan bahwa mereka tidak menyediakan perlengkapan militer kepada pihak manapun dalam konflik ini dan berulang kali mengeklaim bahwa mereka bersikap netral dalam perang antara Rusia dan Ukraina.

    Namun, Ukraina menilai bahwa keterlibatan perusahaan-perusahaan China dalam rantai produksi senjata Rusia adalah indikasi adanya keterlibatan tidak langsung.

    Apa Pengaruh Amerika Serikat dalam Konflik Ini?

    Di tengah upaya mencapai perdamaian, laporan menyebutkan bahwa Amerika Serikat bersiap untuk mengakui kendali Rusia atas Krimea sebagai bagian dari perjanjian damai yang lebih luas dengan Ukraina.

    Meskipun demikian, keputusan akhir terkait pengakuan ini masih dalam pertimbangan dan belum ada komentar resmi dari Gedung Putih maupun Departemen Luar Negeri AS.

    Bagaimana Proses Pertukaran Tahanan Berlangsung?

    Pada hari yang sama, Rusia dan Ukraina sepakat untuk melakukan pertukaran tahanan baru, yang dimediasi oleh Uni Emirat Arab (UEA).

    Pertukaran ini akan melibatkan hampir 500 tahanan dari kedua belah pihak, termasuk 46 tentara yang terluka.

    Menurut sumber yang berbicara kepada Reuters, proses pertukaran ini diharapkan dapat meredakan ketegangan yang terus meningkat di antara kedua negara yang terlibat dalam konflik ini.

    Apa Peran Diplomasi dalam Penyelesaian Konflik?

    Dalam konteks ini, upaya diplomasi menjadi sangat penting.

    Baru-baru ini, mantan Presiden AS, Donald Trump, melakukan percakapan dengan Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, membahas berbagai isu termasuk resolusi damai bagi perang yang sedang berlangsung di Ukraina.

    Diskusi ini menunjukkan bahwa negara-negara di dunia semakin berupaya untuk menemukan jalan keluar dari konflik yang telah berlangsung lebih dari satu tahun ini.

    Dengan berbagai langkah strategis yang diambil oleh Ukraina, dukungan internasional, dan upaya mediasi, harapan untuk mencapai perdamaian dalam konflik ini tetap ada.

    Meskipun tantangan besar masih dihadapi, baik Rusia maupun Ukraina terus mencari jalan untuk menyelesaikan permasalahan yang berkepanjangan ini.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • China Bantah Tuduhan Zelensky, Tegaskan Tak Pernah Kirim Senjata Tempur ke Rusia – Halaman all

    China Bantah Tuduhan Zelensky, Tegaskan Tak Pernah Kirim Senjata Tempur ke Rusia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah China di bawah pimpinan Xi Jinping menegaskan bahwa negaranya tidak pernah menyediakan senjata untuk Moskow selama perang Rusia-Ukraina yang sedang berlangsung.

    Pernyataan itu diungkap langsung oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian menanggapi tudingan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky soal Beijing memasok persenjataan kepada

    “Kami tidak pernah menyediakan senjata mematikan kepada pihak manapun yang berkonflik, dan secara ketat mengontrol ekspor barang-barang dengan fungsi ganda,” ujar Lin Jian, dikutip dari The Guardian.

    Dalam kesempatan itu Otoritas Beijing juga menegaskan “posisinya mengenai masalah Ukraina sangat netral, konsisten dan jelas”.

    Meskipun pemimpinnya, Xi Jinping, dan Presiden Rusia Vladimir Putin, adalah sekutu publik, dengan kemitraan “tanpa batas” antara negara mereka.

    “Posisi Tiongkok terkait isu Ukraina selalu jelas. Tiongkok secara aktif berkomitmen untuk mendorong gencatan senjata dan mengakhiri konflik, serta mendorong perundingan damai,” tegas Lin

    Ukraina Klaim Punya Bukti China Pasok Senjata ke Rusia

    Sebelumnya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan bahwa intelijen Ukraina telah menerima informasi bahwa “China memasok senjata ke Federasi Rusia.”

    Pernyataan itu diungkap Zelensky, dalam konferensi pers di Kyiv pada Kamis (17/4/2025).

    Zelensky mengatakan dirinya mendapatkan “informasi” soal aktivitas China memasok senjata kepada Rusia.

    Zelensky tidak menjelaskan lebih lanjut soal klaimnya tersebut, dan hanya mengatakan bahwa Ukraina “siap” untuk membicarakannya secara detail.

    “Kami akhirnya menerima informasi bahwa China memasok senjata ke Federasi Rusia,” kata Zelensky kepada wartawan. “Kami meyakini bahwa perwakilan China terlibat dalam produksi sejumlah senjata di wilayah Rusia,” kata Zelensky.

    Klaim tersebut muncul hanya sehari setelah Zelensky mengatakan bahwa militer Ukraina telah menangkap dua tentara asal China di kawasan timur Donetsk.

    “Militer kami menangkap dua warga negara China yang bertempur bersama pasukan Rusia. Ini terjadi di wilayah Ukraina di wilayah Donetsk,” kata Zelensky dalam pernyataan via media sosial X.

    “Kami memiliki dokumen para tahanan ini, kartu bank, dan data pribadi,” tambahnya lagi menunjukkan sebuah unggahan di media sosial yang menyertakan video salah satu tahanan China yang diduga.

    Kendati pemerintah China telah menepis tuduhan terkait perekrutan Moskow terhadap 155 warga negaranya.

    Namun seorang pejabat senior Kyiv yang disembunyikan identitasnya mengatakan kepada AFP bahwa para tentara China yang ditangkap pasukan Ukraina kemungkinan warga negara China yang dibujuk untuk menandatangani kontrak dengan militer Rusia, bukan yang dikirim langsung oleh Beijing.

    Pejabat Kiev itu menilai tentara China itu bergabung dengan pasukan Rusia demi keuntungan finansial.

    Sementara Departemen Luar Negeri AS menyebut penangkapan dua warga negara China itu menunjukkan tingkat dukungan Beijing terhadap Moskow.

    Ukraina pada hari Jumat menjatuhkan sanksi kepada tiga perusahaan China, melarang mereka berbisnis di Ukraina dan membekukan aset mereka di negara tersebut. Ukraina tidak memberikan rincian mengapa mereka dimasukkan ke dalam daftar sanksi.

    Hal tersebut menambah kompleksitas situasi, mengingat China selama ini mempertahankan posisi netral sambil memberikan dukungan ekonomi kepada Rusia.

    Imbas isu ini Ukraina pada hari Jumat menjatuhkan sanksi kepada tiga perusahaan China, melarang mereka berbisnis di Ukraina dan membekukan aset mereka di negara tersebut.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Populer Internasional: Kelanjutan Perundingan Rusia-Ukraina – Pertemuan Putin dengan Sandera Israel – Halaman all

    Populer Internasional: Kelanjutan Perundingan Rusia-Ukraina – Pertemuan Putin dengan Sandera Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Rangkuman berita populer internasional Tribunnews dapat disimak di sini.

    Presiden AS Donald Trump mengancam akan meninggalkan perundingan damai Rusia-Ukraina jika hasilnya buntu.

    Sementara itu, Presiden Rusia Vladimir Putin menemui mantan sandera yang sudah dibebaskan dari Gaza.

    Putin meminta sandera itu untuk berterima kasih kepada Hamas yang memungkinkan pembebasannya.

    Berikut berita selengkapnya.

    1. Trump Mengancam, AS akan Tinggalkan Perundingan Rusia-Ukraina jika Hasilnya Buntu

    DONALD TRUMP – Foto ini diambil pada Selasa (15/4/2025) dari Facebook The White House memperlihatkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, duduk ketika menyambut kunjungan Presiden El Salvador Nayib Bukele (tidak terlihat di foto) di Ruang Oval pada hari Senin (14/4/2025). (Facebook The White House)

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan menghentikan upayanya untuk menengahi perundingan damai antara Rusia dan Ukraina jika dia tidak melihat kemajuan dalam beberapa hari mendatang.

    Hal itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio yang mengatakan Trump tidak akan menghabiskan waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan untuk menyelesaikan perundingan itu.

    “Kami tidak akan melanjutkan pekerjaan ini selama berminggu-minggu dan berbulan-bulan. Jadi, kami perlu memutuskan dengan sangat cepat, dan saya berbicara tentang beberapa hari, apakah ini layak dilakukan dalam beberapa minggu ke depan,” kata Menteri Departemen Luar Negeri AS Marco Rubio setelah bertemu dengan pejabat Uni Eropa dan Ukraina di Paris pada hari Kamis (17/4/2025).

    “Jika ya, kami akan menjalankan bisnis. Jika tidak, kami memiliki prioritas lain yang perlu kami fokuskan,” kata Rubio, seperti diberitakan Reuters.

    Ia menekankan Trump masih berminat mencapai kesepakatan, tetapi bersedia mundur jika ia tidak melihat sinyal yang jelas tentang kemungkinan tercapainya kesepakatan.  

    Dalam kunjungannya ke Paris, Marco Rubio berbicara melalui telepon dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov. 

    Kementerian Luar Negeri Rusia menyatakan Moskow siap untuk terus bekerja sama dengan rekan-rekan Amerika dengan tujuan menghilangkan akar penyebab krisis Ukraina secara andal.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    2. Kata Putin kepada Tahanan Rusia yang Dibebaskan: Berterima Kasihlah kepada Hamas

    Presiden Rusia, Vladimir Putin, bertemu dengan mantan sandera Rusia-Israel, Sasha Troufanov, pada Kamis (17/4/2025).

    Troufanov menghabiskan hampir 500 hari dalam tahanan di Gaza.

    Dalam pertemuan tersebut, Putin meminta Troufanov untuk menyampaikan terima kasih kepada Hamas atas tindakan kemanusiaan mereka yang memungkinkan pembebasannya.

    “Fakta bahwa Anda berhasil dibebaskan merupakan hasil dari hubungan Rusia yang stabil dan jangka panjang dengan rakyat Palestina, para perwakilannya, serta berbagai organisasi,” ujar Putin kepada Troufanov di Kremlin.

    Troufanov didampingi oleh ibunya, Elena Trufanova, dan pasangannya, Sapir Cohen, yang juga sempat ditawan oleh Hamas.

    “Saya rasa kita perlu menyampaikan ucapan terima kasih kepada sayap politik Hamas karena telah bekerja sama dengan kami dan melaksanakan tindakan kemanusiaan ini,” lanjut Presiden Rusia itu dalam sebuah cuplikan video yang diunggah oleh jaringan RT yang didanai pemerintah Rusia.

    Putin menambahkan akan terus menjalin kerja sama dengan Hamas guna memastikan pembebasan sandera lainnya.

    Menurut laporan New York Post, Troufanov (29) dibebaskan pada Februari lalu bersama dua sandera lain, Sagui Dekel-Chen dan Yair Horn.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    3. Restoran di China Tawarkan Hidangan dari Kotoran Gajah Kering yang Sudah Disteril, Harga Rp9 Juta

    Sebuah restoran mewah di Shanghai, China memicu kontroversi di media sosial karena menawarkan hidangan yang mereka sebut “autentik.”

    Restoran itu menawarkan pengalaman menyantap hidangan bernuansa hutan hujan tropis, dengan hidangan yang paling menonjol adalah kotoran gajah yang sudah diproses, dilansir SCMP.

    Menurut penelusuran Tribunnews di Douyin, aplikasi TikTok versi China, seorang vlogger makanan dengan nama akun “Diari Makanan Michelle”, membagikan pengalamannya bersantap di restoran tersebut pada 7 April 2025.

    “Makan kotoran gajah di restoran baru di Shanghai, makan bubur bau, mengunyah daun dan menjilati es batu, makanan ini sangat abstrak sehingga saya ingin mengembalikan uangnya #TikTokLifeFoodSeason #HidanganLokalDiUjungLidah,” tulisnya dalam Bahasa Mandarin.

    Restoran yang terkenal dengan kulinernya yang ramah lingkungan itu, menyajikan beragam hidangan inovatif.

    Hidangan itu di antaranya daun pohon, es batu berlapis madu, dan hidangan penutup yang dibuat dengan cerdik dari kotoran gajah yang sudah dikeringkan dan disterilkan.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    4. Jenazah Bergelimpangan dalam Serangan Terbaru AS di Hodeidah Yaman, Israel Cegat Rudal Houthi

    Serangan udara AS yang menargetkan pelabuhan minyak Ras Isa di provinsi Hodeidah Yaman Kamis malam dilaporkan menewaskan sedikitnya 58 orang, termasuk lima pekerja kesehatan, saluran TV Al-Masirah milik kelompok Houthi melaporkan Jumat (18/4/2025).

    TV Al-Masirah melaporkan kalau 126 orang lainnya terluka dalam serangan udara AS tersebut.

    Laporan juga menyatakan kalau angka tersebut masih awal karena operasi penyelamatan masih terus berlanjut di lokasi tersebut.

    Laporan TV Al-Masirah mengatakan, “Musuh, Amerika melancarkan empat serangan udara di wilayah Ras Isa,” tanpa menyebutkan target pasti atau akibat dari serangan tersebut.

    Saluran TV Al Masirah yang berafiliasi dengan Houthi menyiarkan rekaman akibat serangan udara AS tersebut, yang memperlihatkan jenazah-jenazah korban bom bergelimpangan di lokasi.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    5. AS: Perusahaan China Beri Citra Satelit ke Houthi untuk Permudah Serang Kapal di Laut Merah

    Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menuduh perusahaan satelit China, Chang Kuang, menyediakan citra satelit kepada kelompok Ansar Allah (Houthi) untuk menargetkan kapal perang AS dan kapal internasional di Laut Merah.

    Pejabat AS mengatakan perusahaan satelit yang terkait dengan militer China tersebut menyediakan citra satelit kepada Houthi untuk menargetkan kapal perang AS dan kapal internasional di Laut Merah, menurut laporan Financial Times.

    “Kami dapat mengonfirmasi laporan bahwa Chang Guang Satellite Technology Company Limited secara langsung mendukung serangan Houthi yang didukung Iran terhadap kepentingan AS,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce, dalam jumpa pers rutin pada hari Kamis (17/4/2025).

    Pejabat itu menambahkan, China mengabaikan kekhawatiran tersebut.

    “China secara konsisten berupaya … untuk membingkai dirinya sebagai pembawa perdamaian global … namun, jelas bahwa Beijing dan perusahaan-perusahaan yang berbasis di China memberikan dukungan ekonomi dan teknis utama kepada rezim seperti Rusia, Korea Utara, dan Iran beserta proksi-proksinya,” lanjutnya.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    (Tribunnews.com)

  • Trump Mengancam, AS akan Tinggalkan Perundingan Rusia-Ukraina jika Hasilnya Buntu – Halaman all

    Trump Mengancam, AS akan Tinggalkan Perundingan Rusia-Ukraina jika Hasilnya Buntu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan menghentikan upayanya untuk menengahi perundingan damai antara Rusia dan Ukraina jika dia tidak melihat kemajuan dalam beberapa hari mendatang.

    Hal itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio yang mengatakan Trump tidak akan menghabiskan waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan untuk menyelesaikan perundingan itu.

    “Kami tidak akan melanjutkan pekerjaan ini selama berminggu-minggu dan berbulan-bulan. Jadi, kami perlu memutuskan dengan sangat cepat, dan saya berbicara tentang beberapa hari, apakah ini layak dilakukan dalam beberapa minggu ke depan,” kata Menteri Departemen Luar Negeri AS Marco Rubio setelah bertemu dengan pejabat Uni Eropa dan Ukraina di Paris pada hari Kamis (17/4/2025).

    “Jika ya, kami akan menjalankan bisnis. Jika tidak, kami memiliki prioritas lain yang perlu kami fokuskan,” kata Rubio, seperti diberitakan Reuters.

    Ia menekankan Trump masih berminat mencapai kesepakatan, tetapi bersedia mundur jika ia tidak melihat sinyal yang jelas tentang kemungkinan tercapainya kesepakatan.  

    Dalam kunjungannya ke Paris, Marco Rubio berbicara melalui telepon dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov. 

    Kementerian Luar Negeri Rusia menyatakan Moskow siap untuk terus bekerja sama dengan rekan-rekan Amerika dengan tujuan menghilangkan akar penyebab krisis Ukraina secara andal.

    Pada gilirannya, Departemen Luar Negeri AS melaporkan Rubio membiasakan Lavrov dengan prinsip-prinsip dasar kemungkinan kesepakatan mengenai Ukraina, yang juga diperlihatkan kepada Ukraina dan para pemimpin Eropa di Paris.

    “Trump dan Amerika Serikat ingin perang berakhir dan kini telah menyampaikan kepada semua pihak sebuah proyek untuk perdamaian yang kuat dan berjangka panjang,” kata departemen tersebut. 

    Departemen Luar Negeri AS menambahkan Prancis menerima inisiatif tersebut dengan antusiasme, yang menunjukkan kemungkinan tercapainya perdamaian jika semua pihak berupaya keras untuk mencapainya.

    Sementara itu, Kremlin diberitahu bahwa negosiasi untuk mengakhiri perang di Ukraina berjalan alot. 

    Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, melaporkan jika Rusia dan AS masih berbicara tentang perdamaian, maka ibu kota Eropa telah berubah menjadi negara yang agresif dalam perang dan diduga bersikeras untuk melanjutkannya. 

    Menurutnya, ada juga perlawanan terhadap penyelesaian di Kyiv. 

    “Masalah ini berkembang cukup sulit,” kata Peskov mengakui.

    Sehari sebelumnya, Trump mengatakan bahwa ia tengah menunggu tanggapan dari Presiden Rusia Vladimir Putin terkait usulan gencatan senjata di Ukraina paling lambat tanggal 20 April.

    “Kami ingin pembunuhan dihentikan,” tegasnya, seperti diberitakan The Moscow Times.

    AS siap menjatuhkan sanksi baru terhadap Rusia jika Putin tidak menyetujui gencatan senjata pada akhir April, menurut laporan Axios mengutip sumber pejabat AS.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • AS: Perusahaan China Beri Citra Satelit ke Houthi untuk Permudah Serang Kapal di Laut Merah – Halaman all

    AS: Perusahaan China Beri Citra Satelit ke Houthi untuk Permudah Serang Kapal di Laut Merah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menuduh perusahaan satelit China, Chang Kuang, menyediakan citra satelit kepada kelompok Ansar Allah (Houthi) untuk menargetkan kapal perang AS dan kapal internasional di Laut Merah.

    Pejabat AS mengatakan perusahaan satelit yang terkait dengan militer China tersebut menyediakan citra satelit kepada Houthi untuk menargetkan kapal perang AS dan kapal internasional di Laut Merah, menurut laporan Financial Times.

    “Kami dapat mengonfirmasi laporan bahwa Chang Guang Satellite Technology Company Limited secara langsung mendukung serangan Houthi yang didukung Iran terhadap kepentingan AS,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce, dalam jumpa pers rutin pada hari Kamis (17/4/2025).

    Pejabat itu menambahkan, China mengabaikan kekhawatiran tersebut.

    “China secara konsisten berupaya … untuk membingkai dirinya sebagai pembawa perdamaian global … namun, jelas bahwa Beijing dan perusahaan-perusahaan yang berbasis di China memberikan dukungan ekonomi dan teknis utama kepada rezim seperti Rusia, Korea Utara, dan Iran beserta proksi-proksinya,” lanjutnya.

    Bruce mengatakan bantuan firma tersebut kepada Houthi terus berlanjut meskipun Amerika Serikat telah terlibat dengan China mengenai masalah tersebut.

    “Fakta bahwa mereka terus melakukan ini tidak dapat diterima,” ujarnya.

    Juru bicara kedutaan besar China di Washington, Liu Pengyu, mengatakan ia tidak mengetahui situasi tersebut, jadi tidak berkomentar.

    Sementara itu, perusahaan tersebut tidak segera menanggapi permintaan komentar, seperti diberitakan Reuters.

    Kekhawatiran terhadap perusahaan China itu muncul di tengah meningkatnya perang dagang antara AS dan China setelah Presiden AS, Donald Trump, memberlakukan tarif baru yang besar terhadap impor dari China.

    Kapal-kapal tersebut dilarang berlayar menuju pelabuhan Israel melalui kawasan tersebut, sehingga harus memutar melewati benua Afrika yang berisiko meningkatkan biaya perjalanan.

    Operasi Militer Houthi di Laut Merah

    Sebelumnya, pada Oktober 2023, Houthi mulai menyerang kapal-kapal di Laut Merah yang memiliki hubungan dengan Israel dan sekutunya.

    Houthi mengatakan operasi militer tersebut untuk mendukung rakyat Palestina di Jalur Gaza yang sedang menghadapi serangan Israel, menyusul Operasi Banjir Al-Aqsa yang diluncurkan Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) pada 7 Oktober 2023.

    Sementara itu, sekutu Israel, AS dan sejumlah pendukungnya melakukan serangan udara terhadap basis Houthi di Yaman utara dengan mengatakan hal itu demi menekan Houthi agar menghentikan serangannya terhadap kapal-kapal yang diblokir untuk melewati Laut Merah.

    Serangan Houthi terhadap kapal-kapal tersebut sempat berhenti ketika Hamas dan Israel mengimplementasikan perjanjian gencatan senjata mulai 19 Januari lalu.

    Namun, Houthi memulai kembali serangannya terhadap Israel pada 14 Maret 2025 karena Israel mengabaikan ultimatum Houthi untuk membuka kembali jalur pengiriman bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Efisiensi Anggaran, Trump Akan Tutup Konjen AS di Medan

    Efisiensi Anggaran, Trump Akan Tutup Konjen AS di Medan

    Washington

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ingin melakukan efisiensi anggaran Departemen Luar Negeri AS. Kebijakan Trump ini akan mengakibatkan ditutupnya 10 kedutaan besar AS dan 17 Konsulat Jenderal (Konjen) AS di sejumlah negara, termasuk Konjen AS di Medan, Sumatera Utara.

    Dilansir Reuters, Jumat (18/4/2025), Kantor Manajemen dan Anggaran (OMB) Gedung Putih menyebut pemerintah AS sedang mempertimbangkan rekomendasi untuk menutup sedikitnya 27 misi AS yang sebagian besar berada di Afrika dan Eropa. Sepuluh dari misi tersebut adalah kedutaan besar dan sisanya adalah konsulat.

    Menurut dokumen yang ditinjau oleh Reuters, sepuluh kedutaan besar yang sedang dipertimbangkan untuk ditutup berpusat di Eritrea, Grenada, Lesotho, Republik Afrika Tengah, Luksemburg, Republik Kongo, Gambia, Sudan Selatan, Malta, dan Maladewa.

    Sementara 17 konsulat yang direkomendasikan untuk ditutup, lebih dari selusin berkantor pusat di Eropa. Empat sisanya adalah misi AS di Busan di Korea Selatan, Durban di Afrika Selatan, Medan di Indonesia, dan Douala di Kamerun.

    Memo tersebut juga membahas cara untuk mengonsolidasikan misi besar seperti yang ada di Jepang dan Kanada dengan mengubah ukuran sejumlah konsulat di negara tersebut untuk mengurangi jejak.

    Rekomendasi tersebut menyerukan pengurangan ukuran pos AS di Mogadishu, Somalia, dan Irak, yang dalam memo tersebut digambarkan sebagai ‘misi diplomatik termahal’ yang dioperasikan Washington.

    (fas/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini