Kementrian Lembaga: Densus 88

  • Lewat Medsos, Bocah di Tulungagung Terpapar Paham Radikalisme

    Lewat Medsos, Bocah di Tulungagung Terpapar Paham Radikalisme

    Tulungagung (beritajatim.com) -Seorang bocah di Kabupaten Tulungagung terindikasi telah terpapar paham radikalisme. Bocah tersebut diduga menjadi bagian jaringan radikalisme internasional. Aktivitas tersebut terbongkar setelah pihak Densus 88 dan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) melakukan pelacakan. Saat ini pihak Dinas Keluarga Berencaa, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KBPPPA) Tulungagung melakukan pendampingan deradikalisasi terhadap bocah tersebut.

    Kepala Dinas KBPPPA Tulungagung, dr Kasil Rokhmad mengatakan sudah satu bulan ini pihaknya secara intesif melakukan pendampingan. Bersama BNPT mereka melakukan deradikalisasi terhadap paham radikal yang telah diterima oleh bocah tersebut. Deradikalisasi ini bertujuan untuk menghindari paham radikal menjadi ideologi. “Hasilnya cukup positif saat ini kami masih terus melakukan pendampingan,” ujarnya, Senin (15/12/2025).

    Kasil menjelaskan paham radikalisme ini masuk melalui aktivitas bocah tersebut di media sosial tik tok. Selama ini bocah berusia 11 tahun kerap mengunggah dukungan terhadap suatu peristiwa. Hal ini digunakan oleh jaringan radikal internasional untuk memasukkan paham radikalisme. Mereka mengundang bocah tersebut untuk masuk ke dalam grup whatsapp milik jaringan tersebut. “Aktivitas anak di media sosial ini tidak diketahui oleh keluarga, selama proses pendampingan pihak keluarga sangat kooperatif sehingga berjalan lancar,” tuturnya.

    Dengan temuan ini, Kasil meminta orang tua mengawasi anak-anaknya yang menggunakan gawai. Aktivitas anak di media sosial juga perlu dipantau oleh orang tua. Hal ini diperlukan agar anak tidak dimanfaatkan oleh kelompok radikal yang secara masif menyebarkan pahamnya. “Karena sudah ada anak Tulungagung yang terpapar ajaran radikalisme lewat media sosial, kami mengimbau kepada orang tua untuk selalu mengawasi penggunakan gawai pada anak” pungkasnya. [nm/kun]

  • BNPT Ungkap Jaringan Teroris Kini Rekrut Anggota Lewat Game Online dan TikTok
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        1 Desember 2025

    BNPT Ungkap Jaringan Teroris Kini Rekrut Anggota Lewat Game Online dan TikTok Nasional 1 Desember 2025

    BNPT Ungkap Jaringan Teroris Kini Rekrut Anggota Lewat Game Online dan TikTok
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Eddy Hartono mengungkapkan, jaringan terorisme era sekarang merekrut anggota melalui game online hingga media sosial.
    Hal itu diketahui BNPT usai Detasemen Khusus (Densus 88) Antiteror Polri mengungkap 110 anak berusia 10 hingga 18 tahun yang direkrut oleh salah satu
    jaringan terorisme
    .
    “Jaringan teroris bernama Jamaah Ansharut Daulah melakukan rekrutmen terhadap anak-anak di bawah umur melalui media
    game online
    atau media YouTube,” ujar Eddy di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Senin (1/12/2025).
    Eddy menjelaskan bahwa ada dua metode yang digunakan.
    Pertama, melalui game online yang memiliki fitur percakapan pribadi dan
    voice chat
    , sehingga para pemain dapat saling berkomunikasi.
    “Nah itulah yang digunakan sebagai media untuk rekrutmen,” ungkap Eddy.
    Metode kedua dilakukan melalui pola yang disebut memetik.
    Cara ini umumnya memanfaatkan platform seperti TikTok, dengan penyebaran simbol-simbol tertentu untuk menjaring individu yang memiliki kesamaan pandangan.
    Setelah dianggap berada dalam satu frekuensi, mereka kemudian diarahkan untuk masuk ke grup tertutup di Telegram atau WhatsApp.
    “Nah disitulah tahapan doktrin, kalau istilah psikologi itu namanya normalisasi perilaku. Nah disitulah dimasukkan,” kata dia menjelaskan.
    Diberitakan sebelumnya, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri mengungkapkan bahwa 110 anak berusia 10 hingga 18 tahun dari 23 provinsi diduga telah terekrut oleh jaringan terorisme.
    “Hingga saat ini, Densus 88 AT Polri mencatat ada sekitar 110 anak-anak yang memiliki usia antara 10 hingga 18 tahun, tersebar di 23 provinsi yang diduga terekrut oleh jaringan terorisme,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko, dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
    Trunoyudo menjelaskan bahwa anak-anak tersebut diduga terekrut melalui
    media sosial
    (medsos).
    Atas temuan tersebut, Polri telah menangkap dua tersangka dewasa di Sumatera Barat dan Jawa Tengah yang berperan sebagai perekrut dan pengendali komunikasi kelompok.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Terorisme Anak, RKUHAP Disahkan dan Semeru Erupsi

    Terorisme Anak, RKUHAP Disahkan dan Semeru Erupsi

    Sepekan terakhir ini publik dikejutkan dengan pengungkapan jaringan terorisme yang menyasar anak-anak oleh Densus 88. Jaringan ini diketahui merekrut korban melalui media sosial dan game online, hingga ratusan anak teridentifikasi terpapar propaganda.

    Yang tak kalah dapat sorotan, DPR resmi mengesahkan RKUHAP menjadi undang-undang. Sementara itu, Gunung Semeru kembali erupsi dan memuntahkan abu vulkanik, membuat warga di sekitar lereng meningkatkan kewaspadaan.

  • 3 Korban Ledakan Bom SMAN 72 Jakarta Masih Dirawat, Pelaku Masih Belum Bisa Diperiksa

    3 Korban Ledakan Bom SMAN 72 Jakarta Masih Dirawat, Pelaku Masih Belum Bisa Diperiksa

    JAKARTA – Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Budi Hermanto mengatakan, jumlah korban ledakan di SMAN 72 Jakarta, yang masih menjalani pengobatan medis tersisa tiga orang. Sementara pelaku yakni Anak Berkonflik Hukum (ABH) masih belum bisa dimintai keterangan polisi.

    Ia menyebut, pihak kepolisian masih menunggu hasil assesment dari pihak medis terkait kondisi pelaku ABH.

    “ABH belum bisa (diperiksa-red), masih menunggu hasil assesment pihak medis dan psikis,” katanya kepada VOI, Kamis 20 November.

    Sementara, lanjut Budi, jumlah korban yang masih dilakukan perawatan hingga kini tersisa tiga orang, mereka tersebar di beberapa rumah sakit.

    “Tinggal 3 orang pasien terdiri satu orang di RS Yasri, satu orang di RSCM dan satu orang di RS Polri,” ujarnya.

    Sementara proses hukum yang berjalan, saat ini penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya masih memeriksa sejumlah saksi, baik itu dari keluarga ABH, maupun sejumah pihak lain.

    “Kemarin masih dalam proses meminta keterangan saksi, keluarga ABH, puslabfor dan dokter psikologis,” sambung Budi.

    Sebelumnya, WadirreskrimumPolda Metro Jaya, AKBP Putu Kholis Aryana mengungkapkan, proses pemeriksaan terhadap pelaku ABH dalam kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta masih tertunda.

    Hal itu dikarenakan kondisi kesehatan belum stabil dan masih jalani perawatan intensif ruang rawat inap RS Polri Kramat Jati.

    Pada Senin 17 November 2025, tim Ditreskrimum Polda Metro Jaya telah menggelar rapat koordinasi bersama Bapas, Dinas terkait, Densus 88, serta tim dokter, untuk menargetkan pelaksanan pengambilan keterangan.

    “Dari hasil rapat itu, disusun rencana permintaan keterangan terhadap pelaku ABH yang ditargetkan dapat dilaksanakan pada rentang 17–21 November 2025,” ucapnya.*

    Caption foto: Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Budi Hermanto, di Polda Metro Jaya. Ari Kurniansyah

  • Video Cara Kemkomdigi Deteksi Anak yang Terpapar Konten Negatif di Medsos

    Video Cara Kemkomdigi Deteksi Anak yang Terpapar Konten Negatif di Medsos

    Detasemen Khusus atau Densus 88 Antiteror Polri ungkap ada 110 anak yang diduga direkrut oleh jaringan terorisme. Usianya antara 10-18 tahun dan tersebar di 23 provinsi di Indonesia. Rekrutmen tersebut dilakukan secara bertahap melalui propaganda digital di media sosial.

    Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) pun merespons hal ini. Menurut mereka, meskipun pemerintah sudah menyiapkan regulasi soal Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas), pihaknya tetap butuh kolaborasi berbagai pihak agar perlindungan terhadap anak atas konten-konten negatif bisa berjalan. Dalam waktu dekat, mereka berencana temui para guru untuk mendiskusikan hal tersebut.

    Klik di sini untuk menonton video lainnya!

  • Ledakan SMAN 72, psikolog dan mobil SAPA masih disiagakan

    Ledakan SMAN 72, psikolog dan mobil SAPA masih disiagakan

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta hingga saat ini masih menyiagakan psikolog dan mobil Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) di SMA Negeri 72.

    “Sampai saat ini anak-anak belajar juga masih didampingi, beberapa kami ‘standby’-kan psikolog dan mobil SAPA masih ada di sana,” kata Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta Nahdiana saat dijumpai di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Kamis.

    Nahdiana mengatakan bahwa proses penanganan dan penyembuhan trauma terus dilakukan oleh Pemerintah Jakarta bersama Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DPPAPP), Dinas Kesehatan hingga Dinas Sosial.

    Selain itu, Disdik Jakarta juga bekerja sama dengan Angkatan Laut dan Mabes Polri.

    Lebih lanjut, Nahdiana memaparkan hingga saat ini proses belajar mengajar luring sudah berjalan 87 persen.

    “Anak-anak yang memilih daring itu sisanya, lalu yang sakit dan izin juga terkonfirmasi. Jadi, kami juga akan terus dampingi lebih lanjut,” ujar Nahdiana.

    Sementara itu, hingga Senin (17/11), tingkat kehadiran murid SMA 72 secara luring sebanyak 69,44 persen, kehadiran murid secara daring 26,60 persen, ketidakhadiran murid 3,96 persen, sakit 3,07 persen dan izin 0,89 persen.

    Kemudian pada Selasa (18/11), tingkat kehadiran murid secara luring 86,06 persen, kehadiran murid secara daring 7,67 persen, ketidakhadiran murid 6,27 persen, sakit 4,86 persen dan izin 1,41 persen.

    Pada Rabu (19/11), tingkat kehadiran murid secara luring 87,60 persen, kehadiran murid secara daring 6,01 persen, ketidakhadiran murid 6,39 persen, sakit 4,60 persen dan izin 1,79 persen.

    Sebelumnya, ledakan terjadi di SMA Negeri 72 Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Jumat (7/11) siang di area masjid sekolah itu.

    Ledakan tersebut diduga berasal dari bom rakitan yang dibawa dan diledakkan oleh seorang siswa sekolah tersebut. Akibatnya, korban luka mencapai 96 orang yang sebagian besar adalah siswa.

    Motif utamanya masih didalami oleh kepolisian, namun isu dugaan korban perundungan (bullying) yang dialami pelaku menjadi salah satu aspek yang diselidiki.

    Pelaku juga diketahui sering mengakses situs gelap (dark web) dan mengonsumsi konten-konten kekerasan yang diduga menjadi sumber tutorial perakitan bom.

    Hingga saat ini, pihak berwenang, termasuk Densus 88 Antiteror Polri, memastikan bahwa insiden ini bukan tindak pidana terorisme, melainkan murni kriminal umum yang merupakan reaksi personal terhadap kekerasan lingkungan atau tekanan psikis.

    Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 110 Anak Direkrut Teroris via Medsos, Eks Kadensus: Fenomena Gunung Es

    110 Anak Direkrut Teroris via Medsos, Eks Kadensus: Fenomena Gunung Es

    Jakarta, Beritasatu.com – Mantan Kepala Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri Komjen Martinus Hukom menyebutkan temuan Densus 88 terkait 110 anak dan pelajar di Indonesia yang direkrut kelompok teroris melalui media sosial (medsos) dan gim online sepanjang 2025, adalah fenomena gunung es. Menurutnya, jumlah sesungguhnya lebih banyak, tetapi tidak terdeteksi. 

    Martinus mengungkapkan media sosial sekarang telah memodifikasi alogaritma dengan mengikuti pola perilaku anak-anak dan remaja. Terlebih, bentuk media sosial saat ini tidak hanya berupa platform berjejaring atau komunikasi, tetapi juga dapat berbentuk gim online, sehingga varian ruang digital saat ini begitu variatif. 

    “Kalau kita dalami lagi lebih banyak, mungkin 100 lebih (temuan Densus 88) itu hanya sebagai teori gunung es, yang terlihat puncaknya saja. Masih banyak yang lain karena media sosial sekarang massif sekali,” jelas Martinus dalam program “Beritasatu Utama” di Beritasatu TV, Rabu (19/11/2025). 

    Martinus mengatakan platform medsos saat ini sangat variatif. Ia mengatakan fenomena medsos dalam praktik terorisme di masa dirinya masih menjabat sebagai kadensus 88 pada 2020-2023, masih terbatas pada aplikasi Telegram semata. 

    “Sementara hari ini, pekerjaan Densus jadi semakin banyak karena platform medsos semakin banyak juga,” ujarnya. 

    Martinus menyebutkan penyedia medsos di era kiwari telah mempelajari anak-anak pengguna media digital sehingga menghasilkan algoritma. Dalam algoritma tersebut, perilaku anak-anak dalam menggunakan medsos menjadi berkembang dalam bentuk gim online guna menjadi sarana komunikasi. 

    “Jadi gim online saat ini bukan lagi menyalurkan kreativitas anak-anak dalam bermain gim, tetapi juga komunikasi, sehingga menjadi suatu fenomena yang membuat anak-anak lebih banyak masuk ke dunia digital,” katanya. 

    Selain itu, Martinus menjelaskan, ketika anak-anak dari usia 0 sampai 5 tahun, mereka mencari otoritas moral di tengah lingkungan keluarga. Namun saat awal usia remaja yakni usia 5 – 12 tahun, anak-anak akan mencari patron moral di ruang permainan. 

    “Di sinilah kemudian platform digital menyediakan otoritas moral terbaru bagi anak-anak. Dan ini lah yang harus kita pahami betul ada patron moral lain yang hadir di tengah anak-anak kita,” terang Martinus. 

    Lebih lanjut, Martinus mengungkapkan saat ini diperlukan pengawasan lebih intens terhadap platform digital, baik berupa kebijakan maupun kontrol dari orang tua. Ia menyebutkan tindakan pengawasan dari pemerintah maupun orang tua diperlukan agar anak-anak terpengaruh secara moral yang dimana belum tentu bisa dipertanggungjawabkan. 

    “Jangan anak-anak masuk ke ruang digital kemudian terpengaruh moral mereka, apalagi mereka bertemu dengan kelompok-kelompok ajaran radikal,” ungkap Martinus. 

    Sebelumnya, Densus 88 Antiteror mengungkap adanya lebih dari 110 anak dan pelajar di Indonesia yang direkrut oleh kelompok teroris melalui medsos hingga gim online sepanjang 2025. 

    “Kurang lebih ada 110 anak dan pelajar yang teridentifikasi sebagai korban proses perekrutan kelompok teror,” kata Juru Bicara Densus 88 AKBP Mayndra Eka Wardhana dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (18/11/2025).

    Dalam periode penyelidikan sekitar satu tahun terakhir, Densus 88 telah menangkap lima orang yang diduga perekrut anak dan pelajar ke jaringan terorisme. Para tersangka ditangkap sejak akhir 2024 hingga November 2025 dan saat ini menjalani proses hukum.

    Mayndra menegaskan, Densus 88 bekerja sama dengan sejumlah kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Kementerian Sosial untuk memastikan mereka mendapatkan pendampingan dan pembinaan lanjutan.

  • Densus 88 Imbau Orang Tua Deteksi Dini Perilaku Anak, Cegah Ideologi Radikal

    Densus 88 Imbau Orang Tua Deteksi Dini Perilaku Anak, Cegah Ideologi Radikal

    Jakarta

    Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri mengimbau orang tua untuk selalu mengawasi aktivitas daring anak secara berkala. Hal itu untuk mencegah anak menjadi korban paparan ideologi radikal hingga target rekrutmen jaringan terorisme.

    “Orang tua punya kendali terhadap anaknya. Ambil handphone (ponsel) putra-putrinya, secara sidak seperti itu,” kata juru bicara Densus 88 Antiteror Polri, AKBP Mayndra Eka Wardhana, dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (18/11/2025).

    Dia mengungkapkan, kelompok teror kerap menggunakan media sosial hingga game online untuk menarik perhatian anak-anak. Mereka juga menggunakan latar belakang agama untuk mendoktrin anak dengan paham radikal.

    “Mungkin kalau di dalam jaringan terorisme ini dengan menggunakan latar belakang ideologi kanan atau agama. Mungkin ada pertanyaan seperti ini ya, ‘manakah yang lebih baik antara Pancasila dengan kitab suci?’, gitu salah satu jebakan pertama,” tutur Mayndra mencontohkan.

    Padahal, jelas Mayndra, Pancasila dan kitab suci merupakan sesuatu yang tidak apple to apple. Sebab, keduanya merupakan hal yang berbeda.

    “Sesuatu yang tidak bisa diperbandingkan, dikomparasikan, karena dua-duanya ini memiliki posisi yang berbeda. Kemudian anak pastinya akan menjawab kitab suci lebih baik dari Pancasila, gitu,” lanjut Mayndra.

    Maka dari itu, ia mendorong orang tua untuk mengecek ponsel anak untuk mencegah menjadi korban rekrutmen terorisme.

    Dalam kesempatan yang sama, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mendorong orang tua harus melek akan media. Sebab, banyak orang tua baru menyadari anaknya terpapar radikalisme setelah kasusnya terungkap.

    Ratna menyebut perubahan perilaku anak sering terlambat dideteksi oleh orang tua. Karena itu, dia menekankan sensitivitas orang tua sangat penting untuk tumbuh kembang anak.

    “Sensitivitas orang tua menjadi sangat penting, keluarga menjadi sangat penting. Karena perubahan perilaku itu seringkali terlambat dalam melakukan deteksi dini,” ucapnya.

    Di sisi lain, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengimbau orang tua agar tidak abai terhadap aktivitas anak. Pengawasan tetap penting dilakukan dalam kehidupan sehari-hari maupun aktivitas anak di dunia maya.

    “Tentu orang tua harus punya komunikasi yang baik dengan anak, jangan abai anak berteman dengan siapa di media sosial,” tutur Ketua KPAI, Margaret Aliyatul.

    Dia meminta orang tua rutin memeriksa grup yang diikuti anak. Menurut dia, akan lebih baik jika orang tua memiliki kesepakatan bersama anak mengenai pemeriksaan perangkat.

    “Cek anak bergabung dengan grup apa saja. Punya komitmen bersama dengan anak bahwa orang tua perlu sewaktu-waktu melakukan sidak terkait dengan HP atau gadget atau media sosial anak,” imbau Margaret.

    (ond/whn)

  • Densus 88: Anak dari 23 Provinsi Direkrut Teroris, Jabar dan Jakarta Terbanyak

    Densus 88: Anak dari 23 Provinsi Direkrut Teroris, Jabar dan Jakarta Terbanyak

    Densus 88: Anak dari 23 Provinsi Direkrut Teroris, Jabar dan Jakarta Terbanyak
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri mengungkapkan bahwa kasus anak yang diduga direkrut jaringan terorisme telah teridentifikasi setidaknya di 23 provinsi.
    Provinsi dengan jumlah anak terpapar paling banyak adalah
    Jawa Barat
    , disusul DKI Jakarta.
    “Provinsi yang di dalamnya paling banyak terpapar anak terhadap paham ini adalah Provinsi Jawa Barat, kemudian Jakarta. Ya, jadi ini data yang sampai hari ini kami dapat,” kata Juru Bicara
    Densus 88
    , AKBP Mayndra Eka Wardhana, dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
    Mayndra menjelaskan bahwa temuan 23 provinsi tersebut merupakan bagian dari tren peningkatan signifikan keterlibatan anak dalam jejaring
    terorisme
    yang direkrut melalui platform daring.
    Jika pada 2011-2017 Densus 88 mencatat hanya 17 anak yang terpapar, maka pada 2025 jumlahnya melonjak drastis menjadi lebih dari 110 anak.
    “Jadi artinya kita bisa sama-sama menyimpulkan bahwa ada proses yang sangat masif sekali rekrutmen yang dilakukan melalui media daring,” ungkapnya.
    Selama setahun terakhir, lanjut Mayndra, Densus 88 sudah menindak lima tersangka dewasa yang diduga menjadi perekrut anak-anak dan pelajar untuk kepentingan kelompok teroris.
    “Dalam setahun ini ada 5 tersangka yang sudah diamankan oleh Densus 88 dengan 3 kali penegakan hukum dari akhir Desember 2024 hingga kemarin, hari Senin tanggal 17 November 2025. Untuk saat ini terhadap tersangka dilakukan proses hukum,” jelasnya.
    Sementara itu, anak-anak yang direkrut tidak diperlakukan sebagai pelaku, melainkan korban.
    Densus 88 melakukan pendampingan bersama Unit PPA, Kementerian Sosial, serta berbagai pemangku kepentingan di pusat dan daerah.
    Densus 88 meminta orangtua, guru, dan sekolah meningkatkan kontrol serta deteksi dini terhadap perilaku dan aktivitas daring anak-anak.
    “Kita selalu melakukan upaya kontrol, melakukan upaya deteksi, berawal dari rumah tangga, berawal dari rumah itu yang paling efektif ya untuk melakukan pencegahan,” tegas Mayndra.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Rekomendasi Polri untuk Jauhkan Anak dan Pelajar dari Rekrutmen Jaringan Teroris

    Rekomendasi Polri untuk Jauhkan Anak dan Pelajar dari Rekrutmen Jaringan Teroris

    Liputan6.com, Jakarta – Polri merekomendasikan empat langkah utama dalam rangka menjauhkan anak dan pelajar dari upaya rekrutmen jaringan terorisme. Terlebih, Tim Densus 88 Antiteror Polri mengungkapkan sebanyak lebih dari 110 anak direkrut jaringan terorisme sepanjang tahun 2025.

    Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko memaparkan, rekomendasi yang pertama adalah kajian regulasi terkait pembatasan dan pengawasan kemanfaatan media sosial untuk anak di bawah umur.

    “Kedua, pembentukan tim terpadu lintas kementerian atau lembaga untuk deteksi dini, edukasi, intervensi pencegahan, penegakan hukum, pendampingan psikologis, serta pengawasan pasca intervensi,” tutur Trunoyudo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (18/11/2025).

    Kemudian rekomendasi yang ketiga adalah penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan teknis bagi seluruh stakeholder, agar penanganannya dapat dilakukan secara cepat, seragam, serta sesuai dengan mandat dan tupoksi masing-masing institusi.

    Sementara yang kempat, lanjut Trunoyudo, meminta agar seluruh elemen masyarakat, baik orang tua, guru, dan seluruh pihak terkait lainnya untuk lebih peduli terhadap fenomena rekrutmen jaringan terorisme yang mengincar anak dan pelajar, demi memutus mata rantainya.

    “Polri menegaskan komitmen untuk melindungi anak-anak Indonesia, beserta seluruh kementerian dan lembaga, dan BNPT, KPAI, dan LPSK, serta seluruh kementerian stakeholder terkait, terhadap dari ancaman radikalisasi eksploitasi ideologi maupun kekerasan digital untuk melindungi anak-anak Indonesia, serta terus bekerja sama dengan seluruh unsur-unsur pemerintah serta masyarakat,” jelas dia.