Kementrian Lembaga: BRIN

  • Puasa Ramadhan 2025 Mulai Tanggal Berapa? Ini Prediksi NU dan Muhammadiyah

    Puasa Ramadhan 2025 Mulai Tanggal Berapa? Ini Prediksi NU dan Muhammadiyah

    PIKIRAN RAKYAT – Berikut jadwal puasa Ramadhan 2025 versi Muhammadiyah, NU, dan Pemerintah. Jangan lupa siapkan segalanya menyambut bulan suci ramadan dengan penuh kegembiraan.

    Muhammadiyah sudah menetapkan jadwal 1 Ramadhan, sedangkan pemerintah organisasi keislaman Nahdlatul Ulama masih belum menentukannya. Meski begitu, biasanya perbedaannya tidak terlalu jauh.

    Jadwal puasa versi Muhammadiyah

    Diketahui Muhammadiyah menetapkan jadwal puasa 1 Ramadhan dalam Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 1/MLM/I.0/E/2025. Organisasi keislaman itu menetapkannya menurut metode hisab hakiki wujudul hilal. Simak jadwalnya:

    1 Ramadhan 1446 H: Sabtu, 1 Maret 2025 Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1446 H: Minggu, 30 Maret 2025 Jadwal puasa versi NU dan Pemerintah

    Sedangkan Pemerintah dan NU biasanya menetapkan jadwal puasa dengan mempertimbangkan pengamatan fisik hilal dan Sidang Isbat. Biasanya sidang tersebut diadakan pada H-1 menjelang perkiraan 1 Ramadhan, pada tahun 2025 ini, diprediksi sidang itu digelar pada Jumat, 28 Februari 2025. Oleh karena itu, perkiraan jadwal 1 Ramadhan 2025 adalah sebagai berikut:

    Ramadhan 1446 H: antara 28 Februari 2025 atau 1 Maret 2025

    Berdasarkan penyelenggaraan tahun 2024, Sidang Isbat dihadiri Menteri Agama, perwakilan organisasi keislaman seperti Nahdlatul Ulama (NU), duta besar negara sahabat, pihak BRIN, BMKG, dan tim unifikasi kalender hijriah Kemenag. Umat Islam akan mendapat informasi kapan jadwal puasa dimulai.

    25 kumpulan Poster Menyambut Ramadhan 2025 LINK DOWNLOAD 1 LINK DOWNLOAD 2 LINK DOWNLOAD 3 LINK DOWNLOAD 4 LINK DOWNLOAD 5 LINK DOWNLOAD 6 LINK DOWNLOAD 7 LINK DOWNLOAD 8 LINK DOWNLOAD 9 LINK DOWNLOAD 10 LINK DOWNLOAD 11 LINK DOWNLOAD 12 LINK DOWNLOAD 13 LINK DOWNLOAD 14 LINK DOWNLOAD 15 LINK DOWNLOAD 16 LINK DOWNLOAD 17 LINK DOWNLOAD 18 LINK DOWNLOAD 19 LINK DOWNLOAD 20 LINK DOWNLOAD 21 LINK DOWNLOAD 22 LINK DOWNLOAD 23 LINK DOWNLOAD 24 LINK DOWNLOAD 25

    Demikian jadwal puasa 1 Ramadhan versi Muhammadiyah, NU, dan Pemerintah. Sobat PR bisa mengamati prediksi perbedaan kapan dimulainya bulan suci Ramadan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Saran Ahli untuk Pemilu & Pilkada Mendatang: Politik Uang Ditangani Polisi hingga Pelibatan PPATK – Halaman all

    Saran Ahli untuk Pemilu & Pilkada Mendatang: Politik Uang Ditangani Polisi hingga Pelibatan PPATK – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tercetus usul agar politik uang dalam pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) ditangani langsung oleh pihak kepolisian. 

    Ide itu disampaikan oleh ahli hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini. Ia menilai langkah itu untuk memungkinkan dilakukannya operasi tangkap tangan (OTT).

    Politik uang dalam pemilu dan pilkada hingga saat ini ditangani oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

    “Penanganan politik uang langsung oleh pihak kepolisian untuk memungkinkan OTT dan debirokratisasi penindakan,” kata Titi dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi II DPR RI, di Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta Pusat, Rabu (26/2/2025).

    Dalam kesempatan itu Titi juga mengusulkan beberapa poin seperti pendistribusian bantuan sosial (bansos) selama pemilu dan pilkada dapat dihentikan. 

    Titi mengapresiasi sudah tidak diterapkannya bansos saat Pilkada 2024. Hal itu ia sebut sebagai sebuah kemajuan.

     

    Usul lainnya adalah ihwal melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam pengawasan dana kampanye serta diharapkan adanya pengesahan undang-undang terkait pembatasan transaksi uang tunai.

    “Pengesahan UU Pembatasan Transaksi Uang Kartal/Tunai untuk memotong mata rantai jual beli suara di pemilu dan pilkada,” tuturnya.

    Titi juga memberi saran terkait penggunaan e-voting. Menurutnya, hal itu dapat membantu pemilih di luar negeri menggunakan hak pilihnya.

    Lebih lanjut, Titi menyoroti pula terkait penanganan pelanggaran saat pilkada. Menurutnya, waktu penanganan pelanggaran yang sempit membuat penegakan hukum tidak efektif. 

    “Sempitnya kerangka waktu penanganan pelanggaran membuat penegakan hukum pilkada menjadi tidak optimal dan efektif memberikan keadilan pemilu dan efek jera,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, Komisi II DPR RI menggelar rapat dengar pendapat umum dengan sejumlah pakar dalam rangka meminta masukan terkait evaluasi Pilkada 

    Sejumlah pakar pemilu di antaranya Peneliti Bidang Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Moch Nurhasim dan Dosen Hukum Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia Titi Anggraini.

    Kemudian, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustiyanti, serta Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas Khairul Fahmi yang hadir secara daring.

  • Tiap Tahun 100.000 Ha Lahan Sawah di RI Lenyap, Pemerintah Bisa Apa?

    Tiap Tahun 100.000 Ha Lahan Sawah di RI Lenyap, Pemerintah Bisa Apa?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menko bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan, setidaknya 100.000 hektare (ha) lahan pertanian di Indonesia mengalami alih fungsi. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam mewujudkan swasembada pangan. 

    Padahal, Presiden Prabowo Subianto mempercepat target swasembada pangan yang awalnya tahun 2029 menjadi 2026. Zulhas sendiri optimistis target itu bisa tercapai, apalagi dengan dibentuknya Kemenko Pangan dalam Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo. 

    Hanya saja, imbuh dia, untuk mewujudkan pangan swasembada pangan di Indonesia tidak bisa hanya mengendalikan satu kementerian atau pemerintah pusat saja. Sebab, ujarnya, urusan pangan mencakup persoalan yang sangat luas. 

    Apalagi, ucap Zulhas, ada sederet tantangan yang dapat menghalangi upaya Indonesia mencapai swasembada pangan. 

    “Banyak sekali instansi yang terlibat. Menteri Pertanian bisa apa kalau dia sendiri,” kata Zulhas katanya dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2025 di Hotel Westin, Jakarta, Rabu (26/2/2025).

    Swasembada pangan, jelasnya, menyangkut tugas dan fungsi lintas kementerian dan lembaga, mulai dari Kementerian Pertanian (Kementan), Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang mengurusi neraca pangan hingga harga pangan. Juga ada BUMN pangan yang dikerahkan pemerintah untuk menjaga kestabilan harga dengan menampung hasil produksi petani. 

    Belum lagi, kata dia, ada persoalan mengenai pupuk, kawasan, perizinan termasuk izin impir dan ekspor, irigasi, hingga jalan. Juga, menyangkut kementerian lain seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Karena pangan tak melulu karbohidrat, tapi juga protein yang dihasilkan dari produksi kelautan dan perikanan. Tak kalah penting, sambungnya, ada peran perguruan tinggi dan lembaga riset seperti BRIN, juga TNI, Polri, dan pemerintah daerah.

    Di sisi lain, kata Zulhas, ada sederet tantangan dalam menuju swasembada pangan.

    Mulai dari perubahan iklim, kondisi perekonomian global, gejolak harga pangan global, bencana alam, perkembangan teknologi dan sumber daya manusia (SDMP, peningkatan jumlah penduduk, aspek distribusi, hingga alih fungsi lahan yang mencapai 100.000 ha per tahun.

    “Kata kuncinya, ini akan sukses kalau ada kerja sama antarbupati, gubernur, pemerintah pusat,” tegas Zulhas.

    Kata dia, kondisi saat ini sangat memungkinkan untuk Indonesia bisa swasembada pangan dalam tempo cepat. Hal ini justru berbanding terbalik dengan tahun lalu dimana kondisinya tidak memungkinkan bahkan Indonesia impor hampir 4 juta ton beras.

    “Tantangan pangan, perubahan iklim. Tahun lalu kita shortage, tahun lalu kita impor beras hampir 4 juta ton, impor garam hampir 3 juta ton, jagung 2,8 juta,” sebutnya.

    Food Estate Jadi Solusi Strategis

    Karena itu, ucapnya, salah satu jurus yang dilakukan pemerintah untuk menjamin tercapainya swasembada pangan adalah dengan membangun lahan pertanian yang baru. Meski, di satu sisi, dia mengakui ada tantangan dari segi pertumbuhan jumlah penduduk yang memicu terjadinya kelebihan kapasitas lahan. Dia mencontohkan pulau Jawa yang jumlah penduduknya ditaksir sudah mencapai 90 juta orang. 

    “Sebagian daerah sudah di bawah permukaan laut, alih fungsi lahan cepat sekali di Pulau Jawa. Lahan-lahan pertanian berubah menjadi industri, menjadi perumahan, dll. Harusnya Pulau Jawa menjadi pusat keuangan,pusat pendidikan,pusat industri kreatif, tapi sekarang menjadi pusat pertanian. Karena separuh lebih, hampir 60 persen hasil pertanian itu masih di Jawa,” bebernya.

    “Oleh karena itu, kita memang harus membangun yang baru, yang kita kenal dalam food estate.  Sekarang Mentan lagi di Merauke. Di sana besar sekali, Merauke itu satu kabupaten, mungkin lebih luas dari Pulau Jawa. Akan dikembangkan 1-2 juta hektare lahan pertanian. Kemudian di Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan daerah lain,” kata Zulhas.

    Foto: Curhat Menko Zulhas Soal Target Swasembada, Impor Pangan hingga Kesejahteraan Petani (CNBC Indonesia TV)
    Curhat Menko Zulhas Soal Target Swasembada, Impor Pangan hingga Kesejahteraan Petani (CNBC Indonesia TV)

    (dce/dce)

  • PT DI akan uji kemampuan drone MALE Elang selama 1 bulan

    PT DI akan uji kemampuan drone MALE Elang selama 1 bulan

    Badung (ANTARA) – Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (PT DI) Gita Amperiawan mengatakan bahwa pihaknya akan menguji kemampuan pesawat tanpa awak buatan Indonesia, yakni drone medium altitude long endurance (MALE) Elang Hitam selama 1 bulan ke depan.

    “Mungkin dalam 1 bulan ke depan kami akan demo flight MALE itu untuk bisa terbang 24 jam, kemudian payload-nya sekitar 300 kilogram,” kata Gita kepada awak media saat ditemui di Kantor PT DI, Bandung, Jawa Barat.

    Gita mengatakan bahwa drone tersebut merupakan hasil rancangan PT DI bekerja sama dengan Badan Riset Informasi Nasional (BRIN).

    Setelah pengujian drone selesai, pihaknya akan mengembangkan drone MALE Elang Hitam agar bisa berfungsi lebih maksimal.

    Pengembangan drone MALE oleh PT DI, kata dia, bersamaan dengan rencana TNI AU membeli drone Bayraktar pabrikan Turki.

    Gita berharap ke depan akan tercipta transfer teknologi antara Turki dan PT DI untuk pengembangan drone MALE Elang Hitam.

    Dengan demikian, drone MALE akan makin canggih dan mampu memenuhi kebutuhan pertahanan TNI.

    Pengembangan PTTA MALE buatan dalam negeri Elang Hitam dirintis sejak 2015 dan konsorsium untuk itu dibentuk pada tahun 2017 yang terdiri atas Kementerian Pertahanan RI, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), TNI Angkatan Udara, Institut Teknologi Bandung, PT Dirgantara Indonesia dan PT Len Industri, kemudian pada tahun 2019 bertambah satu anggota, yaitu Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

    PT DI dan BPPT (sekarang melebur menjadi bagian dari BRIN) pada tahun 2019 berhasil membuat rangka (airframe) PTTA MALE Elang Hitam dan meluncurkan itu ke hadapan publik di hanggar PT DI.

    Namun, pada tahun 2020, BRIN mengumumkan program pengembangan Elang Hitam dialihkan dari versi militer menjadi drone sipil.

    Kepala BRIN (saat itu) Laksana Tri Handoko menjelaskan bahwa pengalihan itu karena ada kendala penguasaan sejumlah teknologi kunci. Keputusan itu juga karena hasil uji terbang yang gagal pada tahun 2021.

    Berlanjut ke hasil Rapat Pleno KKIP pada bulan Oktober 2024, pengembangan PTTA MALE untuk kebutuhan militer kembali berlanjut, dan dipimpin oleh PT DI sebagai lead integrator.

    Pewarta: Walda Marison
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Komisi II rapat terkait evaluasi pilkada dan penataan sistem pemilu

    Komisi II rapat terkait evaluasi pilkada dan penataan sistem pemilu

    Jakarta (ANTARA) – Komisi II DPR RI menggelar rapat dengar pendapat umum dengan sejumlah pakar dalam rangka meminta masukan terkait evaluasi Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2024 hingga penataan sistem pemilu pada masa mendatang.

    “Yang pertama, (agenda) kita masukan terkait evaluasi serentak nasional 2024,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima saat membuka jalannya rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.

    Dia mengatakan Komisi II DPR merasa perlu mendengarkan masukan dari pakar kepemiluan maupun hukum guna memperoleh perspektif akademis terkait pelaksanaan pemilu di Indonesia.

    “Kami percaya dari kalangan akademisi akan lebih adil dan lebih jujur karena sandarannya adalah kebenaran-kebenaran akademis dalam melihat realitas, dalam memotret, berbagai hal yang terkait dengan pemilu,” ujarnya.

    Aria Bima menjelaskan agenda rapat juga untuk mendapatkan masukan terhadap penataan sistem pemilu di Indonesia ke depan.

    Menurut dia, hampir setiap lima tahun Undang-Undang Pemilu dilakukan perubahan demi perbaikan pelaksanaan pemilu di tanah air.

    “Karena kami ingin selalu memperbaiki bangunan hukum, sandaran hukum di dalam kita berdemokrasi. Setelah juga melihat praktik-praktik per lima tahunan (pemilu) yang plus minusnya itu selalu ada,” tuturnya.

    Ia menambahkan, “Dari ruangan inilah kita berharap pemilu yang semakin demokratis, pemilu yang semakin menunjukkan kualitas kita di dalam melakukan fungsi pengawasan, pembuatan undang-undang, juga merumuskan berbagai hal, termasuk anggaran pemilu, dengan keinginan bahwa pilihan kita berdemokrasi adalah cara kita bisa membawa bangsa ini lebih maju, lebih bermartabat.”

    Sejumlah pakar pemilu yang hadir dalam RDPU Komisi II DPR pada hari ini, di antaranya Peneliti Bidang Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Moch. Nurhasim dan Dosen Hukum Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia Titi Anggraini.

    Kemudian, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustiyanti, serta Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas Khairul Fahmi yang hadir secara daring.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Apa Itu Hilal dan Hisab? Dua Metode Penentuan Awal Ramadhan di Indonesia

    Apa Itu Hilal dan Hisab? Dua Metode Penentuan Awal Ramadhan di Indonesia

    Jakarta

    Dalam menentukan awal Ramadhan, selain menggunakan metode rukyatul hilal (pengamatan), dilakukan juga metode hisab (perhitungan). Semua sesuai kaidah ilmiah, namun apa perbedaan keduanya?

    Rukyatul hilal adalah melakukan pengamatan ketampakan hilal atau Bulan sabit saat Matahari terbenam menjelang awal bulan pada kalender Hijriah.

    Sedangkan hisab dapat diartikan dengan perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi Bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriah.

    Lalu, metode manakah yang lebih akurat? Rukyatul hilal atau hisab? Seperti pernah dijelaskan Prof Dr Thomas Djamaluddin, MSc, ahli astronomi dan astrofisika Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), kedudukan rukyat dan hisab setara, bisa saling menggantikan atau saling melengkapi.

    “Tanda-tanda awal bulan yang berupa hilal bisa dilihat dengan mata (rukyat) dan bisa juga dihitung (hisab) berdasarkan rumusan keteraturan fase-fase Bulan dan data-data rukyat sebelumnya tentang kemungkinan hilal bisa dirukyat,” jelasnya di akun Instagram @pussainsa_lapan saat membahas ‘Penentuan Ramadan dan Hari Raya Menurut Astronomi’ beberapa waktu silam.

    Disebutkan Prof Djamal, baik rukyatul hilal maupun hisab, sesungguhnya sifatnya menduga-duga. Jadi, tidak ada yang pasti dan masing-masing memiliki kekuatan serta kelemahan.

    “Rukyat pada prinsipnya kita melihat. Tapi pada kenyataannya (hilal) sangat tipis dan bisa jadi ada cahaya lain. Yakin tidak? Makanya perukyat itu akan disumpah yakin tidak yang dilihat hilal?” urainya.

    Demikian juga dengan metode hisab. Menurut angka perhitungannya memang akurat, tapi untuk menentukan apakah sudah masuk tanggal awal bulan baru atau belum, harus menggunakan kriteria.

    Bukan Penyebab Perbedaan

    Dalam penetapan awal bulan Ramadhan atau Idul Fitri di Indonesia kerap kali kita menemukan perbedaan. Prof. Djamal selalu mengingatkan bahwa hal ini bukan karena hisab dan rukyat, karena seperti sudah disebutkan, prinsip perhitungan antara hisab dan rukyat hilal, secara astronomi, adalah sesuatu yang saling melengkapi.

    “Secara umum, perbedaan itu banyak faktor. Tapi akar masalahnya karena perbedaan kriteria,” kata Prof Djamal.

    Idul Fitri pada 1998 menjadi contoh pembuktian ini. Bahwa, perbedaan yang terjadi di masyarakat Indonesia bukan karena hisab dan rukyat. Pada tahun itu, di Nahdlatul Ulama (NU) ada perbedaan sesama ahli rukyat ketika ketinggian bulan kurang dari satu derajat.

    Di Pengurus Besar (PB) NU ada yang menolak kesaksian itu karena bulan terlalu rendah. Tapi, di NU Jatim bisa diterima. Jadi, sesama ahli rukyat dalam memahami rukyat yang sama pun berbeda. Perbedaan itu memang terjadi karena persoalan mendefinisikan kriteria hilal.

    Sesama ahli hisab di Muhammadiyah dan Persis pun sama. Mereka berbeda penetapannya karena kriteria. Muhammadiyah mendasarkan pada asal sudah berwujud atau ketinggian di atas nol derajat sudah bisa masuk awal Ramadhan. Tapi, Persis, mendasarkan kriteria kemungkinan bisa dirukyat. Jadi, kalau belum terlihat, belum bisa dirukyat.

    Maka, pada 1998, di kalangan NU lebarannya pun ada perbedaan. Begitu juga dengan Muhammadiyah saat itu berlebaran 29 Januari dan Persis 30 Januari.

    Di sisi lain, kasus 1998 menjadi contoh nyata bahwa permasalahan perbedaan awal puasa dan Idul Fitri bukan karena hisab dan rukyat, tapi kriteria dan menjadi titik terang untuk menyatukan perbedaan tersebut.

    “Pemerintah mengupayakan ada satu sistem tunggal sehingga keterbukaan semua pihak bisa membuat satu kalender yang mapan: ada otoritas tunggal, kriteria tunggal, dan batas tanggal yang disepakati,” kata Prof Djamal.

    Menurutnya, kriteria pada dasarnya sesuatu yang berdasarkan ijtihad dan bisa diangkat untuk mempersatukan. Dia berharap kriteria yang baru akan membuka jalan untuk mencapai penetapan kriteria tunggal tersebut yang akan dijadikan rujukan semua pihak dan mempersatukan umat.

    (rns/rns)

  • BRIN Prediksi Hasil Sidang Isbat Penentuan Awal Ramadhan, Berbeda dengan Arab Saudi?

    BRIN Prediksi Hasil Sidang Isbat Penentuan Awal Ramadhan, Berbeda dengan Arab Saudi?

    PIKIRAN RAKYAT – Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika dari Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin memprediksi awal 1 Ramadhan menurut pemerintah.

    Selain itu, dalam sebuah diskusi yang disiarkan melalui kanal YouTube resmi BRIN di Jakarta pada Selasa, Thomas juga mengungkapkan bahwa perbedaan waktu penentuan awal Ramadhan dan Idul Fitri antara Indonesia dan Arab Saudi tidak disebabkan oleh kriteria yang berbeda, melainkan karena keputusan yang diambil oleh masing-masing pemerintah.

    Menurut Thomas, negara-negara yang terletak lebih ke barat, seperti Arab Saudi, memiliki peluang lebih besar untuk melihat posisi bulan yang lebih tinggi dan jaraknya yang lebih jauh dari matahari. Secara teoritis, wilayah barat memiliki potensi lebih besar untuk mengamati hilal lebih awal dibandingkan dengan wilayah timur.

    “Jadi sebenarnya wajar ketika di Arab Saudi itu sudah terlihat hilal, padahal di Indonesia belum (terlihat), itu wajar,”jelasnya.

    Perbedaan Penetapan Awal Zulhijah dan Puasa Arafah

    Perbedaan ini tidak hanya terjadi pada penentuan awal Ramadhan atau Idul Fitri, tetapi juga saat penetapan puasa sunah Arafah yang dilakukan pada tanggal 9 Zulhijah, bertepatan dengan musim haji.

    Thomas menjelaskan bahwa Arab Saudi seringkali memulai Zulhijah lebih dulu dibandingkan Indonesia, sehingga tanggal 9 Zulhijah di Arab Saudi biasanya tiba lebih awal daripada di Indonesia. Akibatnya, umat Islam di kedua negara mungkin menjalankan puasa Arafah pada tanggal yang berbeda.

    Perbedaan ini, lanjut Thomas, terutama dipengaruhi oleh keputusan pemerintah Arab Saudi yang lebih mengutamakan hasil pengamatan hilal secara langsung (rukyat) dan tidak harus mengacu pada perhitungan astronomi (hisab).

    Arab Saudi sendiri telah menetapkan awal Ramadhan pada tanggal 1 Maret 2025.

    Prediksi 1 Ramadhan 1446 H

    Thomas memprediksi bahwa pemerintah akan menetapkan awal puasa Ramadhan pada tanggal 2 Maret 2025. Berdasarkan fakta astronomi terkait pengamatan hilal yang dijadwalkan pemerintah pada Jumat, 28 Februari 2025, rukyatul hilal ini akan dilakukan di 125 lokasi di seluruh Indonesia.

    Menurut Thomas, posisi Bulan saat matahari terbenam di Banda Aceh pada hari tersebut telah melampaui kriteria MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura), yang mensyaratkan ketinggian Bulan minimal 3 derajat dengan sudut elongasi 6,4 derajat.

    Berbeda dengan Banda Aceh, posisi Bulan di wilayah lain, seperti Surabaya, belum memenuhi kriteria tersebut. Thomas mencatat bahwa elongasi geosentrik Bulan di Surabaya hanya mencapai 5,8 derajat, sehingga belum sesuai dengan ketentuan MABIMS.

    Ia menegaskan bahwa mengamati hilal Ramadhan kali ini akan menjadi tantangan. Thomas juga mengingatkan adanya potensi kegagalan dalam rukyat kali ini.

    “Kemungkinan gagal rukyat, kita tunggu saja hasil sidang isbat. Ada kemungkinan 1 Ramadan 1446 jatuh pada 2 Maret 2025,” tambahnya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Awal Puasa 2025 Bisa Beda, Ini Penjelasan Pakar BRIN

    Awal Puasa 2025 Bisa Beda, Ini Penjelasan Pakar BRIN

    Bisnis.com, JAKARTA — Pakar di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan terdapat kemungkinan perbedaan penetapan awal puasa atau 1 Ramadan 1446 H di Indonesia.

    Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika BRIN Thomas Djamaluddin menjelaskan bahwa terdapat potensi perbedaan awal Ramadan 1446 H. Perkiraan itu berdasarkan perhitungan posisi bulan pada Jumat (28/2/2025) nanti, yakni hari pemerintah akan menggelar rukyatul hilal di 125 titik seluruh Indonesia.

    Menurut Thomas, pada 28 Februari 2025 nanti, posisi bulan saat magrib di Banda Aceh adalah tinggi toposentrik 4,5° dan elongasi toposentrik 6,4°. Lalu, posisi bulan saat magrib di Surabaya adalah tinggi toposentrik 3,7° dan elongasi toposentrik 5,8°.

    Perhitungan posisi bulan mengacu pada kriteria Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS), yakni mensyaratkan tinggi bulan minimal 3° dan sudut elongasi 6,4°. Rupanya, posisi bulan pada 28 Februari 2025 nanti di Banda Aceh sedikit melebihi kriteria MABIMS, sedangkan di Surabaya kurang dari kriteria.

    Thomas menjelaskan bahwa Kriteria baru MABIMS terpenuhi di wilayah perbatasan, sekitar wilayah Aceh.

    “Potensi gagal rukyat cukup besar. Selain hilal sangat tipis dengan elongasi geosentrik 6,4° [batas kriteria], faktor cuaca kemungkinan besar cukup mengganggu,” tulis Thomas dalam unggahan media sosial pribadinya, dikutip pada Selasa (25/2/2025).

    Dia menuturkan bahwa jika rukyat gagal, terdapat potensi perdebatan saat sidang isbat. Setelah itu, menurutnya akan terdapat dua kemungkinan.

    Pertama adalah tetap konsisten dengan kriteria dan merujuk kepada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) 1981, yakni usul sidang isbat tetap mengambil hasil hisab yang memenuhi kriteria di Aceh, yang berarti 1 Ramadan 1446 H jatuh pada 1 Maret 2025.

    Kemungkinan kedua adalah usul sidang isbat mengambil keputusan berdasarkan hasil rukyat, karena di sebagian besar wilayah Indonesia hilal tidak memungkinkan dirukyat. Alhasil, 1 Ramadan 1446 H bisa jatuh pada 2 Maret 2025.

    “Dua pilihan itu mempunyai alasan yang kuat dan tidak menyalahi prinsip penggunaan kriteria Imkan Rukyat,” tulis Thomas.

    Thomas juga menyarankan agar Menteri Agama mendengarkan semua pandangan perwakilan organisasi masyarakat dan pakar dalam mengambil keputusan, dengan pertimbangan kemaslahatan umat.

    “Saya pribadi akan ikut keputusan pemerintah pada sidang isbat, apapun hasilnya,” tulis Thomas.

    Sidang Isbat awal Ramadan 1446 H akan berlangsung pada Jumat (28/2/2025), yang menentukan kapan awal puasa 2025 atau 1 Ramadan 1446 H.

  • Catatan Penting di Balik Suksesnya Advokasi Kebijakan

    Catatan Penting di Balik Suksesnya Advokasi Kebijakan

    loading…

    Erry Ricardo Nurza – Analis Kebijakan Ahli Utama, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Foto: Dok Pribadi

    Erry Ricardo Nurzal
    Analis Kebijakan Ahli Utama, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

    Baru-baru ini, saya terlibat dalam diskusi yang membahas tool dalam advokasi kebijakan di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Fokus utama dari pertemuan tersebut adalah “Penulisan dan Pemanfaatan Briefing Notes untuk Media Advokasi Kebijakan.” Dalam pertemuan tersebut, saya menyampaikan skenario nyata yang mengilustrasikan pentingnya briefing notes yang memudahkan pengambil kebijakan dalam merespons isu-isu krusial dengan lebih percaya diri berdasarkan informasi yang tepat (Himsworth dkk, 2021).

    Mari kita simak skenario tersebut. Bayangkan Anda adalah Menteri Kesehatan yang baru saja mendengar tentang wabah penyakit X di berita pagi. Tiba-tiba, ponsel Anda berdering. “Dua hari lagi akan ada rapat dengan anggota DPR” begitu isi pesan tersebut. Anda berpikir bahwa mereka pasti akan menghujani Anda dengan pertanyaan tentang rencana penanganan wabah tersebut. Anda panik? Jangan dulu!

    Dengan sigap, Anda meminta tim untuk menyiapkan berbagai informasi secepatnya. Kemudian, tim Anda kembali menemui Anda dengan dua dokumen. Pertama, sebuah makalah ilmiah yang penuh dengan istilah yang rumit yang tidak mudah untuk dipahami. Kedua, sebuah briefing note yang ditulis dengan jelas dan ringkas yang menguraikan masalah dan solusi yang potensial.

    Tanpa ragu, Anda memilih briefing notes dan melangkah percaya diri ke ruang rapat. Hasilnya? Anda berhasil karena Anda mampu menangani masalah ini dengan memberikan respons yang tepat.

    Skenario tersebut didasarkan pada kisah nyata. Kisah yang berulang secara terus-menerus yang terjadi di kota-kota, provinsi-provinsi, dan negara-negara di seluruh dunia setiap hari. Sebagian besar pembuat keputusan menghadapi berbagai macam masalah yang terus berubah. Mustahil bagi mereka untuk meneliti setiap masalah secara independen dengan rinci. Karena alasan ini, maka briefing note adalah informasi yang sangat penting yang diperlukan dalam ruang-ruang kerja pemerintahan, dan kemampuan kemampuan Anda untuk menulis briefing note yang baik akan memberikan dampak yang besar pada kemampuan Anda untuk menerjemahkan pesan Anda menjadi tindakan.

    Pentingnya penulisan briefing notes tidak bisa diremehkan. Dalam manajemen pemerintahan, dokumen ini sangat diperlukan untuk memastikan akuntabilitas. Semua keputusan yang diambil oleh pemerintah seharusnya didasarkan pada informasi tertulis yang jelas. Dokumen semacam ini akan membuat jejak pengambilan keputusan menjadi transparan dan terorganisir.

    Sementara itu, bagi pegawai pemerintah, memiliki kemampuan untuk menulis briefing notes yang baik berarti meningkatkan kemampuan berpikir sistematis, kritis dan kreatif. Selain itu, kemampuan menulis briefing tidak hanya meningkatkan kemampuan membaca, tetapi juga kemampuan dalam mengumpulkan informasi penting. Dengan mengasah keterampilan ini, maka Anda tidak hanya memperkuat posisi Anda di dalam pemerintahan, tetapi juga berkontribusi pada pengambilan keputusan yang lebih baik.

    Jadi, apa itu briefing notes? Fornberg (2020) menjelaskan bahwa briefing notes adalah alat penting yang digunakan untuk menyampaikan informasi dan berkontribusi pada proses pengambilan keputusan di semua kementerian dan lembaga pemerintah. Dokumen ini dirancang untuk menjelaskan ide-ide, menganalisis isu, memberikan nasihat, serta membuat rekomendasi dan membantu pembuatan keputusan. Sebuah briefing notesidealnya tidak lebih dari dua halaman, cukup ringkas untuk dibaca dan cukup padat untuk memberikan informasi yang diperlukan.

    Dalam praktiknya, School of Policy Study dari Queen’s University, Canada menjelaskan bahwa briefing notes sering digunakan dalam pemerintahan untuk berbagai tujuan. Pertama, pengambilan keputusan. Briefing note ini membantu penentu kebijakan untuk membuat keputusan tentang hal-hal spesifik yang memerlukan persetujuan, atau menentukan arah umum dan strategi penanganan suatu masalah. Jenis briefing notes ini juga dapat mencakup tinjauan ringkas tentang proposal kebijakan yang didukung oleh ringkasan kebijakan (policy brief). Contohnya, briefing note tentang “Persetujuan Obat Baru: Evaluasi Keamanan dan Efektivitas”. Briefing notes ini ditujukan untuk membantu membuat keputusan yang berbasis bukti mengenai apakah produk obat baru tersebut memenuhi standar yang ditetapkan atau tidak.

  • Darurat! Peneliti BRIN Ungkap Bahasa Daerah Indonesia Kian Menyusut

    Darurat! Peneliti BRIN Ungkap Bahasa Daerah Indonesia Kian Menyusut

    Jakarta

    Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan bahasa daerah di Indonesia terus mengalami penyusutan dari waktu ke waktu. Upaya pelestarian mesti terus digalakkan guna mempertahankan kekayaan budaya dalam negeri.

    Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahasa daerah, tercatat 726 bahasa yang masih digunakan hingga saat ini. Namun, banyak di antaranya mengalami kemunduran akibat berbagai faktor, seperti pemekaran wilayah, migrasi penduduk, dan dominasi bahasa mayoritas.

    Menyoroti fenomena ini, peneliti BRIN menekankan pentingnya konservasi dan revitalisasi bahasa daerah agar tidak mengalami kepunahan. Itu disampaikan dalam The 2nd International Conference on Language and Literature Preservation (ICLLP 2025), pada Kamis (20/02), di BRIN Gatot Subroto, Jakarta. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Pusat Riset Preservasi Bahasa dan Sastra (PR PBS) BRIN berkolaborasi dengan Suluh Insan Lestari dan Summer Institute of Linguistics (SIL International).

    Zainal Abidin, peneliti PR PBS BRIN, menyampaikan hasil risetnya tentang pergeseran bahasa pada komunitas Duanu di Riau, khususnya di Kecamatan Kateman. Suku Duanu, dituturkannya, yang awalnya merupakan komunitas suku laut, mengalami perubahan sosial dan budaya setelah mereka dipindahkan ke pemukiman tetap akibat kebijakan pemekaran wilayah.

    “Akibat perubahan ini, mereka beradaptasi dengan kehidupan di darat dan berinteraksi dengan kelompok masyarakat lain yang menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa utama. Akibatnya, penggunaan bahasa Duanu semakin berkurang, karena masyarakat lebih memilih menggunakan bahasa Melayu dan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari,” tuturnya dikutip dari laman BRIN, Senin (24/2/2025).

    Penelitian yang dilakukan menunjukkan vitalitas bahasa Duanu saat ini berada dalam kondisi terancam, dengan indeks keberlanjutan sebesar 0,35. Beberapa indikator seperti jumlah penutur, dominasi bahasa, sikap masyarakat terhadap bahasa daerah, dan dokumentasi menunjukkan adanya kemunduran signifikan.

    Salah satu faktor utama yang mempercepat pergeseran ini adalah anggapan bahwa menggunakan bahasa Duanu dapat menimbulkan stigma sosial sehingga masyarakat cenderung mengajarkan bahasa Melayu kepada generasi muda.

    “Selain itu, preferensi para orang tua untuk menggunakan bahasa Indonesia adalah agar dapat memperoleh pendidikan yang tinggi dan layak. Oleh karena itu, diperlukan upaya konkret dalam merevitalisasi bahasa Duanu agar tidak semakin tergerus oleh zaman,” ujarnya.

    Sementara itu, Rissari Yayuk, Peneliti PR PBS BRIN mengkaji peran leksikon peralatan dapur dalam peribahasa Banjar. “Peribahasa Banjar yang mengandung kearifan lokal dan filosofi hidup kini semakin jarang digunakan, terutama oleh generasi muda. Kajian ini menunjukkan bahwa terdapat 23 leksikon peralatan dapur yang digunakan dalam 40 peribahasa Banjar, yang menggambarkan kondisi sosial, karakter manusia, dan kehidupan sehari-hari,” ujarnya penuh semangat.

    Karena perubahan pola komunikasi dan modernisasi, penggunaan peribahasa ini semakin berkurang dan dikhawatirkan akan hilang dalam beberapa generasi mendatang, jika tidak dilakukan upaya pelestarian.

    “Leksikon peralatan dapur berperan sebagai pembentuk makna metafora dalam peribahasa Banjar yang disesuaikan dengan representasi pengetahuan masyarakat Banjar,” sambungnya.

    Dalam bidang linguistik deskriptif, Deni Karsana, Peneliti PR PBS BRIN meneliti struktur frasa dalam bahasa Lauje, sebuah bahasa yang masih minim dokumentasi.

    “Melalui pendekatan analisis sintaksis dan semantik, penelitian ini mengidentifikasi pola tata bahasa dan hubungan antarkata dalam bahasa Lauje. Studi ini menemukan adanya pola frasa endosentris dan eksosentris yang membentuk struktur kalimat bahasa Lauje, dengan klasifikasi berdasarkan jenis kata, seperti nomina, verba, adjektiva, dan numeralia,” ungkapnya.

    Kajian ini menjadi langkah awal dalam memahami bahasa Lauje lebih mendalam serta menyediakan dasar bagi penelitian lanjutan untuk dokumentasi dan konservasi bahasa tersebut.

    Dari berbagai penelitian ini, tampak jelas bahwa tantangan dalam konservasi bahasa daerah tidak hanya berkaitan dengan aspek linguistik, tetapi juga faktor sosial, ekonomi, dan budaya. Dominasi bahasa mayoritas, stigma sosial terhadap bahasa daerah, serta kurangnya dokumentasi menjadi faktor utama yang mempercepat kemunduran berbagai bahasa daerah di Indonesia.

    Oleh karena itu, dibutuhkan strategi yang komprehensif, termasuk revitalisasi bahasa melalui pendidikan, dokumentasi yang sistematis, serta peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mempertahankan bahasa daerah sebagai identitas budaya.

    Para periset ini menegaskan bahwa tanpa upaya serius dari berbagai pihak, bahasa daerah yang saat ini terancam punah dapat benar-benar hilang dalam beberapa dekade mendatang. Menurutnya, pemerintah, akademisi, dan masyarakat perlu bekerja sama dalam menyusun kebijakan pelestarian bahasa yang efektif. Termasuk juga, integrasi bahasa daerah dalam kurikulum pendidikan, pengembangan media berbahasa daerah, serta pendokumentasian bahasa melalui penelitian linguistik yang lebih luas.

    Dengan demikian, bahasa daerah di Indonesia dapat tetap lestari dan menjadi bagian dari kekayaan budaya yang terus diwariskan kepada generasi mendatang.

    (agt/rns)