Kementrian Lembaga: BRIN

  • Wilayah RI Ini Simpan Uranium, Jumlahnya Puluhan Ribu Ton

    Wilayah RI Ini Simpan Uranium, Jumlahnya Puluhan Ribu Ton

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, bahwa Kalimantan Barat menjadi salah satu wilayah yang mempunyai potensi sumber energi yang cukup beragam, yang dapat dimanfaatkan sebagai energi pembangkit tenaga listrik, salah satunya seperti nuklir.

    Mengutip dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2025-2034, Kalimantan Barat disebut-sebut memiliki sumber energi mulai dari tenaga air, biomassa, biogas, batubara, hingga uranium dan thorium yang dapat dimanfaatkan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).

    Adapun, potensi nuklir di Kalimantan Barat berasal dari kandungan uranium dan thorium yang terdapat di Kabupaten Melawi. Berdasarkan data Atlas Geologi Sumber Daya Mineral dan Energi Kementerian ESDM, total cadangan uranium dan thorium di daerah ini mencapai 24.112 ton.

    “Potensi uranium di Kabupaten Melawi menurut Atlas Geologi Sumber Daya Mineral dan Energi Kalimantan Barat sebesar ± 24.112 ton. Namun, pemanfaatan nuklir sebagai energi primer masih menunggu adanya kebijakan dari Pemerintah yang didukung studi kelayakan pembangunan PLTN,” tulis dokumen RUPTL, dikutip Minggu (29/6/2025).

    Sebagaimana diketahui, di dalam dokumen tersebut dijelaskan bahwa pembangunan dan pengoperasian pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) harus memenuhi sejumlah persyaratan penting.

    Diantaranya, menjamin ketersediaan pasokan bahan bakar nuklir, sistem pengelolaan limbah radioaktif yang aman, serta sistem pengendalian dan pengawasan ketat sesuai standar yang ditetapkan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) dan regulasi domestik.

    Untuk mendukung perencanaan pembangunan PLTN, pemerintah melalui BATAN/BRIN telah melakukan sejumlah survei tapak di berbagai wilayah. Kajian tersebut mempertimbangkan aspek geoteknik, seismik, serta risiko bencana alam lainnya.

    Adapun, dari total 28 wilayah yang telah disurvei, seluruhnya dinyatakan memiliki potensi sebagai lokasi PLTN, dengan total kapasitas pengembangan yang diperkirakan dapat mencapai hingga 70 GW.

    Sementara itu, berdasarkan wilayah potensial tersebut, serta mengacu kepada kebutuhan sistem kelistrikan nasional, potensi PLTN pada tahap awal direncanakan akan dibangun di Sistem Sumatera dan Kalimantan.

    (pgr/pgr)

    [Gambas:Video CNBC]

  • BRIN Fokus Kembangkan Riset Robotika Lunak dan Continuum, Apa Itu? – Page 3

    BRIN Fokus Kembangkan Riset Robotika Lunak dan Continuum, Apa Itu? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta- Dunia robotika kini memasuki era baru yang lebih fleksibel dan adaptif. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Mekatronika Cerdas (PRMC) tengah gencar meneliti potensi besar dalam bidang robotika lunak (soft robotics) dan robot kontinu (continuum robotics).

    Kepala PRMC BRIN, Yanuandri Putrasari, mengatakan riset robotika cerdas, terutama yang terinspirasi dari makhluk hidup (bio-inspiratif), sistem bio-hybrid, dan robotika fleksibel, memiliki cakupan aplikasi yang sangat luas.

    “Kami melihat peluang besar dalam pertukaran pengetahuan terkini mengenai riset robotika cerdas, khususnya pengembangan robot dengan struktur lunak dan sistem bio-hybrid. Selain itu, kami ingin mendorong kolaborasi riset antar berbagai disiplin ilmu dan institusi,” ujar Yanuandri, dikutip dari situs resmi BRIN, Minggu (29/6/2025).

    Ketua Kelompok Riset Robotika dan Kecerdasan Sistem PRMC BRIN, Roni Permana Saputra, menambahkan fokus utama riset adalah pada sistem robotika dengan struktur yang lentur.

    “Salah satu topik menarik adalah robotika lunak dan kontinu. Ini adalah pengenalan robot yang terbuat dari material fleksibel tanpa adanya sambungan kaku. Aplikasinya sangat menjanjikan, terutama dalam perangkat medis seperti endoskopi dan robot bedah dengan tingkat presisi tinggi,” Roni menjelaskan.

    Lebih lanjut, ia juga menyoroti potensi integrasi sensor dan komputasi pada serangga untuk navigasi otonom di lingkungan yang sulit diprediksi (insect–computer hybrid navigation).

     

  • Spesies Baru Tumbuhan Homalomena Chikmawatiae Ditemukan di Riau, Ini Ciri-Cirinya – Page 3

    Spesies Baru Tumbuhan Homalomena Chikmawatiae Ditemukan di Riau, Ini Ciri-Cirinya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Tim peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi (PRBE), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), bersama para ahli taksonomi, menemukan spesies tumbuhan baru dari famili Araceae atau dikenal juga sebagai aroid.

    Spesies unik ini ditemukan di Provinsi Riau, Sumatra, dan diberi nama Homalomena chikmawatiae. Demikian seperti dikutip dari situs resmi BRIN, Jumat (27/6/2025).

    Penamaan spesies baru ini merupakan bentuk penghormatan atas dedikasi dan kontribusi besar Prof. Dr. Tatik Chikmawati dari IPB University dalam pengembangan ilmu biosistematika tumbuhan di Indonesia.

    Muhammad R. Hariri, seorang peneliti dari PRBE BRIN, menjelaskan Homalomena chikmawatiae memiliki kemiripan morfologi dengan tumbuhan dari genus Furtadoa.

    Ciri khasnya terletak pada daun yang berbentuk perisai (peltate) dan bagian steril (appendix) yang cukup besar pada spadix, yaitu bagian bunga majemuk berbentuk tongkol.

    Lebih lanjut, penelitian filogenetik yang mendalam, menggunakan analisis sekuen ITS (Internal Transcribed Spacer), mengungkapkan bahwa genus Furtadoa bersifat polifiletik. Artinya, anggota-anggota genus tersebut tidak memiliki nenek moyang bersama yang tunggal.

    Berdasarkan temuan ini, seluruh spesies tanaman yang sebelumnya masuk dalam genus Furtadoa kini direklasifikasikan ke dalam genus Homalomena.

  • Migrasi Baru asal Tiongkok Perlu Dikaji Dengan Pendekatan Baru

    Migrasi Baru asal Tiongkok Perlu Dikaji Dengan Pendekatan Baru

    Bisnis.com, JAKARTA- Istilah ‘migran’ yang belakangan ini digunakan untuk merujuk pada warga asal Tiongkok yang datang ke Indonesia dan Asia Tenggara dalam beberapa dasawarsa terakhir, dianggap rancu dan cenderung menimbulkan problema baik dalam aspek akademis maupun aspek sosial.

    Hal ini karena istilah migran itu disematkan kepada orang-orang asal Tiongkok yang sebenarnya datang untuk sementara waktu ke negara tujuan, entah sebagai pekerja, pelajar, pebisnis, ataupun kegiatan lainnya.

    Karena mereka datang untuk sementara dan dalam kelompok relatif besar, mereka tak dapat diharapkan untuk melakukan proses adaptasi dalam hal sosial dan budaya, seperti pendahulu mereka, yaitu etnis Tionghoa di Asia Tenggara, termasuk orang-orang Tionghoa Indonesia.

    Pandangan di atas disampaikan Profesor Leo Suryadinata, peneliti senior pada ISEAS Yusof Ishak Institute, Singapura sebagai pembicara dalam seminar berjudul “Peran Migran Baru Tiongkok (Xin Yimin) di Asia Tenggara,” yang diselenggarakan oleh Program Magister Ilmu Komunikasi (Mikom) dan Magister Ilmu Hubungan Internasional (MHI) Universitas Pelita Harapan (UPH), bersama dengan Forum Sinologi Indonesia (FSI), pada Kamis (25/6/2025) di Jakarta.

    Leo Suryadinata, Peneliti dan ilmuwan sosial yang menerima anugerah kebudayaan dari pemerintah Republik Indonesia pada 2018 itu, mengemukakan berbagai karaktersitik migran baru asal Tiongkok (Xin Yimin) yang berbeda dari etnis Tionghoa di Asia Tenggara dan Indonesia.

    Menurutnya, orang-orang Tionghoa yang termasuk sebagai migran lama meninggalkan Tiongkok menuju negara tujuan, kebanyakan ke Asia Tenggara, selambatnya pada awal abad ke 20, dan dilatarbelakangi faktor ekonomi, khususnya kemiskinan.

    “Orang-orang Tionghoa itu sebagian besar menuju dan bermukim di Asia Tenggara, dan menganggap Asia Tenggara sebagai tanah air mereka,” terang Leo.

    Berbeda dengan Xin Yimin, mereka yang dikategorikan sebagai migran lama rata rata berasal dari provinsi-provinsi di Selatan Tiongkok, seperti Fujian, Guangzhou, dan Hainan.

    Berbeda dari etnik Tionghoa yang sudah berakar di Asia Tenggara dan Indonesia, migran baru asal Tiongkok tidak datang untuk menetap.

    Menurut Leo, mereka menjadikan negara-negara tujuan sebagai tempat untuk transit dalam proses migrasi yang bersifat sementara itu. Oleh karenanya mereka tak lagi berpegang pada istilah luodi shenggen (berakar di tanah yang mereka pijak) dan cenderung berpindah-pindah seperti daun teratai yang tak berakar.

    “Karena mereka datang dengan jumlah besar, mereka akan berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesama kelompok mereka, sehingga proses integrasi antara mereka dan masyarakat setempat menjadi sangat sulit,” tutur Leo.

    Leo beranggapan bahwa fenomena migran baru asal Tiongkok harus dikaji dengan sebuah pendekatan baru yang meskipun tetap kritis, tetapi tanpa bersifat apriori.

    Sementara itu, ketua FSI yang juga Dosen Magister Ilmu Komunikasi (Mikom) Universitas Pelita Harapan (UPH), Johanes Herlijanto, menyesalkan masih adanya pandangan yang menyamakan antara warga Tionghoa yang baru dengan etnik Tionghoa di Indonesia dan Asia Tenggara.

    Johanes menyatakan bahwa pandangan semacam itu kurang adil terhadap etnik Tionghoa yang bukan hanya telah berakar dan beradaptasi, tetapi juga telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi kawasan Asia Tenggara, tempat mereka menetap selama berabad-abad.

    “Tionghoa Indonesia, misalnya, telah memberikan sumbangsih yang signifikan bagi bangsa Indonesia. Mereka adalah orang Indonesia yang selalu mengedepankan identitas kebangsaan Indonesia,” tutur pemerhati Tionghoa asal UPH itu.

    Peneliti Pusat Riset Kependudukan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Triyono sependapat dengan Profesor Leo Suryadinata dalam hal dampak positif dan negatif dari kehadiran investasi dan migran baru asal China.

    “Kehadiran industri smelter di Sulawesi Tengah dan Tenggara menghidupkan perekonomian di daerah tersebut, ini hal yang jarang diungkap ke publik,” tuturnya.

    Namun sosiolog tamatan Universitas Gajah Mada (UGM) itu juga menuturkan mengenai adanya persoalan budaya yang diakibatkan kehadiran migran baru asal Tiongkok itu. Persoalan itu antara lain mencakup miskomunikasi, mispersepsi, serta praduga antara migran asal Tiongkok dan masyarakat setempat.

  • Video: AI Bukan Ancaman, BRIN Dorong Pemanfaatan untuk Inovasi

    Video: AI Bukan Ancaman, BRIN Dorong Pemanfaatan untuk Inovasi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menekankan pentingnya memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) secara bijak dan produktif. Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, menurutnya AI bukan sesuatu yang perlu ditakuti, melainkan dimanfaatkan secara optimal untuk menciptakan inovasi baru.

    Laksana juga mengakui bahwa pemanfaatan AI memang membawa sejumlah potensi risiko, seperti penyalahgunaan atau dampak sosial tertentu. Namun, menurutnya, risiko-risiko tersebut juga bisa diatasi dengan teknologi itu sendiri.

    Saksikan dialog Safrina Nasution bersama Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko dalam Economic Update 2025 di Program Evenin UpCNBC Indonesia, Senin (23/06/2025).

  • RI Punya ‘Harta Karun’ Pembuat Nuklir di Kalimantan

    RI Punya ‘Harta Karun’ Pembuat Nuklir di Kalimantan

    Jakarta, CNBC Indonesia — Kalimantan Barat dinyatakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai salah satu wilayah dengan potensi energi yang beragam. Salah satu sumber energi yang tersimpan di Kalimantan adalah nuklir.

    Berdasarkan dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2025-2034, Kalimantan Barat digadang-gadang memiliki berbagai sumber energi. Di antaranya adalah tenaga air, biomassa, biogas, batu bara, hingga uranium dan thorium yang dapat dimanfaatkan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).

    Asal tahu saja, potensi nuklir di wilayah tersebut diketahui berasal dari kandungan uranium dan thorium yang terdapat di Kabupaten Melawi. Apabila mengacu pada data Atlas Geologi Sumber Daya Mineral dan Energi Kementerian ESDM, terdapat cadangan uranium dan thorium di daerah ini sebanyak 24.112 ton.

    “Potensi uranium di Kabupaten Melawi menurut Atlas Geologi Sumber Daya Mineral dan Energi Kalimantan Barat sebesar ± 24.112 ton. Namun, pemanfaatan nuklir sebagai energi primer masih menunggu adanya kebijakan dari Pemerintah yang didukung studi kelayakan pembangunan PLTN,” tulis dokumen RUPTL PLN 2025-2034, dikutip Minggu (22/6/2025).

    Seperti diketahui, dokumen tersebut menjelaskan, pembangunan dan pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) perlu memenuhi sejumlah persyaratan penting. Syarat yang dimaksud antara lain menjamin ketersediaan pasokan bahan bakar nuklir, sistem pengelolaan limbah radioaktif yang aman, serta sistem pengendalian dan pengawasan ketat sesuai standar yang ditetapkan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) dan regulasi domestik.

    Lebih jauh, guna mendukung perencanaan pembangunan PLTN, sejumlah survei tapak di berbagai wilayah telah dilakukan oleh pemerintah melalui BATAN/BRIN. Kajian ini dilakukan untuk mempertimbangkan aspek geoteknik, seismik, serta risiko bencana alam lainnya.

    Sementara itu, dari total 28 wilayah yang telah disurvei, seluruhnya dinyatakan memiliki potensi sebagai lokasi PLTN dengan total kapasitas pengembangan yang diperkirakan dapat mencapai hingga 70 Giga Watt (GW).

    Jika berkaca pada wilayah potensial tersebut serta mengacu kepada kebutuhan sistem kelistrikan nasional, maka potensi PLTN pada tahap awal direncanakan akan dibangun di Sistem Sumatera dan Kalimantan.

    (mkh/mkh)

    [Gambas:Video CNBC]

  • BRIN Jelaskan Pengaruh Fenomena Solstis Hari Ini, 21 Juni 2025 untuk Indonesia – Page 3

    BRIN Jelaskan Pengaruh Fenomena Solstis Hari Ini, 21 Juni 2025 untuk Indonesia – Page 3

    Thomas menyebut, dampak fenomena solstis begitu signifikan untuk kehidupan di Bumi. Pasalnya, di Belahan Bumi Utara seperti Eropa, Amerika Utara, dan Asia bagian utara, solstis menandai awal musim panas.

    Adapun di Belahan Bumi Selatan, solstis menjadi penanda awal musim dingin. Sementara untuk Indonesia, fenomena ini menjadi penanda awal musim kemarau.

    Thomas menambahkan, perubahan posisi matahari membuat pergeseran pemanasan bumi dan memengaruhi arah angin serta pergerakan awan.

    Setelah solstis utara, menurutnya, angin secara umum mulai bertiup dari selatan ke utara.

    “Angin ini mendorong pembentukan awan ke arah utara, sehingga Indonesia secara umum mulai memasuki musim kemarau,” ia menjelaskan.

  • ASN Boleh WFA dan Jam Kerja Fleksibel, Makin Produktif atau Sulit Diawasi? – Page 3

    ASN Boleh WFA dan Jam Kerja Fleksibel, Makin Produktif atau Sulit Diawasi? – Page 3

    Peraturan menteri kadung berlaku. Saat ini, menurut Trubus, tinggal bagaimana dibuat aturan teknisnya. Termasuk terkait wilayah kerja tiap ASN.

    “Dibutuhkan yang namanya peraturan teknis. Ada juknis petunjuk teknis, ada juklak petunjuk pelaksanaan. Nah itu harus dibuat sesuai dengan instansi dan sektor pelayanannya,” ujar Trubus.

    “Kalau misalnya perpustakaan, ya bikinlah sesuai perpustakaan. Kalau cuma BRIN, riset, ya buat apa ke kantor? Ya bikin aja aturannya, yang penting ada laporan. Kalau yang sifatnya pemadam kebakaran, ya dia mau enggak mau harus rajin datang. Kan enggak bisa damkar kok WFA, nanti kebakar semua. Jadi harus dilihat aturan ini secara holistik,” jelasnya.

    Trubus juga mengingatkan pentingnya pengawasan dan pelaporan terkait pelaksanaan fleksibilitas kerja ASN. “Iya harusnya ada laporan tiap bulan. Mereka kan dibebani pekerjaan kan. Nah, di satu sisi apakah targetnya terpenuhi atau tidak? Kalau enggak terpenuhi, ya harus diberikan sanksi, kata Trubus.

    Trubus menilai aturan tersebut berpotensi dimanfaatkan oleh ASN yang malas bekerja. “Karena ada bosnya aja mereka ogah-ogahan, apalagi enggak ada bosnya. Takutnya nanti enggak bisa dipertanggungjawabkan kinerjanya, produktivitasnya,” kata Trubus.

    Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Dede Yusuf Macan Effendi mengkritisi aturan baru work from anywhere bagi ASN. Dede Yusuf mengingatkan aturan tersebut bisa berdampak pada menurunnya pelayanan publik.

    “Jangan sampai work from anywhere ini malah menghilangkan tugas pelayanan publik yang sebenarnya,” kata Dede Yusuf pada wartawan, Jumat, 20 Juni 2025.

    Menurut Dede, aturan WFA dan jam kerja fleksibel tidak bisa diberlakukan pada semua ASN, terutama ASN di bidang pelayanan masyarakat.

    “Artinya, tidak bisa from anywhere seperti pengurusan KTP, pengurusan-pengurusan lainnya yang sifatnya berhadapan dengan masyarakat secara langsung,” ujar Dede.

    Dede menilai, hanya sebagian ASN di bidang administrasi saja yang bisa mengikuti aturan tersebut.

    “Mungkin bisa work from anywhere itu adalah yang berada di belakang meja, administrasi, dan lain-lain. Tapi kalau pelayanan publik itu tetap harus berhadapan dengan masyarakat,” kata Dede.

    Dede Yusuf berharap agar segera ada sistem evaluasi atau key performance indicator (KPI) bagi ASN yang menerapkan WFA.

    “Saya berharap harus ada fungsi KPI apabila ingin dilakukan WFA seperti ini, jadi KPI apa yang nanti bisa dilakukan evaluasi,” ujar Dede.

    Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid (HNW) menilai era teknologi saat ini memang memungkinkan untuk bekerja dari mana saja.

    Namun, HNW mengingatkan, harus ada evaluasi secara periodik bagi para ASN yang melakukan WFA. Sehingga, kebijakan fleksibilitas kerja ini tidak disalahgunakan.

    “Negara harus melakukan evaluasi, apakah dalam satu bulan atau satu kuartal kita lakukan evaluasi. Soalnya kalau tidak ada evaluasi dan ternyata bermasalah, nanti memperbaikinya tidak cukup mudah,” kata HNW di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat, 20 Juni 2025.

    Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu meminta para ASN jangan mengecewakan setelah diberikan fleksibilitas waktu dan tempat bekerja.

    “Bila pemerintah sudah mempercayakan ASN untuk bisa work from anywhere, maka jagalah kepercayaan itu,” ucap HNW.

    Baca juga Usulan Pensiun PNS 70 Tahun, Wakil Ketua MPR: Jangan Abaikan Regenerasi

  • BRIN Beberkan Alasan Pentingnya Percepatan Adopsi Bioteknologi: Solusi Ketahanan Pangan Indonesia

    BRIN Beberkan Alasan Pentingnya Percepatan Adopsi Bioteknologi: Solusi Ketahanan Pangan Indonesia

    Jakarta: Peneliti Pusat Riset Teknologi Pengujian dan Standar Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Prasetya membeberkan sejumlah alasan pentingnya percepatan adopsi bioteknologi di Indonesia.

    Bambang mengungkapkan pertanian Indonesia saat ini masih tertinggal sekitar 15-20 tahun dibandingkan dengan negara-negara tetangga dalam hal pemanfaatan benih teknologi. Karena itu, penting untuk dilakukan percepatan.

    Menurutnya bioteknologi mempunyai peran penting dalam menekan potensi kehilangan hasil panen atau gagal panen yang dihadapi petani. Selain itu, bioteknologi juga menjadi solusi terhadap tantangan krusial seperti perubahan iklim, penurunan kualitas lahan, dan serangan hama.

    “Dengan pengembangan yang bertanggung jawab dan berbasis kebutuhan lokal, teknologi ini dapat mendorong sistem pangan yang lebih tangguh dan berkelanjutan,” kata Bambang dalam diskusi bertajuk The Science Behind: Food Security di Jakarta, Rabu, 19 Juni 2025.

    Ia menambahkan untuk mempercepat adopsi tersebut perlu adanya kolaborasi lintas sektor, mulai dari lembaga riset dan sektor swasta. 

    “Dengan pengembangan yang bertanggung jawab dan berbasis kebutuhan lokal, teknologi ini dapat mendorong sistem pangan yang lebih tangguh dan berkelanjutan. Kolaborasi antara lembaga riset dan sektor swasta seperti Bayer berperan penting dalam mempercepat adopsi teknologi yang aman, terbukti, dan bermanfaat langsung bagi petani di lapangan.” jelasnya. 

    “Diharapkan dengan mulai digunakannya benih jagung bioteknologi, ketahanan pangan nasional dapat terwujud.”
     

    Presiden Direktur Bayer Indonesia & Country Commercials Lead Indonesia and Malaysia, Yuchen Li yang turut hadir dalam diskusi tersebut mengungkap tantangan multidimensi yang dunia hadapi saat ini menuntut sektor pertanian untuk bertransformasi. Artinya kini cara-cara tradisional tidak lagi mencukupi.

    Karena itu diperlukan terobosan berbasis ilmu pengetahuan, salah satunya melalui pemanfaatan bioteknologi di bidang pertanian. Ini sebagaimana yang Bayer sudah lakukan, yakni  mendorong inovasi berbasis sains untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan mendorong ketahanan pangan nasional.

    “Dibandingkan dengan benih jagung konvensional, DK95R toleran terhadap herbisida. Herbisida dapat digunakan secara selektif dalam benih jagung DK95R tanpa merusak tanaman jagung. Keunggulan seperti ini menunjukkan potensi besar bioteknologi dalam mendukung praktik pertanian yang lebih efisien dan berkelanjutan,” kata Yuchen Li.

     

    Jakarta: Peneliti Pusat Riset Teknologi Pengujian dan Standar Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Prasetya membeberkan sejumlah alasan pentingnya percepatan adopsi bioteknologi di Indonesia.
     
    Bambang mengungkapkan pertanian Indonesia saat ini masih tertinggal sekitar 15-20 tahun dibandingkan dengan negara-negara tetangga dalam hal pemanfaatan benih teknologi. Karena itu, penting untuk dilakukan percepatan.
     
    Menurutnya bioteknologi mempunyai peran penting dalam menekan potensi kehilangan hasil panen atau gagal panen yang dihadapi petani. Selain itu, bioteknologi juga menjadi solusi terhadap tantangan krusial seperti perubahan iklim, penurunan kualitas lahan, dan serangan hama.

    “Dengan pengembangan yang bertanggung jawab dan berbasis kebutuhan lokal, teknologi ini dapat mendorong sistem pangan yang lebih tangguh dan berkelanjutan,” kata Bambang dalam diskusi bertajuk The Science Behind: Food Security di Jakarta, Rabu, 19 Juni 2025.
     
    Ia menambahkan untuk mempercepat adopsi tersebut perlu adanya kolaborasi lintas sektor, mulai dari lembaga riset dan sektor swasta. 
     
    “Dengan pengembangan yang bertanggung jawab dan berbasis kebutuhan lokal, teknologi ini dapat mendorong sistem pangan yang lebih tangguh dan berkelanjutan. Kolaborasi antara lembaga riset dan sektor swasta seperti Bayer berperan penting dalam mempercepat adopsi teknologi yang aman, terbukti, dan bermanfaat langsung bagi petani di lapangan.” jelasnya. 
     
    “Diharapkan dengan mulai digunakannya benih jagung bioteknologi, ketahanan pangan nasional dapat terwujud.”
     

    Presiden Direktur Bayer Indonesia & Country Commercials Lead Indonesia and Malaysia, Yuchen Li yang turut hadir dalam diskusi tersebut mengungkap tantangan multidimensi yang dunia hadapi saat ini menuntut sektor pertanian untuk bertransformasi. Artinya kini cara-cara tradisional tidak lagi mencukupi.
     
    Karena itu diperlukan terobosan berbasis ilmu pengetahuan, salah satunya melalui pemanfaatan bioteknologi di bidang pertanian. Ini sebagaimana yang Bayer sudah lakukan, yakni  mendorong inovasi berbasis sains untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan mendorong ketahanan pangan nasional.
     
    “Dibandingkan dengan benih jagung konvensional, DK95R toleran terhadap herbisida. Herbisida dapat digunakan secara selektif dalam benih jagung DK95R tanpa merusak tanaman jagung. Keunggulan seperti ini menunjukkan potensi besar bioteknologi dalam mendukung praktik pertanian yang lebih efisien dan berkelanjutan,” kata Yuchen Li.
     
     
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (RUL)

  • Uranium Kalbar Dilirik untuk PLTN, Pemerintah Siapkan Aturan

    Uranium Kalbar Dilirik untuk PLTN, Pemerintah Siapkan Aturan

    Jakarta

    Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyiapkan regulasi pengolahan bahan radioaktif, uranium untuk dijadikan sumber energi primer Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Potensi uranium di Kalimantan Barat cukup melimpah.

    Potensi uranium di Kabupaten Melawi, menurut Atlas Geologi Sumber Daya Mineral dan Energi Kalimantan Barat dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) Tahun 2025-2034 sebesar ± 24.112 ton.

    “Ini kita lagi siapkan PP-nya (Peraturan Pemerintah). Mudah-mudahan dari PP-nya itu bisa diimplementasikan untuk pemurnian pengolahan bahan radioaktif itu bisa dimanfaatkan untuk energi,” kata Yuliot di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Jumat (20/6/2025).

    Yuliot menambahkan, pemerintah tengah menata perizinan penambangan uranium yang masuk ke dalam wilayah usaha radioaktif. Hal ini diperlukan agar aspek lingkungan tetap terjaga.

    Dalam penataan tersebut, ia mengatakan akan melibatkan berbagai pihak, di antaranya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten).

    “Jadi kita juga memperhatikan dari aspek lingkungan. Yang kita mau tata adalah yang berasal dari pemurnian pengolahan,” katanya.

    Potensi Energi di Kalimantan Barat

    Sebagai informasi, dalam dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2025-2034, Kalimantan Barat memiliki potensi sumber energi yang melimpah berupa tenaga air, biomassa, biogas, batu bara, dan uranium/thorium.

    Potensi tersebut sebagian dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi pembangkit tenaga listrik. Potensi tenaga air menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), lalu potensi biomassa yang dihasilkan dari limbah perkebunan sawit yang tersebar yang dapat digunakan sebagai bahan energi primer untuk Pembangkit Listrik Tenaga Biomasa dan Biogas (PLTBm dan PLTBg).

    Kemudian potensi uranium/thorium di Kabupaten Melawi yang dapat digunakan sebagai energi primer Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Potensi uranium di Kabupaten Melawi menurut Atlas Geologi Sumber Daya Mineral dan Energi Kalimantan Barat sebesar ± 24.112 ton.

    “Namun, pemanfaatan nuklir sebagai energi primer masih menunggu adanya kebijakan dari Pemerintah yang didukung studi kelayakan pembangunan PLTN,” tulis dokumen tersebut dikutip, Senin (16/6/2025).

    Meski begitu, dalam dokumen RUPTL tersebut dijelaskan bahwa pembangunan dan pengoperasian PLTN harus mensyaratkan jaminan pasokan bahan bakar nuklir, pengelolaan limbah radioaktif, memastikan keselamatan dan keamanan, serta memenuhi persyaratan, ketentuan perundangan yang berlaku dan rekomendasi dari IAEA.

    Dengan mempertimbangkan kriteria dan peraturan perundang-undangan, telah dilakukan survei dan studi tapak PLTN oleh BATAN/BRIN di beberapa lokasi. Adapun, survei dan studi tersebut telah mempertimbangkan kondisi kegempaan, besaran peak ground acceleration (PGA), bahaya gunung api dan sesar permukaan.

    Terdapat 28 wilayah potensial, termasuk yang sudah dilakukan evaluasi, survei serta pra survei sebelumnya. Dari 28 wilayah potensial ini bisa dibangun PLTN dengan kapasitas hingga 70 GW. Berdasarkan wilayah potensial tersebut, serta mengacu kepada kebutuhan sistem kelistrikan nasional, potensi PLTN pada tahap awal direncanakan akan dibangun di Sistem Sumatera dan Kalimantan.

    (ara/ara)