Kementrian Lembaga: BPS

  • OPINI: Paket Stimulus Tenaga Kerja

    OPINI: Paket Stimulus Tenaga Kerja

    Bisnis.com, JAKARTA – Dewasa ini pengangguran dan upaya menciptakan lapangan kerja baru menjadi tantangan utama yang harus dihadapi Indonesia.

    Berdasarkan survei Bank Indonesia yang dirilis pertengahan bulan September 2025 lalu, Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja (IKLP) Agustus 2025 tercatat 93,2 masih berada pada level kurang dari 100 atau berada di zona pesimistis.

    Berbeda dengan lulusan pascasarjana dan sarjana yang cenderung optimis, untuk pencari kerja berpendidikan SMA umumnya pesimistis menyikapi kondisi ekonomi nasional yang sedang tidak baik-baik saja. Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran di Indonesia per Februari 2025 bertambah 83.450 orang jika dibandingkan data Februari 2024.

    Berbagai kasus PHK dan angka pengangguran yang terus meningkat ini, bukan saja berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi dan menjadi beban sosial, tetapi juga sumber kecemasan bagi para pencari kerja. Untuk mencegah agar angka pengangguran tidak terus bertambah, Pemerintah Indonesia telah mengumumkan 17 paket stimulus ekonomi untuk tahun 2025—2026.

    Paket stimulus yang digulirkan intinya mencakup program akselerasi, keberlanjutan, dan penciptaan lapangan kerja. Penciptaan lapangan kerja menjadi prioritas tersendiri, sebab disadari bahwa barisan pencari kerja yang terus bertambah niscaya akan menjadi bom waktu yang berbahaya. Pengalaman unjuk rasa yang terjadi di Nepal menjadi pelajaran yang berharga tentang bagaimana kita seharusnya bersikap menghadapi peningkatan jumlah pengangguran di berbagai daerah.

    Dari total 17 paket stimulus ekonomi yang dikucurkan, pemerintah membagi ke dalam tiga kategori utama, yaitu: 8 program akselerasi untuk tahun 2025, termasuk magang lulusan baru, bantuan pangan, dan program padat karya tunai. Selanjutnya ada 4 program lanjutan hingga 2026, seperti perpanjangan insentif pajak UMKM dan diskon iuran BPJS.

    Selanjutnya ada 5 program prioritas untuk mendorong pengembangan penyerapan tenaga kerja, yang menjadi andalan pemerintah dalam membuka jutaan lapangan kerja baru. Melalui program unggulan yang ditargetkan menyerap lebih dari 3,5 juta tenaga kerja, pemerintah telah merancang ke sejumlah program unggulan, meliputi: pengembangan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang ditargetkan mampu menyerap 1,38 juta pekerja.

    Program Kampung Nelayan Merah Putih yang diharapkan dapat menciptakan 200.000 lapangan kerja di 100 desa pesisir. Program revitalisasi tambak pantura seluas 20.000 hektare yang diprediksi akan mampu menyerap 168.000 tenaga kerja.

    Sementara itu, untuk program modernisasi 1.000 kapal nelayan diharapkan akan dapat membuka 200.000 peluang kerja baru. Dan, yang terakhir program pengembangan perkebunan rakyat atau replanting 870.000 hektare yang diproyeksikan akan dapat menciptakan 1,6 juta lapangan kerja dalam dua tahun ke depan.

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, dalam kete-rangannya kepada media massa menyatakan bahwa pengguliran paket stimulus ekonomi ini dirancang untuk menjaga stabilitas fiskal, sekaligus memberi sinyal kuat kepada pasar bahwa pemerintah serius dalam memperluas kesempatan kerja dan mempertahankan momentum pertumbuhan.

    Meski didukung alokasi dana yang besar, bukan tidak mungkin program ini akan kurang maksimal karena krisis kepercayaan publik dan pasar. Untuk itu, membangun dan merebut kembali kepercayaan publik dan pasar menjadi penting.

    Program paket stimulus ekonomi ini, menurut pemerintah juga menyasar pekerja informal seperti ojek online, kurir, dan sopir dengan insentif berupa diskon iuran BPJS Ketenagakerjaan hingga 50%.

    Diskon iuran BPJS ini mencakup lebih dari 700.000 pekerja pada tahap awal. Dengan peluncuran 17 paket stimulus ekonomi, pemerintah menegaskan bahwa pemulihan ekonomi bukan hanya soal perbaikan angka makro ekonomi, tetapi juga soal membuka akses kerja nyata bagi jutaan warga yang membutuhkan.

    Indonesia, saat ini sedang dalam kondisi darurat pengangguran. PHK yang terjadi di berbagai industri di Tanah Air dan perkembangan aktivitas bisnis yang cenderung seret, menyebabkan peluang pencari kerja untuk mendapatkan pekerjaan menjadi makin kecil. Tanpa ada intervensi program dari pemerintah, bukan tidak mungkin daftar pencari kerja di Tanah Air akan makin panjang.

    PEMBERDAYAAN

    Dengan dukungan dana sebesar Rp16,23 triliun, harus diakui ini menjadi bukti komitmen pemerintah untuk mengatasi persoalan krisis ekonomi yang dihadapi masyarakat.

    Suntikan dana Rp200 triliun ke bank negara dan pengguliran program paket bantuan ke masyarakat berpotensi menjadi jalan cerah bagi pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja serta penguatan UMKM. Kendati demikian, yang masih menjadi persoalan adalah seberapa jauh pengguliran program paket stimulus ekonomi ini mampu berdampak signifikan bagi upaya perbaikan taraf kesejahteraan masyarakat, khusus dalam mengatasi persoalan pengangguran yang belakangan ini makin meresahkan?

    Pertanyaan ini penting dikaji secara mendalam, sebab diakui atau tidak, banyak pihak sebetulnya masih meragukan manfaat program paket stimulus ekonomi bagi upaya penciptaan lapangan kerja. Hingga saat ini, peran koperasi merah putih harus diakui masih belum seperti yang diharapkan.

    Demikian pula untuk program modernisasi perikanan, tentu sulit diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru karena modernisasi dan mekanisasi perikanan justru akan meminggirkan posisi buruh nelayan yang tidak memiliki apa-apa kecuali tenaga manualnya.

    Satu hal yang seharusnya dihindari dalam program penciptaan lapangan kerja adalah cara-cara instan yang hasilnya tidak jangka panjang. Keberlanjutan program sering terbukti terputus ketika program diperlakukan seperti proyek yang sifatnya sesaat.

    Berbeda dengan program berkelanjutan yang umumnya dibangun dari basis kultur dan modal sosial masyarakat yang kontekstual, program yang sifatnya top down umumnya dampaknya temporer dan segmenter.

    Pengalaman telah banyak membuktikan bahwa pelaksanaan program padat karya dan pemberian bantuan modal usaha, dampaknya hanya jangka pendek. Pada saat tahun anggaran berjalan, pelaksanaan program biasanya terkesan lancar dan efektif. Namun, lain soal ketika program tidak lagi didukung dana dan pendampingan dari pemerintah.

    Masyarakat yang menjadi kelompok sasaran program sering tidak memiliki sense of belonging, dan partisipasi mereka otomatis berhenti tatkala tidak lagi didukung anggaran yang cukup.

    Di berbagai daerah, selama ini program populis yang dikembangkan pemerintah umumnya tidak berorientasi pada upaya empowermentyang berkelanjutan. Program yang dilaksanakan umumnya lebih banyak menawarkan kesempatan kerja instan yang top down, dan tidak mempersiapkan sumber daya manusia yang ada untuk benar-benar berdaya dan melanjutkan program meski tidak ada lagi dukungan dana dari atas.

    Bahkan, yang lebih memprihatinkan, alih-alih membangun keberdayaan, program yang dikembangkan pemerintah sering justru mematikan potensi self-help masyarakat untuk berdaya menolong dirinya sendiri. Program yang digulirkan justru tanpa sadar malah menimbulkan ketergantungan yang menyebabkan keberlanjutan program menjadi terputus.

  • Barang-barang Makin Mahal, Ekonom Ungkap Indeks Harga Konsumen Naik 8,74 Persen

    Barang-barang Makin Mahal, Ekonom Ungkap Indeks Harga Konsumen Naik 8,74 Persen

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pengamat Ekonomi Awalil Rizky membeberkan data inflasi. Dia menyebut inflasi September 2025 naik dari tahun sebelumnya.

    Data itu dia dasarkan dari badan Pusat Statistik. September 2024, inflasi di Indonesia hanya 0,74 persen, lalu naik di tahun ini.

    “Inflasi tahun kalender September 2025 (y-to-d) sebesar 1,82%,” tulis Awalil dikutip dari akun X pribadinya, Selasa (7/10/2025).

    Sementara Indeks Harga Konsumen (IHK), juga turut melonjak.

    “Dihitung dari IHK Sep 2025 (108,74) dibanding IHK Des 2024 (106,80),” paparnya.

    Angkat itu menunjukkan kenaikan yang terbilang tinggi.

    “Relatif lebih tinggi dibanding beberapa tahun sebelumnya, kecuali pada 2022.,” ujarnya.

    Jika dihitung selama dua tahun sembilan bulan terakhir, kenaikan IHK tak main-main.

    “IHK juga menunjukkan kenaikan harga 8,74% selama 2 tahun 9 bulan ini,” pungkasnya.

    IHK dan sendiri diketahui akan menyebabkan kenaikan barang-barang. Terutama bahan pokok.
    (Arya/Fajar)

  • Pengeluaran Kurang dari Rp470 Ribu per Bulan di Magetan Baru Dikategorikan Miskin

    Pengeluaran Kurang dari Rp470 Ribu per Bulan di Magetan Baru Dikategorikan Miskin

    Magetan (beritajatim.com) – Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Magetan mencatat garis kemiskinan di wilayah setempat pada Maret 2025 naik menjadi Rp470.409 per kapita per bulan. Angka ini meningkat sebesar Rp15.290 atau 3,36 persen dibandingkan Maret 2024 yang sebesar Rp455.119.

    Dengan rata-rata rumah tangga miskin terdiri dari 4 hingga 5 anggota keluarga, maka garis kemiskinan per rumah tangga di Magetan mencapai sekitar Rp2,11 juta per bulan. Data ini berdasar berita statistik yang dirilis pada September 2025.

    Meski garis kemiskinan meningkat, BPS juga melaporkan bahwa persentase penduduk miskin justru mengalami penurunan. Pada Maret 2025, persentase penduduk miskin tercatat sebesar 9,14 persen, turun 0,18 persen poin dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 9,32 persen. Secara absolut, jumlah penduduk miskin di Magetan mencapai 58,38 ribu jiwa, berkurang sekitar 1,13 ribu orang dibandingkan tahun lalu.

    Kepala BPS Kabupaten Magetan menegaskan bahwa penurunan ini merupakan capaian positif meski garis kemiskinan meningkat. “Naiknya garis kemiskinan menunjukkan adanya kenaikan harga kebutuhan dasar, baik makanan maupun non-makanan. Namun di sisi lain, penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin menjadi bukti bahwa daya beli masyarakat perlahan membaik,” ujarnya.

    BPS juga mencatat Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di Magetan pada Maret 2025 turun menjadi 0,74 dari sebelumnya 1,09, sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) juga menurun dari 0,20 menjadi 0,12. Kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin mendekati garis kemiskinan, serta kesenjangan pengeluaran antarpenduduk miskin semakin kecil.

    Tren jangka panjang menunjukkan bahwa sejak 2012 kemiskinan di Magetan terus mengalami penurunan. Pada 2012, jumlah penduduk miskin mencapai 71,60 ribu jiwa atau 11,46 persen. Angka itu perlahan turun menjadi 58,38 ribu jiwa atau 9,14 persen pada 2025, meski sempat melonjak pada 2013 akibat kenaikan harga BBM dan pada 2020–2021 ketika pandemi Covid-19 melanda.

    Dalam konteks Jawa Timur, persentase penduduk miskin di Magetan pada Maret 2025 menempati peringkat ke-21 dan masih berada di bawah rata-rata provinsi. Hal ini menempatkan Magetan sebagai salah satu daerah dengan jumlah penduduk miskin relatif lebih rendah dibandingkan kabupaten besar lain di Jawa Timur.

    BPS Magetan menambahkan bahwa keberlanjutan program pemerintah sangat diperlukan agar penurunan angka kemiskinan terus terjaga. Sinergi antara pemerintah daerah, pusat, dan masyarakat bisa terus diperkuat. Kenaikan garis kemiskinan menjadi tantangan, tetapi dengan upaya bersama, kita bisa menjaga agar jumlah penduduk miskin tidak kembali meningkat. [fiq/aje]

  • Inflasi Medan Melonjak, Wali Kota Rico Waas Ungkap Akar Masalahnya
                
                    
                        
                            Medan
                        
                        7 Oktober 2025

    Inflasi Medan Melonjak, Wali Kota Rico Waas Ungkap Akar Masalahnya Medan 7 Oktober 2025

    Inflasi Medan Melonjak, Wali Kota Rico Waas Ungkap Akar Masalahnya
    Tim Redaksi
    MEDAN, KOMPAS.com
    – Wali Kota Medan, Rico Tri Putra Bayu Waas, menanggapi sorotan Kementerian Dalam Negeri yang menyebut Medan sebagai salah satu kota dengan tingkat inflasi tertinggi di Indonesia.
    Rico mengatakan, tim pengendali inflasi daerah (TPID) bersama Pemerintah Kota Medan, Bank Indonesia, Bulog, dan sejumlah pemangku kepentingan tengah mewaspadai lonjakan harga pada komoditas tertentu yang berdampak langsung pada masyarakat.
    “Baru-baru ini yang kita lihat itu adalah naiknya harga cabai. Ini sudah diprediksi BPS (Badan Pusat Statistik) akan terjadi,” kata Rico kepada
    Kompas.com
    melalui sambungan telepon, Senin (6/10/2025) malam.
    Menurut Rico, kenaikan harga cabai terjadi akibat masa panen di sentra produksi terganggu oleh kemarau panjang sehingga hasil panen berkurang. Kondisi itu membuat pasokan menurun dan harga melonjak di pasar.
    Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, Pemkot Medan berupaya memperkuat pasokan dengan menjalin kerja sama pengiriman cabai dari Pulau Jawa. Namun, jarak yang jauh membuat kualitas cabai menurun dan kurang diminati warga.
    “Nah, kami sedang mencari cara lagi bagaimana supaya transportasi itu bisa dipercepat walaupun harga sedikit lebih naik,” ujarnya.
    Selain itu, Rico mengatakan pihaknya mendorong Bank Indonesia untuk mengakomodasi petani binaan agar hasil panennya bisa langsung diserap pemerintah daerah sebagai upaya menjaga stabilitas harga.
    Dalam pengendalian inflasi, Pemkot Medan juga menaruh perhatian pada harga beras. Rico memastikan bahan pokok tersebut tetap tersedia dan terjangkau bagi masyarakat.
    “Kemarin warga sempat membeli premium dan akhirnya menjadi polemik karena harganya cukup tinggi, menurut masyarakat. Presiden sebelumnya juga sudah perintahkan untuk menyelenggarakan GPH (gerakan pangan murah),” kata Rico.
    Sebelumnya, Kemendagri menegur sejumlah kepala daerah karena dianggap pasif menghadapi lonjakan inflasi di wilayahnya. Sekretaris Jenderal Kemendagri, Tomsi Tohir, menyebut beberapa daerah hanya “berharap anugerah Tuhan Yang Maha Esa saja” tanpa langkah konkret menekan kenaikan harga.
    Dalam rapat pengendalian inflasi daerah, Tomsi menampilkan data provinsi dengan inflasi tertinggi, di antaranya Sumatera Utara (5,32 persen), Riau (5,08 persen), dan Aceh (4,45 persen). Kenaikan inflasi disebut berdampak langsung terhadap daya beli masyarakat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bos PHRI Blak-blakan Banyak Hotel Tutup & Dijual, Ini Biang Keroknya!

    Bos PHRI Blak-blakan Banyak Hotel Tutup & Dijual, Ini Biang Keroknya!

    Bisnis.com, JAKARTA — Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengungkapkan fenomena sejumlah hotel di Tanah Air menutup operasionalnya. Hal ini dipicu tingkat okupansi yang mengalami tren penurunan sepanjang tahun ini.

    Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani mengatakan bahwa fenomena itu salah satunya terjadi di daerah Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Penurunan daya beli ditengarai sebagai faktor utama penyebab penurunan tingkat penghunian kamar (TPK) atau okupansi hotel.

    “Tadi pagi saya baru rapat internal untuk menggambarkan, satu contoh aja, Cikarang. Cikarang dekat sekali dengan Jakarta ya, tetapi nge-drop banget okupansinya. Sampai ada beberapa hotel tutup beneran,” kata Hariyadi saat ditemui di Kantor Kementerian Pariwisata, Jakarta Pusat, Senin (6/10/2025).

    Tak hanya menghentikan operasional, pengusaha perhotelan di kawasan itu disebutnya bahkan mempertimbangkan untuk menjual bisnis mereka.

    Menurut Hariyadi, hal ini terbilang mengherankan. Pasalnya, dampak penurunan daya beli menjadi begitu terasa di kawasan industri yang mestinya menjadi penopang bisnis perhotelan.

    Pihaknya lantas memandang pengurangan anggaran pemerintah hingga penyesuaian yang dilakukan oleh industri turut mempengaruhi okupansi penginapan di kawasan tersebut.

    “Impact memang ada satu, dari anggaran pemerintah yang dipotong itu ada pengaruh, tapi yang kedua itu industri. Ternyata industri itu juga mengurangi budget termasuk vendornya, vendornya industri itu juga banyak yang mengurangi kunjungan,” ujarnya.

    Oleh karena itu, Hariyadi berharap agar kondisi tersebut tidak berlangsung terlalu lama. Momentum libur Hari Raya Natal dan Tahun Baru (Nataru) diharapkan dapat mengerek okupansi hotel pada pengujung 2025.

    Sebelumnya, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menyebut bahwa kondisi okupansi hotel yang tercermin dari tingkat penghunian kamar (TPK) mulai membaik secara nasional.

    Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana memaparkan bahwa okupansi hotel yang mengalami tren negatif pada paruh pertama tahun ini dipengaruhi oleh pergeseran pola wisatawan yang cenderung memilih opsi akomodasi lain seperti vila.

    “Ini yang sedang kami rapikan dan tertibkan. Vila-vila itu banyak sekali yang tidak terdaftar dan tidak membayar pajak,” kata Widiyanti saat ditemui Bisnis usai Rapat Paripurna DPR RI di Jakarta, Kamis (2/10/2025).

    Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tingkat penghunian kamar atau okupansi hotel klasifikasi bintang melanjutkan tren negatif pada Juli 2025. 

    Deputi Bidang Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini menyampaikan bahwa TPK hotel bintang pada Juli 2025 mencapai 52,79% atau mengalami peningkatan secara bulanan (month to month/MtM), tetapi mengalami penurunan secara tahunan sebesar 3,57% poin.

    Menurutnya, penurunan okupansi tersebut memang berlanjut, tetapi tidak sedalam Juni 2025 yang kontraksi sebesar 4,71% year-on-year (YoY). Kondisi serupa juga terjadi pada TPK hotel nonbintang yang mengalami penurunan sebesar 1,42% YoY pada Juli 2025.

  • AHY minta koordinasi harmonisasi Perpres logistik nasional diperketat

    AHY minta koordinasi harmonisasi Perpres logistik nasional diperketat

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Menko IPK) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) meminta agar koordinasi antarkementerian dan lembaga dalam harmonisasi Rancangan Perpres penguatan logistik nasional diperketat.

    “Intinya adalah dalam rangka harmonisasi rencana Perpres penguatan logistik nasional, juga finalisasi rencana aksi nasional penanganan kendaraan ODOL (over dimension over loading), kita harus semakin ketat dalam berkoordinasi,” kata AHY di Jakarta, Senin.

    Pada saat membuka Rapat Koordinasi Tingkat Menteri terkait Implementasi Rencana Aksi Nasional Penanganan Kendaraan Lebih Dimensi dan Lebih Muatan (ODOL), ia menjelaskan, harmonisasi rancangan Perpres tersebut di Kementerian Hukum ditargetkan selesai Oktober 2025 menjadi langkah penting memastikan kebijakan pengendalian ODOL berjalan efektif dan berkelanjutan.

    AHY menyebut pemerintah telah menggelar sejumlah rapat koordinasi tingkat menteri pada 6 Mei dan 17 Juli 2025 untuk menyelaraskan pandangan serta memperkuat sinergi lintas kementerian dan lembaga terkait kebijakan strategis tersebut.

    Selain itu, berbagai rapat teknis juga dilakukan hingga September 2025 untuk menuntaskan penyusunan langkah operasional dan memastikan kesiapan seluruh pihak dalam penerapan kebijakan zero ODOL di seluruh wilayah Indonesia.

    Sementara itu, kajian Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai dampak penerapan kebijakan ODOL terhadap biaya logistik, inflasi, dan perekonomian nasional sedang disusun dan ditargetkan selesai pada Desember 2025 mendatang.

    Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memimpin Rapat Koordinasi Tingkat Menteri terkait Implementasi Rencana Aksi Nasional Penanganan Kendaraan Lebih Dimensi dan Lebih Muatan atau ODOL di Jakarta, Senin (6/10/2025). ANTARA/Harianto

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Komisi VII DPR catat tren positif kunjungan wisatawan mancanegara

    Komisi VII DPR catat tren positif kunjungan wisatawan mancanegara

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Chusnunia Chalim mengapresiasi tren positif peningkatan jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi Indonesia selama periode Januari-Agustus 2025.

    “Data-data Ini menunjukkan tren positif dalam industri pariwisata Indonesia dibandingkan tahun lalu, bahkan secara kumulatif kunjungan kumulatif hingga Agustus 2025 ini adalah yang tertinggi sejak 2020,” kata Chusnunia dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

    Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah wisatawan mancanegara (wisman) pada Agustus 2025 mencapai 1,51 juta kunjungan, yang didominasi oleh warga negara Malaysia.

    Kementerian Pariwisata juga melaporkan pada bulan Januari sampai Agustus, jumlah kedatangan wisatawan ke Indonesia jauh lebih banyak daripada perjalanan wisatawan nasional ke luar negeri.

    Secara kumulatif, sepanjang Januari-Agustus 2025, jumlah perjalanan wisatawan nusantara mencapai 807,55 juta perjalanan, atau meningkat sebesar 19,71 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

    Hal ini tentunya ikut mendorong kenaikan perolehan devisa sebagai salah satu kontributor utama pendapatan negara.

    “Peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara tentunya akan berdampak pada akomodasi dan belanja wisatawan, lapangan kerja pariwisata yang terus terjaga, serta tumbuhnya peluang investasi infrastruktur pariwisata dan UMKM di destinasi pariwisata,” ujarnya.

    Chusnunia menilai kebijakan pemerintah dalam menerapkan aplikasi All Indonesia sebagai sistem deklarasi kedatangan penumpang internasional terpadu mulai 1 Oktober 2025 akan semakin menggugah minat wisatawan asing datang ke Indonesia.

    Ia juga menambahkan bahwa penerapan kebijakan tersebut menjadi bukti nyata Indonesia masuk ke era digitalisasi sebagaimana semangat dalam UU Kepariwisataan yang baru saja disahkan guna pariwisata sebagai salah satu instrumen pendorong pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan juga penguatan dialog antar budaya.

    Chusnunia juga mengungkapkan bila melihat data Trip.Best Global Rankings 2025, Bali dan Jakarta masuk sebagai dua dari 100 destinasi terbaik di dunia. Bali menempati posisi ke-10 dan Jakarta berada di posisi 41. Disamping itu 35 hotel, restoran, dan atraksi favorit Indonesia juga termasuk dalam daftar ini.

    “Ke depan kami optimis lewat strategi promosi dan pengembangan Kawasan-kawasan pariwisata baru kunjungan wisatawan mancanegara akan terus bertumbuh sehingga memberikan dampak pada perekonomian Indonesia,” tuturnya.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Harga emas bisa menguat tajam jika bank sentral lanjut pangkas bunga

    Harga emas bisa menguat tajam jika bank sentral lanjut pangkas bunga

    Jakarta (ANTARA) – PT Hartadinata Abadi Tbk, melalui HRTA Gold Insights, memperkirakan harga emas berpotensi kembali terdorong ke level yang lebih tinggi apabila Federal Reserve (The Fed) dan Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk melanjutkan penurunan suku bunga.

    Direktur Investor Relations HRTA Thendra Crisnanda, melalui keterangannya di Jakarta, Senin, menilai bahwa tren pasar emas akan terus memberi peluang bagi investor dan konsumen.

    “Kebijakan moneter global, pelemahan mata uang, dan tingginya pembelian emas oleh bank sentral menjadi katalis utama. Di sisi domestik, pelemahan rupiah semakin memperkuat peran emas sebagai aset lindung nilai, sehingga kami melihat momentum pertumbuhan yang kuat hingga akhir tahun,” kata Thendra.

    HRTA melihat pasar akan menantikan sejumlah agenda penting. Pertemuan The Fed pada akhir Oktober atau awal November 2025 berpotensi membuka ruang penurunan suku bunga lebih lanjut apabila data ekonomi Amerika Serikat (AS) masih menunjukkan perlambatan.

    Sementara itu, BI juga akan menggelar rapat pertengahan Oktober 2025 dengan opsi menjaga stabilitas rupiah sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi.

    Sebagai informasi, harga emas dunia hingga September 2025 kembali mencatatkan rekor tertinggi sepanjang sejarah dengan menembus lebih dari 3.800 dolar AS per troy ounce. Rata-rata harga emas pada September 2025 berada di level 3.663 dolar AS per troy ounce atau setara Rp1.945.864 per gram.

    Dibandingkan tahun lalu, harga emas dalam dolar AS meningkat 39,31 persen year on year (yoy), sementara dalam rupiah melonjak lebih tinggi hingga 51,69 persen yoy akibat pelemahan kurs.

    Secara bulanan, harga emas lokal pada September telah meningkat sebesar 10,42 persen month to month (mom).

    Kenaikan tajam harga emas ini, catat HRTA, dipicu oleh sejumlah faktor global. Kebijakan The Fed yang lebih dovish dengan penurunan suku bunga 25 bps, pelemahan dolar AS di sebagian besar negara, serta tensi geopolitik dan perang dagang yang berkelanjutan mendorong investor global memilih emas sebagai aset lindung nilai.

    Di sisi lain, bank sentral dunia pun terus meningkatkan cadangan emas dengan pembelian lebih dari 1.000 ton per tahun sejak 2022.

    Dari dalam negeri, BI turut memangkas suku bunga 25 bps menjadi 4,75 persen pada September 2025 yang semakin memperkuat daya tarik emas.

    Namun, langkah ini juga menekan rupiah yang sempat melemah hingga Rp16.970 per dolar AS dan rata-rata bergerak di level Rp16.500-16.600 per dolar AS sepanjang bulan. Kondisi tersebut membuat permintaan emas domestik meningkat signifikan.

    Data World Gold Council mencatat, permintaan emas di Indonesia pada paruh pertama 2025 tumbuh 20,87 persen yoy menjadi 21,2 ton, didominasi permintaan emas batangan.

    Sementara, HRTA mencatat penjualan 8,1 ton emas batangan pada periode yang sama, melonjak 76,86 persen dari tahun sebelumnya.

    “Momentum harga emas dunia menjadi pengingat bahwa emas adalah aset yang paling tahan terhadap gejolak global,” kata Direktur Utama HRTA Sandra Sunanto.

    Sandra menambahkan hal ini memperkuat visi bahwa emas tidak hanya berfungsi sebagai instrumen lindung nilai, tetapi juga bagian dari perencanaan keuangan jangka panjang keluarga Indonesia.

    Adapun per 6 Oktober 2025 pukul 08.41 WIB, harga HRTA Gold tercatat sebesar Rp2.217.000 per gram.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kenaikan harga emas dorong inflasi pada September 2025

    Kenaikan harga emas dorong inflasi pada September 2025

    ANTARA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan harga emas perhiasan menjadi faktor utama pendorong inflasi pada September 2025. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti di Jakarta, Senin (6/10), mengatakan kondisi ini turut mengerek inflasi tahunan ke level 2,65 persen dan inflasi tahun ini berjalan sebesar 1,82 persen. (Putri Hanifa/Andi Bagasela/Roy Rosa Bachtiar)

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Gaji Cuma Numpang Lewat, Kelas Menengah RI Dihajar Utang, Inflasi, dan Pajak

    Gaji Cuma Numpang Lewat, Kelas Menengah RI Dihajar Utang, Inflasi, dan Pajak

    Jakarta

    Kelompok kelas menengah di Indonesia terengah-engah menghadapi tekanan ekonomi yang semakin berat. Gaji yang mereka terima seketika habis hanya untuk membayar utang dan cicilan.

    Ekonom senior Institute for Development Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menjelaskan kondisi ini disebabkan oleh sejumlah faktor. Mulai dari faktor kondisi ekonomi nasional, regulasi perpajakan, hingga gaya hidup masyarakat itu sendiri.

    Dari faktor kondisi ekonomi, Tauhid mengatakan saat ini inflasi atau kenaikan harga barang dan jasa secara nasional per September 2025 sudah naik di atas 2%. Di mana menurut data BPS secara year-on-year inflasi nasional bulan kemarin sebesar 2,65% dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 108,74.

    Sayang, kenaikan inflasi ini tidak diiringi dengan kenaikan pendapatan masyarakat. Artinya harga barang dan jasa merangkak makin mahal, sementara pendapatan masih ‘jalan di tempat’.

    “Pertama, kalau kita lihat inflasi mulai naik lagi ya, mendekatkan di atas 2%. Nah, inflasi yang terjadi ini tidak diimbangi dengan kenaikan gaji dan pendapatan mereka. Saya kira ini fenomenanya itu penyebab pertama,” kata Tauhid kepada detikcom, Senin (6/10/2025).

    Kemudian secara regulasi, menurut Tauhid kehidupan kelas menengah saat ini sangat terbebani oleh pajak seperti PPN (pajak penambahan nilai). Hal ini dinilai membuat harga barang/jasa yang sudah naik imbas inflasi akan semakin mahal. Sehingga biaya hidup semakin tinggi.

    “PPN naik, kemudian beberapa kenaikan di komponen biaya hidup juga naik, terutama di transportasi dan komunikasi. Pajak, transportasi dan komunikasi ini sudah mulai bergerak naik lah,” ucapnya.

    “Kalau pajak kan jelas, tapi kalau transportasi dan komunikasi ini kan nggak sengaja. Biaya telekomunikasi itu makan komponen besar tuh, orang internet dan sebagainya. Termasuk transportasi, ojol dan sebagainya itu makan banget tuh kelas menengah,” sambung Tauhid.

    Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah kelas menengah di Indonesia tahun ini tahun ini sebanyak 46,85 juta jiwa. Foto: Pradita Utama

    Terakhir ada faktor dari kelas menengah sendiri yang kini dinilai semakin konsumtif. Di mana menurutnya tak sedikit orang yang kini banyak membeli barang atau jasa yang sebetulnya tidak terlalu mereka butuhkan.

    Padahal besaran gaji masih pas-pasan, membuat mereka mau tak mau mengambil pinjaman. Hal inilah yang membuat cicilan bulanan mereka semakin besar. Akibatnya gaji yang diterima hanya habis untuk bayar utang, dan sisanya hanya cukup untuk konsumsi makanan.

    “Memang sekarang kelas menengah di tengah digitalisasi, itu budaya konsumsinya semakin tinggi juga begitu ya. Misalnya dengan digitalisasi mereka gampang mengakses pembiayaan, belanja, dan sebagainya dengan digital. Sehingga budaya konsumstifnya akhirnya lebih tinggi dibandingkan sebelum-sebelumnya,” papar Tauhid.

    Sementara itu, Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira mengatakan salah satu faktor utama yang membuat kelompok kelas menengah kian terimpit utang adalah sulitnya mencari pekerjaan layak. Kondisi ini membuat pendapatan mereka jadi sangat terbatas, bahkan cenderung kurang yang kemudian mendorong mereka untuk ajukan pinjaman.

    “Kelas menengah tertekan sulitnya mencari pekerjaan yang stabil, dan upah layak. Pekerjaan ada tapi sebagian besar informal, basisnya kontrak tidak pasti,” jelas Bhima.

    Kemudian sama seperti Tauhid, dirinya juga turut menyoroti gaya hidup kelas menengah yang kerap kali tidak sesuai dengan besaran gaji atau pendapatan yang dimilikinya. Pada akhirnya membuat mereka rela berutang hanya karena keinginan sesaat.

    “Sebagian terjebak pada gaya hidup yang tidak sesuai kemampuan, FOMO lihat iklan sosial media lalu beli barang via paylater,” ucapnya.

    Lihat juga Video: Cara Sederhana Biar Gaji Tidak Habis di Tengah Jalan

    (igo/fdl)