Kementrian Lembaga: BPS

  • Pekerja Formal dan Berpendidikan Tinggi Dominasi Sektor Energi dan Migas

    Pekerja Formal dan Berpendidikan Tinggi Dominasi Sektor Energi dan Migas

    Bisnis.com, Jakarta — Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) RI, Amalia Adininggar Widyasanti menyebutkan, struktur ketenagakerjaan sektor energi serta minyak dan gas (migas) Indonesia berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Februari 2025. Ia menyoroti dominasi pekerja formal dan berpendidikan tinggi di dua sektor strategis tersebut.

    “Pekerja formal mendominasi sektor migas dan energi, mencapai lebih dari 85 persen. Sementara sektor lain masih didominasi pekerja informal,” ujar Amalia dalam PYC International Energy Conference 2025 di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta Pusat, Sabtu (23/8/2025).

    Berdasarkan data BPS, lanjut Amalia, sebanyak 90,73% pekerja di sektor minyak dan gas merupakan pekerja formal, hanya 9,27% yang informal.

    “Di sektor energi, 85,20% adalah pekerja formal, dan 14,80% informal,” tambah Amalia.

    Sebaliknya, masih kata Amalia, sektor lainnya mencatat dominasi 59,53% pekerja informal dan hanya 40,47% yang bekerja di sektor formal.

    Amalia juga menyoroti tingkat pendidikan pekerja di sektor-sektor tersebut. Ia menjelaskan bahwa pekerja sektor migas dan energi didominasi oleh mereka yang memiliki pendidikan menengah kejuruan dan pendidikan tinggi.

    Ia merinci: di sektor migas, 43,13% pekerja adalah lulusan SMA, 18,25% lulusan SMK, dan 25,75% lulusan perguruan tinggi.

    Di sektor energi, 32,02% lulusan SMK, dan 26,35% lulusan perguruan tinggi, sementara 31,72% dari SMA.

    Sebaliknya, sektor lainnya masih didominasi lulusan SMA (35,98%) dan pendidikan dasar.

    “Ini menegaskan bahwa sektor-sektor strategis seperti energi dan migas membutuhkan tenaga kerja dengan keterampilan dan pendidikan yang lebih tinggi dibanding sektor lain,” jelas Amalia.

    Ia menambahkan, temuan ini penting sebagai dasar dalam menyusun kebijakan ketenagakerjaan, pendidikan vokasi, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia agar selaras dengan kebutuhan industri masa depan.

    “Peningkatan kompetensi, khususnya pada pendidikan vokasi dan teknis, menjadi krusial dalam mendukung transformasi energi dan pengembangan sektor migas yang berkelanjutan,” tuturnya.

    BPS, kata Amalia, mengharapkan temuan ini dapat menjadi acuan bagi para pemangku kebijakan, dunia usaha, dan lembaga pendidikan dalam memperkuat sinergi antara dunia pendidikan dan dunia kerja.

    Amalia menegaskan bahwa Sakernas menjadi sumber utama statistik ketenagakerjaan di Indonesia yang telah disusun dan dilaksanakan sesuai dengan standar internasional yang ditetapkan oleh International Labour Organization (ILO).

    “Sakernas sendiri telah dilaksanakan secara sistematis oleh BPS sejak tahun 1986 dan menjadi instrumen utama dalam memantau dinamika pasar tenaga kerja nasional,” sambung Amalia.

    Masih dijelaskan Amalia, Sakernas didesain dan diimplementasikan mengacu pada standar internasional ILO, sehingga menjamin kualitas, akurasi, dan relevansi data yang dikumpulkan.

    “Sakernas dilakukan dua kali dalam setahun, yakni pada bulan Februari dan Agustus. Survei Februari mencakup 76.800 rumah tangga, sementara survei Agustus menjangkau lebih luas hingga 302.860 rumah tangga di seluruh Indonesia. Hal ini dilakukan demi memastikan keterwakilan dan kelengkapan data yang diperoleh,” demikian Amalia.

  • DKI entaskan kemiskinan melalui penguatan sumber daya manusia

    DKI entaskan kemiskinan melalui penguatan sumber daya manusia

    Sejumlah warga mandi di kawasan permukiman bantaran rel kereta api Jakarta, Jumat (9/5/2025). ANTARA FOTO/Fathul Habib Sholeh/Spt/aa.

    DKI entaskan kemiskinan melalui penguatan sumber daya manusia
    Dalam Negeri   
    Editor: Widodo   
    Sabtu, 23 Agustus 2025 – 19:23 WIB

    Elshinta.com – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bertekad untuk mengentaskan kemiskinan di daerah setempat melalui penguatan sumber daya manusia dengan memudahkan akses pendidikan bagi warga Jakarta yang mengalami kekurangan.

    “Warga miskin di Jakarta harus mendapatkan prioritas melalui kebijakan pemerintah dan ini yang menjadi program 100 hari kami yakni Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU),” kata Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, di Jakarta, Sabtu.

    Ia mengatakan dalam 100 hari kerja Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta total sudah 707.622 siswa yang menerima program KJP. Mereka menerima manfaat bantuan pendidikan mulai dari Rp300 ribu hingga 400 ribu.

    Menurut dia, ini merupakan program utama karena memang banyak masyarakat kurang beruntung di Jakarta.

    Selain itu, ada juga program KJMU bagi mahasiswa di Jakarta yang ingin mengakses pendidikan tinggi dan di tahun ini sudah ada 16.979 orang yang mendapatkan manfaat tersebut.

    “Ini tentu masih kecil dan jumlahnya akan kami tingkatkan ke depan,” kata dia.

    Pihaknya juga membantu pelajar yang saat ini ijazah mereka ditahan sekolah karena tersangkut persoalan keuangan dan hingga saat ini sudah 3.000 ijazah yang sudah ditebus.

    Ia menargetkan hingga akhir tahun, ada 6.500 ijazah yang akan ditebus oleh pemerintah daerah agar mereka dapat memanfaatkan ijazah untuk bekerja atau melanjutkan pendidikan.

    Menurut dia, jika pemerintah tidak turun tangan dalam membantu pemutihan ijazah ini, akan banyak ijazah yang tertahan karena memang tidak memiliki uang untuk menebus.

    “Ada yang ijazah lulusan yang ditahan sekolah hingga lima tahun atau tujuh tahun hingga lebih lama lagi,” kata dia.

    Pemprov DKI Jakarta juga menggelar kegiatan pameran bursa kerja (job fair) untuk mempertemukan pencari kerja atau lulusan institusi pendidikan dengan lowongan pekerjaan yang tersedia.

    “Saat ini sudah ada 13 ‘job fair’ tergelar dan targetnya di akhir tahun ada 21 job fair tergelar,” katanya.

    Data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta per Maret 2025, menyebutkan tingkat kemiskinan di Jakarta berada pada angka 4,28 persen atau naik dari 4,14 persen pada September 2024.

    Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (Maret 2024), angka ini sedikit menurun dari 4,30 persen.

    Jumlah penduduk miskin di Jakarta pada Maret 2025 mencapai 464,87 ribu orang, meningkat sekitar 15,80 ribu orang dibandingkan September 2024.

    Garis kemiskinan (pengeluaran minimum per kapita per bulan untuk memenuhi kebutuhan dasar) di Jakarta pada Maret 2025 tercatat sebesar Rp852.798, naik dari Rp846.085 pada September 2024.

    Sumber : Antara

  • Mentan Amran Sulaiman Disemprot Titiek Soeharto gegara Bandingkan Harga Beras du RI dengan Jepang

    Mentan Amran Sulaiman Disemprot Titiek Soeharto gegara Bandingkan Harga Beras du RI dengan Jepang

    GELORA.CO – Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman diprotes Ketua Komisi IV DPR RI Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto saat membandingkan harga beras di Jepang dengan di Indonesia. Momen itu terjadi saat rapat bersama Komisi IV DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (21/8).

    Mulanya Amran memaparkan sejumlah data mengenai stok beras saat ini yang dinilai aman karena adanya kenaikan produksi. Hingga September, sesuai data BPS, potensi produksi beras mencapai 28,24 atau naik 12,76 persen dibanding 2024 yang hanya 25,04 juta ton.

    Jika dibandingkan dengan konsumsi beras Januari hingga September sebesar 23,38 juta ton. Artinya, terjadi surplus produksi beras Januari-September 2025 sebesar 4,86 jt ton.

    “Terkait harga kita sampaikan harga terakhir juga dari Bappenas, ini sudah terjadi penurunan, dan harga yang Kami terima terakhir tadi pagi Rp 6.500 untuk seluruh indonesia. Ini harga untuk gabah,” kata Andi Amran Sulaiman.

    Usai pemaparan, Titiek Soeharto menanyakan mengenai rencana satu harga untuk beras premium dan medium.  

    “Mengenai harga yang masuk disatukan harga (beras) premium dan medium itu aoa tuh saya banyan ditanya,” kata Titiek.

    Amran menjelaskan, pembahasan tersebut telah di rapatkan sebanyak tiga kali dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas). Amran kemudian menyinggung soal sensitifnya kenaikan harga beras di Indonesia. 

    Padahal, kata dia, beras di Indonesia jauh lebih murah dibandingkan Jepang. Dia menilai masyarakat terlalu reaktif menanggapi kenaikan harga beras belakangan ini.

    “Sekarang ini baru naik saja sedikit ribut. Jepang sudah Rp 100 ribu per kilo harga beras hari ini,” kata Amran.

    Pernyataan itu langsung ditanggapi Titiek Soeharto. Menurut dia, perbandingan harga beras Indonesia dan Jepang tidak tepat karena kondisi ekonomi kedua negara berbeda jauh.

    “Enggak bisa dibandingkan dengan Jepang. Income per capita kita juga sudah lain, Pak,” ujar Titiek. 

    Harga Beras di Indonesia

    Berdasar data SP2KP Kementerian Perdagangan, harga beras di Indonesia memang mengalami kenaikan dalam sebulan terakhir, tepatnya pada periode 21 Juli–21 Agustus 2025.

    Harga beras medium naik 0,67 persen atau Rp 100 dari Rp 15.000 menjadi Rp 15.100. Harga beras premium naik 0,60 persen atau Rp 100 dari Rp 16.700 menjadi Rp 16.800.

    Meski sempat menyentuh harga fantastis, tren harga beras di Jepang justru menurun dalam beberapa bulan terakhir.

    Pada Mei 2025, harga beras di Jepang sempat mencapai 5.000 yen atau sekitar Rp 500 ribu per 5 kilogram. Namun kini harga mulai berangsur turun.

  • Ini salah satu cara DKI entaskan kemiskinan

    Ini salah satu cara DKI entaskan kemiskinan

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bertekad untuk mengentaskan kemiskinan di daerah setempat melalui penguatan sumber daya manusia dengan memudahkan akses pendidikan bagi warga Jakarta yang mengalami kekurangan.

    “Warga miskin di Jakarta harus mendapatkan prioritas melalui kebijakan pemerintah dan ini yang menjadi program 100 hari kami yakni Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU),” kata Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, di Jakarta, Sabtu.

    Ia mengatakan dalam 100 hari kerja Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta total sudah 707.622 siswa yang menerima program KJP. Mereka menerima manfaat bantuan pendidikan mulai dari Rp300 ribu hingga 400 ribu.

    Menurut dia, ini merupakan program utama karena memang banyak masyarakat kurang beruntung di Jakarta.

    Selain itu, ada juga program KJMU bagi mahasiswa di Jakarta yang ingin mengakses pendidikan tinggi dan di tahun ini sudah ada 16.979 orang yang mendapatkan manfaat tersebut.

    “Ini tentu masih kecil dan jumlahnya akan kami tingkatkan ke depan,” kata dia.

    Pihaknya juga membantu pelajar yang saat ini ijazah mereka ditahan sekolah karena tersangkut persoalan keuangan dan hingga saat ini sudah 3.000 ijazah yang sudah ditebus.

    Ia menargetkan hingga akhir tahun, ada 6.500 ijazah yang akan ditebus oleh pemerintah daerah agar mereka dapat memanfaatkan ijazah untuk bekerja atau melanjutkan pendidikan.

    Menurut dia, jika pemerintah tidak turun tangan dalam membantu pemutihan ijazah ini, akan banyak ijazah yang tertahan karena memang tidak memiliki uang untuk menebus.

    “Ada yang ijazah lulusan yang ditahan sekolah hingga lima tahun atau tujuh tahun hingga lebih lama lagi,” kata dia.

    Pemprov DKI Jakarta juga menggelar kegiatan pameran bursa kerja (job fair) untuk mempertemukan pencari kerja atau lulusan institusi pendidikan dengan lowongan pekerjaan yang tersedia.

    “Saat ini sudah ada 13 ‘job fair’ tergelar dan targetnya di akhir tahun ada 21 job fair tergelar,” katanya.

    Data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta per Maret 2025, menyebutkan tingkat kemiskinan di Jakarta berada pada angka 4,28 persen atau naik dari 4,14 persen pada September 2024.

    Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (Maret 2024), angka ini sedikit menurun dari 4,30 persen.

    Jumlah penduduk miskin di Jakarta pada Maret 2025 mencapai 464,87 ribu orang, meningkat sekitar 15,80 ribu orang dibandingkan September 2024.

    Garis kemiskinan (pengeluaran minimum per kapita per bulan untuk memenuhi kebutuhan dasar) di Jakarta pada Maret 2025 tercatat sebesar Rp852.798, naik dari Rp846.085 pada September 2024.

    Pewarta: Mario Sofia Nasution
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • HUT RI, ribuan pelajar BPS&K Jakarta ikuti karnaval budaya nusantara

    HUT RI, ribuan pelajar BPS&K Jakarta ikuti karnaval budaya nusantara

    Jakarta (ANTARA) – Ribuan pelajar SMP, SMA dan SMK dari BPS&K 2 Jakarta mengikuti karnaval budaya nusantara dalam rangka memperingati HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur, Sabtu.

    Pada karnaval yang mengusung tema “The Spirit of Youth and Diversity”, peserta menggabungkan semangat nasionalisme dan kebhinekaan yang telah terkonsep secara matang.

    “Karnaval ini akan ada penilaian dari pihak sekolah. Bagi kelompok yang juara 1 akan mendapatkan hadiah pembinaan senilai Rp10 juta ujar Ketua Yayasan BPS&K Jakarta, Tri Ratmoko di sela-sela kegiatan itu.

    Para pelajar sangat antusias untuk mengikuti karnaval ini. Total ada 2.400 peserta dari pelajar gabungan SMP, SMA dan SMK serta para guru yang ikut dalam karnaval perayaan kemerdekaan tahun ini.

    Hal itu terlihat dari semangat mereka saat mengikuti karnaval dari halaman sekolah BPS&K Jakarta di Jalan Bina Karya, Jalan H Miran, Pintu Air Malaka Sari, Jalan Raden Inten, Jalan Bojong Indah dan kembali lagi ke sekolah.

    Kegiatan karnaval pelajar ini dilakukan setiap tahun dan diharapkan dapat menjadi sarana edukasi tentang warisan budaya bangsa Indonesia dan meningkatkan rasa cinta tanah air.

    Karnaval itu dibagi menjadi beberapa kelompok tiap kelas dan memiliki tema berbeda.

    Peserta mengenakan pakaian adat dari berbagai provinsi serta menampilkan berbagai replika seperti patung ogoh-ogoh dari Bali, patung Monas dan ondel-ondel dari DKI Jakarta.

    Selain itu patung naga, replika rumah joglo Jawa Tengah, replika hanoman, pertunjukan reog Ponorogo dari Jawa Timur serta tarian daerah lainnya.

    Tak hanya itu, ada beberapa pelajar yang mengenakan baju para pejuang sebagai simbol perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kemerdekaan.

    Salah satu warga yang menyaksikan karnaval itu, Fitri menyambut baik kegiatan itu agar kaum muda mempunyai jiwa nasionalisme.

    Pewarta: Syaiful Hakim
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Harga Beras Tak Kunjung Turun, Ini 3 Penyebab Utamanya

    Harga Beras Tak Kunjung Turun, Ini 3 Penyebab Utamanya

    JAKARTA – Keluhan warga soal harga beras yang terus tinggi semakin meluas di sejumlah daerah. Meski pemerintah melalui Menteri Perdagangan Budi Santoso mengklaim harga mulai turun berkat operasi pasar Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), data justru menunjukkan sebaliknya.

    Merujuk Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kemendag yang diolah Badan Pusat Statistik (BPS), harga beras medium dan premium pada pekan kedua Agustus 2025 justru lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya.

    Di Zona 1, beras medium mencapai Rp 14.012 per kilogram dan premium Rp 15.435 per kg, naik dari Juli 2025 yang masing-masing Rp 13.853 per kg dan Rp 15.310 per kg. Kondisi serupa terjadi di Zona 2 dan 3, bahkan seluruhnya melampaui harga eceran tertinggi (HET).

    “Klaim harga beras turun tidak sesuai kenyataan. Pekan kedua Agustus 2025, harga rerata nasional beras medium dan premium di Zona 1 masing-masing Rp 14.012 per kg dan Rp 15.435 per kg. Harga itu lebih tinggi dibandingkan harga pada Juli 2025,” kata Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori dalam keterangan tertulis yang diterima VOI, Jumat, 22 Agustus.

    “Di Zona 2 dan 3 situasinya sami mawon (sama saja). Harga rerata nasional beras medium dan premium di zona 2 pada pekan kedua Agustus 2025 masing-masing Rp 14.875 per kg dan Rp 16.625 per kg. Harga itu lebih tinggi dibandingkan harga Juli 2025,” lanjut dia.

    Khudori menilai ada tiga faktor utama penyebab harga beras sulit turun. Pertama, operasi pasar SPHP Bulog belum efektif. Sejak kembali digulirkan 14 Juli hingga 19 Agustus 2025, Bulog baru menyalurkan 44.813 ton atau rata-rata 1.211 ton per hari. Jumlah ini dinilai terlalu kecil untuk menahan laju kenaikan harga di pasar.

    Kedua, Bulog masih terus menyerap gabah/beras dari petani melalui skema maklun. Praktik ini membuat persaingan membeli gabah semakin sengit sehingga harga gabah melambung hingga Rp 8.000 per kg. Akibatnya, harga beras di pasaran ikut terdongkrak.

    Ketiga, surplus produksi padi menurun seiring masuknya musim gadu (Juni–September). Surplus beras pada Juli, Agustus, dan September 2025 hanya berkisar 0,22–0,56 juta ton, jauh di bawah surplus Maret dan April yang masing-masing mencapai 2,64 juta ton.

    “Ketiga faktor ini saling terkait dan saling memperkuat sehingga harga gabah tetap tinggi, yang otomatis membuat harga beras sulit turun,” katanya.

    Ia menyarankan pemerintah mengambil tiga langkah korektif yakni merelaksasi skema penyaluran SPHP disertai pengawasan ketat, menghentikan penyerapan BULOG melalui maklun dan fokus ke penyaluran stok 4 juta ton beras di gudang, serta mengurangi peran Satgas Pangan sebagai “polisi ekonomi” yang justru menimbulkan ketakutan di kalangan pelaku usaha.

    Selain itu, pemerintah perlu segera menyesuaikan HET beras agar seimbang dengan kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah yang kini Rp 6.500 per kg.

    Pemerintah Klaim Harga Beras Mulai Turun

    Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan, harga beras di sejumlah wilayah mulai turun. Penurunan harga beras tersebut berdasarkan data dari Bulog dan Badan Pangan Nasional (Bapanas).

    Amran optimistis tren positif ini akan berlanjut sehingga cita-cita mewujudkan swasembada pangan bisa tercapai dalam waktu dekat. Berdasarkan data panel harga pangan Bapanas per 20 Agustus 2025, harga beras medium dan premium berangsur turun secara nasional.

    Menurut laporan, penurunan harga beras terjadi di 13 provinsi, termasuk Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan.

  • Jaga Harga dan Pasokan, Mentan Pastikan Perbaikan Komoditas Beras dari Hulu ke Hilir

    Jaga Harga dan Pasokan, Mentan Pastikan Perbaikan Komoditas Beras dari Hulu ke Hilir

    Bisnis.com, SEMARANG – Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, memastikan akan melakukan perbaikan hulu-hilir untuk komoditas beras.

    Andi Amran menyebut langkah tersebut dilakukan untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan beras di Tanah Air.

    “Kita tata mulai dair hulu, pupuk, benih, traktor sudah beres. irigasi sementara proses tinggal di hilir. Inilah milestones untuk RI,” ucap Amran usai melakukan kunjungan ke Pasar Bulu, Kota Semarang, pada Sabtu (23/8/2025) pagi.

    Amran mengungkapkan bahwa langkah perbaikan secara menyeluruh itu memang tidak mudah untuk dilakukan. Namun demikian, perlahan, penataan ulang alur produksi hingga distribusi beras mulai menunjukkan hasil yang positif.

    Stok beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dilaporkan masih mencukupi. Amran menyebut, ada 4 juta ton beras yang masuk dalam cadangan pemerintah. Stok tersebut akan didistribusikan oleh Bulog melalui mitra pedagang beras SPHP serta program operasi pasar yang akan terus dijalankan hingga Desember nanti. “Yang kita syukuri, tidak ada impor sampai hari ini. Kemudian harganya sudah turun,” ucap Amran.

    Tak hanya di sisi hilir, Amran juga menegaskan bahwa pemerintah akan terus berupaya untuk mempertahankan harga beli gabah di tingkat petani agar sesuai dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp6.500/kg. “Harus minimal [HPP], wajib Rp6.500. Jadi dua kita jaga, memang tidak mudah. Karena kami ingin petani sejahtera, konsumennya juga bahagia,” jelasnya.

    Amran menyebut, usaha itu telah menunjukkan keberhasilan lewat indikator Nilai Tukar Petani (NTP). Per Juli 2025, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat NTP di tingkat nasional berada di angka 122,64 poin. Naik 0,76% dibanding bulan Juni 2025.

    Di Jawa Tengah sendiri, NTP pada Juli 2025 berada di angka 115,59 atau naik 1,65% secara month-to-month (mtm). Untuk sektor tanaman pangan, NTP berada di angka 118,56 dengan kenaikan 1,74% (mtm).

    Ke depan, perbaikan serupa akan coba diperluas oleh Kementerian Pertanian. Jika ketersediaan dan harga beras dapat dikendalikan secara efisien, Amran menyebut langkah itu akan direplikasi untuk komoditas lain. “Kita selesaikan di hilir, jadi penyelesaian holistik. Enggak bisa sehari diselesaikan persoalan ini. Nanti kalau hilir aman, ini [beras] sudah, kemudian komoditas lainnya. Ini menjadi role model. Kalau [beras] ini sudah oke, inflasi aman, daya beli membaik, kemudian kesejahteraan petani naik, itulah tujuan kita,” jelasnya.

  • Antara Sri Mulyani, Pajak, dan Ketimpangan Pendapatan

    Antara Sri Mulyani, Pajak, dan Ketimpangan Pendapatan

    Bisnis.com, JAKARTA – Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menyamakan pajak dengan zakat viral. Pernyataannya kurang lebih begini: “Dalam setiap rezeki ada hak orang lain. Ada yang disalurkan melalui zakat dan wakaf, ada juga melalui pajak.”

    Sontak, hal itu segera menuai polemik. Banyak yang mengkritisi. Apalagi, pernyataan eks Direktur Pelaksana Bank Dunia itu diungkapkan ketika publik sedang dibebani dengan berbagai macam persoalan ekonomi. Pendapatan antara si Kaya dan si Miskin sangat timpang. Rakyat juga sedang dihantui oleh berbagai macam kenaikan pungutan.

    Wajar, jika pernyataan Sri Mulyani menjadi bulan-bulanan di media sosial. Berbagai macam meme satire muncul. Semuanya mengkritisi perkataan Sri Mulyani. Meskipun kalau dicermati secara lebih detail, pernyataan Menkeu sejatinya ingin menempatkan bahwa pajak dan zakat memiliki esensi yang sama, yakni sebagai alat untuk distribusi pendapatan. Hanya saja, momentumnya yang tidak tepat.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati./JIBI

    Semua tahu, pajak adalah sebuah kewajiban yang harus dipikul oleh warga negara. Benjamin Franklin, salah satu founding fathers Amerika Serikat, bahkan pernah berujar bahwa di dunia ini tidak ada yang pasti kecuali kematian dan pajak. Semua orang pasti mati. Itu adalah hukum alam. Orang lahir berwujud bayi kemudian tumbuh menjadi remaja, dewasa kemudian tua. Ujungnya tentu akan dipanggil lagi oleh sang pencipta. 

    Sementara, sebagai makhluk hidup yang tinggal di sebuah wilayah negara, manusia dari lahir hingga mati tidak bisa lepas dari pajak. Kebutuhan bayi hingga tetek bengek-nya pasti kena pajak. 

    Beli barang konsumsi kena pajak. Terus ketika bekerja, pendapatannya melebihi baseline penghasilan tidak kena pajak (PTKP) orang mulai membayar pajak penghasilan alias PPh. Punya usaha kena pajak korporasi. Bahkan saat meninggal, berbagai barang keperluan pemakaman juga ada yang kena pajak. Intinya manusia sulit lepas dari kewajiban membayar pajak.

    Apalagi dalam konteks Indonesia, konstitusi telah secara jelas memberikan kewenangan kepada negara untuk memungut pajak. Pasal 23A UUD 1945, misalnya, menekankan bahwa pajak dan pungutan lain bersifat memaksa. Tidak ada istilah sukarela, negara dibekali kewenangan konstitusional untuk memaksa warga negara membayar pajak. Tetapi tentu saja sifat memaksa ini dibatasi oleh ketentuan dan kewenangan yang berlaku.

    Seperti yang sudah selintas disinggung di atas, orang menjadi wajib pajak dan dipungut pajaknya ketika telah memperoleh penghasilan dengan batasan tertentu. Tidak semua orang berpenghasilan kena pajak. Tidak setiap badan usaha wajib menjadi pengusaha kena pajak. Kalau mereka berstatus UMKM, perlakuan pajaknya berbeda dengan korporasi besar.

    Wajib pajak (WP) berpuluh-puluh tahun tidak mempersoalkan itu. Mereka tetap bayar pajak, apalagi karyawan, yang secara otomatis dipotong pajaknya oleh pemberi kerja.

    Hanya saja, kalau melihat tren 5 tahun belakangan ini, ada sebuah fenomena dimana pemerintah cenderung fokus untuk memajaki ‘masyarakat kebanyakan’. Hal ini dimulai dengan berlakunya Undang-undang No.7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Salah satu mandat dalam UU HPP adalah kenaikan PPN dari 10% ke 11%. PPN adalah pajak yang sifatnya berlaku umum. Tidak peduli kaya atau miskin. Kalau mereka beli barang konsumsi, mereka harus membayar PPN.

    Beli air mineral kena pajak 11%, beli barang konsumsi yang di luar barang yang dikecualikan juga kena pajak 11%. Alhasil, beban masyarakat naik. Padahal, sampai kuartal II/2025 kemarin, konsumsi rumah tangga adalah backbone perekonomian. Kenaikan pungutan pajak, berarti menambah beban konsumsi mayarakat. Sejatinya pada awal tahun lalu, UU HPP mengamanatkan PPN naik menjadi 12%. Namun karena sorotan dan desakan banyak pihak, kenaikan tarif itupun diberlakukan terbatas, hanya untuk barang mewah.

    Belum reda masyarakat menanggung kenaikan PPN, pemerintah menerapkan UU No.1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah atau UU HKPD, yang intinya mendorong daerah untuk mandiri secara fiskal. Namun bukannya daerah makin inovatif, yang terjadi justru kenaikan dan perlombaan tarif untuk sejumlah pajak yang diatur pemerintah daerah.

    Ada opsen pajak yang ikut mengerek tagihan pajak kendaraan bermotor hingga kenaikan PBB-P2 dari ratusan persen hingga ribuan persen. Kasus yang terakhir sempat memunculkan perlawanan dari masyarakat. Di Pati, warga memprotes dan melawan kebijakan tersebut, di Bone juga sama. Mereka bentrok dengan aparat.

    Berbagai kericuhan itu sejatinya tidak akan terjadi ketika pemerintah benar-benar tahu kondisi di masyarakat. Distribusi pendapatan bisa berlangsung secara merata. Jurang antara yang kaya dan miskin tidak begitu lebar.

    Adapun Indonesia secara formal memang tergolong sebagai negara dengan ketimpangan rendah. Meski demikian, ketimpangan antara golongan yang kaya dengan yang miskin masih sangat lebar.

    Di sisi lain, alih-alih melakukan efisiensi, pemerintah justru mengeluarkan kebijakan yang kontroversial dengan memberikan fasilitas ke pejabatnya. Yang terbaru tentu keputusan memberikan tunjangan perumahan Rp50 juta kepada anggota dewan.

    Hal ini kontras dengan situasi riil di akar rumput. Kalau mengacu kepada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis 25 Juli 2025 lalu, saat ini ada banyak orang yang masih hidup dengan pendapatan Rp609.160 per kapita per bulan atau Rp566.655 per kapita per bulan. Jauh dari nilai tunjangan perumahan yang didapatkan oleh DPR.

    Selain itu, masih menggunakan data BPS, pengeluaran masyarakat juga masih timpang. Distribusi pengeluaran masih dikuasai oleh 20% penduduk teratas. Mereka berkontribusi terhadap 45,56% pengeluaran secara nasional per Maret 2025 lalu. Sementara itu, 40% penduduk menengah hanya berkontribusi sebesar 35,79%.

    Sedangkan 40% penduduk terendah hanya berkontribusi di angka 18,65% dari total pengeluaran nasional. Meski ada peningkatan dibandingkan posisi Maret 2024 yang tercatat sebesar 18,40%, namun jumlah itu tidak sampai separuhnya pengeluaran dari penduduk 20% teratas.

    Dengan potret ketimpangan pengeluaran tersebut, wajar jika setiap upaya menaikkan pungutan entah itu pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat maupun daerah, akan menimbulkan protes dari kalangan masyarakat.

    Pati dan Bone bisa menjadi peringatan bagi pemerintah supaya behati-hati menerapkan kebijakan pajak. Pemerintah perlu mencermati pernyataan Jean Baptiste Colbert, Menkeu Prancis pada era monarki absolut ratusan tahun lalu: “agar bagaimana bulu angsa bisa dicabut sebanyak mungkin tetapi dengan koak yang sepelan mungkin.”

  • Pramono Anung dorong warga Jakarta jadi pekerja di luar negeri

    Pramono Anung dorong warga Jakarta jadi pekerja di luar negeri

    Jakarta (ANTARA) –

    Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mendorong warga DKI Jakarta yang masih mencari pekerjaan untuk menjadi pekerja migran Indonesia di luar negeri sebagai solusi untuk menekan angka penganggur di provinsi tersebut.

    “Saya sungguh-sungguh mendorong agar warga bekerja di luar negeri dengan memberikan fasilitas pelatihan bahasa asing,” kata dia di Jakarta, Sabtu.

    Ia pun mendorong warga Jakarta untuk belajar Bahasa Jepang, Bahasa Korea, Bahasa China, Bahasa Arab dan lainnya agar mereka bisa bekerja di luar negeri. “Kami mendorong untuk itu,” kata dia.

    Selain itu, pihaknya juga menyediakan pameran bursa kerja (job fair) yang ditargetkan digelar di Jakarta sebanyak 21 kali di tahun ini.

    “Saat ini sudah 13 kali ‘job fair’ digelar dan hasilnya kami mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja yang tersedia,” kata dia.

    Menurut dia, dari evaluasi yang dilakukan dalam “job fair” yang digelar Pemprov DKI Jakarta sudah mampu menyerap tenaga kerja yang dibutuhkan di sejumlah perusahaan yang ikut dalam kegiatan tersebut.

    Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta merilis Keadaan Ketenagakerjaan di DKI Jakarta dengan jumlah angkatan kerja berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Februari 2025 sebanyak 5,47 juta orang naik 41,62 ribu orang dibanding Februari 2024.

    Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) naik sebesar 0,23 persen poin dibanding Februari 2024.

    Penduduk yang bekerja pada Februari 2025 sebanyak 5,14 juta orang, naik sebanyak 30,82 ribu orang dari Februari 2024. Lapangan usaha yang mengalami peningkatan terbesar adalah Aktivitas Jasa Lainnya sebesar 4,42 ribu orang.

    Pada Februari 2025 sebanyak 3,19 juta orang (62,05 persen) bekerja pada kegiatan formal, turun sebesar 1,89 persen poin dibanding Februari 2024 dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari 2025 sebesar 6,18 persen, naik sebesar 0,15 persen poin dibanding pada Februari 2024.

    Pewarta: Mario Sofia Nasution
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Indonesia Tak Impor Beras pada 2025, Ini Alasannya – Page 3

    Indonesia Tak Impor Beras pada 2025, Ini Alasannya – Page 3

    Ini mengacu pada data proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) Januari-September ditambah rata-rata produksi Oktober-Desember dalam 3 tahun terakhir.

    “Khusus untuk beras, ini tergantung produksi nasional dalam 3-4 bulan terakhir ke depan. Tapi kalau dari proyeksi dan dibuat rata-rata memang angkanya bisa 33,52 juta ton setara beras. Itu kalau kita 3 sampai 4 bulan terakhir menggunakan rata-rata produksi 3 tahun terakhir. Jadi kita tidak perlu impor beras,” beber dia.

    Harga Beras Stabil

    Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian, bersama Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog, Ahmad Rizal Ramdhani, meninjau langsung penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di Kota Serang, Rabu (20/8/2025).

    Tinjauan dilakukan di Pasar Induk Rau dan salah satu minimarket di Kota Serang. Untuk memonitor langsung pelaksanaan distribusi beras SPHP di lapangan, khususnya melalui pedagang eceran di pasar dan melalui ritel modern.

    “Harga beras tadi relatif stabil, dan salah satu faktor utamanya adalah intervensi beras SPHP dari Bulog, yang dijual Rp 12.000 per kg atau Rp 60.000 per paket 5 kg. Itu membuat harga di bawah HET (harga eceran tertinggi) dan lebih terjangkau masyarakat,” ungkapnya.