Kementrian Lembaga: BRIN

  • BRIN Beberkan Kondisi Kritis di IKN, Ungkap Fakta Sumber Kehidupan

    BRIN Beberkan Kondisi Kritis di IKN, Ungkap Fakta Sumber Kehidupan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Hasil penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional menunjukkan “tipisnya” persediaan air di wilayah Ibu Kota Nusantara di Kalimantan. BRIN melakukan penelitian ketersediaan “sumber kehidupan” itu memanfaatkan data satelit sepanjang 2022.

    Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN melakukan kajian persentase air di wilayah IKN menggunakan teknologi Artificial Neural Network (ANN) atau Jaringan Saraf Tiruan (JST).

    Data yang dianalisis menyatakan hanya 0,51 persen wilayah di IKN dan sekitarnya yang punya ketersediaan air tinggi. Sisanya, sebanyak 20,41 persen wilayah memiliki ketersediaan air vegetasi dan 79,08 persen non air.

    Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Laras Toersilawati menjelaskan bahwa studi ini menggunakan citra Sentinel-2A yang dianalisis langsung dari Google Earth Engine (GEE) untuk menghitung tiga indeks spektral, yaitu Indeks Air Permukaan Tanah (LSWI), Indeks Perbedaan Vegetasi Ternormalisasi (NDVI), dan Indeks Perbedaan Air Ternormalisasi (NDWI). Tiga indeks ini digunakan sebagai acuan prediksi dalam model Artificial Neural Network (ANN) atau Jaringan Saraf Tiruan (JST).

    “JST atau ANN ini merupakan sistem pemrosesan informasi dengan karakteristik yang mirip dengan jaringan saraf biologis, yaitu jaringan saraf pada otak manusia. JST awalnya dirancang sebagai alat pengenalan pola dan analisis data, yang memiliki keunggulan dibandingkan metode statistik konvensional yang mengharuskan data berdistribusi normal,” terang Laras.

    Penginderaan jauh dengan satelit digunakan untuk mendeteksi perubahan kadar air dalam tanah atau vegetasi, dengan menggunakan indeks inframerah dekat (NIR) 0,7-1,3 μm dan SWIR. Tiga metode citra satelit multi-band digunakan dalam penelitian untuk memperkirakan badan air permukaan, yaitu NDVI, NDWI, dan LSWI.

    Laras menyebutkan dampak jika ketersediaan air di IKN tidak tercukupi, seperti pada perubahan iklim dan lingkungan sehingga dapat menyebabkan berkurangnya hujan (jumlah hari hujan dan curah hujan), serta adanya penurunan kualitas air (asam dan tercemar zat besi). Selain itu, bisa juga menimbulkan dampak sosial dan lingkungan pada peningkatan kebutuhan air, karena pendatang yang tertarik ke IKN bisa meningkatkan kebutuhan air bersih.

    Untuk mengatasi kemungkinan kelangkaan air di IKN, menurutnya, pemerintah dapat membangun bendungan dan sistem perpipaan baru, dan embung. Cara lainnya adalah membangun hutan kota, dan melakukan konservasi lahan dengan reboisasi atau penanaman pohon pengganti karena alih lahan dari hutan industri eucalyptus menjadi lahan terbangun.

    “Penerapan Kota Spons [Sponge City] dengan cara mengelola air hujan secara alami, menyerap dalam tanah, dan memanfaatkan kembali. Serta tak kalah penting melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya menghemat dan tidak mencemari air, ini bisa menjadi solusinya,” kata Laras.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • 9 Orang Terpapar Radiasi Cesium-137 di Cikande Banten

    9 Orang Terpapar Radiasi Cesium-137 di Cikande Banten

    Jakarta

    Lebih dari 1.500 orang di sekitar kawasan Industri Modern Cikande, Kabupaten Serang, Banten, telah menjalani pemeriksaan kesehatan menyusul temuan paparan zat radioaktif Cesium-137 (Cs-137). Pemerintah memastikan pemeriksaan ini dilakukan secara menyeluruh untuk mengetahui dampak radiasi terhadap masyarakat sekitar.

    Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan alias Zulhas mengatakan dari ribuan orang yang diperiksa, ada sembilan orang yang teridentifikasi terpapar.

    “Telah melakukan pemeriksaan terhadap 1.562 pekerja dan masyarakat, tidak menimbulkan dampak kesehatan serius. Hanya ada 9 orang, dan itu sudah ditangani oleh Kementerian Kesehatan,” tegasnya, dikutip dari detikFinance.

    Kini, pemerintah resmi menetapkan kawasan Industri Modern Cikande, Serang, Banten, sebagai Kejadian Khusus Cemaran Radiasi Cesium-137. Keputusan ini diumumkan oleh Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) setelah hampir dua pekan terakhir Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Radiasi Cesium-137 bekerja intensif di lapangan.

    Dengan status kejadian khusus ini, seluruh aktivitas di dalam kawasan kini sepenuhnya berada di bawah kendali Satgas sebagai langkah strategis untuk memastikan penanganan yang menyeluruh, terukur, dan aman bagi lingkungan serta kesehatan publik.

    Hingga saat ini, Satgas telah mengidentifikasi sepuluh titik yang memancarkan radiasi Cesium-137 dengan intensitas berbeda-beda. Dua titik telah berhasil didekontaminasi, dan material radioaktifnya telah dipindahkan ke gudang PT Peter Metal Technology Indonesia yang terkonfirmasi sebagai sumber lokal pencemaran.

    Aktivitas di gudang tersebut telah dihentikan sepenuhnya, sementara hasil dekontaminasi ditangani sesuai standar ketat BAPETEN dan BRIN. Delapan titik lainnya akan didekontaminasi secara bertahap setelah inventarisasi detail dilakukan untuk memastikan parameter penanganan yang presisi dan efektif.

    Untuk mencegah risiko paparan radiasi yang lebih luas, aparat kepolisian bersama BAPETEN telah memasang tanda peringatan dan garis pengaman di seluruh area teridentifikasi. Pemerintah juga mengimbau masyarakat agar tidak mendekati atau mengganggu lokasi-lokasi tersebut karena dapat membahayakan kesehatan.

    Pengawasan keluar-masuk kawasan juga akan diperketat melalui Radiation Portal Monitoring (RPM) yang mulai dipasang pada 1 Oktober. Selama masa transisi, pengawasan dilakukan secara manual menggunakan detektor milik Gegana Polri, BAPETEN, dan BRIN. Setiap barang maupun individu yang keluar dari kawasan dipastikan bebas dari paparan Cesium-137. Jika terdeteksi adanya cemaran, proses dekontaminasi wajib dilakukan sebelum diizinkan keluar.

    Dari sisi kesehatan, Kementerian Kesehatan melakukan pemantauan intensif terhadap warga sekitar kawasan. Individu yang terdeteksi memiliki kontaminasi lebih tinggi akan menjalani pemeriksaan lanjutan menggunakan Whole Body Counter (WBC) untuk memastikan kondisi tubuh mereka serta pemantauan berkelanjutan hingga benar-benar dinyatakan aman.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/kna)

  • Fakta-fakta Radioaktif Cesium-137 di Cikande Banten, Cemarannya Bisa Picu Kanker

    Fakta-fakta Radioaktif Cesium-137 di Cikande Banten, Cemarannya Bisa Picu Kanker

    Jakarta

    Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melaporkan adanya paparan radioaktif di kawasan industri Modern Cikande, Banten. Investigasi awal mengaitkan paparan tersebut dengan aktivitas scrap logam dan limbah industri.

    Dari hasil pemetaan, kontaminasi terdeteksi di beberapa titik dengan kadar radiasi lebih tinggi dari ambang normal.

    Kasus ini kemudian mendapat perhatian publik setelah produk ekspor Indonesia, seperti udang beku, ditolak oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) karena terdeteksi mengandung Cs-137. Investigasi lanjutan pun menelusuri sumber radiasi hingga ke kawasan industri di Cikande.

    Awal Mula Temuan Kontaminasi

    Diberitakan Live Science, kasus bermula ketika FDA menolak masuknya kontainer udang beku asal Indonesia karena hasil uji menunjukkan adanya kandungan Cs-137 pada pertengahan Agustus 2025. Produk tersebut diproses oleh PT Bahari Makmur Sejati (BMS Foods) dan dikirim ke beberapa pelabuhan utama di AS, termasuk Los Angeles, Houston, Savannah, dan Miami.

    Meski hanya sebagian sampel yang terbukti positif, FDA memperluas penarikan produk terkait karena kekhawatiran potensi kontaminasi lainnya.

    Sebanyak 387 kontainer berisi udang vaname (Vannamei Shrimp) dengan total tonase mencapai 5.595,28 ton, sebelumnya telah diekspor ke Amerika Serikat pada periode Juni hingga Agustus 2025. Namun karena insiden cemaran tersebut, seluruh kontainer yang berada dalam perjalanan menuju Amerika juga ditarik kembali (Return on Board/ROB) untuk diperiksa ulang di Indonesia.

    PT BMS selaku eksportir kemudian melakukan reimpor seluruh kontainer, termasuk 18 kontainer yang sudah tiba lebih dulu di Pelabuhan Tanjung Priok. Semua produk itu langsung menjalani pemeriksaan ketat melalui protokol karantina.

    Pengecekan di Indonesia

    Setelah dilakukan penarikan, pemerintah Indonesia kemudian melakukan penelusuran untuk mengetahui sumber kontaminasi radiasi tersebut. Per 9 September 2025, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkap dugaan bahwa pabrik baja di sekitar kawasan menjadi sumber awal kontaminasi.

    Tim gabungan lalu memindahkan material yang terkontaminasi radiasi dari area terdampak. Tahap awal dekontaminasi dimulai.

    “Satgas telah mengambil keterangan dan pemeriksaan terhadap PT PNT yang di Cikande. Jadi, satu perusahaan sebetulnya Di Cikande sebagai sumber terkontaminasi dan 15 pemilik lapak besi bekas,” terang Menteri Koordinator Bidang Pangan sekaligus Ketua Satgas, Zulkifli Hasan.

    Apa Itu Cesium-137?

    Cesium-137 (Cs-137) adalah isotop radioaktif hasil sampingan reaksi fisi nuklir, baik dari reaktor maupun ledakan bom atom. Unsur ini memiliki waktu paruh sekitar 30 tahun, artinya butuh puluhan tahun hingga daya radioaktifnya berkurang secara signifikan.

    Cs-137 tidak ditemukan secara alami di lingkungan. Kehadirannya hampir selalu terkait dengan aktivitas manusia, seperti kecelakaan nuklir, pengolahan limbah industri, atau penggunaan medis tertentu.

    Cs-137 digunakan dalam jumlah kecil untuk kalibrasi peralatan pendeteksi radiasi, seperti penghitung Geiger-Mueller.

    Dalam jumlah yang lebih besar, Cs-137 digunakan dalam:

    Perangkat terapi radiasi medis untuk mengobati kankerSterilisasi medisPengukur industri yang mendeteksi aliran cairan melalui pipaPerangkat industri lain untuk mengukur ketebalan material, seperti kertas, film fotografi, atau lembaran logam.

    Bisa Picu Kanker

    Dikutip dari CDC, paparan eksternal Cs-137 dalam jumlah besar dapat menyebabkan luka bakar, penyakit radiasi akut, dan bahkan kematian. Paparan Cs-137 dapat meningkatkan risiko kanker karena paparan radiasi gamma berenergi tinggi.

    Paparan internal Cs-137, melalui konsumsi atau inhalasi, memungkinkan bahan radioaktif tersebut terdistribusi di jaringan lunak, terutama jaringan otot, sehingga jaringan tersebut terpapar partikel beta dan radiasi gamma, serta meningkatkan risiko kanker.

    Studi ilmiah menunjukkan paparan Cs-137 dapat meningkatkan risiko:

    Leukemia: karena radiasi merusak sumsum tulang tempat sel darah diproduksi.Kanker tiroid: walaupun I-131 lebih dominan sebagai pemicu, Cs-137 juga memberi kontribusi pada beban radiasi ke kelenjar tiroid.Kanker padat (solid cancers): termasuk kanker paru, hati, ginjal, dan saluran pencernaan, tergantung rute paparan.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video ” Video: Kata Menkes soal Udang Terkontaminasi Radioaktif Cesium-137 di Cikande”
    [Gambas:Video 20detik]
    (kna/kna)

    Cemaran Radioaktif

    12 Konten

    Jejak cemaran radioaktif Cessium 137 (Cs-137) ditemukan di wilayah Cikande, Serang. Risiko paparan serta dampaknya bagi kesehatan, jadi sorotan.

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • 7
                    
                        Ternyata Pabrik Ini Sumber Radioaktif Cesium-137 di Cikande
                        Regional

    7 Ternyata Pabrik Ini Sumber Radioaktif Cesium-137 di Cikande Regional

    Ternyata Pabrik Ini Sumber Radioaktif Cesium-137 di Cikande
    Tim Redaksi
    SERANG, KOMPAS.com –
    Sumber radioaktif Cesium-137 yang menyebar di Kawasan Industri Cikande, Kabupaten Serang, Banten, berasal dari PT PMT.
    Pabrik peleburan logam
    stainless steel
    itu diduga menjadi sumber awal yang membuat udang yang dikirimkan ke luar negeri terkontaminasi.
    “PT PMT ini yang menjadi sumber lokal dari pencemaran ini,” kata Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq kepada wartawan di Serang, Selasa (30/9/2025).
    Dari pabrik itu, kemudian menyebar ke 10 titik yang terkontaminasi.
    Salah satunya adalah lapak barang bekas yang menampung pelat besi dari PT PMT.
    Hanif mengatakan, dari 10 titik lokasi itu, dua di antaranya berhasil didekontaminasi dengan memindahkan barang-barang yang terpapar.
    Barang tersebut telah dipindahkan dan disimpan di PT PMT sebagai tanggung jawab perusahaan.
    “Semua hasil dekontaminasi dibawa ke PT PMT dengan standar Bapeten dan BRIN,” ujar dia.
    Hanif menduga, tidak ada kesengajaan dari PT PMT karena tidak mengetahui bahan baku skrap yang dilebur mengandung CS-137.
    Namun, hal ini masih diselidiki oleh Bareskrim Polri.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 26 Kontainer Udang Beku Ditolak AS, Begini Nasibnya – Page 3

    26 Kontainer Udang Beku Ditolak AS, Begini Nasibnya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Sebanyak 26 kontainer berisi udang beku yang semula diekspor ke Amerika Serikat (AS) dikembalikan ke Indonesia. Lantas, bagaimana nasib ribuan ton udang beku yang diduga terkontaminasi radiasi Cesium-137 (Cs-137)?

    Staf Ahli Bidang Transformasi Digital dan Hubungan Antar Lembaga, Kemenko Pangan, Bara Krishna Hasibuan puluhan kontainer yang dikembalikan itu akan dicek oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

    “Nah itu nanti kontainer yang suspect terkontaminasi begitu kembali ke Indonesia akan kita inspeksi juga dilakukan oleh BRIN,” kata Bara, di Kantor Kemenko Pangan, Jakarta, Selasa (30/9/2025).

    Menurutnya, 18 dari 26 kontainer itu diketahui terkontaminasi Cs-137 dengan kadar yang sangat minim. Sehingga dinilai masih aman untuk dikonsumsi. Terkait kelanjutannya, dia menyerahkan produk udang beku itu ke pemiliknya, PT Bahari Makmur Sejahtera (BMS).

    “Kalau itu kesimpulan kita aman untuk dikonsumsi ya kita kembalikan ke BMS, terserah mereka (untuk diekspor lagi),” ujarnya.

    Bara menegaskan lagi, pemerintah melihat kontaminasi radioaktif ini sebagai persoalan yang serius. “Kita tidak mau produk makanan itu terkontaminasi, walaupun minimum walaupun kecil, sehingga kita melalukan hal-hal untuk ini tidak terjadi lagi di kemudian hari,” tegasnya.

  • Menko Pangan Bakal Musnahkan Udang Beku Tercemar Radioaktif di Atas Ambang Baku – Page 3

    Menko Pangan Bakal Musnahkan Udang Beku Tercemar Radioaktif di Atas Ambang Baku – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan, Zulkifli Hasan akan mengecek 26 kontainer berisi udang beku diduga terkontaminasi radioaktif Cesium-137 (Cs-137). Jika ditemukan hasil diatas batas aman, maka akan dimusnahkan.

    Dia mengatakan, produk yang semula dikirim ke Amerika Serikat (AS) telah dikembalikan ke Indonesia. Nantinya, tim dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) akan melakukan pengecekan kandungan radioaktif dalam udang beku tersebut.

    “Ini ada beberapa kontainer yang dikembalikan, nanti yang punya kewenangan ngecek BRIN,” kata Zulkifli Hasan usai rapat koordinasi di Kantor Kemenko Pangan, Jakarta, Selasa (30/9/2025).

    Jika tes menunjukkan hasil kontaminasi di atas batas aman, maka akan dimusnahkan. Namun, jika masih minim, masih bisa dikonsumsi. “Jadi yang di atas ambang baku kita musnahkan, tapi yang di bawah ambang baku (masih) layak untuk dikonsumsi,” tuturnya.

    Sementara itu, Ketua Satgas Penanganan Dugaan Kontaminasi Cs-137, Bara Krishna Hasibuan mengatakan, ada 26 kontainer yang sudah dikembalikan AS. 18 di antaranya ditemukan cemaran radioaktif dengan kadar sangat minim.

    “18 ditemukan memang ada kontaminasi, tapi jauh-jauh di bawah (ambang baku), sangat-sangat minim itu tidak sampai satu,” ujar Bara.

     

  • Edukasi Kebencanaan Penting untuk Hadapi Dampak Perubahan Iklim

    Edukasi Kebencanaan Penting untuk Hadapi Dampak Perubahan Iklim

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menegaskan edukasi pengetahuan dasar kebencanaan masyarakat penting diwujudkan agar mampu menerapkan langkah tepat dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang berpotensi menghadirkan sejumlah bencana di tanah air. 

    “Kemampuan masyarakat dalam melakukan mitigasi bencana melalui berbagai upaya peningkatan pengetahuan kebencanaan harus konsisten dilakukan untuk menjawab berbagai tantangan potensi bencana alam di tanah air,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam sambutannya pada acara Peningkatan Kapasitas Pengguna Riset dan Inovasi untuk Masyarakat Tahun 2025 dengan tema Diseminasi Hasil Riset dan Inovasi Serta Akuisisi Pengetahuan Bidang Kebencanaan yang diselenggarakan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Semarang, Jawa Tengah (29/9). 

    Hadir pada acara tersebut, Dr. Ir. Yus Budiyono A.r., M.Eng.Sc. (Peneliti Ahli Madya pada Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air- BRIN), Moch. Rodhi (Anggota DPRD Kota Semarang dari Fraksi NasDem), Danty Rukmana (Tokoh Masyarakat), dan para pegiat sosial dan kebencanaan di Jawa Tengah. 

    Baca juga:
    Lestari Moerdijat: Empat Pilar Kebangsaan Acuan Lengkap Kehidupan Bernegara

    Lestari yang juga anggota Komisi X DPR RI berpendapat, dalam upaya meningkatkan kemampuan mitigasi bencana, sejumlah kearifan lokal juga bisa disosialisasikan sebagai bagian dari solusi terkait pengelolaan sumber daya alam yang baik. 

    Rerie, sapaan akrab Lestari mengungkapkan, berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terdapat 2.310 kejadian bencana alam di Indonesia sepanjang 1 Januari hingga 1 September 2025.

    Menurut legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, kondisi topografi yang meliputi daerah pegunungan dan dataran tinggi yang membujur sejajar dengan panjang pulau Jawa, serta dataran rendah yang hampir tersebar di seluruh wilayah pantai Utara dan Selatan, menyebabkan Provinsi Jawa Tengah memiliki posisi yang rawan bencana alam. 

    Kondisi tersebut, ujar Rerie, membutuhkan kesiapan semua pihak terkait, antara lain pemerintah, para pegiat sosial dan kebencanaan, serta masyarakat dalam menghadapi berbagai tantangan yang datang. 

    Rerie menambahkan, diperlukan beberapa pengetahuan dasar tentang upaya tanggap bencana seperti identifikasi dan pemetaan risiko, perencanaan mitigasi, penyebaran informasi dan sosialisasi, serta penerapan upaya fisik dan nonfisik.

    Karena itu, Rerie menilai, upaya pelatihan diseminasi hasil riset dan inovasi serta akuisisi pengetahuan di bidang kebencanaan yang diselenggarakan BRIN sangat penting, sebagai bagian peningkatan kemampuan masyarakat dalam melakukan mitigasi bencana. 

    Anggota Mejelis Tinggi Partai NasDem itu berharap, para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah mampu mewujudkan dukungan secara bersama, pada upaya peningkatan pemahaman masyarakat dalam menghadapi berbagai potensi bencana alam di tanah air.

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menegaskan edukasi pengetahuan dasar kebencanaan masyarakat penting diwujudkan agar mampu menerapkan langkah tepat dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang berpotensi menghadirkan sejumlah bencana di tanah air. 
     
    “Kemampuan masyarakat dalam melakukan mitigasi bencana melalui berbagai upaya peningkatan pengetahuan kebencanaan harus konsisten dilakukan untuk menjawab berbagai tantangan potensi bencana alam di tanah air,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam sambutannya pada acara Peningkatan Kapasitas Pengguna Riset dan Inovasi untuk Masyarakat Tahun 2025 dengan tema Diseminasi Hasil Riset dan Inovasi Serta Akuisisi Pengetahuan Bidang Kebencanaan yang diselenggarakan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Semarang, Jawa Tengah (29/9). 
     
    Hadir pada acara tersebut, Dr. Ir. Yus Budiyono A.r., M.Eng.Sc. (Peneliti Ahli Madya pada Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air- BRIN), Moch. Rodhi (Anggota DPRD Kota Semarang dari Fraksi NasDem), Danty Rukmana (Tokoh Masyarakat), dan para pegiat sosial dan kebencanaan di Jawa Tengah. 

    Baca juga:
    Lestari Moerdijat: Empat Pilar Kebangsaan Acuan Lengkap Kehidupan Bernegara
     
    Lestari yang juga anggota Komisi X DPR RI berpendapat, dalam upaya meningkatkan kemampuan mitigasi bencana, sejumlah kearifan lokal juga bisa disosialisasikan sebagai bagian dari solusi terkait pengelolaan sumber daya alam yang baik. 
     
    Rerie, sapaan akrab Lestari mengungkapkan, berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terdapat 2.310 kejadian bencana alam di Indonesia sepanjang 1 Januari hingga 1 September 2025.
     
    Menurut legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, kondisi topografi yang meliputi daerah pegunungan dan dataran tinggi yang membujur sejajar dengan panjang pulau Jawa, serta dataran rendah yang hampir tersebar di seluruh wilayah pantai Utara dan Selatan, menyebabkan Provinsi Jawa Tengah memiliki posisi yang rawan bencana alam. 
     
    Kondisi tersebut, ujar Rerie, membutuhkan kesiapan semua pihak terkait, antara lain pemerintah, para pegiat sosial dan kebencanaan, serta masyarakat dalam menghadapi berbagai tantangan yang datang. 
     
    Rerie menambahkan, diperlukan beberapa pengetahuan dasar tentang upaya tanggap bencana seperti identifikasi dan pemetaan risiko, perencanaan mitigasi, penyebaran informasi dan sosialisasi, serta penerapan upaya fisik dan nonfisik.
     
    Karena itu, Rerie menilai, upaya pelatihan diseminasi hasil riset dan inovasi serta akuisisi pengetahuan di bidang kebencanaan yang diselenggarakan BRIN sangat penting, sebagai bagian peningkatan kemampuan masyarakat dalam melakukan mitigasi bencana. 
     
    Anggota Mejelis Tinggi Partai NasDem itu berharap, para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah mampu mewujudkan dukungan secara bersama, pada upaya peningkatan pemahaman masyarakat dalam menghadapi berbagai potensi bencana alam di tanah air.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (PRI)

  • Rahasia Satelit Bertahan Mengorbit di Angkasa Terungkap, Ternyata Ini

    Rahasia Satelit Bertahan Mengorbit di Angkasa Terungkap, Ternyata Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Satelit kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern, mulai dari komunikasi, prakiraan cuaca, hingga pemantauan lingkungan. Namun, banyak yang belum memahami bagaimana satelit mampu bertahan mengorbit di angkasa.

    Peneliti Pusat Riset Teknologi Satelit BRIN, Satriya Utama, mengatakan rahasianya terletak pada kecepatan orbit yang harus disesuaikan dengan ketinggian.

    “Semakin rendah orbit, semakin besar tarikan gravitasi, sehingga satelit harus bergerak lebih cepat. Sebaliknya, di orbit tinggi kecepatan yang dibutuhkan lebih rendah,” jelas Satriya dalam Pelatihan Dasar Operasi Satelit Low Earth Orbit (LEO) secara daring, dikutip Minggu (28/9/2025).

    Sebagai contoh, satelit di orbit rendah atau low earth orbit (LEO) sekitar 600 kilometer dari permukaan Bumi harus melaju sekitar 7,56 km/s. Sementara satelit di orbit geostasioner (GEO) yang berada 35.786 km dari Bumi hanya memerlukan kecepatan sekitar 3,075 km/s.

    Lebih lanjut, Satriya menyebutkan hukum dasar yang mengatur pergerakan satelit, yaitu Hukum Kepler dan Gravitasi Newton. “Dari hukum ini, lahirlah konsep kecepatan orbit dan kecepatan lepas atau escape velocity,” katanya.

    Meski begitu, orbit satelit tidak sepenuhnya stabil. Faktor-faktor seperti hambatan atmosfer tipis di ketinggian rendah dan bentuk Bumi yang tidak sempurna bisa mengubah lintasan satelit secara perlahan.

    Selain menjelaskan mekanisme orbit, Satriya juga memaparkan jenis-jenis orbit sesuai kebutuhan misi satelit. LEO, misalnya, cocok untuk satelit penginderaan jauh karena memiliki periode orbit 90-100 menit. MEO banyak digunakan untuk sistem navigasi GPS, sedangkan GEO dipakai untuk komunikasi dan siaran langsung. Ada pula orbit sinkron Matahari (SSO) yang ideal untuk penginderaan jauh dengan pencahayaan konsisten.

    Saat ini, satelit buatan Indonesia beroperasi di orbit LEO. Namun, keterbatasan waktu kontak dengan stasiun bumi hanya 10-15 menit per lintasan membuat akses data terbatas.

    “Waktu singkat ini harus dimanfaatkan untuk mengunduh data dan mengunggah perintah. Solusi memperpanjang akses data tersebut adalah dengan memperbanyak ground station,” ujar Satriya.

    Indonesia sendiri memiliki empat stasiun bumi, yakni di Tabing (Sumatra Barat), Parepare (Sulawesi Selatan), Biak (Papua), dan Rancabungur (Bogor) yang berfungsi sebagai pusat kendali.

    (tfa/wur)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Megathrust Meledak, Yogya Bisa Diguncang Gempa M 8,8-Digulung Tsunami

    Megathrust Meledak, Yogya Bisa Diguncang Gempa M 8,8-Digulung Tsunami

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) termasuk kawasan rawan gempa bumi dan tsunami. Ini karena ada asalah satu wilayah di Yogyakarta yang berhadapan langsung dengan zona Megathrust yaitu di Kabupaten Kulon Progo.

    Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menegaskan pentingnya kesiapsiagaan masyarakat, khususnya di wilayah pesisir selatan, menghadapi potensi bencana besar.

    “Dalam 10 tahun terakhir, Yogyakarta sudah diguncang 114 gempa dengan magnitudo di atas 5, dua di antaranya merusak, serta 44 gempa yang dirasakan warga. Berdasarkan Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia (PUSGEN 2017), potensi gempa megathrust di selatan Jawa bisa mencapai magnitudo 8,8 dan berpotensi memicu tsunami besar,” jelas Dwikorita dalam keterangan resminya, dikutip Minggu (28/9/2025).

    Ia mengingatkan bahwa gempa dan tsunami bisa terjadi tanpa tanda awal. Karena itu, peningkatan kapasitas masyarakat dalam memahami bahaya dan peringatan dini menjadi hal mendesak.

    “Ancaman ini nyata dan bisa datang tiba-tiba. Kesiapsiagaan harus terus diperkuat,” tegasnya.

    Foto: Segmen Megathrust di Indonesia. (Dok. BRIN)
    Segmen Megathrust di Indonesia. (Dok. BRIN)

    Dwikorita menyebut keberadaan Yogyakarta International Airport (YIA) di Kulon Progo sebagai contoh desain infrastruktur yang sejak awal dirancang tahan gempa megathrust dan tsunami. Menurutnya, hal itu bisa menjadi simbol kesiapsiagaan sekaligus meningkatkan rasa aman masyarakat dan kepercayaan wisatawan maupun investor.

    Selain Sekolah Lapang Gempa bumi dan Tsunami (SLG), BMKG juga menjalankan program edukasi di sekolah dan pembentukan desa siaga tsunami. Hingga kini, enam desa di DIY telah diakui sebagai Masyarakat Siaga Tsunami.

    “Bencana memang tidak bisa dicegah, tetapi dampaknya bisa dikurangi. Dengan kesiapsiagaan, kita bisa menyelamatkan nyawa sekaligus menjaga keberlanjutan pembangunan dan pariwisata,” ujarnya.

    (tfa/wur)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Bandung Terancam Gempa Besar, Tandanya Sudah Terlihat di Gunung Batu

    Bandung Terancam Gempa Besar, Tandanya Sudah Terlihat di Gunung Batu

    Jakarta, CNBC Indonesia – Warga Jawa Barat, khususnya Bandung dan sekitarnya, mungkin sudah akrab dengan sebutan Sesar Lembang. Sesar ini membentang sepanjang hampir 29 Km, mulai dari Padalarang hingga kawasan Cimenyan.

    Letaknya tidak jauh dari Kota Bandung, tepat di kaki Gunung Tangkuban Parahu. Namun, sesar ini bukan sekadar garis di peta, melainkan bagian dari sistem geologi aktif yang nyata keberadaannya.

    Periset bidang Geologi Gempa Bumi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Mudrik R. Daryono, menjelaskan bahwa Sesar Lembang pada dasarnya adalah patahan besar di kerak bumi yang menjadi jalur pergeseran batuan. Pergeseran yang terjadi lebih banyak mendatar ke arah kiri, sehingga bagian utara dan selatan sesar bergerak saling berlawanan.

    “Bukti nyata bisa dilihat dari pergeseran Sungai Cimeta yang telah bergeser sejauh 120 meter, bahkan di beberapa lokasi mencapai 460 meter,” kata Mudrik dalam keterangan tertulisnya, Minggu (27/9/2025).

    Selain itu, ada juga pergeseran naik-turun permukaan tanah. Di bagian barat, mulai dari Km 0 sampai Km 6, permukaannya masih datar. Lalu, muncul perbedaan tinggi hingga sekitar 90 meter sebelum kembali mengecil ke arah timur.

    “Secara keseluruhan, pergeseran di Sesar Lembang hampir seluruhnya didominasi oleh pergeseran mendatar, yaitu sekitar 80 sampai 100%. Sedangkan pergeseran naik-turun hanya sekitar 0 sampai 20%,” ungkapnya.

    Bukti pergeseran sungai dan perubahan tinggi ini, jelas Mudrik, adalah proses sedikit demi sedikit yang berlangsung ratusan ribu tahun hingga sekarang. Proses sedikit demi sedikit gerak ini adalah gerak dari sesar aktif yang menghasilkan gempa bumi.

    Bergerak 3,4 Milimeter per Tahun

    Penelitian terbaru menunjukkan bahwa Sesar Lembang bergerak dengan kecepatan sekitar 1,9 hingga 3,4 milimeter setiap tahun. Meski terlihat sangat kecil, pergeseran yang terus berlangsung, bila terakumulasi selama ratusan tahun, dapat memicu terjadinya gempa bumi.

    “Hal ini terbukti dari hasil penelitian paleoseismologi melalui penggalian parit di kilometer 11,5, yang menemukan adanya pergeseran setinggi 40 sentimeter. Di mana, bagian selatan sesar terangkat dibanding sisi utara. Pergeseran sebesar itu menjadi bukti nyata bahwa di masa lalu pernah terjadi gempa dengan kekuatan sekitar magnitudo 6,5 hingga 7,” jelas Mudrik.

    “Perkiraan ini juga sejalan dengan panjang Sesar Lembang yang mencapai 29 kilometer, yang memang berpotensi menghasilkan gempa dengan besaran tersebut,” tambahnya.

    Penelitian paleoseismologi atau kajian jejak gempa purba menunjukkan bahwa Sesar Lembang telah beberapa kali memicu gempa besar di masa lalu. Peristiwa yang paling muda diperkirakan terjadi pada abad ke-15. Sementara, sebelumnya terdapat bukti gempa sekitar 60 tahun sebelum Masehi yang meninggalkan jejak pergeseran setinggi 40 sentimeter.

    Lebih jauh ke belakang, ditemukan pula jejak gempa yang jauh lebih tua, yaitu sekitar 19 ribu tahun lalu. Dari catatan tersebut, para ahli memperkirakan bahwa gempa besar di Sesar Lembang berulang dalam rentang waktu antara 170 hingga 670 tahun.

    “Jika mengacu pada siklus ulang gempa besar yang telah diperkirakan, maka secara teoritis gempa besar berikutnya dapat terjadi paling lambat sekitar tahun 2170. Artinya, secara waktu, perkiraan, siklus ini sudah relatif dekat dengan masa sekarang,” sebut Mudrik.

    Foto: BMKG ingatkan aktivitas di Sesar Lembang meningkat, Selasa (19/8/2025). (Dok. BMKG)
    BMKG ingatkan aktivitas di Sesar Lembang meningkat, Selasa (19/8/2025). (Dok. BMKG)

    Namun, dia menegaskan penting untuk dipahami, ini hanya gambaran rentang waktu, bukan kepastian tentang kapan gempa akan benar-benar terjadi.

    Sesar Lembang bukan sekadar garis patahan di peta, melainkan sistem geologi aktif yang keberadaannya dapat terlihat jelas di lapangan. Bukti bahwa pernah terjadi gempa bumi bermagnitudo 6,5-7 juga tampak dari hasil uji parit di kilometer 11,5.

    “Pemahaman ilmiah ini sangat penting agar masyarakat lebih siap dan senantiasa waspada dalam menghadapi potensi bencana,” tegas Mudrik.

    Gunung Batu di Lembang Naik 40 Cm

    BRIN terus meneliti perkembangan Sesar Lembang yang membentang membentang hampir 29 Km, mulai dari Padalarang hingga kawasan Cimenyan. Sesar ini bukan sekadar garis di peta, melainkan bagian dari sistem geologi aktif yang nyata keberadaannya.

    Salah satu lokasi yang menjadi bukti morfologi jalur sesar ini adalah Gunung Batu di Lembang, yang berada tepat di kilometer 17 jalur sesar. Belakangan, muncul kabar bahwa Gunung Batu semakin meninggi.

    Menanggapi hal ini, Mudrik menjelaskan bahwa memang benar setiap kali terjadi gempa bumi, permukaan tanah di jalur sesar bisa mengalami pergeseran atau kenaikan.

    “Gunung Batu bisa naik hingga 40 Cm dalam sekali kejadian gempa. Dan naik atau gesernya ini akan menghasilkan gempa bumi,” ungkap dia.

    Di sisi lain, gempa-gempa kecil yang akhir-akhir ini tercatat di wilayah sekitar Bandung, terutama di segmen Cimeta dan di Sesar Kertasari, merupakan hal lumrah dalam sistem sesar aktif.

    Fenomena ini bisa diartikan dua kemungkinan. Pertama, gempa kecil tersebut hanyalah pelepasan energi sesar dalam skala kecil yang kemudian berhenti begitu saja. Kedua, gempa kecil bisa saja menjadi bagian dari rangkaian proses yang suatu saat diikuti oleh gempa lebih besar.

    “Hingga saat ini, ilmu kebumian belum mampu memprediksi dengan pasti skenario mana yang akan terjadi. Karena itulah, sikap paling bijak yang bisa dilakukan adalah tetap waspada dan menyiapkan langkah mitigasi sejak dini,” ujar Mudrik.

    BRIN bersama BMKG, BPBD, serta pemerintah daerah terus melakukan riset, pemetaan, dan edukasi publik mengenai Sesar Lembang. Tujuannya sederhana, bukan menciptakan kecemasan, melainkan mendorong kewaspadaan yang sehat.

    Dengan riset berkelanjutan, kesiapsiagaan yang baik, dan pemahaman masyarakat yang semakin meningkat, Bandung dan juga Provinsi Jawa Barat dapat menjadi wilayah yang lebih tangguh menghadapi bencana.

    (wur/wur)

    [Gambas:Video CNBC]