Kementrian Lembaga: BRIN

  • Cecak Jenis Baru Ditemukan di RI, Tak Diduga Diberi Nama Ini

    Cecak Jenis Baru Ditemukan di RI, Tak Diduga Diberi Nama Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Tim Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kembali berhasil mengidentifikasi dan mendeskripsi spesies baru cecak jarilengkung (genus Cyrtodactylus) dari Jawa Timur. Cecak tersebut diberi nama C. pecelmadiun yang terinspirasi dari kuliner khas Jawa Timur “pecel madiun”. Hal itu juga karena spesies ini ditemukan di sekitar Madiun, yakni di Maospati dan Mojokerto.

    Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, Awal Riyanto mengungkapkan bahwa spesies ini ditemukan di lingkungan urban seperti tanggul jembatan, tumpukan genteng, dan kebun di permukiman desa. Ia meyebutkan alasan menamakan jenis cecak jarilengkung itu dengan nama kuliner khas nusantara.

    “Para peneliti ingin mengenalkan ragam kuliner Nusantara melalui dunia sains, sebagaimana yang telah dilakukan sebelumnya dalam deskripsi C. papeda dari Pulau Obi dan C. tehetehe dari Kepulauan Derawan,” ungkap Awal dalam keterangannya, Minggu (30/3/2025).

    Secara morfologi, C. pecelmadiun memiliki warna dasar cokelat kehitaman. Cecak berjenis kelamin jantan dewasa memiliki panjang tubuh (Snout-Vent Length/SVL) hingga 67,2 mm, sementara betina mencapai 59,0 mm. Spesies ini memiliki 18-20 baris tuberkular dorsal yang tidak teratur di bagian tengah tubuh, yaitu 26-28 baris tuberkular antara ketiak dan selangkangan, serta 28-34 baris sisik perut. Pada individu jantan, terdapat ceruk precloacal dengan 32-37 pori precloacofemoral, sementara bagian subkaudalnya tidak memiliki sisik lebar.

    Foto: Ilustrasi cicak. (Sajjad HUSSAIN / AFP)
    Ilustrasi cicak. (Sajjad HUSSAIN / AFP)

    “Kami mengamati bahwa C. pecelmadiun cenderung sebagai spesies generalis dalam hal habitat. Spesies ini ditemukan tidak lebih dari 40 cm di atas permukaan tanah, di berbagai lingkungan yang dekat dengan aktivitas manusia,” ujarnya.

    Sebagaimana diketahui, Cecak jarilengkung Jawa atau Cyrtodactylus marmoratus merupakan spesies yang pertama yang telah dideskripsi oleh Gray (1831), berdasarkan spesimen yang dikoleksi Heinrich Kuhl dan Johan Conrad van Hasselt. Saat ini, cecak jarilengkung itu tersimpan di Museum Naturalis, Belanda. Setelah 84 tahun berselang, de Rooij (1915) melaporkan keberadaan C. fumosus yang dideskripsi oleh Müller (1895), dan kemudian dikonfirmasi oleh Brongersma (1934).

    Seiring perkembangan penelitian, beberapa spesies baru dari Jawa telah dideskripsi, antara lain C. semiadii (2014), C. petani (2015), C. klakahensis (2016), dan C. belanegara (2024). Namun, Mecke et al. (2016) menemukan bahwa populasi C. fumosus di Jawa sebenarnya merupakan variasi dari C. marmoratus. Riyanto et al. (2020) juga mensinonimkan C. klakahensis sebagai C. petani berdasarkan taksonomi integratif.

    Secara filogenetik, C. pecelmadiun berkerabat dekat dengan C. petani, dengan jarak genetik 0,1-1,6%. Spesies ini menjadi bukti kedua keberadaan grup darmandvillei di Jawa setelah C. petani, grup ini melimpah di kawasan Sunda Kecil. Secara keseluruhan, Cyrtodactylus di Jawa terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu grup darmandvillei dan marmoratus, yang keduanya merupakan kompleks spesies. Kondisi ini semakin mendorong eksplorasi lebih lanjut untuk mengungkap keragaman tersembunyi (hidden diversity) dari Cyrtodactylus di Jawa.

    (wur/wur)

  • Soeharto Masuk 10 Tokoh Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Alasannya ‘Tutup Rapat Aib Sejarah’?

    Soeharto Masuk 10 Tokoh Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Alasannya ‘Tutup Rapat Aib Sejarah’?

    PIKIRAN RAKYAT – Belakangan ramai dalam pemberitaan, gelombang kritik atas langkah Kementerian Sosial (Kemensos) yang hendak menjadikan Presiden ke-2 RI, Jenderal Soeharto sebagai Pahlawan Nasional. Apa sejatinya alasan dari pemerintah?

    Dari laman resmi Kemensos, terungkap bahwa Kementerian Sosial bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) sedang membahas pengusulan calon Pahlawan Nasional tahun 2025.

    Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul), di Ruang Rapat Menteri, Selasa, 18 Maret 2025 lalu, mengatakan bahwa dasar penentuan gelar kali ini selaras dengan semangat kerukunan dan kebersamaan.

    “Nah, semangatnya Presiden sekarang ini kan semangat kerukunan, semangat kebersamaan, semangat merangkul, semangat persatuan. Mikul duwur mendem jero,” kata dia, dikutip pada Minggu, 23 Maret 2025.

    Adapun, istilah mikul duwur mendem jero secara harfiah dapat diartikan sebagai ‘menjunjung tinggi derajat orang tua, serta menutup rapat-rapat aib keluarga.’

    Semangat tersebut kemudian menjadi pedoman bagi anggota TP2GP yang terdiri dari Staf Ahli, akademisi, budayawan, perwakilan BRIN, TNI, serta Perpustakaan Nasional.

    Selain lintas unsur sosial, mekanisme pengusulan Pahlawan Nasional juga harus melalui tahapan berjenjang dari tingkat daerah hingga ke pemerintah pusat.

    “Jadi memenuhi syarat melalui mekanisme. Ada tanda tangan Bupati, Gubernur, itu baru ke kita. Jadi memang prosesnya dari bawah,” kata Mensos Gus Ipul.

    10 Nama Masuk Daftar Usulan

    Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kemensos Mira Riyati Kurniasih mengungkapkan sudah ada 10 nama yang masuk dalam daftar usulan calon Pahlawan Nasional 2025. Dari jumlah tersebut, empat nama merupakan usulan baru, sementara enam lainnya merupakan pengajuan kembali dari tahun-tahun sebelumnya.

    “Untuk tahun 2025 sampai dengan saat ini, memang sudah ada proposal yang masuk ke kami, itu ada sepuluh. Empat pengusulan baru, dan enam adalah pengusulan kembali di tahun-tahun sebelumnya,” kata Mira Riyati.

    Berikut adalah beberapa tokoh yang diusulkan untuk penghargaan:

    Tokoh yang kembali diusulkan:

    K.H. Abdurrahman Wahid (Jawa Timur) Jenderal Soeharto (Jawa Tengah) K.H. Bisri Sansuri (Jawa Timur) Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah) Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh) K.H. Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat)

    Tokoh baru yang diusulkan tahun ini:

    Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali) Deman Tende (Sulawesi Barat) Prof. Dr. Midian Sirait (Sumatera Utara) K.H. Yusuf Hasim (Jawa Timur)

    Sebagai catatan, nama-nama yang telah disepakati Dewan Gelar pada 2024 akan kembali diusulkan pada 2025, karena hingga saat ini belum ada keputusan dari Presiden terkait usulan tersebut.

    “Karena belum ada catatan apapun dari Presiden tentang usulan yang sudah dibuat oleh Menteri Sosial sebelumnya. Pastinya saya akan memberikan laporan agar pengangkatan gelar tahun ini bisa disertakan dengan tahun sebelumnya, tahun 2024. Jadi ada dua (usulan) bila Presiden berkenan,” kata Mensos Gus Ipul.

    Dewan Gelar telah menyepakati nama-nama calon pahlawan untuk 2024, antara lain Andi Makasau, Letjen Bambang Sugeng, Rahma El Yunusiah, Frans Seda, Letkol Muhammad Sroedji, AM Sangaji, Marsekal Rd. Soerjadi Soerjadarma, dan Sultan Muhammad Salahuddin. Pengusulan calon pahlawan ini dibatasi hingga 11 April 2025.

    Setelah verifikasi, TP2GP akan menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Sosial untuk diteruskan ke Presiden. Proses ini dijamin transparan dan efektif, dengan komitmen memastikan calon pahlawan memiliki kontribusi besar bagi bangsa. ****

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Lebaran Idul Fitri 2025: Ini Tanggal dan Libur Panjang yang Dinanti – Page 3

    Lebaran Idul Fitri 2025: Ini Tanggal dan Libur Panjang yang Dinanti – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri adalah momen yang paling ditunggu-tunggu oleh umat Muslim di Indonesia. Pada tahun 2025, pemerintah memprediksi Hari Raya Idul Fitri 1446 H akan jatuh pada Senin, 31 Maret 2025. Bila itu terjadi, lebaran ini akan berlangsung secara serentak bersama Muhammadiyah.

    Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Kemenag), Abu Rokhmad, memprediksi Lebaran Idul Fitri atau 1 Syawal 1446 Hijriah/2025 Masehi akan jatuh pada pada tangggal 31 Maret 2025.

    “Kalau menurut hitung-hitungannya hisab, kemungkinan insya Allah (Idul Fitri) kita akan sama, yaitu di tanggal 31 Maret,” ujar Abu Rokhmad di Jakarta, seperti dikutip dari Antara.

    Abu menjelaskan secara astronomis atau hisab pada 29 Ramadhan 1446 Hijriah, belum terjadi ijtimak. Posisi hilal masih di bawah ufuk antara -3 hingga -1 derajat. Artinya, secara teori hilal tidak mungkin bisa diamati.

    sementara itu berdasarkan analisis astronomi, Lebaran Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah diperkirakan akan jatuh pada Senin, 31 Maret 2025. Hal ini disampaikan oleh Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin.

    Menurutnya, perhitungan berdasarkan kriteria MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) serta wujudul hilal menunjukkan keseragaman dalam penentuan awal Syawal tahun ini.

    “Fakta astronomi dari tanggal awal Syawal 1446 menurut kriteria MABIMS berada di wilayah benua Amerika. Ini adalah garis tanggal ketinggian 3 derajat dan ini garis tanggal elongasi 6,4 derajat geosentrik pada saat Maghrib 29 Maret, hilal tidak mungkin terlihat di Indonesia, maka satu Syawal 1446 menurut kriteria Mabims adalah 31 Maret 2025,” ujar Thomas dikutip pada Kamis (20/3/2025).

    Senada dengan itu, kriteria wujudul hilal juga menunjukkan hasil yang sama. “Garis tanggal wujudul hilal berada di luar Indonesia, tepatnya di Asia Tengah. Pada saat Maghrib 29 Maret, hilal di Indonesia masih di bawah ufuk, sehingga Idul Fitri juga jatuh pada 31 Maret 2025,” tambahnya.

    Dengan demikian, Idul Fitri tahun ini diprediksi akan dirayakan secara seragam pada Senin, 31 Maret 2025, baik oleh pemerintah maupun organisasi Islam di Indonesia.

    “Kepastian resminya akan ditetapkan dalam Sidang Isbat pada 29 Maret 2025,” kata Thomas Djamaluddin.

     

  • Selat Muria Muncul Lagi Usai Lenyap 300 Tahun, Apa yang Terjadi?

    Selat Muria Muncul Lagi Usai Lenyap 300 Tahun, Apa yang Terjadi?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pada awal 2024, sejumlah kota di pesisir Jawa Tengah seperti Demak, Pati, Semarang, dan Kudus, terendam banjir. Kondisi tersebut memunculkan spekulasi soal munculnya Selat Muria.

    Perlu diketahui, Selat Muria sudah lama hilang. Dulunya, selat tersebut memisahkan Pulau Jawa dan Gunung Muria. Lantas, selat itu menjadi daratan sekitar 300 tahun lalu.

    Pakar Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Eko Soebowo mengatakan penurunan tanah di wilayah tersebut mudah terjadi. Tak menutup kemungkinan Selat Muria bisa kembali muncul, namun penyebabnya bukan banjir.

    Eko menjelaskan penurunan permukaan tanah di wilayah Semarang, Demak, dan sekitarnya bervariasi dengan intensitas tertinggi mencapai 10 sentimeter per tahun, seperti yang terjadi di wilayah Semarang timur. Perbedaan ini tergantung dengan tipikal tanah di daerah masing-masing dan faktor pendukung penurunan tanah yang ada di wilayah tersebut.

    Faktor penurunan muka tanah terbagi menjadi dua, yakni faktor alami dan faktor antropogenik atau dampak aktivitas manusia.

    Faktor alami mencakup karakteristik tanah sedimen muda yang membuatnya pasti mengalami penurunan muka tanah. Faktor ini biasanya membuat penurunan sekitar 1 sentimeter per tahun.

    Selain itu, faktor alamiah kedua adalah aktivitas tektonik. Faktor ini tidak memiliki dampak yang terlalu besar, karena hanya menyebabkan penurunan sekitar beberapa milimeter.

    Sementara itu, faktor antropogenik atau ulah manusia menjadi kontributor terbesar. Beban infrastruktur tanah lunak bisa menyebabkan penurunan 1 sentimeter per tahun.

    Lalu, eksploitasi air tanah merupakan faktor dominan yang bisa menyebabkan penurunan hingga 7-8 sentimeter per tahun.

    Selain penurunan permukaan tanah, Eko menyebut kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim juga bisa menyebabkan Selat Muria berpotensi muncul kembali.

    Selat Muria Bukan Disebabkan Banjir

    Eko mengatakan banjir bukan faktor penyebab kembalinya Selat Muria. Ia mengatakan banjir malah akan membuat daratan menjadi lebih tinggi.

    “Kalau soal banjir, justru malah banjir itu mengisi sedimentasi di daerah selat tersebut. Dari Muria, dari selatan Demak, selatan Semarang, semua sungai-sungainya kan bermuara di daerah pantura,” ujar Eko.

    “Itu kan membawa material, membuat pendangkalan. Tetapi banjir bukan menyebabkan terjadi selat lagi,” lanjutnya.

    Selain itu, banjir akan membawa sedimen ke wilayah terdampak dan hasilnya meningkatkan ketinggian daratan tersebut.

    (hsy/hsy)

  • Kemenag Gelar Sidang Isbat Penentuan Lebaran Idulfitri 2025 pada 29 Maret

    Kemenag Gelar Sidang Isbat Penentuan Lebaran Idulfitri 2025 pada 29 Maret

    Bisnis.com, JAKARTA –  Kementerian Agama akan menggelar sidang penetapan (isbat) awal Syawal 1446 H pada 29 Ramadan yang bertepatan 29 Maret 2025.

    Hal ini ditegaskan oleh Dirjen Bimas Islam Abu Rokhmad saat memimpin Rapat Persiapan Sidang Isbat Awal Syawal 1446 H.

    “Kami akan menggelar sidang isbat awal Syawal, pada 29 Maret 2025. Sebagaimana biasanya, sidang isbat selalu digelar pada tanggal 29 Syakban untuk menetapkan awal Ramadan, 29 Ramadan untuk menetapkan awal Syawal, dan 29 Zulkaidah untuk menetapkan awal Zulhijjah,” jelas Abu Rokhmad dilansir dari laman resmi Kemenag.

    Penggunaan metode hisab dan rukyat dalam penentuan awal Syawwal merupakan pelaksanaan dari ajaran Islam.

    Menurut Abu Rokhmad, hal ini sejalan dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No 2 Tahun 2024 tentang Penetapan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah. Dalam fatwa itu disebutkan, penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah dilakukan berdasarkan metode hisab dan rukyah oleh Pemerintah RI cq Menteri Agama dan berlaku secara nasional.

    Secara hisab atau perhitungan astronomi, lanjut Abu Rokhmad, ijtimak atau konjungsi terjadi pada 29 Maret 2025 jam 17.57.58 WIB. Karenanya, berdasarkan data astronomi, saat terbenam matahari, posisi hilal berkisar antara minus tiga di Papua dan minus satu di Aceh.

    “Data-data astronomi ini kemudian kita verifikasi melalui mekanisme rukyat,” tegas Abu Rokhmad.

    Dijeskan Abu Rokhmad, setidaknya ada dua dimensi dari proses pelaksanaan Rukyatul Hilal. Pertama, dimensi ta’abbudi. “Rukyat sejalan sunnah Nabi yang sudah dilakukan sejak dulu untuk melakukan rukyat saat akan mengawali atau mengakhiri puasa,” ujarnya.

    “Sunnah ini dipertegas oleh Fatwa MUI bahwa penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah berdasarkan metode hisab dan rukyat,” sambungnya.

    “Ini juga bagian dari Syiar Islam. Ini penting,” katanya lagi.

    Kedua, dimensi pengetahuan. Rukyat merupakan proses konfirnasi atas data-data hisab dan antronomis.

    “Apa yang telah dihitung secara astronomi, kita konfirmasi di lapangan melalui rukyat,” sebut Abu Rokhmad.

    “Sebagaimana awal Ramadan, kita akan gunakan alat yang canggih dalam proses rukyat,” sambungnya.

    Proses Rukyatul Hilal rencana akan dilalukan di 33 titik. Menurut Abu Rokhmad, ada satu titik rukyatul hilal di setiap provinsi, kecuali Bali.

    “Di provinsi Bali dalam suasana Nyepi. Sehingga rukyatul hilal tidak kita gelar di sana. Kita saling menghormati,” tandasnya.

    Abu Rokhmad menambahkan, proses sidang isbat akan diawali dengan Seminar Posisi Hilal Awal Syawal 1446 H pada pukul 16.30 WIB sampai menjelang magrib. Kemenag mengundang perwakilan duta besar negara sahabat, ahli falak, dan perwakilan Ormas Islam. Diundang juga perwakilan dari LAPAN, BMKG, BRIN, Planetarium Bosscha, dan instansi terkait lainnya.

    Sidang isbat akan digelar sekitar pukul 18.45 WIB yang berlangsung secara tertutup. Hasil sidang isbat akan diumumkan melalui konferensi pers oleh Menteri Agama Nasaruddin Umar.
     

  • Jadwal Idul Fitri 2025 Versi Muhammadiyah, Pemerintah, NU, dan BRIN, Serentak Tanggal 31 Maret? – Halaman all

    Jadwal Idul Fitri 2025 Versi Muhammadiyah, Pemerintah, NU, dan BRIN, Serentak Tanggal 31 Maret? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sebentar lagi, umat Islam akan merayakan Idul Fitri atau Lebaran 2025 yang dirayakan pada 1 Syawal 1446 H.

    Setelah hampir berpuasa satu bulan, perayaan Idul Fitri 2025 menjadi satu hari yang paling ditunggu.

    Oleh karena itu, banyak masyarakat yang menanti kapan jadwal Idul Fitri 2025.

    Terlebih jadwal Idul Fitri selalu menjadi topik menarik karena adanya perbedaan metodologi dalam penetapannya.

    Selengkapnya, simak penjelasan di bawah ini.

    Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah menetapkan jadwal Lebaran 2025 jatuh pada Senin, 31 Maret 2025.

    Penetapan ini, dilakukan berdasarkan metode hisab hakiki wujudul hilal yang sudah menjadi pedoman bagi Muhammadiyah dalam menentukan awal bulan hijriah.

    Menurut Muhammadiyah, ijtimak jelang Syawal 1446 H terjadi pada Sabtu, 29 Maret 2025 pukul 17.59:51 WIB.

    Saat itu, tinggi Bulan pada saat Matahari terbenam di Yogyakarta berada (f = -07° 48¢ LS dan l = 110° 21¢ BT) = -01° 59¢ 04⊃2; sehingga hilal belum wujud.

    Umur bulan Ramadan 1446 H pun, menurut Muhammadiyah, disempurnakan (istikmal) menjadi 30 hari.

    Dengan demikian, warga Muhammadiyah yang mengikuti keputusan tersebut, dapat merayakan Idul Fitri pada Senin, 31 Maret 2025, tanpa harus menunggu keputusan pemerintah melalui sidang isbat.

    Jadwal Idul Fitri 2025 Versi Pemerintah

    Sementara itu, keputusan jadwal Lebaran 2025 versi pemerintah masih harus menunggu sidang isbat.

    Rencananya, pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) akan menggelar sidang penetapan (isbat) awal Syawal 1446 H pada Sabtu, 29 Maret 2025.

    “Kami akan menggelar sidang isbat awal Syawal, pada 29 Maret 2025.”

    “Sebagaimana biasanya, sidang isbat selalu digelar pada tanggal 29 Ramadan untuk menetapkan awal Syawal,” kata Dirjen Bimas Islam Abu Rokhmad di Jakarta, Selasa (18/3/2024).

    Secara hisab atau perhitungan astronomi, lanjut Abu Rokhmad, ijtimak atau konjungsi terjadi pada 29 Maret 2025 jam 17.57.58 WIB. 

    Karenanya, berdasarkan data astronomi, saat terbenam matahari, posisi hilal berkisar antara minus tiga di Papua dan minus satu di Aceh.

    “Data-data astronomi ini kemudian kita verifikasi melalui mekanisme rukyat,” tegas Abu Rokhmad.

    Berdasarkan kalender Hijriah Indonesia tahun 2025 yang dirilis Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, tanggal 31 Maret dan 1 April 2025 ditandai sebagai Idul Fitri 1446 H.

    Organisasi Nahdlatul Ulama (NU) juga belum menentukan jadwal Idul Fitri 2025. 

    Sebab untuk menentukan awal bulan Syawal, NU menggunakan metode rukyat (melihat peredaran bulan baru).

    Dalam metode rukyat, hilal yang berada di bawah ketinggian dua derajat mustahil diamati dengan mata.

    Namun jika lebih dari dua derajat, maka hilal memungkinkan untuk dilihat dengan mata telanjang.

    Oleh karena itu, dalam menentukan jadwal Idul Fitri 2025, NU harus melakukan pengamatan hilal saat matahari terbenam menjelang akhir bulan Ramadhan.

    Biasanya, jadwal Idul Fitri NU sama seperti keputusan pemerintah.

    Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memperkirakan, Idul Fitri 2025 akan dilaksanakan secara serentak pada Senin, 31 Maret 2025.

    Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika BRIN, Thomas Djamaluddin menjelaskan perhitungan berdasarkan kriteria Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) serta wujudul hilal, menunjukkan keseragaman dalam penentuan awal Syawal tahun ini.

    Menurut Thomas, garis tanggal awal Syawal 1446 H menurut kriteria MABIMS berada di wilayah benua Amerika. 

    “Pada saat Maghrib, 29 Maret, hilal tidak mungkin terlihat di Indonesia. Maka, 1 Syawal 1446 H menurut kriteria MABIMS adalah 31 Maret 2025,” kata Thomas dikutip dari Kompas.com, Jumat (21/3/2025).

    Selain itu, kata dia, garis tanggal Wujudul Hilal berada di luar Indonesia, yaitu di Asia Tengah. 

    Thomas menjelaskan, saat Maghrib pada 29 Maret 2025, posisi hilal di Indonesia masih di bawah ufuk. 

    OIeh sebab itu, 1 Syawal 1446 H menurut kriteria Wujudul Hilal jatuh pada 31 Maret 2025. 

    “Dengan demikian, Idul Fitri 1446 H akan seragam atau serentak pada Senin, 31 Maret 2025,” tambahnya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “BRIN Perkirakan Lebaran 2025 Serentak, Berikut Penjelasannya”

    (Tribunnews.com/Sri Juliati) 

  • BRIN dan BMKG Ungkap Kapan Lebaran Idulfitri 2025, Cek Jadwalnya

    BRIN dan BMKG Ungkap Kapan Lebaran Idulfitri 2025, Cek Jadwalnya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Agama akan menggelar Sidang Isbat untuk menentukan 1 Syawal 1446 Hijriah pada Sabtu, 29 Maret 2025. Sementara itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memiliki prediksi masing-masing terkait hal ini.

    Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika BRIN, Thomas Djamaludin, menyebut posisi Bulan di Indonesia masih berada di bawah ufuk saat Maghrib pada 29 Maret. Kondisi ini membuat hilal tidak dapat terlihat sehingga 1 Syawal tidak bisa ditetapkan pada 30 Maret 2025.

    Ketentuan tersebut mengacu pada kriteria Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) yang digunakan oleh pemerintah dan ormas Islam. Selain itu, kondisi ini juga tidak memenuhi kriteria wujudul hilal yang menjadi pedoman Muhammadiyah dalam menentukan awal bulan hijriah.

    Sesuai kesepakatan MABIMS, awal bulan hijriah hanya dapat ditetapkan jika tinggi hilal minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat. Dengan posisi Bulan yang masih di bawah ufuk pada 29 Maret, maka Idulfitri 1446 Hijriah diperkirakan akan dirayakan secara serempak pada 31 Maret 2025.

    “Pada saat maghrib 29 Maret posisi Bulan di Indonesia di bawah ufuk. Artinya, tidak memenuhi kriteria MABIMS yang digunakan Pemerintah dan ormas-ormas Islam serta tidak memenuhi kriteria Wujudul Hilal yang digunakan Muhammadiyah,” sebagaimana disebut Thomas, dikutip dari CNNIndonesia.com, Sabtu (22/3/2025).

    Meski demikian, Thomas mengimbau masyarakat untuk tetap menunggu hasil resmi dari Sidang Isbat yang akan digelar pemerintah pada 29 Maret. Keputusan akhir akan tetap bergantung pada hasil rukyatul hilal yang dilakukan di berbagai wilayah Indonesia.

    BMKG juga mencatat bahwa ketinggian hilal pada 29 Maret 2025 di Indonesia berkisar antara -3,29 derajat di Merauke, Papua hingga -1,07 derajat di Sabang, Aceh. Sementara itu, pada 30 Maret 2025, ketinggian hilal diperkirakan antara 7,96 derajat di Merauke hingga 11,48 derajat di Sabang.

    BMKG turut melaporkan elongasi geosentris, yaitu jarak sudut antara piringan Bulan dan pusat piringan Matahari, yang diamati dari permukaan Bumi. Pada 29 Maret 2025, elongasi berkisar antara 1,06 derajat di Kebumen, Jawa Tengah hingga 1,61 derajat di Oksibil, Papua.

    Sedangkan pada 30 Maret 2025, elongasi di Indonesia diperkirakan berkisar antara 13,02 derajat di Merauke hingga 14,83 derajat di Sabang.

    (fab/fab)

  • Komersialisasi Produk UAV Wulung, PTDI Mulai Kenalkan Drone Pengintai Kepada Calon Pengguna

    Komersialisasi Produk UAV Wulung, PTDI Mulai Kenalkan Drone Pengintai Kepada Calon Pengguna

    Liputan6.com, Bandung – PT Dirgantara Indonesia (PTDI) mulai mengenalkan produk Unmanned Aerial Vehicle (UAV) Wulung kepada calon penggunanya sebagai upaya industri dirgantara itu melakukan komersialisasi.

    Menurut Direktur Produksi PTDI, Dena Hendriana, UAV Wulung merupakan drone pengintai yang dikembangkan pada tahun 2014 oleh PTDI, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang kini bernama BRIN, dan Badan Penelitian & Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pertahanan RI, yang telah melalui berbagai rangkaian uji, baik ground test maupun flight test, hingga akhirnya memperoleh Type Certificate dari Indonesian Defense Airworthiness Authority (IDAA) pada tahun 2016.

    “Dengan dukungan BRIN, kami akan melanjutkan pengembangan lanjutan untuk meningkatkan daya tahan terbang, memperkuat landing gear untuk terbang dari segala tipe landasan, melakukan reduksi kebisingan dan penggunaan sistem kendali, serta komponen lain menggunakan hasil Litbang BRIN dan ekosistem dalam negeri,” ujar Dena dalam keterangan resminya ditulis Bandung, Minggu (16/3/2025).

    Dena mengatakan PTDI juga akan memastikan marine spec Wulung, guna mendukung kemampuan operasi patroli maritim di seluruh wilayah Indonesia

    Dena menjelaskan sebagai bagian dari pengembangan lebih lanjut, PTDI mendapat dukungan penuh dari BRIN dalam hal inovasi dan pengembangan sistem guna meningkatkan keunggulan kompetitif UAV Wulung.

    “Dukungan ini mencakup peningkatan teknologi, serta riset yang berkelanjutan untuk memperkuat inovasi di sektor kedirgantaraan dan ekosistem riset nasional,” ungkap Dena.

    Selain itu, Dena menambahkan BRIN juga berperan dalam mendorong komersialisasi UAV Wulung dengan meningkatkan eksposur produk ke pasar potensial, seperti halnya di lingkungan TNI dan Bakamla.

    Upaya ini bertujuan untuk memperluas adopsi UAV Wulung dalam operasional pertahanan dan keamanan, sekaligus memperkuat daya saing industri dirgantara nasional.

    “PTDI terus berkomitmen untuk mengembangkan dan meningkatkan kapabilitas UAV Wulung agar semakin kompetitif di sektor pertahanan dan pengawasan,” ungkap Dena.

    Dena meyakini melalui inovasi dan kerja sama strategis, seperti perjanjian yang baru-baru ini disepakati dengan Milkor, perusahaan pertahanan asal Afrika Selatan dalam ajang International Defence Exhibition & Expo (IDEX) di Abu Dhabi pada bulan Februari 2025 lalu, PTDI akan memperkuat pengembangan UAV kelas ringan dan sedang.

    Harapannya kolaborasi ini dapat meningkatkan performa dan fitur UAV Wulung, menjadikannya lebih adaptif terhadap kebutuhan pengguna.

    “Dengan teknologi yang terus diperbarui, UAV Wulung siap berkontribusi dalam menjaga kedaulatan dan keamanan nasional,” sebut Dena.

    Sebagai tactical drone, UAV Wulung dirancang dengan kemampuan autonomous operation dan dilengkapi Ground Control Station (GCS) sebagai pusat kendali dan transporter untuk mobilitas yang fleksibel.

    “Menggunakan material komposit yang ringan dan kuat, serta didukung mesin piston tunggal tipe pusher, UAV Wulung memiliki kapasitas bahan bakar 35 liter, radius operasi 150 km, dengan kemampuan Maximum Take-Off Weight (MTOW) 125 kg, serta jarak take off and landing kurang dari 500 m, dan cruise speed 50 knots,” jelas Dena.

    “Wulung sendiri sudah cukup cocok untuk dioperasikan di pangkalan-pangkalan AL atau Bakamla. Wulung ini secara teknis sudah bisa memenuhi kebutuhan taktis untuk melakukan patroli keamanan laut dari udara. Jadi dengan Wulung nanti bisa kombinasi dengan kapal di laut,” sebut Wakil Kepala BRIN, Laksdya TNI (Purn.) Amarulla Octavian, dalam sambutannya saat melihat demo flight Unmanned Aerial Vehicle (UAV) Wulung, di Lapangan Udara Suparlan Batujajar, Padalarang, beberapa waktu lalu.

    Selain Dena dan Amarulla uji coba terbang UAV Wulung ini disaksikan juga oleh Kepala Badan Keamanan Laut (Kabakamla), Laksdya TNI Irvansyah serta beberapa pemangku kepentingan strategis lainnya dari lingkungan Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI, Kementerian Kelautan & Perikanan (KKP) RI, Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) dan Matra Laut.

  • Sejumlah Pakar Soroti Isu yang Mengarah pada Upaya Pelemahan Kejagung, Singgung soal ‘Pembegalan’ – Halaman all

    Sejumlah Pakar Soroti Isu yang Mengarah pada Upaya Pelemahan Kejagung, Singgung soal ‘Pembegalan’ – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah pakar menyoroti isu-isu yang mengarah pada upaya pelemahan Kejaksaan Agung (Kejagung), khususnya dalam menangani tindak pidana korupsi.

    Isu tersebut mulai dari framing berita atau opini yang menyudutkan Kejagung, pembunuhan karakter Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Jampidsus termasuk isu revisi UU KUHAP yang disebut menghapus kewenangan jaksa dalam menyidik perkara korupsi.

    “Terkejut, ini memprihatinkan di tengah kerja Kejagung yang produktif menangani kasus korupsi. Tentu banyak yang resah, ini harus diperjuangkan agar kewenangan Kejaksaan sidik tipikor tidak dipreteli,” kata pakar hukum pidana Universitas Nasional Ismail Rumadan melalui pernyataannya, Jumat (21/3/2025).

    Menurut peneliti pada Pusat Hukum BRIN ini, keresahan publik cukup berasalan mengingat saat ini Kejagung jadi tumpuan harapan penegakan hukum.

    Kejagung, kata dia, dipercaya publik serta dinilai berprestasi karena berhasil mengungkap kasus-kasus megakorupsi.

    “Karena itu publik tidak ingin Kejagung bernasib sama seperti KPK yang dilemahkan melalui revisi UU, pintu revisi itu efektif lemahkan lembaga,” ujarnya.

    Dalam draf RUU KUHAP Pasal 6 tentang penyidik berikut penjelasannya, jaksa menjadi “Penyidik Tertentu” yang kewenangannya terbatas menyidik kasus tindak pidana pelanggaran HAM berat. 

    Jaksa tidak lagi berwenang menyidik kasus tindak pidana korupsi.

    Meski belakangan Komisi III DPR RI selaku inisiator revisi UU meluruskan informasi yang beredar bahwa draf tersebut bukanlah draf hasil akhir, upaya membatasi atau menghapus kewenangan jaksa tetap saja tidak bisa diabaikan begitu saja.

    Apalagi sejauh ini ada dua draf dengan subtansi berbeda serta membuat publik bingung draf mana yang dibahas oleh DPR.

    “Saya kira prosesnya perlu lebih transparan di mana publik bisa akses dan terlibat secara partisipatif. Mungkin saja pikiran untuk membatasi kewenangan jaksa memang ada sehingga memicu reaksi dari banyak kalangan,” ucapnya.

    Ismail mengatakan, jika draf yang membatasi kewenangan jaksa benar adanya, ia minta agar sebaiknya dikaji kembali. Bahkan dia meminta agar ini ditolak.

    “Sebaiknya rumusan tersebut dikaji kembali. Karena korupsi masih menjadi musuh bersama, sehingga perlu banyak energi untuk memberantasnya. Untuk itu, penyidik kejaksaan masih sangat diperlukan untuk menyidik tipikor,” katanya.

    Mantan Dekan Fakultas Hukum Unas ini tidak setuju bila kewenangan kejaksaan dihapus dalam revisi KUHAP.

    “Penyidik kejaksaan dalam tipikor sangat produktif. Rumusan KUHAP hendaknya memperbaiki kelemahan dalam penyidikan tipikor. Bukan mengurangi kewenangan lembaga,” katanya.

    Penghapusan Kewenangan Kejaksaan sebagai Bentuk Pembegalan

    Terpisah pakar pidana Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho menyebut penghapusan kewenangan kejaksaan sebagai bentuk pembegalan.

    “Undang-Undang yang bersangkutan itu, misalnya UU Kejaksaan memberi kewenangan menyidik dan menuntut perkara korupsi dan HAM. Tapi kenapa dalam penjelasan (RUU KUHAP) malah dihilangkan? Itu kan ada begal. Pembegalan itu namanya,” katanya.

    Menurut Hibnu, dengan pertimbangan dominis litis ataupun redistribusi kewenangan, tidak mungkin kejaksaan hanya berada di kewenangan penuntutan saja.

    Dalam pandangannya, hal demikian itu merupakan bagian dari politik hukum.

    “Sudah ada dasar putusan Mahkamah Konstitusi, karena jaksa itu merupakan cermin penegakan hukum. Kalau itu dicabut, rontok itu penegakan hukum korupsi,” paparnya.

    Hibnu mengatakan, ada pemahaman yang keliru dalam draf penjelasan revisi KUHAP, yang menghapus kewenangan kejaksaan untuk menyidik perkara korupsi. 

    Dijelaskannya, selama ini penyidik itu ada yang berasal dari polisi, jaksa, KPK, bahkan penyidik yang berasal dari PPNS.

    Lagipula, lanjutnya, masalah kewenangan jaksa menjadi penyidik sudah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebanyak empat kali. 

    Hasilnya MK selalu menolak gugatan itu. 

    “Artinya, sebetulnya ada keputusan pembuat undang-undang waktu itu merespon putusan MK yang sudah ada, putusan MK yang memenangkan kejaksaan dalam penyidik tertentu. Jadi terminologi penyidik tertentu adalah penyidik yang diberikan oleh UU yang sudah sebelumnya. Misalnya UU KPK, UU Kejaksaan, UU AL,” ujar Hibnu.

  • Soroti Isu Pelemahan Kejagung, Pakar: Waspadai RUU KUHAP

    Soroti Isu Pelemahan Kejagung, Pakar: Waspadai RUU KUHAP

    loading…

    Pakar hukum pidana Universitas Nasional Ismail Rumadan menyoroti sejumlah isu yang yang mengarah pada upaya pelemahan Kejaksaan Agung, khususnya dalam menangani tindak pidana korupsi. FOTO/IST

    JAKARTA – Pakar hukum pidana Universitas Nasional Ismail Rumadan menyoroti sejumlah isu yang yang mengarah pada upaya pelemahan Kejaksaan Agung, khususnya dalam menangani tindak pidana korupsi. Isu tersebut mulai dari framing berita atau opini yang sudutkan Kejagung, pembunuhan karakter Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Jampidsus termasuk isu revisi UU KUHAP yang disebut menghapus kewenangan jaksa dalam menyidik perkara korupsi.

    “Terkejut, ini memprihatinkan di tengah kerja Kejagung yang produktif menangani kasus korupsi. Tentu banyak yang resah, ini harus diperjuangkan agar kewenangan Kejaksaan sidik Tipikor tidak dipreteli,” kata Ismail Rumadan melalui pernyatannya, Jumat (21/3/2024).

    Menurut peneliti pada Pusat Hukum BRIN ini, keresahan publik cukup berasalan mengingat saat ini Kejagung jadi tumpuan harapan penegakan hukum. Kejagung, terangnya, dipercaya publik serta dinilai berprestasi karena berhasil mengungkap kasus-kasus mega korupsi.

    “Karena itu publik tidak ingin Kejagung bernasib sama seperti KPK yang dilemahkan melalui revisi UU, pintu revisi itu efektif lemahkan lembaga,” ungkapnya.

    Dalam draf RUU KUHAP Pasal 6 tentang penyidik berikut penjelasannya, jaksa menjadi “Penyidik Tertentu” yang kewenangannya terbatas menyidik kasus tindak pidana pelanggaran HAM berat. Jaksa tidak lagi berwenang menyidik kasus tindak pidana korupsi.

    Meski belakangan Komisi III DPR RI selaku inisiator revisi UU meluruskan informasi yang beredar bahwa draf tersebut bukanlah draf hasil akhir, upaya membatasi atau menghapus kewenangan jaksa tetap saja tidak bisa diabaikan begitu saja. Apalagi sejauh ini ada dua draf dengan subtansi berbeda serta membuat publik bingung draf mana yang dibahas oleh DPR.

    “Saya kira prosesnya perlu lebih transparan di mana publik bisa akses dan terlibat secara partisipatif. Mungkin saja pikiran untuk membatasi kewenangan jaksa memang ada sehingga memicu reaksi dari banyak kalangan,” jelasnya.

    Ismail mengatakan, jika draf yang membatasi kewenangan jaksa benar adanya, ia minta agar sebaiknya dikaji kembali. Bahkan dia meminta agar ini ditolak.

    “Sebaiknya rumusan tersebut dikaji kembali. Karena korupsi masih menjadi musuh bersama, sehingga perlu banyak energi untuk memberantasnya. Untuk itu, penyidik kejaksaan masih sangat diperlukan untuk menyidik tipikor,” katanya.

    Mantan Dekan Fakultas Hukum Unas ini tidak setuju bila kewenangan kejaksaan dihapus dalam revisi KUHAP. “Penyidik kejaksaan dalam tipikor sangat produktif. Rumusan KUHAP hendaknya memperbaiki kelemahan dalam penyidikan tipikor. Bukan mengurangi kewenangan lembaga,” jelasnya.