Kementrian Lembaga: BRIN

  • Rahasia Gunung Padang dan Sundaland yang Hilang Ribuan Tahun

    Rahasia Gunung Padang dan Sundaland yang Hilang Ribuan Tahun

    Jakarta

    Ada keterkaitan antara situs Gunung Padang, Sundaland yang tenggelam, dengan jejak peradaban manusia. Situs Gunung Padang adalah bagian dari Sundaland pada Zaman Es dan saksi dari perkembangan sejarah peradaban yang hilang.

    Keterkaitan ini menjadi salah satu bahasan diskusi yang pernah dikemukakan Prof Dr Danny Hilman Natawidjaja, Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar AIPI, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam Seminar Nasional Warisan Peradaban Sundaland yang diadakan secara hybrid online dan offline oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI).

    “Kalau kita perhatikan sejarah populasi manusia ini cukup aneh, habis sekitar 12 ribu tahun yang lalu. Padahal kita tahu manusia modern, Homo sapiens sudah ada sejak 200 ribu tahun lalu. Bahkan kalau kita menganggap Homo neanderthal dan Homo denisovan juga manusia modern, maka manusia modern sudah ada sejak 400 ribu tahun lalu,” kata Danny saat itu.

    Pengetahuan dunia saat ini hanya mengakui bahwa perkembangan peradaban manusia baru mulai sejak sekitar 12 ribu-11 ribu tahun lalu, dan produk peradaban maju baru terlihat setelah 6.000 tahun lalu (4000 tahun SM) yakni peninggalan Bangsa Sumeria di Mesopotamia.

    Kontras dengan masa sejarah yang relatif pendek, dunia ahli geologi dan arkeologi mengetahui bahwa manusia modern sudah ada sejak sekitar 200 ribu-195 ribu tahun lalu. Artinya, dunia meyakini bahwa manusia tetap dalam zaman primitif, hidup berburu dan tidur di hutan serta gua selama kurang lebih 185 ribu tahun. Namun tiba-tiba, sejak 10.000 tahun lalu seolah tanpa sebab mereka mendadak pintar.

    Letusan Toba dan Out of Africa

    Temuan konstruksi bangunan besar yang usianya lebih tua dari 10.000 tahun seperti di Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat, kontradiktif dengan sejarah manusia linear yang diyakini saat ini. Dari sinilah mengemuka teori siklus peradaban.

    Hipotesis yang dikembangkan dalam teori siklus peradaban mengemukakan bahwa perkembangan peradaban/kebudayaan di dunia tidak menerus (linear) melainkan siklus.

    “Para ilmuwan geosains mengenal semua proses itu adalah siklus. Bagaimana kalau manusia ini juga adalah siklus. Adanya bencana katastrofi, dapat menghancurkan atau me-restart populasi dan peradaban. Apakah itu yang terjadi? Ada peradaban hilang di masa lalu,” tuturnya.

    Berkaitan dengan teori ini, ada dua bencana katastrofi yang paling terkenal terjadi dalam masa hidup manusia modern. Pertama, letusan katastrofi Toba sekitar 70 ribu tahun lalu yang diduga hampir memusnahkan seluruh populasi manusia di dunia.

    Peristiwa ini, kata Danny, konsisten dengan kronologi penyebaran manusia di Bumi yang dapat ditelusuri terjadi sejak sekitar 70 ribu tahun lalu, yang terkenal disebut sebagai peristiwa ‘Out of Africa’ karena mulai menyebar dari Benua Afrika.

    “Dalam sejarah manusia 70 ribu – 65 ribuan tahun yang lalu itu terjadi migrasi besar-besaran dari Afrika ke seluruh dunia. Apakah ada hubungannya letusan Toba dengan Out of Africa? Ilmuwan geosains dan arkeolog harus ngobrol soal ini,” ujarnya.

    Banjir Besar

    Hipotesis yang dikembangkan dalam teori siklus peradaban juga mengemukakan bahwa peradaban/kebudayaan di dunia berkali-kali terputus atau hancur oleh berbagai bencana alam katastrofi, sehingga peradaban yang sudah maju bisa kembali menjadi primitif lagi, kemudian harus memulai lagi dari awal untuk berkembang.

    “Sejarah yang kita yakini sekarang, peradaban paling tua ada di Mesopotamia 6 ribuan tahun lalu, ini pun membuat bingung setelah ditemukan situs Gobekli Tepe di Turki yang dibangun sekitar 11.600-an tahun lalu umurnya. Berarti sudah ada sebelum kita mengenal pertanian, aneh kan,” kata Danny.

    Selain letusan Toba, bencana katastrofi lainnya adalah banjir besar. Dalam sejarah Geologi Kuarter dikenal periode Younger Dryas pada 12.900-11.600 tahun lalu di akhir Zaman Pleistosen. Pada masa ini, Bumi memanas dan es mencair. Younger Dryas diakhiri dengan naiknya suhu Bumi yang sangat cepat sehingga es mencair mendadak menimbulkan banjir global.

    “Setelah Younger Dryas, peradaban manusia mulai beranjak. Jadi sejarah yang kita yakini sekarang mengatakan bahwa populasi dan peradaban manusia sejak 200 ribu atau lebih tidak pernah berkembang, selalu primitif selalu menjadi pemburu dan peramu. Apakah benar demikian? Apakah benar baru berkembang 12 ribu tahun yang lalu?” Danny mempertanyakan.

    “Kalau menurut teori alternatif siklus, ada peradaban yang hilang pada Zaman Es sehingga (masyarakat) Gobekli Tepe itu bukan peramu pemburu yang tiba-tiba menjadi pintar, tetapi mereka adalah sisa-sisa orang yang selamat dari bencana,” urainya.

    Peristiwa banjir global pada akhir periode Younger Dryas juga dikaitkan dengan sejumlah kisah banjir besar yang diyakini di seluruh dunia mulai dari tenggelamnya Atlantis hingga banjir zaman Nabi Nuh.

    “Plato menyebutkan bahwa Atlantis hancur oleh gempa dan banjir besar persis 11.600 tahun yang lalu. Ada juga catatan banjir Gilgamesh dalam naskah kuno Mesopotamia, menyebutkan di zaman yang lebih kuno lagi ada banjir besar. Lalu kita juga meyakini banjir zaman Nabi Nuh, kemungkinan ini banjir yang sama,” kata Danny.

    Lalu apa kaitannya dengan Gunung Padang dan Sundaland? Situs Gunung Padang adalah bagian dari benua Sundaland pada Zaman Es. Ada pendapat yang mengatakan bahwa benua yang dulunya membentang di Semenanjung Malaysia, termasuk Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Bali ini diyakini adalah pusat Atlantis dan menjadi induk peradaban dunia. Sundaland tenggelam akibat naiknya permukaan laut di Zaman Es akhir.

    “Gunung Padang itu menjadi istimewa dalam kaitannya dengan ini, karena dibangun sejak Zaman Es, kemudian dibangun lagi setelah Zaman Es. Jadi dia melewati dua periode peradaban,” ujar Danny.

    (rns/fay)

  • Petirtaan Jolotundo Segera Ditetapkan sebagai Cagar Budaya Nasional

    Petirtaan Jolotundo Segera Ditetapkan sebagai Cagar Budaya Nasional

    Mojokerto (beritajatim.com) – Petirtaan Jolotundo yang terletak di Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, akan segera ditetapkan sebagai cagar budaya tingkat nasional. Kepastian ini diungkapkan oleh Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, saat melakukan kunjungan langsung ke lokasi situs pada Selasa (10/6/2025).

    “Candi Jolotundo sebelumnya berstatus sebagai cagar budaya tingkat provinsi. Kini akan ditingkatkan menjadi cagar budaya nasional karena nilai sejarah, budaya, dan arkeologinya yang sangat tinggi,” ujar Fadli Zon di sela peninjauan.

    Situs petirtaan kuno ini dinilai memiliki posisi penting dalam sejarah arkeologi Nusantara. Berdasarkan prasasti dan relief batu yang ditemukan, Petirtaan Jolotundo dibangun pada tahun 877 Saka atau sekitar akhir abad ke-9 Masehi, menjadikannya salah satu peninggalan tertua yang masih lestari hingga kini.

    “Ini peninggalan luar biasa yang masih bertahan hingga sekarang. Airnya sangat jernih, dan berdasarkan penelitian, mengandung mineral dalam kadar tinggi,” tambah Fadli.

    Petirtaan Jolotundo berada di kawasan Gunung Penanggungan yang dikenal kaya dengan peninggalan arkeologi. Fadli menyebutkan, hasil pemetaan dengan teknologi LiDAR mengungkap adanya sejumlah anomali yang diduga merupakan struktur atau situs arkeologi lain yang masih tertimbun di kawasan tersebut.

    “Ini membuka peluang besar bagi penelitian lanjutan, baik oleh BRIN, kalangan akademisi, maupun masyarakat. Cagar budaya ini harus dijaga bersama, sesuai amanat Undang-undang Cagar Budaya dan Kemajuan Kebudayaan,” tegasnya.

    Menurut data dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, Petirtaan Jolotundo merupakan struktur permandian suci berbahan batu andesit, berada di bawah pengelolaan kawasan Perhutani KPH Pasuruan, dengan luas mencapai 3.019,75 meter persegi. Situs ini diyakini erat kaitannya dengan konsep tirtha atau air suci dalam tradisi kepercayaan masyarakat masa lampau.

    Fadli Zon menegaskan bahwa penetapan Petirtaan Jolotundo sebagai cagar budaya nasional merupakan langkah strategis untuk melindungi dan mempromosikan kekayaan budaya Indonesia kepada dunia. [tin/beq]

  • UMKM Naik Kelas, Bukan Sekadar Banyak

    UMKM Naik Kelas, Bukan Sekadar Banyak

    Bisnis.com, JAKARTA – Laporan terbaru Bank Dunia bertajuk “Accelerating Growth through Entrepreneurship, Technology Adoption, and Innovation” memberikan pesan tegas bahwa pertumbuhan ekonomi yang tangguh dan berkelanjutan tak cukup ditopang oleh konsumsi semata, tetapi harus digerakkan oleh inovasi, transformasi produktivitas, dan dinamika kewirausahaan.

    Kawasan Eropa dan Asia Tengah (ECA), yang menjadi fokus utama laporan ini, menghadapi tantangan besar: banyak perusahaan kecil tak tumbuh, dominasi BUMN menutup ruang inovasi, dan investasi litbang yang masih minim. Sekilas, ini terasa jauh dari konteks Indonesia. Namun justru dari situ, kita bisa menarik pelajaran penting.

    Indonesia memiliki lebih dari 66 juta UMKM pada tahun 2023 berdasarkan data pada kadin.id, yang menyumbang 61% dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional atau sekitar Rp9.580 triliun, serta menyerap sekitar 117 juta tenaga kerja atau 97% dari total angkatan kerja. Namun, hanya sebagian kecil dari UMKM tersebut yang tumbuh signifikan.

    Terlalu banyak yang terjebak pada skala mikro subsisten berjalan di tempat tanpa peluang naik kelas. Kita terancam mengalami apa yang disebut Bank Dunia sebagai “missing middle”: terlalu banyak usaha kecil, terlalu sedikit usaha menengah dan besar yang mampu bersaing di pasar regional maupun global.

    Pertumbuhan Bukan Hanya Jumlah

    Selama ini, kebijakan publik kita terlalu fokus pada start-up, yaitu bagaimana membantu orang memulai usaha. Ini tentu penting. Namun, jika tidak diikuti dengan strategi scale-up yang sistematis, maka kita hanya akan memperbanyak pelaku usaha yang tidak tumbuh. Seharusnya, yang perlu diperbanyak adalah perusahaan yang naik kelas, bukan sekadar yang memulai usaha.

    Inilah titik baliknya. Pemerintah perlu mulai mengklasifikasikan UMKM berdasarkan potensi pertumbuhan, bukan hanya sektor atau lokasi. Pendekatan klasterisasi berbasis produktivitas, digitalisasi, dan jejaring rantai pasok jauh lebih relevan. Kita harus membantu pelaku usaha untuk masuk ke dalam ekosistem industri—bukan sekadar membuka lapak sendiri.

    R&D Tulang Punggung Inovasi

    Temuan penting lainnya dalam laporan tersebut menyangkut peran strategis R&D publik. Di kawasan ECA, investasi litbang publik terbukti berkorelasi erat dengan jumlah paten dan PDB per kapita. Negara-negara yang menempatkan riset sebagai fondasi kebijakan ekonomi berhasil menjaga produktivitas jangka panjang, mendorong adopsi teknologi, serta memfasilitasi kolaborasi riset-industri. Sayangnya, banyak negara dalam studi tersebut terlambat menyadari pentingnya investasi jangka panjang ini.

    Pelajarannya jelas, tanpa R&D yang kuat, mustahil membangun inovasi yang berkelanjutan. Di Indonesia, peran BRIN dan universitas riset harus diperkuat, bukan hanya sebagai produsen publikasi ilmiah, tetapi sebagai lokomotif teknologi nasional. Kolaborasi antara lembaga riset dan dunia usaha harus difasilitasi dengan insentif fiskal dan skema pendanaan yang adaptif—mulai dari matching fund hingga pemanfaatan hasil riset dalam sektor industri dan UMKM naik kelas.

    Laporan Bank Dunia juga menyoroti peran negara yang terlalu protektif terhadap BUMN. Akibatnya, perusahaan swasta kesulitan menembus pasar karena sudah didominasi oleh raksasa yang tidak efisien. Di Indonesia, reformasi BUMN tidak boleh berhenti pada efisiensi anggaran. Lebih dari itu, BUMN perlu direposisi: bukan sebagai pemain tunggal di sektor strategis, tapi sebagai enabler yang membuka jalan bagi mitra swasta yang inovatif.

    Terakhir, World Bank mengingatkan bahwa krisis adalah peluang reformasi. Pandemi, perubahan iklim, dan disrupsi teknologi seharusnya menjadi pemantik transformasi. Saat ini, kita telah menuntaskan RPJPN 2025–2045 dan RPJMN 2025-2029. Inilah momentum melanjutkan menyusun fondasi ekonomi Indonesia dalam rencana aksi nyata, dari ekonomi konsumsi menjadi ekonomi berbasis inovasi dan produktivitas.

    Mendorong lebih banyak “middle-size champions” bukan sekadar jargon. Ini soal keberanian untuk mengubah arah, dari subsidi merata ke insentif berbasis kinerja, dari UMKM massal ke perusahaan naik kelas, dari proteksi ke kompetisi sehat. Dari sekadar bertahan menjadi mampu bersaing.

    Karena ujung dari semua ini bukan hanya angka pertumbuhan. Tapi kualitas pertumbuhan itu sendiri, yaitu yang menciptakan pekerjaan, mengangkat produktivitas, dan membuat Indonesia naik kelas—bukan hanya rakyatnya yang disuruh membuka usaha, tapi negara yang serius membantu mereka menjadi besar.

  • Sejarah Eksplorasi Nikel di Pulau Gag Raja Ampat, Dimulai Belanda pada 1920
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        8 Juni 2025

    Sejarah Eksplorasi Nikel di Pulau Gag Raja Ampat, Dimulai Belanda pada 1920 Regional 8 Juni 2025

    Sejarah Eksplorasi Nikel di Pulau Gag Raja Ampat, Dimulai Belanda pada 1920
    Tim Redaksi
    WAISAI, KOMPAS.com
    – Riwayat
    Pulau Gag
    ,
    Raja Ampat
    , Papua Barat Daya, tak bisa dilepaskan dari kekayaan alam yang terpendam di perut buminya, yaitu nikel.
    Eksplorasi nikel di pulau ini telah berlangsung sejak zaman Belanda, dengan beberapa kali pergantian pemilik izin eksplorasi hingga terbit kontrak karya bagi PT Gag Nikel – anak Perusahaan PT Antam.
    Peneliti Pusat Riset Arkeologi Lingkungan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Hari Suroto menjelaskan, sejak 1920 hingga 1958, Belanda mengeksplorasi kandungan nikel Pulau Gag. Saat angkat kaki, perusahaaan tambang Belanda itu lantas dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia.
    Selama 1960 – 1982, PT Pacifik Nickel Indonesia – Perusahaan modal asing dari AS – melanjutkan penambangan nikel. Kemudian, sebuah patungan antara PT Antam dan QNI mengkaji kelayakan operasi tambang nikel di Gag antara 1986 – 1990.
    “Pada 1996 – 1998 negosiasi antara PT Broiling Hill Proprietary (BHP) Biliton – dari Australia – dengan PT Antam melakukan patungan,” jelasnya dalam keterangan kepada
    Kompas.com
    , Minggu (8/6/2025).
    Menurut Suroto, langkah bisnis ini melahirkan PT Gag Nikel, yang 75 persen sahamnya dimiliki Asia Pacific Nickel yang berdomisili di Australia, dan PT Antam sebesar 25 persen. PT Antam mengakuisisi saham Asia Pacific Nickel pada 2008.
    Landasan pesawat terbang dibangun pada masa PT Asia Pasific Nickel. Landasan itu kini menjadi tempat menggembala ternak, atau sesekali didarati pesawat yang membawa rombongan pemerintah yang melakukan kunjungan kerja. Sedangkan lahan pertambangan berada pada bukit-bukit yang tandus.
    “Kemudian pada 1998 PT Gag Nikel mendapatkan kontrak karya generasi VII dari pemerintah Indonesia. Pada 1999 PT Gag Nikel menghentikan eksplorasinya bersamaan dengan terbitnya UU No 41 Tahun 1999 dan isu penetapan Pulau Gag sebagai hutan lindung,” bebernya. 
    Meski tak ada eksplorasi, kata Suroto, perusahaan masih ada dan hanya melakukan pengambilan sampel. Mulai 2003, PT Gag Nikel mulai melakukan eksplorasi nikel dengan luas areal garapan 9.500 hektar untuk izin operasi selama 3 tahun.
    Suroto menambahkan bahwa sejak 2009, PT Gag Nikel bekerja sama dengan Golder Associates dalam resource estimate, agar hasil perhitungan nikel di pulau ini sesuai dengan standar JORC.
    “Cadangan nikel di Gag yag telah diketahui hingga saat ini sebesar 171.048.843 wmt,” ungkapnya.
    Sebagai peneliti yang lama meneliti di Papua, Suroto mengatakan, Pulau Gag, Raja Ampat, memiliki pesona alam yang indah dan potensi mineral yang tinggi terutama nikel. 
    Pulau ini dinamakan Pulau Gag, berawal dari para leluhur yang pertama menjejakkan kaki di pulau ini menjumpai banyak teripang di perairannya. Hewan yang bernilai ekonomi tinggi itu yang disebut gag. Pulau ini kemudian disebut Pulau Gag.
    “Daratan Pulau Gag bertopografi bukit gelombang dengan lembah yang teratur. Bukit tinggi mendominasi bagian barat, dan memanjang dari utara ke selatan. Puncak tertinggi pulau ini terdapat di Gunung Susu yang menjulang setinggi 350 mdpl,” jelasnya.
    Suroto menyampaikan, mayoritas warga Pulau Gag bekerja sebagai nelayan, pekebun, penokok sagu, pembuat kopra dan pedagang. Umumnya, penduduk menggantungkan hidupnya pada perairan di sekitar Pulau Gag.
    “Perairan di sekitar Pulau Gag berlimpah hasil laut seperti ikan tuna, kembung, samandar, bobara, kurisi, baronang, hiu, teripang, bulanak, lalosi, teri, udang, dan lobster,” ucapnya. 
    Selain dikonsumsi sendiri, hasil melaut juga dijual di Pulau Gag, ataupun dijual kepada pengepul dari Sorong. Selain dari hasil laut, masyarakat Pulau Gag juga berkebun, mereka berkebun di daerah lembah yang relatif lebih subur.
    Hasil kebun umumnya hanya dikonsumsi sendiri dan bila ada hasil lebih, baru dijual ke warga lain. Tanaman budidaya antara lain kangkung, terong, singkong, ubi jalar, sirih, pinang dan cabai. 
    “Kebun-kebun masyarakat berada jauh dari permukiman. Lantaran sambilan, aktivitas tanam-menanam berlangsung ketika cuaca tidak ramah untuk melaut,” ujar Suroto.
    Suroto menyatakan, masyarakat Pulau Gag juga menokok sagu, yang tumbuh merata di daratan yang berawa. Hasil menokok sagu untuk konsumsi sendiri, dan juga dijual ke luar pulau. 
    “Pohon kelapa banyak tumbuh di pesisir Pulau Gag, dimanfaatkan masyarakat untuk memproduksi kopra,” katanya. 
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • IDCA Surati Prabowo, Minta Izin Tambang Nikel di Raja Ampat Dicabut Permanen!

    IDCA Surati Prabowo, Minta Izin Tambang Nikel di Raja Ampat Dicabut Permanen!

    Bisnis.com, JAKARTA — Perkumpulan Pelaku Usaha Wisata Selam Indonesia atau Indonesia Divetourism Company Association (IDCA) meminta agar Presiden Prabowo Subianto segera mencabut izin tambang nikel di seluruh kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya, secara permanen.

    Surat terbuka itu dikirim dan ditandatangani oleh Ketua Umum IDCA Ebram Harimurti dan Sekretaris Jenderal IDCA Rani Hernanda untuk Presiden Prabowo Subianto melalui Nomor surat 001/EXT/IDCA/VI/2025 pada 8 Juni 2025.

    “Kami meminta Presiden Republik Indonesia Bapak Prabowo Subianto untuk segera memerintahkan pencabutan izin tambang di seluruh kawasan Raja Ampat secara permanen, bukan penangguhan sementara,” demikian bunyi surat terbuka, dikutip pada Minggu (8/6/2025).

    IDCA juga meminta agar Kepala Negara RI segera melakukan penataan ulang wilayah strategis berdasarkan karakteristik dan nilai ekologis sesuai keanekaragaman hayati secara jangka panjang, alih-alih menjadikannya sebagai kegiatan tambang yang bersifat destruktif dan bersifat jangka pendek.

    Ebram menjelaskan, meski lokasi tambang saat ini tidak secara langsung berada di area perlindungan, melainkan berada pada zona kawasan penyangga yang meliputi sekitar Pulau Kawe, Wayag, serta jalur migrasi satwa laut. Namun, lanjut dia, dampak aktivitas pertambangan ini akan menghasilkan tumpukan sedimen dan sangat berpotensi mengintervensi kawasan perlindungan.

    “Lumpur tambang terbawa arus laut hingga Wayag, mengancam sinar matahari bawah permukaan, merusak terumbu karang, serta habitat penting seperti zona migrasi manta ray di Eagle Rock,” terangnya.

    Padahal, dia mengungkap Raja Ampat dikenal dengan sebutan “The World Class Diving Site in The Coral Triangle” di kancah internasional. Menurutnya, aktivitas tambang nikel di Raja Ampat secara langsung justru akan menghancurkan reputasi Indonesia di mata dunia.

    Terlebih, Ebram menyatakan sektor pariwisata Indonesia masih mengandalkan daya tariknya pada alam. Data dari Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menunjukkan lebih dari 60% daya tarik pariwisata Indonesia bersumber dari kekayaan alam.

    Sementara itu, mengacu studi yang dilakukan oleh UNDP dan BRIN (2021), pendekatan konservasi berbasis masyarakat dan pengembangan ekowisata telah terbukti memberikan manfaat ekonomi tanpa merusak lingkungan.

    Pada 2024, sedikitnya 30.000 wisatawan mengunjungi Raja Ampat, di mana 70% wisatawan mancanegara menyumbang sekitar Rp150 miliar per tahun sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten.

    “Angka ini tentunya tidak dapat diremehkan begitu saja karena nilai ekonomi Raja Ampat jauh lebih besar dibandingkan angka-angka yang tercatat di permukaan,” ujarnya.

    Selain itu, sambung dia, Papua telah ditetapkan sebagai provinsi konservasi berdasarkan komitmen para gubernur di Tanah Papua sejak 2018 dan diperkuat dalam sejumlah kebijakan daerah.

    Untuk itu, Ebram menekankan bahwa segala bentuk pembangunan di kawasan Raja Ampat sepatutnya tunduk pada prinsip konservasi dan pembangunan berkelanjutan.

    Meski demikian, IDCA menyadari bahwa pembangunan nasional memerlukan strategi multisektor, termasuk pengembangan industri nikel sebagai bagian dari hilirisasi dan transisi energi.

    “Namun, kami percaya bahwa tidak semua wilayah cocok untuk ditambang. Justru di sinilah pentingnya hadir pendekatan win-win solution antara sektor pertambangan dan pariwisata,” tuturnya.

    Berikut adalah isi surat terbuka dari IDCA untuk Presiden Prabowo Subianto dengan empat tuntutan:

    1. Segera memerintahkan pencabutan izin tambang di seluruh kawasan Raja Ampat secara permanen, bukan penangguhan sementara. Untuk kemudian dilakukan penataan ulang wilayah strategis berdasarkan karakteristik dan nilai ekologisnya sesuai keanekaragaman hayati secara jangka panjang dibanding kegiatan tambang yang bersifat destruktif dan bersifat jangka pendek.

    2. Perluas perlindungan zona larangan (no take zone) dan zona penyangga atau buffer zone di antara Kawe & Wayag dan tegakkan zonasi konservasi nasional yang melarang adanya kegiatan ekstraktif.

    3. Dorong ekonomi hijau dan ekowisata berbasis masyarakat lokal, sebagai alternatif nyata dan bernilai jangka panjang.

    4. Libatkan masyarakat adat dan nelayan lokal dalam pengawasan dan pengelolaan kawasan agar pembangunan inklusif dan berkelanjutan.

  • Ikan Kaca, Endemik Papua yang Unik, Jantannya Membawa Telur di Kepala
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        8 Juni 2025

    Ikan Kaca, Endemik Papua yang Unik, Jantannya Membawa Telur di Kepala Regional 8 Juni 2025

    Ikan Kaca, Endemik Papua yang Unik, Jantannya Membawa Telur di Kepala
    Tim Redaksi
    JAYAPURA, KOMPAS.com

    Ikan kaca
    merupakan ikan air tawar
    endemik Papua
    yang juga dapat ditemukan di Australia. Pada masa lalu, Papua dan Australia merupakan satu daratan.
    Selama masa
    pleistosen
    , kira-kira 17.000 tahun yang lalu, kondisi permukaan laut sangat rendah.
    Pada waktu itu Australia dan Papua tergabung sebagai sebuah daratan yang unik yang dikenal sebagai Daratan Sahul (Sahulland).
    Peneliti Pusat Riset Arkeologi Lingkungan BRIN, Hari Suroto menyampaikan, flora dan fauna yang hidup di Australia dan Papua menunjukkan persamaannya.
    Hubungan daratan ini memungkinkan fauna dari daratan Papua berkeliaran di Australia, demikian sebaliknya dari Australia ke Papua.
    “Persamaan fauna antara Papua dengan Australia masih bisa diamati hingga saat ini. Jenis ikan air tawar yang terdapat di Papua bagian selatan juga terdapat di Australia bagian utara,” katanya dalam keterangan kepada
    Kompas.com,
    Minggu (8/6/2025).
    Menurut Suroto, salah satu jenis ikan air tawar yang dapat ditemui di Papua dan Australia yakni
    ikan kaca
    atau
    ikan perawat
    .
    Ikan kaca merupakan
    ikan endemik Papua
    yang unik karena jantannya yang membawa telur. 
    Adapun telur-telur itu disimpan di kait yang ada di kepalanya.
    Sementara itu, ikan betina tidak memiliki kait yang mirip tali melengkung. 
    “Ikan kaca dewasa hidup di daerah mangrove, estuari payau, sungai keruh yang mengalir lambat, perairan berlumpur di hilir sungai dan daerah mangrove di Papua bagian selatan,” ujar dia.
    Suroto menyampaikan, ikan kaca dijumpai di Sungai Digoel, Kabupaten Boven Digoel, Sungai Bian, Sungai Kumbe, dan Sungai Maro di Kabupaten Merauke, Sungai Siretz, Sungai Betz, Sungai Omanesep, Sungai Fayit, Sungai Fai dan Sungai Mamats di Kabupaten Asmat serta Telaga Wawiyer, Kabupaten Fakfak.
    Selain itu, di Australia, ikan kaca dijumpai di Sungai Adelaide, Northern Territory dan Sungai Norman, Teluk Carpentaria.
    “Ikan kaca yang berukuran besar biasanya ditangkap untuk dikonsumsi,” ujarnya.
    “Ikan ini berwarna hampir transparan hingga perak, dengan tubuh yang ramping, satu sirip punggung pendek yang terletak di tengah, sirip anal yang panjang, dan ekor bercabang,” ujarnya.
    Dia menyampaikan, ikan kaca juga punya banyak nama. Selain dikenal dengan ikan kaca, ada juga yang menyebutnya
    glassfish,
    ikan perawat atau
    nurseryfish, breakfastfish, humphead
    , dan
    incubatorfish.
    Dalam bahasa ilmiah, ikan ini bernama
    Kurtus gulliveri castelnau.
    Gulliveri merupakan nama spesifik untuk menghormati Thomas Allen Gulliver, yang bekerja di layanan pos dan telegrap Australia, yang tinggal di dekat Sungai Norman, Teluk Carpentaria.
    Gulliver mengumpulkan sejumlah spesimen ikan kaca yang ditangkapnya di Sungai Norman.
    “Pada 1878, Castelnau mendeskripsikan ikan kaca dari sejumlah spesimen yang dikumpulkan Thomas Allen Gulliver, dan memberi nama ilmiah
    Kurtus gulliveri castelnau
    ,” kata Suroto.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dekonstruksi Tambang Ilegal Jawa Barat: Indikasi Praktik Transaksional
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        8 Juni 2025

    Dekonstruksi Tambang Ilegal Jawa Barat: Indikasi Praktik Transaksional Regional 8 Juni 2025

    Dekonstruksi Tambang Ilegal Jawa Barat: Indikasi Praktik Transaksional
    Seorang sivitas akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang menerima penghargaan dari Pimpinan KPK pada tahun 2021 sebagai Penyuluh Antikorupsi Inspiratif.
    PERISTIWA
    longsor di tambang Galian C Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, adalah tragedi ekologis sekaligus tragedi administrasi.
    Dalam kejadian memilukan tersebut, tercatat 31 orang menjadi korban, dengan 21 orang meninggal dunia, dan empat orang lainnya belum ditemukan.
    Fakta ini menjadi alarm serius bagi kita semua, bahwa tata kelola pertambangan di daerah sangat rentan disusupi maladministrasi, kelalaian prosedural, dan bahkan indikasi korupsi.
    Kepala Dinas ESDM Jawa Barat, Bambang Tirtoyuliono, menyampaikan bahwa terdapat empat perizinan yang tercatat di lokasi tambang tersebut, di antaranya milik Koperasi Pondok Pesantren Al Azhariyah dan Kopontren Al Ishlah.
    Namun, yang menjadi sorotan adalah bahwa sejak 2024, area tambang tersebut tidak lagi memiliki dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). Artinya, kegiatan pertambangan tetap berjalan tanpa persetujuan teknis yang sah.
    Ini merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap Pasal 42 dan 43 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), yang mensyaratkan RKAB sebagai dokumen wajib untuk aktivitas operasi produksi.
    Dari sisi teknis geologi, lokasi
    tambang Gunung Kuda
    berada di zona dengan tingkat kerentanan gerakan tanah yang sangat tinggi.
    Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, menyebutkan bahwa kemiringan tebing lebih dari 45 derajat dan metode penambangan dengan teknik
    undercutting
    menjadi pemicu utama longsor.
    Hal ini diperkuat oleh analisis dari Kepala Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Adrin Tohari, yang mengidentifikasi potensi longsoran berupa
    rock fall, rock toppling
    , dan
    rock slide
    di daerah pertambangan jenis batuan. (Harian
    Kompas
    , 31/5/2025)
    Pertanyaannya, mengapa semua risiko ini seolah tidak diantisipasi? Jawabannya bukan semata pada kekurangan sumber daya teknis, tetapi justru pada lemahnya penegakan regulasi.
    Dalam sistem perizinan tambang, aspek lingkungan dan keselamatan kerja seharusnya telah tercakup dalam dokumen AMDAL, RKAB, dan studi kelayakan yang menyeluruh. Ketiadaan atau pengabaian terhadap dokumen-dokumen tersebut adalah bentuk nyata dari maladministrasi.
    Maladministrasi bukan sekadar kelalaian administratif. Ia sering menjadi pintu masuk dari praktik korupsi yang lebih sistemik.
    Dalam konteks tambang Gunung Kuda, fakta bahwa peringatan sudah diberikan, tapi aktivitas terus berjalan menunjukkan kemungkinan adanya “pembiaran yang disengaja”.
    Bahkan, jika saya menganalisis lebih dalam lagi, aktivitas tambang yang tetap beroperasi tanpa dokumen RKAB dan tidak ditindak oleh instansi pengawas, maka logikanya adalah terdapat dugaan kompensasi atau relasi transaksional yang tidak terlihat secara kasat mata.
    Sekali lagi, saya perlu tekankan ada dugaan relasi transaksional yang tidak terlihat secara kasat mata.
    Ini yang menjadi dasar kuat untuk menduga bahwa telah terjadi pelanggaran dalam bentuk gratifikasi atau suap, sebagaimana diatur dalam Pasal 12B atau pasal 6 ayat (1) UU Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
    Lebih jauh lagi, jika kerugian negara dan korban jiwa bisa dikaitkan secara kausal dengan pembiaran tersebut, maka Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor tentang memperkaya diri atau orang lain secara melawan hukum dengan merugikan keuangan negara, juga dapat diterapkan.
    Sudah saatnya pemberantasan korupsi di sektor sumber daya alam tidak hanya berorientasi pada nominal kerugian negara, tetapi juga pada penyalahgunaan kewenangan.
    Mengacu pada definisi World Bank (2020), korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi.
    Maka jika seorang pejabat dengan sadar membiarkan
    tambang ilegal
    beroperasi, dan akibatnya menyebabkan kematian warga serta kerusakan lingkungan, maka ia telah melakukan korupsi, bahkan meski tidak ada transaksi uang tunai.
    Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, telah menjatuhkan sanksi administratif berupa pencabutan IUP berdasarkan SK Gubernur No. 4056/KUKM.02.04.03/PEREK tertanggal 30 Mei 2025.
    Langkah ini penting, tapi harus dilanjutkan dengan langkah represif oleh aparat penegak hukum.
    Dalam hal ini, penegakan dapat dilakukan melalui: UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, untuk menjerat pelaku yang menyebabkan pencemaran atau kerusakan lingkungan; UU Ketenagakerjaan, pengabaian keselamatan kerja; Pasal 359 KUHP, untuk menjerat pelaku yang karena kelalaiannya menyebabkan hilangnya nyawa orang lain; hingga kemungkinan jeratan pasal UU Tipikor.
    Kini saatnya kita berhenti menyederhanakan masalah hanya pada sentralisasi atau desentralisasi izin tambang.
    Diskursus antara pusat dan daerah selama ini kerap gagal menangkap akar masalah yang lebih dalam: pembiaran sistemik dan absennya pengawasan yang ketat.
    Kebijakan tidak cukup hanya diatur siapa yang berwenang memberi izin, tetapi bagaimana mencegah penyimpangan dalam prosesnya.
    Korupsi di sektor pertambangan hari ini bukan sekadar korupsi uang negara, tetapi kebijakan yang koruptif yang terselubung dalam regulasi dan kelonggaran sistem.
     
    Bahkan, praktik “backing-membacking” dari oknum aparat penegak hukum yang tidak pernah diputus menjadi relasi transaksional yang tidak kasat mata, tapi nyata terasa.
    Mereka menyulap tambang ilegal menjadi seolah-olah legal, mengaburkan jejaknya melalui struktur administratif yang berlapis dan kolutif.
    Pemerintah perlu segera merombak pendekatan hukum dalam sektor pertambangan. Penegakan hukum harus lebih berani menyasar pelanggaran prosedur sebagai pintu masuk pembuktian korupsi.
    Tidak perlu menunggu aliran dana haram muncul dalam rekening tersangka, perlu membuktikan ada penyalahgunaan kewenangan yang disengaja, maka tindakan koruptif sudah dapat dibongkar.
    Selain itu, Kementerian ESDM harus berani melakukan refleksi dan evaluasi menyeluruh terhadap regulasi-regulasi yang memberi ruang kompromi moral dalam praktik tambang.
    Ada terlalu banyak peraturan teknis yang multitafsir, celah koordinasi antar-instansi yang lemah, hingga prosedur perizinan yang justru menumpuk ketidakpastian hukum.
    Korupsi yang terselubung dalam aturan ini jauh lebih berbahaya karena menciptakan sistem yang menormalisasi penyimpangan.
    Bung Hatta pernah berpesan, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi perjuangan kalian akan lebih berat, karena melawan bangsa sendiri”.
    Pertanyaannya kini: siapa yang sedang kita lawan hari ini? Korporasi rakus? Oknum penegak hukum? Pejabat korup? Atau sistem yang sengaja dibuat pincang demi kepentingan pribadi?
    Saatnya kita bertanya pada diri: apa yang sudah saya berikan untuk bangsa ini? Karena kalau kita diam, bukan hanya tanah yang digali, tapi juga harga diri bangsa ini yang ikut terkubur.
    Mari kita suarakan desakan, bukan sekadar pada pemutusan izin, tetapi pada perubahan menyeluruh—agar tragedi seperti di Gunung Kuda tidak menjadi rutinitas kematian yang dianggap biasa.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menyelamatkan ekosistem bekas tambang dengan rehabilitasi holistik

    Menyelamatkan ekosistem bekas tambang dengan rehabilitasi holistik

    Jakarta (ANTARA) – Aktivitas tambang kerap kali menyisakan warisan persoalan yang kompleks. Isu soal ini dalam beberapa waktu terakhir sedang mengemuka utamanya terkait apa yang terjadi di wilayah Papua Barat Daya, tepatnya di Pulau Gag yang termasuk Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.

    Di daerah ini terdapat tambang nikel yang belakangan menimbulkan kontroversi karena dinilai menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah.

    Terlepas dari itu, hal yang perlu selalu diperhatikan adalah upaya pemulihan ekosistem, baik yang berjalan seiring maupun setelah aktivitas tambang usai.

    Sebab, lahan bekas tambang umumnya memang kehilangan struktur dan fungsi alaminya. Lapisan permukaan bumi menjadi keras, miskin hara, mengandung logam berat, serta kehilangan kemampuan menyimpan air.

    Dalam kondisi ini, banyak lahan tidak hanya menjadi tandus, tetapi juga menjadi sumber kontaminasi bagi sistem hidrologi di sekitarnya.

    Air larian dari area tambang berpotensi membawa sedimen logam berat ke sungai dan laut, memperparah degradasi lingkungan. Bahkan, dalam beberapa kasus, air tanah di sekitar bekas tambang menunjukkan kandungan logam melebihi ambang batas aman untuk konsumsi.

    Permukaan tanah yang seharusnya subur, hilang menyisakan lapisan bumi yang nyaris tak bisa mendukung kehidupan.

    Apa yang sedang dihadapi lahan bekas tambang bukan sekadar persoalan teknis reklamasi, melainkan soal memulihkan kembali keseimbangan ekologis yang rusak.

    Pemulihan lahan pascatambang juga tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan kosmetik. Jadi hanya dengan menanam pohon tidak cukup.

    Diperlukan intervensi menyeluruh yang mencakup perbaikan fisik, kimia, dan biologi tanah.

    Tanah bekas tambang membutuhkan perlakuan khusus baik penambahan bahan amelioran seperti kompos, biochar, kapur dolomit, maupun teknologi bioremediasi untuk mengikat logam berat agar stabil sehingga tidak mencemari lingkungan sekitar.

    Biochar dari limbah pertanian telah terbukti meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan mereduksi toksisitas logam, ini salahnya telah dibuktikan pada percobaan di Kalimantan dan Sulawesi.

    Salah satu pendekatan yang terbukti efektif di sejumlah lokasi adalah kombinasi antara penanaman alga tanah, lumut, tanaman penutup tanah, tanaman pionir penyerap logam berat termasuk pemanfaatan mikoriza.

    Mikoriza membantu akar tanaman menyerap unsur hara dan mengurangi toksisitas logam berat. Penggunaan mikoriza arbuskular pada tanah bekas tambang nikel dapat meningkatkan kandungan karbon organik hingga 2,5 kali lipat dalam dua tahun.

    Di sisi lain, tanaman lokal seperti Calliandra, Albizia, dan bahkan sagu dapat menjadi bagian dari strategi revegetasi jangka panjang yang berkelanjutan.

    Tanaman-tanaman ini memiliki nilai ekologis sekaligus ekonomi, sehingga mampu memberikan manfaat ganda bagi masyarakat sekitar.

    Namun, persoalan pemulihan tanah bekas tambang tidak berhenti pada aspek teknis. Yang juga genting adalah memastikan bahwa proses rehabilitasi ini tidak berlangsung eksklusif, melainkan inklusif bersama-sama masyarakat setempat.

    Masyarakat adat di sekitar lahan telah hidup berdampingan dengan alam selama berabad-abad. Mereka memahami irama tanah dan tahu bagaimana menumbuhkan kembali kehidupan dari keterpurukan.

    Sayangnya, banyak program reklamasi justru mengesampingkan mereka. Pendekatan yang hanya berbasis kontraktor dan teknokrat tanpa keterlibatan komunitas lokal cenderung gagal dalam jangka panjang.

    Kearifan lokal

    Inilah saatnya menjadikan masyarakat sebagai aktor utama dalam konservasi dan rehabilitasi. Keterlibatan mereka bukan hanya demi keberlanjutan proyek, tetapi juga sebagai pengakuan terhadap hak dan kearifan lokal.

    Lahan yang dikelola dengan model kolaboratif antara masyarakat, LSM, dan pemerintah menunjukkan tingkat keberhasilan revegetasi dua kali lebih tinggi dibanding model top-down sepihak.

    Beberapa wilayah bahkan telah mengembangkan skema agroforestri berbasis reklamasi, di mana hasil revegetasi tidak hanya memulihkan tutupan lahan tetapi juga menyediakan sumber pangan, bahan bakar, dan pendapatan bagi warga.

    Skema ini terbukti menumbuhkan rasa kepemilikan terhadap proyek pemulihan lahan dan meningkatkan partisipasi jangka panjang.

    Perusahaan tambang juga harus berhenti melihat reklamasi sebagai kewajiban administratif belaka. Harus ada perubahan paradigma dari pendekatan minimalis menuju tanggung jawab ekologis penuh.

    Reklamasi tidak boleh berhenti pada penghijauan simbolik yang bertujuan mendapatkan sertifikasi semata. Perusahaan harus menyusun rencana pascatambang yang komprehensif, mencakup monitoring jangka panjang dan evaluasi sosial-ekologis.

    Tanpa itu, reklamasi akan menjadi proyek jangka pendek yang segera dilupakan begitu sertifikat disahkan.

    Peran negara juga tak bisa diabaikan. Pemerintah daerah dan pusat harus hadir secara aktif dengan regulasi yang lebih ketat dan insentif yang mendorong pendekatan berbasis ilmu pengetahuan.

    Sudah saatnya pemerintah menetapkan standar rehabilitasi berbasis data ekosistem, bukan sekadar luasan lahan yang “hijau” secara visual.

    Teknologi remote sensing, analisis biofisik, hingga pengukuran indeks biodiversitas harus menjadi instrumen evaluasi utama. Pemerintah dapat mengadopsi kerangka “nature-based solutions” yang sudah diterapkan luas dalam agenda iklim global.

    Perspektif baru yang perlu ditawarkan di sini adalah bahwa tanah bukan hanya medium fisik untuk tumbuhan, tetapi ruang hidup yang menyimpan memori ekologis.

    Rehabilitasi lahan tidak cukup hanya memperbaiki fungsi permukaan, tetapi harus juga membangun kembali jejaring kehidupan yang pernah ada.

    Artinya, pemulihan tanah harus selaras dengan pemulihan perairan, udara, vegetasi, dan juga struktur sosial-budaya masyarakat sekitar.

    Sebagai negara megabiodiversitas, Indonesia memiliki tanggung jawab moral yang besar terhadap dunia.

    Ketika suatu kawasan yang menjadi ikon pariwisata rusak oleh pertambangan, dunia tidak hanya menyalahkan satu perusahaan atau pemerintah, tetapi menilai komitmen Indonesia secara keseluruhan terhadap keberlanjutan.

    Indonesia tidak bisa lagi menunda membangun sistem pemulihan lahan yang bukan hanya reaktif, tetapi proaktif dan antisipatif.

    Jika bangsa ini mulai menempatkan pemulihan tanah sebagai proyek peradaban, maka kerusakan ini bisa menjadi titik balik menuju masa depan yang lebih bijak.

    Seperti kata pepatah Melanesia, “Tanah bukan hanya tempat berpijak, tetapi juga tempat berpulang.” Maka memperbaiki tanah adalah memperbaiki arah pulang seseorang sebagai manusia.

    *) Penulis adalah Peneliti di Pusat Riset Tanaman Pangan, BRIN.

    Copyright © ANTARA 2025

  • Gempa Megathrust Tinggal Tunggu Waktu Hantam RI, Ini Zona Merahnya

    Gempa Megathrust Tinggal Tunggu Waktu Hantam RI, Ini Zona Merahnya

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia merupakan salah satu negara yang paling rawan bencana gempa dan tsunami. Pasalnya, letak geografis Indonesia berada di Cincin Api Pasifik (Ring of Fire) yang mempertemukan beberapa lempeng.

    Salah satu yang perlu diwaspadai adalah ancaman gempa Megathrust. Setidaknya ada 13 segmen Megathrust yang tersebar di wilayah Indonesia.

    Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, sudah memberikan peringatan bahwa gempa dari 2 zona Megathrust tinggal menunggu waktu.

    Masing-masing adalah Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut. Pasalnya, 2 xona itu sudah lama tak mengalami gempa atau seismic gap, yakni berabad-abad. Biasanya, gemba besar memiliki siklus sendiri dalam rentang hingga ratusan tahun.

    Gempa Megathrust Ancam Jawa Barat

    Terpisah, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan perlu diwaspadai dampak Megathrust untuk selatan Jawa Barat yang memanjang hingga Selat Sunda.

    Para peneliti memperingatkan, energi yang terkunci di zona subduksi ini terus bertambah seiring waktu. Jika energi ini dilepaskan sekaligus, dampaknya bisa memicu gempa besar hingga magnitudo 8,7.

    Peneliti dari Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Nuraini Rahma Hanifa menjelaskan, pelepasan energi ini tidak hanya memicu guncangan kuat, tapi juga menggerakkan kolom air laut dan membentuk tsunami besar.

    Menurut hitungannya, jika Megathrust di wilayah Pangandaran pecah, gelombang tsunami setinggi 20 meter bisa terjadi dan menjalar ke berbagai wilayah, termasuk Banten, Lampung, bahkan sampai ke Jakarta.

    “Semua pesisir Banten akan terdampak, hanya saja tinggi tsunaminya berbeda-beda,” ujar Rahma kepada CNBC Indonesia belum lama ini.

    Di kawasan pesisir Banten, tsunami diprediksi bisa mencapai ketinggian antara 4 hingga 8 meter. Sementara di pesisir Lampung, kata ia, seluruh wilayah yang menghadap Selat Sunda disebut akan terkena dampaknya.

    Tsunami 1,8 Meter Ancam Jakarta

    Untuk Jakarta, tsunami diperkirakan mencapai pesisir utara dengan ketinggian sekitar 1 hingga 1,8 meter. Namun, waktu kedatangannya lebih lambat dibanding daerah lain, tsunami baru diperkirakan tiba di Jakarta setelah 2,5 jam sejak gempa terjadi.

    “Kalau di selatan Jawa, tsunami sampai dalam waktu 40 menit, bahkan di Lebak hanya 18 menit. Tapi di Jakarta Utara, tsunami datang 2,5 jam setelah gempa,” jelas Rahma.

    BRIN pun mengajak masyarakat Indonesia untuk waspada terhadap risiko Megathrust. Risiko Megathrust bukan hanya gempa dan tsunami, tapi juga kerusakan infrastruktur, gangguan layanan dasar, dampak sosial ekonomi, hingga korban jiwa.

    Terpisah, BMKG menyebut belum dapat memastikan kapan bencana alam besar tersebut akan terjadi. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebut pihaknya terus membicarakan isu ini agar masyarakat bersiap menghadapi efek dari megathrust di Indonesia.

    “Sebetulnya isu Megathrust itu bukan isu yang baru. Itu isu yg sudah sangat lama. Tapi kenapa BMKG dan beberapa pakar mengingatkan? Tujuannya adalah untuk ‘ayo, tidak hanya ngomong aja, segera mitigasi (tindakan mengurangi dampak bencana),” ujar Dwikorita, dikutip dari CNN Indonesia.

    “Jadi tujuannya ke sana; mitigasi dan edukasi, persiapan, kesiapsiagaan,” imbuh dia.

    Langkah Antisipasi Megathrust di RI

    Dwikorita melanjutkan pihaknya sudah melakukan berbagai langkah antisipasi megathrust. Pertama, menempatkan sensor-sensor sistem peringatan dini tsunami InaTEWS menghadap ke zona-zona megathrust.

    “InaTEWS itu sengaja dipasang untuk menghadap ke arah megathrust. Aslinya tuh di BMKG hadir untuk menghadapi, memitigasi megathrust,” jelasnya.

    Kedua, edukasi masyarakat lokal dan internasional. Salah satu bentuk nyatanya adalah mendampingi pemerintah daerah (pemda) buat menyiapkan berbagai infrastruktur mitigasi, seperti jalur evakuasi, sistem peringatan dini, hingga shelter tsunami.

    Selain itu, bergabung dengan Indian Ocean Tsunami Information Center, yang juga berkantor di kompleks BMKG. Komunitas ini bertujuan buat mengedukasi 25 negara di Samudra Hindia dalam menghadapi gempa dan tsunami.

    “Kami edukasi publik bagaimana menyiapkan masyarakat dan pemda sebelum terjadi gempa dengan kekuatan tinggi yang menyebabkan tsunami,” kata dia.

    Ketiga, mengecek secara berkala sistem peringatan dini yang sudah dihibahkan ke pemda.

    “Sirine [peringatan tsunami] harusnya tanggung jawab pemerintah daerah, hibah dari BNPB, hibah dari BMKG, tapi pemeliharaan dari pemerintah daerah, kan otonomi daerah. Ternyata sirine selalu kita tes tanggal 26 [tiap bulan], kebanyakan bunyi tapi yang macet ada,” bongkarnya.

    Keempat, menyebarluaskan peringatan dini bencana. Menurut Dwi, jika masyarakat harus siap, berarti harus ada penyebarluasan informasi. “Kami dibantu Kominfo,” pungkasnya.

    13 Segmen Megathrust di RI

    Mengacu pada Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017, berikut daftar 13 segmen megathrust yang mengancam Indonesia:

    1. Megathrust Mentawai-Pagai dengan potensi gempa M8,9

    2. Megathrust Enggano dengan potensi gempa M8,4

    3. Megathrust Selat Sunda dengan potensi gempa M8,7

    4. Megathrust Jawa Barat-Jawa Tengah dengan potensi gempa M8,7

    5. Megathrust Jawa Timur dengan potensi gempa M8,7

    6. Megathrust Sumba dengan potensi gempa M8,5

    7. Megathrust Aceh-Andaman dengan potensi gempa M9,2

    8. Megathrust Nias-Simelue denga potensi gempa M8,7

    9. Megathrust Batu dengan potensi gempa M7,8

    10. Megathrust Mentawai-Siberut dengan potensi gempa M8,9

    11. Megathrust Sulawesi Utara dengan potensi gempa M8,5

    12. Megathrust Filipina dengan potensi gempa M8,2

    13. Megathrust Papua dengan potensi gempa M8,7.

    (fab/fab)

  • 10
                    
                        Pesan Rahasia Antara Prabowo dan Megawati, Sinyal PDIP Merapat?
                        Nasional

    10 Pesan Rahasia Antara Prabowo dan Megawati, Sinyal PDIP Merapat? Nasional

    Pesan Rahasia Antara Prabowo dan Megawati, Sinyal PDIP Merapat?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden
    Prabowo
    Subianto dan Presiden ke-5 RI
    Megawati
    Soekarnoputri saling berbagi pesan rahasia.
    Pesan keduanya tersebut disampaikan melalui Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dan Menteri Sektretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi ketika menyambangi kediaman Megawati beberapa waktu lalu.
    Dasco yang juga Ketua Harian Partai Gerindra itu mengaku bahwa silaturahminya ke rumah Megawati diutus oleh Prabowo sekaligus untuk menyampaikan pesan.
    “Ya, kami memang diutus menyampaikan beberapa hal dan pesan yang sudah disampaikan,” kata Dasco, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (5/6/2025).
    Meski begitu, Dasco enggan mengungkap isi pesan dari Prabowo kepada Megawati. Menurut dia, pesan itu bersifat rahasia atau konfidensial.
    “Pesan itu enggak boleh disampaikan dong di sini. Konfidensial,” ujar Dasco.
    Di pertemuan itu, menurut Dasco, Megawati banyak memberikan petunjuk dan wejangan terkait nilai-nilai Hari Pancasila dan kemerdekaan bangsa Indonesia.
    Selain itu, Megawati juga menyampakan pesan untuk Prabowo melalui Dasco dan Prasetyo.
    “Dan kami juga membawa pesan balik dari Ibu Megawati kepada Pak Prabowo,” katanya.
    Namun, Dasco lagi-lagi enggan mengungkap pesan yang dititipkan Megawati untuk Prabowo.
    Secara terpisah, Mensesneg Prasetyo Hadi sedikit mengungkap isi pesan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (
    PDIP
    ) kepada Prabowo.
    Menurut Prasetyo, Megawati berpesan agar dirinya menjaga Presiden Prabowo.
    “Jaga kesehatan, jagain Pak Prabowo,” ujar Prasetyo singkat di Stadion Utama Gelora Bung Karrno (SUGBK), Jakarta, Kamis (5/6/2025), dikutip dari
    Antaranews
    .
    Namun, politikus Partai Gerindra ini enggan membeberkan banyak soal isi pesan tersebut.
    Begitu juga dengan Ketua MPR RI sekaligus Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra Ahmad Muzani.
    Muzani mengungkapkan bahwa pesan dari Prabowo tersebut mengajak semua pihak untuk tetap kompak.
    “Kompak-kompak selalulah kira-kira (
    pesan Prabowo ke Megawati
    ),” ungkap Muzani, di Masjid Istiqlal, Jakarta, pada Jumat (6/6/2025).
    Namun, Muzani mengaku tidak mengetahui rincian lebih lanjut dari pesan tersebut dan juga tidak mengetahui balasan dari Megawati untuk Prabowo. Sebab, dia belum bertemu dengan Dasco.
    “Belum tahu saya, belum ketemu Pak Dasco,” katanya.
    Merepons pertemuan itu, Peneliti Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati menilai bahwa hal ini menjadi sinyal keinginan Presiden Prabowo untuk menggandeng PDIP tanpa berpisah jalan dengan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).
    Sebagai informasi, ada isu keretakan antara Megawati dan Jokowi. Isu ini memanas ketika anak Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, maju Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 bersama Prabowo.
    Hingga kini, PDI-P diketahui menjadi partai pemenang pemilu, tetapi tidak bergabung dengan Kabinet Merah Putih.
    “Betul sekali,” kata Peneliti Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati saat dihubungi
    Kompas.com
    .
    Menurut Jati, Dasco juga merupakan salah satu orang kepercayaan Prabowo. Oleh karena itu, dia menilai, Prabowo berupaya merangkul semua kalangan.
    Lebih lanjut, Jati menepis anggapan bahwa terdapat risiko bagi Prabowo jika melepaskan diri dari bayang-bayang Jokowi.
    Dalam pandangannya, pertemuan Dasco dengan Megawati menjadi upaya menekan potensi gangguan dalam pemerintahan.
    “Lebih pada upaya Prabowo untuk meminimalkan potensi disrupsi,” ujar Jati.
    Selain itu, Jati itu juga menilai, sikap Mega yang menerima Dasco menjadi simbol PDI-P berpeluang bisa diajak mendukung pemerintah.
    Meski demikian, menurut dia, belum bisa dipastikan apakah partai banteng akan bergabung dengan Kabinet Merah Putih.
    Terlebih sampai saat ini, PDI-P tidak kunjung menggelar kongres tahunan.
    “Bisa juga pertemuan kemarin diartikan sebagai bentuk dukungan moril pemerintah untuk penyelenggaraan kongres partai,” kata Jati.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.