Kementrian Lembaga: BPS

  • Pertaruhan Prabowo: Mencegah "Pati-Pati Lain" dan Moratorium PBB
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        25 Agustus 2025

    Pertaruhan Prabowo: Mencegah "Pati-Pati Lain" dan Moratorium PBB Nasional 25 Agustus 2025

    Pertaruhan Prabowo: Mencegah “Pati-Pati Lain” dan Moratorium PBB
    Sejak 2006 berkecimpung di dunia broadcast journalism, dari Liputan6 SCTV, ANTV dan Beritasatu TV. Terakhir menjadi produser eksekutif untuk program Indepth, NewsBuzz, Green Talk dan Fakta Data

    PATI
     bersatu lengserkan bupati arogan dan penindas”. Ini bunyi salah satu poster dari massa Aliansi Masyarakat Pati Bersatu saat berunjuk rasa di depan kantor bupati Pati, 13 Agustus 2025. Foto ini hasil jepretan Aji Styawan dari
    Antara.
    Pesan ini menggambarkan kemarahan rakyat setempat kepada Bupati Sudewo. Pertama dan paling pokok karena menaikkan tarif pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen.
    Kedua, rakyat Pati–yang diwakili massa demonstran–juga kecewa lantaran kebijakan bupati Sudewo “menindas”.
    Salah satu yang jadi pembicaraan warga Pati tatkala ia memecat ratusan pekerja honorer di RSUD Raden Adipati Ario Soewondo, Pati seperti dilaporkan Majalah
    TEMPO
    (25 Agustus 2025).
    Sekarang Pati menjadi pertaruhan karena ternyata ada 103 kabupaten/kota lain yang menaikkan tarif PBB.
    Masalah di Pati jauh dari selesai lantaran penolakan yang disusul demonstrasi besar pada 13 Agustus 2025, berujung desakan pemakzulan terhadap Sudewo. Rencananya, 25 Agustus ini akan ada demonstrasi lanjutan di kota “Bumi Mina Tani” itu.
    Bola ada di tangan DPRD, tapi masyarakat terus mengawasi jalannya proses politik di DPRD Pati. Salah satunya menggalang petisi online lewat change.org.
    Dalam petisi ini “Pati Bergerak” mendesak DPRD Pati untuk memastikan seluruh proses pemakzulan berjalan sesuai aturan agar marwah demokrasi dan kedaulatan rakyat tetap terjaga.
    Secara lebih lugas, petisi itu menolak segala bentuk permainan politik yang melemahkan perjuangan rakyat. Di mata inisiator petisi: Pemakzulan ini bukan sekadar soal kursi kekuasaan, tapi soal martabat masyarakat Pati.
    Petisi online, sebagaimana demonstrasi di terik matahari, adalah politik itu sendiri. Dalam demonstrasi pada 13 Agustus 2025, puluhan ribu demonstran yang menyesaki kantor bupati Pati dan sekitarnya sedang menyatakan aspirasi politiknya sebagai warga Bupati.
    Unjuk rasa adalah mekanisme demokratis yang memiliki tendensi politik, entah itu disunting dari moralitas atau tidak sama sekali.
    Demonstrasi besar di Pati 13 Agustus 2025, adalah objektivitas yang telanjang. Iya, meskipun latar belakang dan tujuannya objektif dan subjektif sekaligus. Demikian pula petisi online dari “Pati Bergerak”. Sampai artikel ini disusun jumlah penandatangan mencapai 689.
    DPRD Pati, terutama panitia khusus yang menjalankan hak angket, sedang meniti buah antara objektivitas dan subjektivitas itu.
    Mereka harus memastikan bahwa seluruh keluhan menyangkut bupati Sudewo–yang dianggap “arogan dan penindas”–benar-benar fakta atau persepsi atau salah paham.
    Agar adil, DPRD Pati wajib jujur, mendahulukan kebenaran di atas kepentingan partai politik, serta tak sedang bersandiwara–dalam bahasa inisiator petisi online: menolak segala permainan politik.
    Runyamnya DPRD adalah panggung politik. Di sana politik dalam maknanya sebagai “permainan” dan seni segala kemungkinan berlangsung. Bahkan tak menutup peluang ada “akrobat” dalam sesi-sesi rapat hak angket itu.
    Terlalu naif jika menyebut Sudewo sekadar sebagai putra Pati atau jebolan universitas tertentu. Bupati Sudewo memiliki pertalian dengan partai politik yang sekarang berkuasa (
    the rulling party
    ) karena ketua umumnya menjadi presiden.
    Sudewo karenanya adalah simpul dari Gerindra dan sekaligus Presiden Prabowo Subianto.
    Dengan premis ini, tentu saja memakzulkan atau melengserkan bupati Sudewo tidak lebih gampang dibandingkan bangun pagi yang diselimuti dingin pekat dan menggigil.
     
    Sudewo terkoneksi dengan Jakarta sebagaimana seluruh partai yang memiliki kursi di DPRD Pati terhubung dengan dewan pimpinan pusat di ibu kota.
    Secara hipotetis, saya ingin bilang bahwa konstelasi dan konfigurasi politik lokal di Pati bukan faktor determinan. Jakarta menentukan–kalau bukan sangat menentukan nasib Sudewo.
    Pertama, Pati tidak sendiri. Ada 103 kabupaten/kota lain yang juga menaikkan pajak bumi dan bangunan. Jika pemakzulan bupati/wali kota dibiarkan begitu saja dikhawatirkan bakal menciptakan efek domino ke daerah lain.
    Ini tidak bagus buat stabilitas politik dan tekad pemerintah mencapai pertumbuhan ekonomi delapan persen.
    Kedua, sekalipun perkara kenaikan tarif PBB berada di tangan bupati atau wali kota, peran kementerian dalam negeri bisa mengubah keadaan.
    Dalam kasus Pati, Kemendagri telah berkontribusi atas dibatalkannya kenaikan tarif PBB hingga 250 persen sekian hari sebelum demonstrasi 13 Agustus lalu. Sudewo membatalkan kebijakannya setelah didesak Kemendagri.
    Untuk urusan pemakzulan Sudewo pun, Mendagri Tito Karnavian memegang peran penting. Jika proses di DPRD Pati menghasilkan keputusan “Sudewo harus dimakzulkan”, prosesnya masih panjang.
    Prosesnya perlu ke Mahkamah Agung, lalu kembali ke DPRD Pati lagi. Dari sana, kemudian diserahkan kepada menteri dalam negeri. Bola terakhir di tangan mendagri untuk menetapkan pemberhentian bupati/wali kota.
    Saking daruratnya masalah Pati, menteri dalam negeri telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 900 tahun 2025 tentang penyesuaian tarif pajak dan retribusi pada 14 Agustus 2025.
    Isinya antara lain meminta kepala daerah untuk berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah (Majalah
    TEMPO
    , 25 Agustus 2025).
    Mendagri juga telah mengimbau kepala daerah untuk mempertimbangkan dampak sosial akibat kenaikan tarif PBB. Lumrah dan sudah seharusnya dilakukan karena khawatir ada “Pati-Pati” lain yang bisa merebak.
    Di Bone, Sulawesi Selatan, kenaikan PBB juga memantik demonstrasi oleh ribuan orang. Jauh di bawah jumlah massa aksi di Pati, tapi setangkup dalam menyatakan aspirasi: Rakyat menolak kenaikan PBB yang ugal-ugalan dan diputuskan secara sewenang-wenang.
    Gerakan jalanan atau ekstra DPRD itu menunjukkan bahwa lembaga legislatif di daerah tidak peka, kurang peduli dan bahkan tumpul. Wakil rakyat, tapi kurang terkoneksi dengan masalah dan penderitaan rakyat yang diwaliki mereka.
    Memahami surat edaran mendagri, sebenarnya ada ruang untuk moratorium kenaikan tarif pajak bumi dan bangunan. Ini sudah jadi preseden di Pati, Jawa Tengah dan Bone, Sulawesi Selatan.
    Itu artinya masih ada 102 kabupaten/kota lainnya yang menaikkan tarif PBB. Di antara 104 daerah, ada 20 kabupaten/kota yang mendongkrak tarif PBB di atas 100 persen.
    Apakah elok dan bijaksana jika pemerintah pusat membiarkan kenaikan tarif PBB yang mencekik rakyat itu tetap berjalan?
    Apakah tidak lebih baik jika dilakukan moratorium kenaikan tarif PBB di seluruh kabupaten/kota di Tanah Air?
    Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memuat dua arti menyangkut moratorium.
    (1) penangguhan pembayaran utang didasarkan pada undang-undang agar dapat mencegah krisis keuangan yang semakin hebat; (2) penundaan; penangguhan.
    Menurut saya, secara moral itu absah. Moratorium itu tidak menghapus kewajiban, tapi menunda kenaikan. Jadi, tarif yang berlaku adalah tarif lama (ketentuan/peraturan daerah terdahulu).
    Masih ingat “tax amnesty” atau pengampunan pajak di masa Joko Widodo? Ingat yang disasar?
    “Malam ini dikhususkan kepada mereka yang dikategorikan dalam 500 wajib pajak prominen. Yang kita sebut prominen itu adalah mereka yang masuk dalam 242 wajib pajak yang masuk dalam list orang terkaya di Indonesia versi majalah Forbes dan Globe Asia tahun 2015,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani (www.setneg.go.id, 9 Desember 2016).
    Jika barisan orang terkaya di Tanah Air pernah mendapat fasilitas “tax amnesty”, ada alasan jika mayoritas rakyat diberi penundaan dan penangguhan kenaikan tarif PBB.
    Apalagi ekonomi masih semrawut kendati Badan Pusat Statistik mengklaim ekonomi Indonesia telah tumbuh 5,12 persen di kuartal kedua tahun 2025.
    Ini jurus moderat, setidaknya hingga ekonomi menunjukkan tanda-tanda membaik. Katakanlah moratorium kenaikan tarif PBB sampai setahun mendatang (Agustus 2026).
    Yang lebih visioner adalah menghapus pajak bumi dan bangunan. Pajak untuk bumi atau tanah yang di atasnya ada bangunan cuma dikenai pajak sekali saja, bukan sepanjang tahun.
    Bangunan atau rumah yang tidak digunakan untuk kepentingan komersial sebaiknya tidak dibebani pajak.
    Seandainya pun rumah hunian akan dikenai pajak harus dilakukan secara selektif (menyasar orang kaya dengan kategori tertentu). Diskursus ini telah disodorkan dalam artikel ”
    Bom Waktu Pati dan Wacana Penghapusan Pajak Bumi-Bangunan
    “.
    Sembari itu, tak adakah peluang bagi pemerintah pusat untuk mengkaji ulang pemotongan gede-gedean dana transfer ke daerah (TKD)? Masa iya instrumen fiskal yang sangat dibutuhkan daerah itu dipangkas habis hingga lebih dari 24 persen?
    Terus apa yang bisa dilakukan daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD)?
    Sejak masa Jokowi, Indonesia mengalami resentralisme. Desentralisasi dan otonomi daerah menyusut drastis. Tengok kewenangan daerah yang diberikan B.J. Habibie lewat UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah.
    Pasal 7 ayat 1 menyebutkan, kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, kewenangan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lainnya.
    Lalu pasal 10 ayat 1 menegaskan, daerah yang berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
    UU 23/2014 mengubahnya. Pasal 14 ayat (3) menyatakan, urusan pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang berkaitan dengan pengelolaan minyak dan gas bumi menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
    Adapun yang berkaitan dengan pemanfaatan langsung panas bumi dalam wilayah kabupaten/kota menjadi kewenangan kabupaten/kota (ayat 4).
    Ayat 5 mengatur tentang bagi hasil untuk kabupaten/kota penghasil dan bukan penghasil. Ini yang dimaksud dana bagi hasil (DBH) yang termasuk bagian dari dana TKD.
    Pemangkasan TKD hingga Rp 269 triliun atau lebih lima kali lipat dari besar pemotongan tahun 2025 bakal membebani daerah.
    Jika memiliki
    political will
    , Presiden Prabowo bisa meminta menteri keuangan untuk mengutak-atik dana transfer ke daerah. Ini juga pertaruhan Prabowo di ranah fiskal.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Produksi Rokok Semester I/2025 Turun 2,5%, Pengusaha Klaim Tarif Cukai Jadi Biang Kerok

    Produksi Rokok Semester I/2025 Turun 2,5%, Pengusaha Klaim Tarif Cukai Jadi Biang Kerok

    Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha industri hasil tembakau (IHT) mengklaim terjadinya penurunan produksi secara tahunan akibat kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) yang dinilai tinggi. 

    Data dari produsen menunjukkan produksi rokok selama enam bulan pertama 2025 sebesar 142,6 miliar batang. Jumlah itu turun 2,5% periode yang sama tahun sebelumnya. 

    Bahkan, angka itu menjadi yang terendah dalam delapan tahun terakhir sejak 2018, kecuali pada 2023. 

    Adapun, pada Juni 2025 produksi hanya mencapai 24,8 miliar batang, turun 5,7% dibanding Mei dan merosot 3,2% dibanding periode yang sama tahun lalu.

    Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wachjudi mengatakan bahwa kinerja IHT, khususnya sigaret putih mesin (SPM) makin melemah karena tekanan regulasi CHT dan maraknya rokok ilegal. 

    “Memang kenaikan cukai beberapa tahun terakhir ini sudah sangat tinggi, sehingga menekan pertumbuhan industri,” kata Benny dalam keterangan tertulis, Minggu (24/8/2025).

    Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), pada kuartal I/2025 industri pengolahan tembakau mengalami kontraksi terdalam sebesar -3,77% secara tahunan (year-on-year/YoY), berbanding terbalik dengan pertumbuhan 7,63% pada periode yang sama tahun lalu.

    Di samping itu, pihaknya mencatat realisasi CHT per Mei 2025 mencapai Rp87 triliun atau sebesar 37,8% dari total target penerimaan CHT tahun ini yang dipatok Rp230,9 triliun. 

    Menurut Benny, realisasi tahun ini juga dinilai tidak akan mencapai target. Hal ini seiring dengan tren tahun sebelumnya. Pada 2023, realisasi CHT hanya mencapai Rp213,48 triliun atau 91,78% dari target Rp232,5 triliun. Adapun pada 2024, realisasi CHT hanya Rp216,9 triliun atau 94,1% dari target Rp230,4 triliun.

    Di samping itu, Benny menyebut pembelian pita cukai sejak Januari 2023 menunjukkan tren pelemahan, yang tercatat turun 14,6% YoY sepanjang 2023, kemudian terkoreksi sebesar 13,8% pada 2024. Pihaknya memperkirakan produktivitasnya berpotensi kian lesu pada 2025.

    Lebih lanjut, Benny juga menyoroti maraknya rokok ilegal yang memperburuk persaingan usaha. 

    “Semakin tinggi cukai, semakin tinggi juga rokok ilegal. Produsen kena persaingan yang tidak sehat, dan dengan rokok ilegal kita nggak bisa bersaing,” jelasnya.

    Senada, Ketua Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero) Jawa Timur, Sulami Bahar menilai tekanan paling berat dirasakan pelaku usaha skala menengah dan kecil. 

    Pasalnya, isu kenaikan cukai yang selalu muncul tiap tahun membuat pabrik-pabrik kecil di Jawa Timur yang merupakan sentra produksi makin terpuruk.

    “Di Jawa Timur, yang menjadi salah satu basis IHT, pabrik-pabrik kecil sudah mulai berkurang aktivitasnya. Mereka menghadapi kenyataan bahwa kenaikan cukai tidak diikuti oleh kenaikan daya beli masyarakat,” tuturnya.

    Pihaknya melihat kenaikan tarif CHT yang tinggi selama ini menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan gulung tikar bagi banyak usaha kecil. Menurut dia, ancaman itu bukan hanya risiko tapi sudah menjadi fakta di lapangan.

    “Pabrik yang dulu menyerap ribuan tenaga kerja kini banyak yang hanya bisa bertahan dengan ratusan atau bahkan puluhan pekerja. Beberapa perusahaan terpaksa menutup usahanya karena tidak lagi sanggup menghadapi tekanan biaya produksi yang melonjak,” jelasnya.

    Moratorium Kenaikan Tarif Cukai Hasil Tembakau

    Untuk menyelamatkan industri, Sulami mendorong pemerintah agar memberlakukan penundaan kenaikan tarif cukai atau moratorium selama tiga tahun ke depan. 

    Kebijakan tersebut dinilai sebagai kesempatan bagi pemerintah dan industri menyusun peta jalan yang lebih berimbang, antara kebutuhan fiskal negara dan kelangsungan hidup jutaan orang yang bergantung pada IHT.

    “Moratorium tiga tahun adalah langkah realistis agar industri bisa bernapas dan melakukan penyesuaian,” pungkasnya.

    Diberitakan Bisnis sebelumnya, realisasi penerimaan CHT hingga Juli 2025 mencapai Rp121,98 triliun, naik 9,6% YoY.

    Namun, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Nirwala Dwi Heryanto menjelaskan bahwa pertumbuhan penerimaan CHT tahun ini terutama dipengaruhi kebijakan penundaan pembayaran pita cukai yang berlaku pada 2024.

    “Melalui Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai No. 2/2024, pemesanan pita cukai pada periode 1 Maret sampai 31 Oktober 2024 dapat memperoleh perpanjangan jangka waktu penundaan pembayaran dari 60 hari menjadi 90 hari,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (20/8/2025).

    Kebijakan itu diberikan untuk memberikan relaksasi serta mendukung kelancaran arus kas industri hasil tembakau. Hanya saja, pencatatan realisasi penerimaan cukai pada 2024 mengalami pergeseran sekitar 30 hari.

    “Pada 2025, ketentuan penundaan pembayaran kembali ke aturan normal yakni 60 hari, karena itu pencatatan penerimaan tercatat lebih cepat dibandingkan tahun sebelumnya,” jelas Nirwala.

    Adapun CHT, yang komponen intinya merupakan cukai rokok, merupakan penyumbang utama penerimaan cukai. Total penerimaan cukai mencapai Rp126,85 triliun sepanjang Januari—Juli 2025 atau setara 51,95% dari target sebesar Rp244,2 triliun.

  • Harga Beras di Jepang Meroket, Mentan Amran Pamer Kondisi di RI

    Harga Beras di Jepang Meroket, Mentan Amran Pamer Kondisi di RI

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap stok beras Indonesia aman di tengah krisis pangan global, seperti yang terjadi di Jepang.

    Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan, sederet negara maju seperti Jepang menghadapi lonjakan harga beras hingga 90,7% pada Juli 2025 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Harganya tertinggi sejak 1971.

    Bukan hanya itu, Amran menyampaikan bahwa masyarakat setempat di Jepang juga harus mengantre untuk membeli beras murah. Sementara itu, ungkap dia, Indonesia mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri.

    “Di Jepang, harga beras melonjak 90,7 persen pada Juli 2025, tertinggi sejak 1971, hingga rakyatnya antre untuk mendapatkan beras murah. Sementara itu, Indonesia mampu memenuhi kebutuhan dari produksi sendiri. Ini capaian luar biasa,” kata Amran dalam keterangan tertulis, Minggu (24/8/2025).

    Amran juga menyampaikan bahwa pemerintah telah menutup keran impor beras sejak awal 2025, seiring dengan melonjaknya stok beras yang diproduksi dari dalam negeri.

    “Alhamdulillah, kita patut bersyukur stok beras dalam negeri sangat cukup, sehingga tahun ini kita tidak impor beras. Hingga Agustus ini stok beras aman dan produksi on the track terus meningkat,” ujarnya.

    Mengacu data FAO, USDA, dan Badan Pusat Statistik (BPS), Amran menuturkan bahwa produksi beras nasional melonjak dari 30,62 juta ton pada 2024 dan diperkirakan mencapai 33,8–35,6 juta ton pada 2025. Dia juga menyebut, cadangan beras pemerintah mencapai rekor tertinggi dalam 57 tahun atau mencapai 4,2 juta ton.

    “Dulu kita defisit stok dan terpaksa impor 7 juta ton pada 2023 dan 3–4 juta ton pada 2024. Kini, stok kita tertinggi dalam sejarah, dan dunia mengakui ketahanan pangan Indonesia. FAO dan Departemen Pertanian Amerika memuji capaian ini,” tuturnya.

    Lebih lanjut, Amran memperkirakan panen kedua pada September 2025 akan semakin memperkuat pasokan beras dalam negeri. Untuk itu, dia meminta agar masyarakat tidak perlu khawatir akan kekurangan beras.

    Menurut Amran, kebijakan setop impor beras sejak awal 2025 bukan hanya menjaga stok dalam negeri, melainkan juga memengaruhi harga beras dunia, yang kini turun ke level terendah dalam 8 tahun, yakni US$372,50 per ton untuk beras putih 5% pecah asal Thailand.

    “Stok kita besar, harga mulai turun, petani sejahtera, dan impor berhenti. Ini kado untuk bangsa,” pungkasnya.

    Jika menengok Panel Harga Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga beras premium dan medium secara rata-rata nasional masih mengalami lonjakan pada Minggu (24/8/2025) pukul 16.33 WIB.

    Panel Harga menunjukkan, harga beras premium di tingkat konsumen dibanderol Rp16.087 per kilogram. Harganya naik 7,97% dari harga eceran tertinggi (HET) nasional yang semestinya di level Rp14.900 per kilogram.

    Jika dilihat secara terperinci, harga rata-rata beras premium kompak naik di sejumlah zonasi. Harga beras premium di zona 1, zona 2, dan zona 3 masing-masing dibanderol Rp15.433 per kilogram, Rp16.505 per kilogram, dan Rp18.346 per kilogram.

    Sekadar informasi, HET beras premium di zona 1 adalah Rp14.900 per kilogram, zona 2 sebesar Rp15.400 per kilogram, dan zona 3 ditetapkan sebesar Rp15.800 per kilogram.

    Senada, harga beras medium di tingkat konsumen juga melampaui HET. Panel menunjukkan, harga rata-rata beras medium melonjak 13,75% dari HET nasional Rp12.500 per kilogram menjadi Rp14.219 per kilogram.

    Lebih jauh, kenaikan harga beras medium terjadi di semua zonasi, yakni zona 1 menjadi Rp13.751 per kilogram, zona 2 menjadi Rp14.459 per kilogram, dan zona 3 dibanderol Rp16.283 per kilogram.

    Untuk diketahui, HET beras medium zona 1, zona 2, dan zona 3 masing-masing ditetapkan sebesar Rp12.500 per kilogram, Rp13.100 per kilogram, dan Rp13.500 per kilogram.

  • OJK Minta Perbankan Sesuaikan Suku Bunga Kredit

    OJK Minta Perbankan Sesuaikan Suku Bunga Kredit

    Jakarta

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau perbankan menyesuaikan tingkat suku bunga kredit secara bertahap. Hal ini sejalan dengan pemangkasan suku bunga acuan atau BI Rate.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan imbauan ini agar suku bunga kredit sejalan dengan kondisi pasar, rasio keuangan yang sehat, serta menghindari persaingan bunga yang kurang sehat. Diketahui, Bank Indonesia (BI) telah menurunkan BI rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5% pada Agustus 2025. Ini menjadi yang ketiga kalinya usai BI juga menurunkan suku bunga di Mei turun menjadi 5,50% dan Juli kembali turun 5,25%.

    “OJK terus mengimbau agar bank dapat secara bertahap menyesuaikan tingkat suku bunganya,” ujar Dian dalam keterangannya, Minggu (24/8/2025).

    Menurut Dian, suku bunga kredit perbankan telah menunjukkan tren penurunan seiring dengan menurunnya BI rate. Pada Juli 2025, OJK mencatat rata-rata tertimbang suku bunga kredit rupiah turun 7 bps dibandingkan tahun sebelumnya, terutama pada kredit produktif. Umumnya, penurunan BI Rate akan diikuti penurunan bunga kredit dengan jeda waktu tertentu, sehingga diperkirakan tren penurunan masih berlanjut sepanjang 2025.

    Dian menilai masih terdapat ruang penurunan suku bunga kredit lebih lanjut, sejalan dengan ekspektasi penurunan suku bunga global di paruh kedua 2025 dan penurunan BI Rate menjadi 5% per 20 Agustus 2025. Namun, penurunan suku bunga bergantung pada struktur biaya dana (Cost of Fund/CoF) tiap bank, karena sebagian masih mengandalkan dana mahal (time deposit) dalam komposisi DPK.

    “Oleh karena itu, bank perlu mengelola strategi pendanaan, khususnya dengan meningkatkan porsi dana murah, untuk menciptakan ruang penurunan bunga kredit yang lebih signifikan,” imbuh Dian.

    Selain itu, Dian juga meminta industri perbankan nasional untuk tetap menjaga transparansi dan perlindungan konsumen dalam menyampaikan informasi terkait produk perbankan.

    Berdasarkan hasil revisi Rencana Bisnis Bank Umum (RBB) pada paruh pertama 2025 menunjukkan adanya penyesuaian target menjadi lebih konservatif akibat perubahan kondisi makroekonomi dan dinamika global. Kendati demikian, Dian memperkirakan kinerja perbankan 2025 tetap stabil dengan pertumbuhan kredit yang sedikit termoderasi target.

    (kil/kil)

  • Marak Truk Impor di Pertambangan Tak Perlu SRUT, Kemenhub Ungkap Alasannya

    Marak Truk Impor di Pertambangan Tak Perlu SRUT, Kemenhub Ungkap Alasannya

    Jakarta

    Truk impor dari China mewarnai pertambangan di Indonesia. Namun truk tersebut tidak perlu lolos Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT).

    Direktur Sarana dan Keselamatan Transportasi Jalan Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub Yusuf Nugroho menyebut, truk tersebut tidak mengikuti uji tipe karena hanya digunakan di area pertambangan.

    “Terkait dengan kendaraan khususnya truk CBU yang kami sudah identifikasi bahwa truk-truk tersebut memang diperuntukkan untuk operasional perusahaan pertambangan. Operasionalnya itu bukan di jalan umum,” ujar Yusuf dikutip CNBC Indonesia.

    Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), truk impor Completely Built Up (CBU) yang dioperasikan di luar jalan umum memang tidak wajib melalui uji tipe maupun uji berkala.

    “Kendaraan-kendaraan tersebut memang tidak dilakukan pengujian tipe maupun pengujian berkala, kalau memang dioperasikan di luar jalan umum,” sebut Yusuf.

    Kendaraan yang beroperasi di area terbatas seperti kawasan industri, pertambangan, atau perkebunan disebut tidak diwajibkan melalui uji tersebut.

    “Kami ingin pastikan bahwa kendaraan tersebut juga mendukung agar bisa memenuhi persyaratan teknis dan layak jalan sesuai dengan desainnya dari kendaraannya yang memang bukan diperuntukkan untuk dioperasikan di jalan umum,” ujarnya.

    Tertuang dalam UU No. 22 tahun 2009 tentang LLAJ pasal 49 yang berbunyi:

    “Kendaraan Bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang diimpor, dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri yang akan dioperasikan di Jalan wajib dilakukan pengujian,”

    Lebih lanjut soal uji tipe hanya wajib dilakukan bagi kendaraan yang beroperasi di jalan dalam pasal 50 ayat 1

    “Uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a wajib dilakukan bagi setiap Kendaraan Bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan, yang diimpor, dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri, serta modifikasi Kendaraan Bermotor yang menyebabkan perubahan tipe,”

    Dalam website data Badan Pusat Statistik Ekspor Impor tahun 2024. Kode HS 87042369 merupakan pengelompokan untuk kendaraan bermotor selain pendingin, pengumpul sampah, tanker, lapis baja, hooklift, dumper; untuk pengangkutan barang, hanya dengan mesin diesel atau semi diesel; g.v.w. > 24 ton & ≤ 45 ton; bukan CKD.

    Tertulis dalam nomenklatur Harmonized System (HS) 87042369 yang di dalamnya juga memuat impor truk dari China. Barang-barang itu dikirim ke proyek produksi nikel seperti Morowali, Weda, Pulau Obi.

    Cuma satu merek dari China yang tergabung dengan asosiasi Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia, yakni Truk FAW yakni diproduksi oleh China FAW Group Co., Ltd. Penjualan retail sales tahun lalu mencapai 847 unit.

    Truk merek Jepang mungkin mendominasi di jalan-jalan Indonesia. Tetapi jika bicara di tambang nikel di Morowali (Sulawesi Tengah) dan Halmahera (Maluku Utara) yang paling populer adalah truk warna merah asal China merek Shacman.

    Motor Sights International (MSI), distributor Shacman menjelaskan sudah menjual lebih dari 6.000 truk di Indonesia sejak 2016 yang 95 persen penjualannya digunakan di Morowali dan Halmahera.

    Bahkan di situs global Shacman, disebutkan proyek nikel di Indonesia merupakan keberhasilan Shacman di Asia Pasifik.

    “Proyek Nikel Indonesia merupakan contoh cemerlang keberhasilan SHACMAN di Asia Pasifik. Dengan rekor penjualan 3.000 truk yang mengesankan dan suku cadang yang dipesan sebelumnya senilai ¥60 juta,” bunyi keterangan tersebut.

    (riar/lua)

  • Momentum Perang Tarif Topang Ekspansi Kawasan Industri, Investasi Melesat

    Momentum Perang Tarif Topang Ekspansi Kawasan Industri, Investasi Melesat

    Bisnis.com, JAKARTA — Himpunan Kawasan Industri (HKI) mencatat peningkatan ekspansi pengembang lahan industri pada 2025 di tengah momentum perang tarif global. Perluasan itu pun merata ke seluruh wilayah, baik itu bagian barat maupun timur Indonesia.

    Ketua Umum HKI Akhmad Ma’ruf Maulana mengatakan kondisi itu memicu peningkatan relokasi dan ekspansi sejumlah pabrik dari China serta negara lainnya seperti Jepang, Korea, hingga Uni Eropa. 

    “Sekarang banyak juga ke luar Jawa, seperti Kepulauan Riau (Kepri) kawasan industri di sana rata-rata ekspansi dan begitu pula di Indonesia timur semua ekspansi,” kata Ma’ruf kepada Bisnis, Minggu (24/8/2025). 

    Jika merujuk data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) realisasi investasi perumahan, kawasan industri, dan perkantoran tumbuh 19,2% (year-on-year/YoY) menjadi Rp75 triliun pada semester I/2025 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya Rp62,9 triliun. 

    Kendati demikian, HKI tak memberikan data spesifik terkait realisasi investasi khusus kawasan industri hingga pertengahan tahun ini. Akhmad hanya mengungkapkan, peningkatan penjualan dan sewa lahan cukup pesat dibandingkan tahun lalu. 

    “Bukan hanya beli [lahan industri], ada yang sewa dan ini peningkatannya sangat luar biasa bahkan semua pemilik kawasan di seluruh Indonesia ekspansi,” tuturnya. 

    Tak hanya itu, HKI juga melihat ekspansi kawasan industri ditopang oleh kinerja industri pengolahan yang menunjukkan pertumbuhan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan sektor manufaktur tumbuh 5,6% pada triwulan II/2025 atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi 5,12% periode yang sama tahun lalu. 

    Secara terperinci, sektor industri makanan dan minuman, logam dasar, serta kimia, farmasi, dan obat tradisional memberikan sumbangsih terhadap pertumbuhan manufaktur dengan kontribusi 5,68% YoY. 

    “Kami mengapresiasi capaian ini karena menunjukkan sektor industri terus menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi nasional. Capaian tersebut juga memberikan sinyal positif bagi investor, bahwa Indonesia adalah destinasi investasi yang prospektif dan kompetitif,” jelasnya. 

    Dalam hal ini, pihaknya menyadari peran strategis pengembang kawasan industri untuk menarik investor. Maka, penyediaan infrastruktur dan lahan siap pakai menjadi fokus, serta kepastian efisiensi lewat utilitas, pengelolaan lingkungan, hingga fasilitas logistik yang terintegrasi. 

    “Kami percaya, apabila seluruh investasi yang masuk dapat difasilitasi dengan baik, perizinan dipercepat, dan dukungan lintas kementerian serta pemerintah daerah terus terjalin, maka target pertumbuhan ekonomi 8% bukan hanya sekadar harapan, tetapi dapat menjadi kenyataan,” pungkasnya.

  • BSI Siap Dukung Rencana Pemerintah Implementasikan Penjamin Simpanan Emas

    BSI Siap Dukung Rencana Pemerintah Implementasikan Penjamin Simpanan Emas

    JAKARTA – PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) menyampaikan penurunan suku bunga acuan (BI-Rate) akan memberikan dampak positif terhadap portofolio pembiayaan perseroan.

    Corporate Secretary PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Wisnu Sunandar dalam keterangan diterima di Yogyakarta, Jumat, memandang bahwa kebijakan moneter yang ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional akan berdampak positif pada kinerja bank.

    Sebagai bank syariah, mayoritas pembiayaan BSI menggunakan skema berbasis fixed rate. Dengan didukung oleh basis dana murah yang kuat serta produk wadiah, kondisi ini memberikan potensi peningkatan pada Net Imbalan (NIM) sehingga meningkatkan potensi profitabilitas.

    Di sisi lain, sejalan penurunan BI-Rate, BSI akan mengkaji margin pembiayaan agar dapat lebih kompetitif di market.

    Wisnu mengungkapkan bahwa perseroan masih dapat mempertahankan pertumbuhan positif.

    Sebelumnya pada Maret 2025, aset BSI tercatat naik 12 persen secara tahunan (year on year/yoy). Pembiayaan tumbuh 16,21 persen, sedangkan dana pihak ketiga (DPK) naik 7,40 persen.

    BSI menyampaikan, pihaknya optimistis kebijakan penurunan suku bunga ini akan sekaligus memperluas peran perbankan syariah dalam mendukung pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

    Di samping itu, perseroan juga masih akan fokus pada bisnis yang memiliki keunikan (uniqueness) syariah seperti ekosistem halal, terutama haji, serta terus memperkuat bisnis emas.

    Pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia bulan Agustus 2025, suku bunga acuan diputuskan turun 25 basis poin (bps) sehingga kini berada pada level 5 persen.

    Secara total, BI sudah memangkas bunga acuan sebanyak lima kali sebesar 125 bps yang dimulai pada September 2024 serta berlanjut pada Januari, Mei, Juli, dan Agustus 2025.

    Dalam konferensi pers pada Rabu (20/8), Gubernur BI Perry Warjiyo mencatat bahwa penurunan suku bunga kredit perbankan masih berjalan lambat pasca BI-Rate dipangkas 100 bps sejak September 2024 hingga Juli 2025.

    Pada Juli 2025, suku bunga kredit tercatat sebesar 9,16 persen atau masih relatif sama dengan bulan sebelumnya.

    Namun demikian, Deputi Gubernur BI Juda Agung mengatakan bahwa transmisi penurunan BI-Rate ke suku bunga perbankan mulai menunjukkan tanda-tanda positif meskipun pengaruhnya masih relatif terbatas atau belum terlalu kuat.

    Secara rinci, Juda mencatat suku bunga dana pihak ketiga (DPK) turun sebesar 10bps dari 4,85 persen pada Juni 2025 menjadi 4,75 persen pada Juli 2025.

    Sementara suku bunga kredit baru, yakni kredit yang benar-benar baru diberikan oleh bank, juga mengalami penurunan, khususnya suku bunga kredit korporasi, komersial dan UMKM. Adapun suku bunga kredit konsumsi masih belum mengalami penurunan.

    “(Suku bunga) kredit korporasi itu turun 27bps dari 7,58 persen ke 7,31 persen. Kredit komersial itu turun dari 8,35 persen ke 8,26 persen atau 9bps dari bulan Juni ke Juli. UMKM turun 15bps dari 11,01 persen menjadi 10,86 persen,” kata Juda.

    Bank Indonesia pun memandang suku bunga kredit perbankan perlu terus menurun sehingga dapat mendorong peningkatan penyaluran kredit/pembiayaan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

  • Gubernur Jatim kendalikan inflasi dengan gelar pasar murah di Sumenep

    Gubernur Jatim kendalikan inflasi dengan gelar pasar murah di Sumenep

    Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa saat menggelar pasar murah di Pendopo Kabupaten Sumenep. (ANTARA/HO-Biro Adpim Pemprov Jatim)

    Gubernur Jatim kendalikan inflasi dengan gelar pasar murah di Sumenep
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Minggu, 24 Agustus 2025 – 11:29 WIB

    Elshinta.com – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengendalikan inflasi dengan menggelar pasar murah di Pendopo Kabupaten Sumenep guna mendekatkan akses bahan pokok terjangkau bagi masyarakat.

    “Pastikan turun ke pasar karena memang sebagian besar beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) belum terdistribusi maksimal. Bahkan saat rapat koordinasi dengan Menko Pangan, Pemprov Jatim meminta Bulog mendistribusikan beras medium SPHP lebih besar lagi,” kata Khofifah dalam keterangan diterima di Surabaya, Minggu.

    Lebih lanjut, Khofifah menegaskan di tanggal 1 September mendatang, Badan Pusat Statistik (BPS) akan turun untuk mengecek belanja masyarakat dalam seminggu terakhir. Mulai makanan apa yang dikonsumsi, lauknya dan juga belanja lainnya.

    “Itu berpengaruh pada indikator kemiskinan. Jadi ketepatan waktu sangat penting,” katanya.

    Untuk itu, Khofifah kembali menegaskan, pasar murah dan penjangkauan terhadap logistik menjadi sangat penting sebelum dilakukannya survei. Karenanya Khofifah meminta pemerintah daerah juga proaktif untuk mengecek ketersediaan bahan pokok tak hanya pasar modern tapi hingga pasar tradisional.

    “Pasar murah juga adalah cara kami mendekatkan daya jangkau masyarakat untuk bisa memenuhi kebutuhan pokoknya. Bisa dilihat dari harga jual bahan pokok yang jauh di bawah harga pasar,” ujar dia.

    Adapun, beberapa harga komoditi pasar murah di Pendopo Sumenep pada 23 Agustus 2025 yaitu beras premium Rp14.000 per kg (Rp70.000 per sak), harga Sumenep Rp15.000 per kg, HET (Harga Eceran Tertinggi) Rp14.900 per kg dengan jumlah komoditi 200 kg. Kemudian beras medium Rp11.000 per kg (Rp55.000 per sak), harga Sumenep Rp13.000 per kg, HET Rp12.500 per kg dengan jumlah komoditi 10 ton. Gula pasir Rp14.000 per kg, harga Sumenep Rp17.500 per kg, HET Rp17.500 per kg dengan jumlah komoditi 200 kg.

    MinyaKita Rp13.000 per liter, harga Sumenep Rp17.000 per liter, HET Rp15.700 per liter dengan jumlah komoditi 200 liter. Telur ayam ras Rp22.000 per kg, harga Sumenep Rp28.000 per kg, HET Rp30.000 per kg dengan jumlah komoditi 100 kg.

    Bawang merah Rp7.000 per 250 gr, harga Sumenep Rp42.500 per kg, HET Rp41.500 per kg dengan jumlah komoditi 10 kg. Bawang putih sinco Rp6.000 per 250 gr, harga Sumenep Rp30.000 per kg, HET Rp38.000 per kg dengan jumlah komoditi 10 kg. Tepung terigu Rp10.000 per kg, harga Sumenep Rp12.250 per kg dengan jumlah komoditi 50 kg.

    Sumber : Antara

  • Pengusaha Tekstil Butuh Dukungan Regulasi, Tak Cukup Insentif Pajak

    Pengusaha Tekstil Butuh Dukungan Regulasi, Tak Cukup Insentif Pajak

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyebut insentif fiskal saja tidak mampu mengerek pertumbuhan industri. Guyuran insentif perpajakan perlu didukung stimulus lain dari segi regulasi hingga pengurangan ongkos produksi. 

    Wakil Ketua API David Leonardi mengatakan kinerja manufaktur nasional tidak bisa hanya bertumpu pada insentif fiskal. Selama ini, industri padat karya memang banyak diguyur stimulus, kendati efektivitasnya belum optimal. 

     “Kebijakan tersebut [insentif fiskal] penting, namun harus berjalan seiring dengan paket kebijakan lain yang mendukung iklim usaha,” jelas David kepada Bisnis, dikutip Minggu (24/8/2025). 

    Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) industri tekstil dan pakaian jadi tumbuh di angka 4,35% (year-on-year/yoy) pada kuartal kedua. Laju pertumbuhannya turun tipis dari periode kuartal I/2025 4,64% yoy. Namun, tumbuh dari 0,03% pada periode kuartal II/2024. 

    Meski masih tumbuh positif, kinerja sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) harus terus dijaga guna menekan laju pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penutupan pabrik yang marak terjadi dalam beberapa tahun terakhir. 

    Dalam hal ini, David menerangkan bahwa tak hanya insentif fiskal, industri juga menantikan deregulasi impor yang didorong oleh pemerintah. Kendati demikian, implementasinya belum terlihat dan masih dinantikan oleh pelaku industri. 

    “Jika deregulasi impor benar-benar berjalan bersamaan dengan insentif fiskal, daya dorong terhadap pertumbuhan manufaktur akan lebih terasa,” tuturnya. 

    Di sisi lain, faktor lain juga tidak kalah penting yakni arga dan ketersediaan gas, biaya logistik yang kompetitif. David juga menyebut produsen membutuhkan penghapusan beban puncak listrik merupakan elemen vital yang menentukan daya saing industri TPT. 

    “Tanpa pembenahan di sektor-sektor tersebut, industri TPT akan sulit untuk kembali menjadi motor penggerak ekonomi,” imbuhnya. 

    Lebih lanjut, pemerintah akan meningkatkan belanja perpajakan untuk industri pengolahan, maka pihaknya berharap insentif yang diberikan dalam bentuk pengurangan bea masuk dan pajak impor untuk bahan baku yang tidak diproduksi di dalam negeri.

    Kemudian, pemberian super deduction tax bagi industri padat karya yang melakukan ekspor, investasi mesin, subsidi bunga kredit atau penjaminan pembiayaan bagi industri kecil-menengah, tax holiday terbatas untuk investasi di sektor hulu seperti serat sintetis dan technical textile. 

    “Serta dukungan fiskal bagi investasi mesin hemat energi dan ramah lingkungan agar industri TPT bisa memenuhi standar ekspor global,” pungkasnya. 

    Sebagaimana diketahui, pemerintah kembali menaikkan belanja perpajakan untuk sektor industri pengolahan menjadi Rp141,7 triliun pada 2026 atau naik dari proyeksi tahun ini yang mencapai Rp137,2 triliun.  

    Kenaikan belanja pajak sektor industri pengolahan telah berlangsung dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2021, insentif pajak yang diberikan pemerintah ke sektor manufaktur mencapai Rp72,3 triliun.  

    Stimulus yang diberikan meningkat pada 2022 menjadi Rp82,2 triliun, kemudian naik menjadi Rp88,8 triliun pada 2023 dan mencapai Rp98,9 triliun pada 2024. 

  • Cukai Minuman Manis di Antara Isu Kesehatan dan Pendapatan Negara

    Cukai Minuman Manis di Antara Isu Kesehatan dan Pendapatan Negara

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekali lagi, pemerintah dan DPR sepakat untuk segera mengimplementasikan cukai minuman berpemanis dalam kemasan alias MBDK.

    Pemerintah menilai penerapan kebijakan itu perlu untuk menjaga kesehatan masyarakat, namun pelaku usaha merasa tujuan utama otoritas fiskal hanya demi mengerek pendapatan negara.

    Notabenenya, wacana penerapan cukai MBDK sudah ada sejak 2020. Kendati demikian, penerapannya terus diundur dari tahun ke tahun.

    Terbaru, rencana penerapan cukai MBDK kembali ditetapkan dalam Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Dalam rapat dengan pemerintah pada Jumat (22/8/2025), Komisi XI DPR juga sepakat dengan penerapan cukai MBDK pada tahun depan.

    “Pengaturan pengenaan cukai atas MBDK bertujuan untuk mendukung upaya pengendalian konsumsi atas produk yang memiliki eksternalitas negatif terhadap kesehatan sehingga dapat mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kualitas hidup masyarakat,” jelas pemerintah dalam dokumen Nota Keuangan RAPBN 2026, dikutip Minggu (24/8/2025).

    Kendati demikian, otoritas fiskal mengakui implementasi kebijakan itu berpotensi menghadapi risiko dari sisi kesiapan pelaku usaha, terutama bersumber dari keberagaman produk dan rantai distribusi yang berpotensi menimbulkan kompleksitas dalam pelaksanaan.

    Selain itu, pemerintah mengidentifikasi risiko dari masyarakat yang menyadari pentingnya kebijakan cukai minuman manis. Oleh sebab itu, pemerintah menyatakan siap menumbuhkan kesadaran dari masyarakat secara terus-menerus atas efek negatif dari konsumsi gula berlebih bagi kesehatan.

    “Hal lain yang perlu diantisipasi adalah kesiapan pelaku usaha dalam memenuhi kewajiban administrasi cukai MBDK, mulai dari penerapan cukai dan pelaporannya. Pemerintah akan secara berkesinambungan melakukan sosialisasi dan memberikan informasi serta edukasi lainnya yang relevan,” jelas Nota Keuangan.

    Produsen Belum Siap

    Asosiasi Industri Minuman Ringan alias Asrim menyatakan belum siap dengan penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan alias MBDK pada tahun depan.

    Ketua Umum Asrim Triyono Prijosoesilo mengaku tidak kaget dengan rencana implementasi cukai MBDK dalam RAPBN 2026. Menurutnya, rencana tersebut sudah masuk ke dalam APBN beberapa tahun terakhir meski tak kunjung terealisasi.

    Hanya saja, Triyono berharap pemerintah mempertimbangkan kondisi ekonomi dan dampak penerapan cukai MBDK ke industri. Dia berpendapat, cukai MBDK hanya akan menambah beban bagi industri yang ujungnya akan menjadi beban bagi konsumen/masyarakat.

    Cukai MBDK, sambungnya, akan mengakibatkan kenaikan harga produk yang akan berdampak pada penurunan penjualan. Apalagi, Asrim mencatat kinerja industri minuman siap saji dalam kemasan masih dalam tekanan besar. 

    “Pertumbuhan sejak 2023 terus menurun. 2023 pertumbuhan di kisaran 3,1%, kemudian menurun ke 1,2% di 2024. Bahkan kuartal I/2025, terus turun menjadi -1,3%. Ini perlu menjadi perhatian kita semua termasuk pemerintah,” kata Triyono kepada Bisnis, Rabu (20/8/2025).

    Dia menilai implementasi cukai MBDK sekedar upaya menambah jenis pajak baru guna menaikkan tax ratio atau rasio pajak terhadap produk domestik bruto. Menurut Triyono, otoritas fiskal seperti berburu di kebun binatang karena subjek pajak/cukai MBDK adalah perusahaan-perusahaan yang selama ini sudah membayar beragam jenis pajak.

    Tak hanya itu, klaimnya, penerapan cukai minuman manis terbukti di berbagai negara tidak efektif untuk menurunkan tingkat prevalensi penyakit tidak menular/obesitas.

    “Bagi Indonesia, kami meyakini hal yang sama akan terjadi. MBDK bukan kontributor utama sumber kalori bagi masyarakat Indonesia. Data BPS 2022 menunjukkan bahwa kontributor utama konsumsi kalori dalam pangan [makanan dan minuman] datang dari pangan yang disiapkan di rumah, sebesar 79%,” ucapnya.

    Oleh sebab itu, Triyono meyakini penerapan cukai MBDK hanya menyasar sebagian kecil sumber pasokan gula/kalori bagi masyarakat sehingga dampaknya ke penambahan beban industri dalam negeri.

    Target Penerimaan dari Cukai MBDK

    Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbhakun menjelaskan besaran tarif cukai MBDK masih akan dibahas bersama-sama antara parlemen dan pemerintah. Selain itu, sambungnya, akan ada pembahasan mengenai ambang batas atau threshold persentase kadar gula dalam MBDK yang akan dikenakan cukai.

    “Misalnya dalam kandungan per miligram itu 0,5 atau 0,3. Kita sepakat di threshold-nya. Jangan sampai kemudian dinolkan, kan enggak,” kata Misbakhun usai Rapat Pengambilan Keputusan atas Asumsi Dasar RAPBN 2026 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (22/8/2025).

    Adapun dalam APBN 2025, pemerintah sudah sempat menetapkan target penerimaan dari cukai MBDK yaitu sebesar Rp3,8 triliun—meski realisasinya masih nol karena kebijakannya belum terealisasi. Besaran target itu hanya setara 1,56% dari total target penerimaan cukai 2026 sebesar Rp244,2 triliun.