Kementrian Lembaga: BSSN

  • Barantin catat 2 juta lebih sertifikasi selama Januari-Oktober 2025

    Barantin catat 2 juta lebih sertifikasi selama Januari-Oktober 2025

    Jakarta (ANTARA) – Badan Karantina Indonesia (Barantin) mencatat sebanyak 2.070.988 sertifikasi karantina telah diterbitkan dalam periode 1 Januari sampai dengan 12 Oktober 2025.

    Dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu, Barantin menyebutkan dari angka tersebut, 881.668 di antaranya merupakan sertifikasi untuk karantina tumbuhan, lalu karantina ikan sebesar 636.900 dan 552.420 merupakan sertifikasi karantina hewan.

    Jika ditinjau dari kebutuhannya, 80,2 persen dari jumlah sertifikasi (1.660.937 sertifikat) ditujukan untuk kebutuhan antararea. Sedangkan, 300.008 sertifikat (14,49 persen) dan 110.043 sertifikat (5,3 persen) masing-masing ditujukan untuk kebutuhan ekspor dan impor ketiga komoditas tersebut.

    Berdasarkan daerah, menurut keterangan itu, Jawa Timur, Banten dan Lampung merupakan tiga provinsi dengan sertifikasi karantina tertinggi selama periode ini, masing-masing secara berurutan pencapaian 316.981 sertifikasi, 192.979 sertifikasi, dan 175.427 sertifikasi.

    Dari sisi pelanggaran karantina, Barantin mencatat terdapat 1.667 kali penahanan, 1.910 kali penolakan, dan 867 kali pemusnahan. Komoditas yang paling sering ditahan antara lain ayam, daging babi, beras, anggur, mangga, daging ayam, apel, jeruk, bibit, dan burung kicau.

    Lebih lanjut, Indonesia juga melakukan 564 penolakan komoditas impor seperti bawang putih, biji gandum, kacang kedelai, jahe, sapi, bungkil jagung, cabe kering, dan kacang tanah yang tidak memenuhi persyaratan dan mengirimkan notifikasi non-compliance (NNC) ke negara asal.

    Di sisi lain, Barantin juga memperkuat upaya kinerja melalui sejumlah kerja sama strategis di dalam maupun luar negeri.

    Untuk kerja sama domestik, Barantin telah melakukan kerja sama dengan delapan kementerian/lembaga (K/L) termasuk bersama Kemenkeu, KKP, BRIN, BNN, BSSN, Pemprov Sulawesi Selatan, BPOM, dan Kemen Imipas. Serta, ada kerja sama dengan 15 perguruan tinggi seperti UGM, IPB, USU, Unpad, dan Unibraw.

    Lebih lanjut, kerja sama luar negeri antara lain E-Cert bersama Australia, Selandia Baru, Belanda, dan Brazil; ASW bersama Thailand; dan E-Phyto via IPPC Hub dengan 30 negara antara lain Amerika Serikat, Chile, India, Prancis, dan Jerman.

    Barantin juga melakukan perjanjian dan kerja sama bilateral terkait perdagangan bebas (FTA) hingga pre-border, kerja sama subregional, multilateral yang meliputi SPS-WTO, hingga National Plant Protection Organization-IPPC.

    Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
    Editor: Virna P Setyorini
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ancaman Siber Meningkat, Industri Kreatif Harus Waspada

    Ancaman Siber Meningkat, Industri Kreatif Harus Waspada

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya menekankan, keamanan siber merupakan fondasi penting dalam menjaga keberlanjutan ekonomi kreatif nasional yang kini semakin bergantung pada teknologi digital.

    Menurut Riefky, pesatnya aktivitas digital di sektor kreatif menghadirkan peluang besar sekaligus tantangan baru dalam bentuk ancaman serangan siber.

    “Kita tahu bahwa peluang ekonomi digital di Indonesia terus berkembang pesat. Pertumbuhan pesat ini membawa berkah, tetapi juga mempunyai tantangan,” ujar Teuku Riefky dalam acara National Cyber Security 2025 di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (29/10/2025).

    Ia menjelaskan, kejahatan siber kini menjadi ancaman serius yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Mengutip data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), selama Januari hingga Juli 2025 tercatat 3,64 miliar serangan atau anomali siber di Indonesia.

    “Jumlah serangan siber ini hampir menyamai total serangan selama lima tahun terakhir,” imbuhnya.

    Riefky menambahkan, berbagai insiden yang menimpa infrastruktur digital publik dan layanan esensial menunjukkan ketahanan siber bukan lagi sekadar fitur pendukung, tetapi sudah menjadi fondasi utama bagi keberlanjutan ekonomi digital.

    Ia menuturkan, sektor ekonomi kreatif kini tidak hanya bergantung pada subsektor tradisional seperti fesyen, kuliner, kriya, desain, musik, film, dan animasi, tetapi juga semakin kuat bertumpu pada kreativitas berbasis digital dan teknologi.

    Dengan meningkatnya digitalisasi di sektor kreatif, potensi ancaman siber pun semakin besar. Untuk itu, Riefky menilai perlindungan siber yang kuat menjadi keharusan agar ekosistem kreatif tetap aman dan berdaya saing.

    Saat ini, kontribusi ekonomi kreatif terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional telah mencapai Rp1.500 triliun dan menyerap lebih dari 26,5 juta tenaga kerja.

    “Oleh karena itu, kami percaya keamanan siber mampu menjadi perisai yang melindungi inovasi dan industri kreatif nasional,” tandas Riefky.

  • BSSN Wanti-wanti Ancaman Siber di Era Ekonomi Digital

    BSSN Wanti-wanti Ancaman Siber di Era Ekonomi Digital

    Jakarta, Beritasatu.com – Pesatnya pertumbuhan ekonomi digital Indonesia membawa peluang besar bagi perekonomian nasional. Namun, di sisi lain, kondisi ini juga membuka celah bagi meningkatnya ancaman kejahatan siber.

    Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Nugroho Sulistyo Budi, mengingatkan pentingnya memperkuat sistem keamanan data agar transformasi digital dapat berjalan secara aman dan berkelanjutan.

    “Satu catatan bahwa di balik berbagai macam nilai positif dari digitalisasi data, terdapat ancaman yang harus disikapi, diantisipasi, dan dimitigasi secara serius,” ujarnya dalam acara National Cyber Security 2025 di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (29/10/2025).

    Menurut Nugroho, perkembangan digitalisasi yang masif juga membawa tantangan serius bagi keamanan data dan informasi. Ia menegaskan, penguatan sistem keamanan siber menjadi keharusan di tengah perluasan transformasi digital di berbagai sektor.

    Nugroho mengutip laporan Google, Temasek, dan Bain & Company yang memperkirakan nilai ekonomi digital Indonesia tahun ini mencapai US$ 85–US$120 miliar, dengan pertumbuhan sekitar 20%–25% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, potensi besar ini perlu diimbangi dengan kewaspadaan terhadap ancaman siber yang dapat mengganggu integritas dan kepercayaan publik terhadap sistem digital nasional.

    “Ancaman terhadap penggunaan teknologi di dalam sistem perekonomian juga harus kita waspadai. Artinya, pengembangan sistem teknologi harus diiringi dengan pengembangan keamanan teknologinya,” tegasnya.

    Lebih lanjut, Nugroho menjelaskan keamanan siber memiliki tiga aspek utama yang harus diperhatikan, yaitu kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), dan ketersediaan (availability). Ketiga prinsip tersebut dikenal sebagai “CIA Triad”, konsep dasar yang menjadi fondasi dalam menjaga keamanan informasi di seluruh sistem digital.

    Dalam konteks kerahasiaan, data atau informasi harus dipastikan hanya dapat diakses oleh pihak yang berhak, antara lain melalui sistem enkripsi.

    Untuk menjaga integritas, lanjut Nugroho, data perlu dijaga agar tetap utuh dan valid tanpa manipulasi, misalnya dengan penggunaan mekanisme checksum atau tanda tangan elektronik.

    Sementara pada aspek ketersediaan, data harus selalu bisa diakses kapan pun dibutuhkan, termasuk dalam situasi insiden, melalui sistem pemulihan bencana (disaster recovery), backup, dan sistem cadangan (redundant system).

    Nugroho menegaskan, ketiga aspek tersebut menjadi fondasi utama dalam melindungi data dari ancaman pencurian, manipulasi, pengambilalihan, maupun perusakan data.

    “Ini merupakan isu strategis dalam bidang keamanan siber yang harus menjadi perhatian bersama,” pungkasnya.

  • Komitmen Khofifah Diapresiasi BSSN, Jatim Tuntaskan Pembentukan TTIS di Seluruh Kabupaten/Kota

    Komitmen Khofifah Diapresiasi BSSN, Jatim Tuntaskan Pembentukan TTIS di Seluruh Kabupaten/Kota

    ​Surabaya (beritajatim.com) – Komitmen Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, dalam memperkuat ketahanan siber daerah mendapat apresiasi dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Jatim meraih penghargaan sebagai Provinsi ke-8 di Indonesia yang berhasil menuntaskan pembentukan dan registrasi Tim Tanggap Insiden Siber (TTIS) sektor pemerintahan di seluruh kabupaten/kota.

    ​Penghargaan diserahkan langsung oleh Wakil Kepala BSSN Komjen Pol Albertus Rachmad Wibowo kepada Kepala Diskominfo Jatim, Sherlita Ratna Dewi Agustin, pada Pengukuhan TTIS Tahap II Tahun 2025 di Kantor BSSN, Depok, Senin (27/10/2025).

    ​Gubernur Khofifah menyampaikan rasa syukur, menyebut capaian ini sebagai bukti nyata sinergi seluruh kabupaten/kota.

    ​“Keamanan siber bukan hanya soal teknologi, tetapi juga tentang kesiapsiagaan, kolaborasi, dan tata kelola yang tangguh,” ujar Khofifah, Rabu (29/10/2025).

    ​Khofifah menegaskan bahwa keberadaan TTIS di setiap kabupaten/kota adalah langkah strategis untuk memastikan respons cepat dan terkoordinasi terhadap potensi ancaman siber yang dapat mengganggu pelayanan publik.

    ​”Transformasi digital di pemerintahan harus berjalan seiring dengan peningkatan ketahanan siber. Karena itu, penguatan ekosistem keamanan digital harus dimulai dari level daerah,” tegasnya.

    ​Penguatan ketahanan siber ini sejalan dengan filosofi kerja “JATIM BISA”—yakni Berdaya, Inklusif, Sinergis, dan Adaptif—yang dijadikan dasar tata kelola keamanan siber di daerah.

    ​Khofifah menambahkan, Pemprov Jatim akan terus meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang keamanan siber dan memperkuat sinergi dengan BSSN.

    ​Dalam pengukuhan TTIS Tahap II, empat daerah yang mewakili Jatim adalah Kota Surabaya, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Lumajang.

    Jatim bersanding dengan provinsi lain yang juga menerima apresiasi, seperti Jawa Barat, Bali, dan Kalimantan Timur. [tok/beq]

  • Kolaborasi BBSN-BPK perkuat tata kelola pemerintahan yang akuntabel

    Kolaborasi BBSN-BPK perkuat tata kelola pemerintahan yang akuntabel

    Jakarta (ANTARA) – Kolaborasi antarlembaga, seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dapat memperkuat tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel.

    “Yang satu mengawal akuntabilitas, dan yang satu menjaga keamanan informasi dan ruang siber. Keduanya menyatu pada satu kompas, yaitu kepentingan rakyat di atas segalanya,” kata Anggota I BPK RI Nyoman Adhi Suryadnyana dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin.

    Dalam​​​​​​ memberikan kuliah umum di hadapan taruna dan taruni Politeknik Siber dan Sandi Negara (Poltek SSN) mengenai sinergi hasil pemeriksaan BPK-BSSN dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045, Nyoman menekankan keberhasilan mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 tidak hanya ditentukan oleh kemajuan ekonomi dan teknologi, tetapi juga oleh sistem pengawasan yang kuat dan transparan.

    “BPK bersama BSSN memiliki peran strategis yang saling melengkapi. BPK memastikan pengelolaan keuangan negara berjalan efektif, sedangkan BSSN menjaga keamanan informasi dan infrastruktur digital yang menjadi tulang punggung pemerintahan modern,” ujarnya.

    Selain membahas kolaborasi antarlembaga, Nyoman dalam kesempatan itu turut mengingatkan taruna dan taruni Poltek SSN sebagai calon insan siber masa depan untuk tetap memahami pentingnya integritas dan tanggung jawab publik dalam setiap aspek profesi keamanan siber dan sandi negara.

    “Integritas dan akuntabilitas adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dari profesi siber. Ketika teknologi semakin maju, ancaman juga semakin kompleks. Oleh karenanya, nilai-nilai kejujuran dan profesionalisme harus menjadi fondasi,” kata Nyoman.

    Sementara itu, Kepala BSSN Letjen TNI (Purn) Nugroho Sulistyo Budi mengatakan, kehadiran anggota I BPK RI Nyoman Adhi Suryadnyana untuk memberikan kuliah umum menjadi inspirasi bagi taruna dan taruni Poltek SSN beserta pegawai BSSN untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik secara berkelanjutan.

    “Ini menjadi inspirasi bagi taruna dan taruni Poltek SSN beserta pegawai BSSN ​​​​​​,” kata Nugroho.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Perkuat Keamanan dan Layanan Halal, BSSN Kukuhkan Tim Tanggap Insiden Siber BPJPH

    Perkuat Keamanan dan Layanan Halal, BSSN Kukuhkan Tim Tanggap Insiden Siber BPJPH

    Perkuat Keamanan dan Layanan Halal, BSSN Kukuhkan Tim Tanggap Insiden Siber BPJPH
    Penulis
    KOMPAS.com
    – Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengukuhkan Tim Tanggap Insiden Siber (TTIS) Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Hal ini dilakukan dalam Pengukuhan Bersama Tim Tanggap Insiden Siber (TTIS) atau Computer Security Insident Response Team (CSIRT) di Kantor BSSN, Depok, Jawa Barat, Senin (27/10/2025)
    Kepala BPJPH RI Ahmad Haikal Hasan menyampaikan bahwa pembentukan dan pengukuhan TTIS BPJPH merupakan langkah strategis dalam memperkuat fondasi keamanan data dan layanan halal nasional.
    “BPJPH berkomitmen mengembangkan sistem layanan halal yang andal, aman, dan terlindungi, sejalan dengan prinsip integritas, keamanan, serta keandalan data publik,” ujar Ahmad Haikal Hasan dalam rilis persnya, Senin.
    Lebih lanjut, Haikal Hasan mengatakan bahwa pengukuhan TTIS BPJPH ini merupakan bagian dari upaya memperkuat keamanan dan ketahanan siber khususnya dalam layanan sertifikasi halal.
    Tidak hanya itu, pengukuhan tersebut juga untuk meningkatkan kesiapsiagaan digital di lingkungan BPJPH khususnya dalam mendukung transformasi layanan publik sertifikasi halal berbasis teknologi informasi.
    Pada kesempatan itu, Kepala BSSN Nugroho Sulistyo Budi menegaskan bahwa di antara isu penting keamanan data adalah perlunya upaya mencegah jangan sampai data dimanipulasi, dicuri, dirusak, dan diambil alih pihak yang tidak bertanggung jawab.
    Ia menegaskan bahwa penguatan keamanan siber di seluruh instansi pemerintah harus berlandaskan pada tiga pilar utama, yaitu Confidentiality (Kerahasiaan), Integrity (Keutuhan), dan Availability (Ketersediaan).
    Ketiga prinsip yang dikenal sebagai CIA Triad ini menjadi fondasi bagi setiap sistem digital agar data tetap terlindungi, akurat, dan selalu tersedia bagi pengguna yang berhak.
    Ia menjelaskan, penerapan prinsip tersebut penting untuk memastikan keamanan layanan publik berbasis teknologi, termasuk dalam sistem layanan sertifikasi halal.
    Dengan menjaga kerahasiaan data, keutuhan informasi, dan ketersediaan layanan, lembaga pemerintah diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan publik sekaligus memperkuat ketahanan siber nasional secara berkelanjutan.
    Ia menambahkan bahwa perlindungan terhadap infrastruktur kritis informasi pemerintah merupakan prioritas bersama yang membutuhkan sinergi menyeluruh antara pemerintah, industri, dan masyarakat.
    Dengan terbentuknya TTIS BPJPH, diharapkan sistem layanan publik yang dikelola BPJPH khususnya layanan Sertifikasi Halal Terintegrasi semakin tangguh terhadap potensi ancaman dan serangan siber.
    TTIS BPJPH pun akan menjadi garda terdepan dalam mendeteksi, mencegah, serta merespons insiden keamanan siber di lingkungan internal BPJPH.
    Langkah ini menjadi bagian dari strategi BPJPH dalam memperkuat tata kelola teknologi informasi, memperluas kolaborasi dengan lembaga keamanan nasional, serta memastikan keberlanjutan layanan halal yang cepat, terpercaya, dan adaptif terhadap tantangan keamanan siber.
    Pengukuhan TTIS BPJPH menandai babak baru bagi BPJPH dalam memperkuat sistem digitalisasi layanan halal nasional, sekaligus mendukung misi pemerintah menuju ekosistem layanan publik yang aman, tangguh, dan berkelanjutan. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • BSSN Amerika Serikat Peringatkan Ancaman Serius di Balik Peretasan F5

    BSSN Amerika Serikat Peringatkan Ancaman Serius di Balik Peretasan F5

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur Amerika Serikat atau CISA mengeluarkan peringatan darurat kepada Federal Civilian Executive Branch (FCEB) agar segera melakukan pendataan dan penambalan (patch) pada produk F5 di sistem teknologi mereka.

    Mengutip Tech Radar, Kamis (16/10/2025), langkah ini diambil setelah perusahaan teknologi F5 mengalami kebocoran data serius akibat serangan siber.

    Dalam Emergency Directive (ED) 26-01, CISA mengungkapkan kelompok peretas yang diduga berafiliasi dengan negara berhasil mencuri sejumlah berkas sensitif, termasuk sebagian kode sumber dari produk BIG-IP milik F5, serta informasi terkait dengan kerentanan keamanan.

    Dengan data tersebut, pelaku disebut dapat menganalisis sistem F5 untuk menemukan celah keamanan baru (zero-day vulnerabilities) dan mengembangkan eksploit atau malware berbahaya.

    CISA menegaskan insiden ini menimbulkan ancaman dalam waktu dekat bagi jaringan pemerintah federal yang menggunakan produk F5. Risiko tersebut mencakup potensi pencurian kunci API, penyusupan data, hingga pengambilalihan penuh sistem target.

    Sebagai langkah mitigasi, lembaga federal diminta segera mengidentifikasi dan memperkuat keamanan semua perangkat F5, termasuk BIG-IP iSeries, rSeries, serta perangkat lain yang telah mencapai akhir masa dukungan.

    Pembaruan serupa juga diwajibkan untuk perangkat yang menjalankan BIG-IP (F5OS), BIG-UP (TMOS), Virtual Edition (VE), BIG-IP Next, BIG-IQ, serta BIG-IP Next for Kubernetes (BNK)/Cloud-Native Network Functions (CNF).

    “Langkah-langkah dalam direktif ini ditujukan untuk mengatasi risiko langsung dan mempersiapkan lembaga menghadapi potensi serangan lanjutan terhadap perangkat F5,” tulis CISA dalam pernyataannya dikutip Bisnis dari Tech Radar.

    Walaupun identitas pelaku belum terungkap, perusahaan F5 telah mengonfirmasi kebocoran tersebut melalui laporan resmi ke otoritas pasar modal AS (SEC).

    Menurut laporan CyberInsider, data yang dicuri mencakup berkas dari lingkungan pengembangan internal, sebagian kode sumber BIG-IP, serta informasi tentang kerentanan keamanan yang belum diperbaiki.

    Namun, F5 menegaskan bahwa tidak ada kerentanan kritis atau celah yang dapat dieksploitasi dari jarak jauh di antara berkas yang dicuri, dan hingga kini belum ditemukan bukti penyalahgunaan data tersebut di dunia maya.

  • Saya Ingin Jadi Polisi yang Baik, Tapi…

    Saya Ingin Jadi Polisi yang Baik, Tapi…

    GELORA.CO –  Komjen Purn Dharma Pongrekun mengaku dirinya ingin menjadi polisi yang baik. Tapi sistem yang rusak di tubuh Korps Bhayangkara membuat hal itu tak tercapai.

    “Sungguh-sungguh saya ingin jadi polisi yang baik. Tetapi, rasa aman dari seorang anak buah atau itu sangat ditentukan value yang dibangun pimpinannya,” katanya dalam perbincangan di Podcast Forum Keadilan TV yang diunggah pada Rabu, 15 Oktober 2025.

    “Rasa aman daripada anggota untuk dia tetap bertahan di organisasi tersebut dengan nyaman adalah mengikuti value. Kalau tidak nanti akan disebut ‘kamu melawan arus’” imbuhnya.

    Eks Wakil Kepala BSSN itu menyebut, kehidupan seorang anggota Polri seperti kerbau yang dicucuk hidungnya.

    Dia juga menyebut adanya konsekuensinya jika tak mengikuti arus di Polri tersebut.

    “Tampias, tergeser dari harapan-harapan yang dianggap mampu atau bisa untuk mewarnai atau memperbaiki organisasi, otomatis,” sebutnya.

    Dia lantas menyebut adanya gerbong-gerbong di tubuh Polri yang terjadi dari proses panjang dan adanya sistem ‘homo homini lupus’.

    “Karena ukuran persaingan diukur dengan angka,” ucapnya.

    Saat ditanya apakah hal itu berlaku di seluruh institusi Polri atau hanya di masing-masing kesatuan, Dharma Pongrekun menyebut terungkap atau tidaknya ke publik.

    “Karena kondisi di dalam tergantung dari value yang dibangun oleh pimpinannya. Siapapun pimpinannya,” tuturnya.

    Menurut Dharma, aturan yang termuat di dalam buku-buku mengenai Polri sudah cukup baik tinggal pelaksanaan di lapangan.

    “Tapi, jangan lupa bahwa Polri hanyalah salah satu subsistem dari sistem pemerintahan. Dan, yang ada di Polri sangat tergantung bagaimana warna, bagaimana konstalasi politik. Karena politik tidak bisa dilepaskan dari polisi dan kebijakan,” tandasnya.***

  • Pemerasan hingga Korupsi dan Konsekuensi Jika Tak Ikut Arus Pimpinan

    Pemerasan hingga Korupsi dan Konsekuensi Jika Tak Ikut Arus Pimpinan

    GELORA.CO –  Eks Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Komjen Purn Dharma Pongrekun menyinggung soal budaya di tubuh institusi Polri.

    Awalnya, dia menyebut bahwa hal yang didapatnya dari pendidikan di akademi kepolisian (dulu AKABRI) tak mampu membendung arus kuat yang terjadi di tubuh Korps Bhayangkara.

    “Setelah kami selesai ternyata teori-teori yang kami dapatkan, latihan-latihan yang kami dapatkan tidak mampu untuk mengatasi kekuatan daripada arus (di dalam tubuh Polri) itu sendiri, arus budaya organisasi,” ujarnya dalam perbincangan di Podcast Forum Keadilan TV yang diunggah pada Rabu, 15 Oktober 2025.

    Dia lantas memberi contoh budaya di tubuh Polri. Menurutnya, budaya tersebut kerap jadi perdebatan di masyarakat.

    “Seperti yang diributkan masyarakat, masih ada pemerasan, ada korupsi, ada kekerasan dan sebagainya,” ungkapnya.

    Hal itu, kata dia, menjadi persoalan. Jika hal itu tidak ada, lanjutnya, tidak akan ada masalah terkait reformasi Polri.

    Dharma Pongrekun mengaku, dirinya ingin menjadi polisi yang baik. Namun, rasa aman sebagai anak buah atau anggota Polri sangat ditentukan oleh value yang dibangun oleh pimpinannya.

    “Rasa aman daripada anggota untuk dia tetap bertahan di organisasi tersebut dengan nyaman adalah mengikuti value. Kalau tidak nanti akan disebut ‘kamu melawan arus’” ujarnya.

    Arus tersebut, kata dia, tak kasat mata. Namun, apa yang terjadi di dalamnya ibarat ‘kerbau yang dicucuk hidungnya’ dan ada konsekuensi jika tak mengikuti arus tersebut.

    “Tampias, tergeser dari harapan-harapan yang dianggap mampu atau bisa untuk mewarnai atau memperbaiki organisasi, otomatis,” tandasnya.***

  • Menengok Keamanan Siber Era Prabowo-Gibran
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        15 Oktober 2025

    Menengok Keamanan Siber Era Prabowo-Gibran Nasional 15 Oktober 2025

    Menengok Keamanan Siber Era Prabowo-Gibran
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Di tengah pesatnya transformasi digital, ancaman keamanan siber nasional menjadi kian nyata.
    Indonesia masih rentan terhadap serangan siber, terlihat dari terjadinya kasus peretasan dan kebocoran data di satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo dan Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming.
    Di awal Oktober ini, sebanyak 341.000 data personel polisi yang tersebar berisi informasi nama lengkap, pangkat, satuan tugas, nomor telepon, dan alamat surel.
    Selain itu, ada 133,4 juta serangan siber terjadi di Tanah Air dalam kurun waktu enam bulan, yakni Januari-Juni 2025.
    Temuan tersebut adalah hasil riset berjudul “Indonesia Waspada: Ancaman Digital di Indonesia Semester 1 Tahun 2025” yang dirilis platform intelijen ancaman siber nasional milik Prosperita Group, AwanPintar.id.
    Dalam riset ini, disebutkan bahwa 68,37 persen jenis serangan adalah “Generic Protocol Command Decode”, yang merupakan serangan awal peretas (
    hacker
    ) untuk menguji ketahanan suatu sistem.
    “Serangan terbanyak masih berasal dari kategori
    Generic Protocol Command Decode
    , yang biasanya menjadi indikasi awal upaya peretas untuk menguji kerentanan sistem,” jelas Founder AwanPintar.id, Yudhi Kukuh dalam acara Virtual Media Briefing yang digelar Awanpintar.id, 26 Agustus 2025 lalu.
    Pemerintah Indonesia telah menyadari soal adanya tantangan terkait keamanan siber tersebut serta memiliki sejumlah kebijakan hingga kerja sama untuk mengatasinya.
    Salah satu langkah konkret yang diambil ialah pemblokiran terhadap konten terkait judi online oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
    Dari catatan
    Kompas.com
    , sejak Presiden RI Prabowo Subianto menjabat atau 20 Oktober 2024 hingga 23 April 2025 tercatat sudah ada 1,3 juta konten judi
    online
    yang diblokir.
    “Sepanjang 20 Oktober 2024 hingga 23 April 2025, Komdigi telah menangani lebih dari 1,3 juta konten perjudian
    online
    ,” kata Menteri Komdigi Meutya Hafid dalam keterangan resmi, Sabtu (3/5/2025) lalu.
    Saat itu, Meutya mengatakan, rincian pemblokiran mencakup 1.192.000 situs judi dan 127.000 konten di media sosial.
    Selain pemblokiran konten ilegal, Kementerian Komdigi juga telah menerbitkan Pedoman Etika AI yang terkait pengembangan dan penerapan AI yang bertanggung jawab di Indonesia.
    Pada 27 Februari 2025, Wakil Menteri Komdigi Nezar Patria mengungkapkan pihaknya juga tengah menyiapkan regulasi terkait keamanan siber.
    “Soal regulasi keamanan siber, saat ini sedang berlangsung diskusi yang bertujuan untuk membuat regulasi yang melindungi infrastruktur penting masyarakat tanpa menghambat inovasi digital,” ungkapnya, dikutip dari situs resmi Komdigi.
    Menurut Nezar, Komdigi juga menyiapkan program keamanan informasi, seperti standar sistem publik dan audit aplikasi.
    Progam ini akan menjadi inisiatif dalam penerapan standar keamanan untuk sistem elektronik publik, audit keamanan aplikasi, dan memfasilitasi sertifikasi keamanan untuk kementerian, lembaga hingga pemerintah daerah.
    “Terakhir soal kerja sama internasional. Kementerian Komdigi secara aktif berpartisipasi dalam Kerja Sama Keamanan Siber ASEAN, bermitra dengan negara-negara lain dan pertukaran intelijen ancaman internasional untuk membangun ketahanan siber nasional,” imbuhnya.
    Dalam aspek penegakan hukum, pihak Kepolisian terus melakukan penindakan terhadap pelaku kasus kejahatan siber seperti judi hingga penipuan online.
    Baru-baru ini, polisi menangkap seorang inisial WFT (22) atau orang di balik “Bjorka”, peretas yang kerap disebut-sebut terlibat dalam sejumlah kebocoran data di Indonesia.
    Penangkapan pemilik akun X @bjorkanesiaa versi 2020 itu dilakukan pada Selasa (23/9/2025) di Minahasa, Sulawesi Utara.
    Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono menilai kesadaran akan ancaman digital yang kompleks dan lintas sektor sudah semakin meningkat di satu tahun terakhir.
    “Dalam satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo, perhatian terhadap keamanan siber semakin meningkat,” kata Dave kepada
    Kompas.com
    .
    Meski sejumlah lembaga telah melakukan penguatan, lanjut Dave, koordinasi nasional masih perlu ditingkatkan.
    Hal ini dinilai perlu agar respons terhadap serangan siber lebih cepat dan terpadu.
    Politikus Partai Golkar ini pun memberikan sejumlah usulan, termasuk dibuatnya peta jalan keamanan siber nasional.
    “Saya mendorong pemerintah untuk memperkuat kelembagaan, meningkatkan anggaran dan SDM, serta menyusun peta jalan keamanan siber nasional yang komprehensif,” ucap Dave.
    Dave juga mendorong ada evaluasi dan harmonisasi regulasi agar tidak terjadi tumpang tindih kebijakan khususnya di sektor keamanan siber.
    “Komisi I DPR RI terus mendorong agar isu ini masuk dalam kebijakan strategis nasional dan terbuka untuk berdialog dengan semua pemangku kepentingan,” tuturnya.
    Dari sisi regulasi, Indonesia sudah memiliki sejumlah regulasi di antaranya Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). Beleid ini diketahui mengatur soal perlindungan data pribadi di Indonesia.
    Terbaru, pemerintah juga sedang menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS).
    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengungkapkan, draf RUU tersebut sedang disusun bersama Kementerian Komunikasi dan Digital serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
    “Sementara disusun drafnya, jadi di Kementerian Hukum sekarang ada panitia antar kementerian, kemudian dari BSSN, kemudian juga dari Komdigi,” kata Supratman di Graha Pengayoman Kemenkum, Jakarta, Jumat (3/10/2025).
    Supratman menyatakan, akan secepatnya menyerahkan draf RUU KKS ke DPR RI untuk dibahas.
    Dihubungi terpisah, pakar keamanan siber, Pratama Persadha berpandangan kehadiran aturan keamanan dan ketahanan siber sangat mendesak dan tidak dapat ditunda.
    Menurutnya, perlu ada payung hukum yang komprehensif agar koordinasi antar lembaga tidak tumpang tindih, khususnya saat menangani insiden siber.
    “RUU KKS seharusnya mengatur dengan jelas peran dan kewenangan antar lembaga, mekanisme pertukaran data lintas instansi, standar keamanan siber bagi infrastruktur vital nasional (kritis nasional), serta tanggung jawab hukum bagi penyelenggara sistem elektronik dalam melindungi data pengguna,” papar Pratama saat dihubungi Kompas.com, Rabu (15/10/2025).
    Dia juga menekankan dalam RUU KKS perlu memuat aspek terkait mekanisme manajemen krisis siber nasional, protokol kolaborasi internasional, dan perlindungan terhadap sumber daya manusia siber (
    cyber workforce protection
    ) yang kerap menjadi target serangan.
    Dalam konteks keamanan siber, pemerintahan era Presiden Prabowo selama satu tahun ini sudah progresif.
    Arah kebijakan pemerintah era Prabowo, kata Pratama, sudah menunjukkan intensi kuat untuk mengoptimalkan pertahanan ruang siber, meskipun implementasinya masih mengalami tantangan struktural dan koordinatif.
    “Sejauh ini, capaian pemerintah dapat dikatakan progresif dalam aspek penindakan dan penegakan hukum, namun masih perlu penajaman dalam strategi preventif, tata kelola data, serta pembangunan infrastruktur keamanan siber yang lebih berdaulat,” ujar Pratama.
    Chairman Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) ini menilai langkah pemerintah dalam penangkap pelaku dan memblokir jutaan situs ilegal belum cukup memberikan efek jera.
    Namun, ia mengatakan langkah tersebut wujud komitmen negara dalam menjaga moralitas dan keamanan digital masyarakat.
    Misalkan pada kasus judi online, ia menyarankan strategi keamanan siber jangan berhenti pada tindakan “takedown” atau “blocking” pada situs semata, tetapi harus mengarah ke server permainan judi online tersebut.
    Pratama mengatakan, strategi keamanan siber harus diperluas ke ranah deteksi dini, intelijen siber, dan penguatan keamanan infrastruktur digital nasional.
    “Pemerintah perlu menekankan pendekatan intelijen yang berbasis data besar (big data intelligence) guna memetakan pola kejahatan siber, jaringan pendanaan ilegal, serta hubungan antara situs, aplikasi, dan individu yang beroperasi di bawah sistem lintas negara,” paparnya.
    Aspek lain yang disorot adalah peran Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), yang juga bertanggung jawab untuk menjaga keamanan informasi nasional.
    Ia berpandangan BSSN perlu bertransformasi karena kewenangan dan kapasitas operasionalnya masih belum sebanding dengan kompleksitas ancaman digital di Indonesia.
    “BSSN perlu ditransformasikan menjadi lembaga dengan otoritas lebih besar dalam menetapkan standar keamanan nasional, melakukan audit siber pada sektor-sektor strategis, serta memimpin koordinasi penanganan insiden siber lintas lembaga,” kata Pratama.
    Pemerintah diminta menempatkan BSSN sejajar dengan lembaga strategis negara lainnya dalam hal kebijakan, bukan sekadar lembaga teknis.
    BSSN juga perlu diperkuat dengan pengembangan laboratorium forensik digital nasional, peningkatan kapasitas sumber daya manusia terkait siber, dan pembangunan Pusat Operasi Keamanan Nasional (National Cyber Operations Center) yang terhubung langsung dengan infrastruktur digital kritis.
    Selain BSSN, Pratama mendorong pembentukan Lembaga Pelindungan Data Pribadi (PDP) sebagai lembaga independen yang mengawasi, menegakkan, dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi data pribadi.
    Diharapkan Lembaga PDP bukan hanya menjadi pengawas tetapi juga regulator yang memiliki kewenangan untuk memberikan panduan teknis, melakukan investigasi, serta menjatuhkan sanksi administratif dan finansial.
    “Lembaga PDP juga harus bekerja beriringan dengan BSSN dalam membangun ekosistem keamanan informasi nasional, misalnya melalui sertifikasi keamanan sistem elektronik dan audit kepatuhan data lintas sektor,” imbuhnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.