Kementrian Lembaga: BPS

  • Ruang Penurunan Suku Bunga Mulai Terbatas, Bank Waspadai Tekanan Rupiah Jelang Akhir Tahun

    Ruang Penurunan Suku Bunga Mulai Terbatas, Bank Waspadai Tekanan Rupiah Jelang Akhir Tahun

    Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku industri perbankan merespons keputusan Bank Indonesia yang mempertahankan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI Rate di level 4,75%. 

    Mereka menilai ruang penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) ke depan mulai terbatas, seiring meningkatnya ketidakpastian global dan potensi tekanan terhadap nilai tukar rupiah menjelang akhir tahun.

    Direktur Utama KB Bank Kurnady Darma Lie mengatakan, meski kebijakan penurunan suku bunga BI sebesar 150 basis poin sepanjang tahun ini diharapkan memberi dorongan tambahan bagi pemulihan ekonomi, dampaknya terhadap pertumbuhan masih memerlukan waktu.

    Menurutnya, transmisi kebijakan moneter memiliki jeda waktu alias lagging, sehingga efek terhadap pertumbuhan tahun ini kemungkinan masih terbatas dan baru akan terasa lebih nyata pada 2026.

    “Ruang penurunan suku bunga tambahan diperkirakan mulai terbatas, mengingat dinamika eksternal seperti ketidakpastian arah kebijakan The Fed dan potensi tekanan terhadap nilai tukar rupiah di akhir tahun,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (23/10/2025). 

    Kurnady menambahkan, dengan inflasi domestik yang masih terkendali, BI memang masih memiliki ruang untuk mempertahankan kebijakan propertumbuhan. 

    Namun langkah ke depan kemungkinan akan bergeser ke arah policy calibration, guna menyeimbangkan stabilitas makroekonomi dengan dorongan terhadap pertumbuhan.

    Perbankan Masih Hati-hati

    Senada, Direktur Risiko, Kepatuhan, dan Hukum Allo Bank Ganda Raharja Rusli menyebutkan bahwa BI kemungkinan akan berhati-hati dalam melanjutkan penurunan suku bunga acuan.

    Dia menilai, menjaga selisih antara BI rate dan suku bunga acuan Amerika Serikat (Fed rate) menjadi kunci untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.

    “Para analis memperkirakan Fed rate masih bisa turun dua kali lagi sampai akhir 2025, total 50 basis poin. BI rate bisa saja mengikuti, namun kemungkinan lebih sedikit, untuk menjaga gap BI rate dan Fed rate, mengingat perlunya menjaga stabilitas rupiah di akhir tahun,” tuturnya.

    Sementara itu, Corporate Secretary Bank Mandiri M. Ashidiq Iswara menilai keputusan BI untuk menahan BI rate di level 4,75% pada Oktober 2025 merupakan langkah yang tepat untuk menjaga keseimbangan antara stabilitas makroekonomi dan dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

    Dia menambahkan, penguatan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) juga dapat memperkuat transmisi likuiditas ke sektor keuangan dan perekonomian riil.

    “Fokus kami tetap pada penyaluran pembiayaan sektor-sektor produktif dan strategis dengan prinsip kehati-hatian,” katanya.

    Adapun, BI mempertahankan suku bunga acuan BI rate di level 4,75%. Keputusan mempertahankan suku bunga itu masih melanjutkan tren pelonggaran kebijakan moneter akomodatif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.  

    Gubernur BI Perry Warjiyo mengemukakan bahwa keputusan untuk mempertahankan suku bunga itu ditetapkan dengan memperhatikan sejumlah indikator perekonomian baik global maupun domestik, termasuk perkembangan kredit di sektor perbankan.  

    “Keputusan ini konsisten dengan perkiraan inflasi 2025-2026,” ujar Perry, Rabu (22/10/2025). 

    Sejalan dengan itu, bank sentral juga tetap mempertahankan suku bunga Deposit Facility sebesar basis poin (bps) ke level 3,75% dan suku bunga Lending Facility 5,5%.

    Perry mengatakan keputusan suku bunga ini sejalan dengan perkiraan inflasi 2025 dan 2026 yang rendah, serta tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% dan upaya menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah di tengah ketidakpastian global, serta memperkuat pertumbuhan ekonomi. 

    “Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati ruang penurunan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi sejalan dengan rendahnya prakiraan inflasi dengan tetap mempertahankan stabilitas nilai tukar Rupiah,” jelasnya.

    Keputusan BI itu kembali di luar ekspektasi pasar. Pasalnya, sebelumnya konsensus ekonom yang dihimpun memproyeksikan Bank Indonesia (BI) kembali memangkas suku bunga acuan alias BI Rate ke level 4,50% dalam pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Rabu (22/10/2025).

  • Pengusaha Desak Pemerintah Setop Impor Baja Konstruksi Asal China dan Vietnam

    Pengusaha Desak Pemerintah Setop Impor Baja Konstruksi Asal China dan Vietnam

    Bisnis.com, JAKARTA — Indonesian Society of Steel Construction (ISSC) mendesak pemerintah untuk menyetop impor baja konstruksi dari China dan Vietnam. Pasalnya, kedua negara tersebut dinilai masif menjual baja murah ke pasar domestik dalam 2 tahun terakhir. 

    Ketua Umum ISSC Budi Harta Winata mengatakan, kalangan industri baja konstruksi nasional mulai gerah dengan serbuan baja impor dari kedua negara tersebut terjadi dalam skala besar dan dijual dengan harga yang tidak mencerminkan biaya produksi wajar.

    “Praktik ini telah menyebabkan distorsi pasar, menekan utilisasi pabrik domestik, mengganggu rantai nilai industri baja nasional, dan berpotensi menghapus kapasitas produksi strategis dalam negeri,” ujar Budi dalam keterangan resminya, Kamis (23/10/2025).

    Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), impor secara keseluruhan produk besi dan baja dari China mencapai US$2,39 miliar dengan volume 3,81 juta ton pada Januari-Agustus 2025. 

    Angka tersebut naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu US$2,16 miliar dengan volume 2,85 juta ton. Pada periode yang sama tahun 2023, impor dari China sekitar US$2 miliar dengan volume 2,31 juta ton. 

    Sementara itu, impor besi dan baja dari Vietnam pada Januari-Agustus 2023 sebanyak US$305,82 juta dengan volume 405,43 kg. Pada 2024 di periode yang sama, volume impor dari Vietnam mencapai 406,39 kg dengan nilai US$281,5 juta. Adapun, pada periode yang sama tahun ini, nilai impor Vietnam mencapai US$246,75 juta dengan volume 404,34 kg. 

    Dia menyebut, banjir baja impor itu bukan karena kapasitas produksi nasional yang kurang, melainkan akibat praktik predatory pricing, perbedaan regulasi, dan lemahnya pengawasan di jalur impor.

    Apabila situasi ini terus dibiarkan, Budi memperkirakan Indonesia berisiko kehilangan fondasi industrinya dan hanya menjadi pasar bagi kelebihan produksi negara lain.

    “Industri baja adalah tulang punggung kemandirian konstruksi nasional. Negara yang kehilangan industrinya, kehilangan kendali atas masa depannya,” jelasnya.

    Oleh karena itu, ISSC menilai pemerintah perlu segera mengambil langkah korektif untuk mengantisipasi dampak negatif serbuan baja impor terhadap pelaku industri dalam negeri.

    Dalam hal ini, pihaknya mengajukan lima tuntutan utama kepada pemerintah. Pertama, moratorium sementara impor baja konstruksi dari Vietnam dan China pada pos tarif tertentu yang terbukti mendistorsi pasar.

    Kedua, penerapan kebijakan anti-dumping dan safeguard sesuai PP 34/2011 serta ketentuan World Trade Organization (WTO). Ketiga, pengetatan mekanisme perizinan impor seperti Pertek, PI, SNI, dan LS agar tidak disalahgunakan.

    Keempat, prioritaskan produk baja dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan proyek strategis nasional. Kelima, cegah Indonesia menjadi tempat pembuangan (dumping ground) bagi kelebihan pasokan baja asing.

    Budi menekankan bahwa usulan tersebut bukan bentuk proteksionisme, melainkan langkah pertahanan industri yang sah dan sejalan dengan konstitusi. Tujuannya untuk menjaga keberlanjutan industri baja nasional dan menjamin keamanan konstruksi jangka panjang.

    “Tanpa kebijakan korektif, Indonesia hanya akan memiliki pasar baja, bukan industri baja, dan pasar tidak pernah memiliki kedaulatan,” pungkasnya.

  • Produki Beras Meningkat, Pemerintah Incar Percepatan Swasembada

    Produki Beras Meningkat, Pemerintah Incar Percepatan Swasembada

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mematok target swasembada pangan dalam kurun 2—3 bulan mendatang. Sasaran swasembada pangan tersebut turut ditopang dengan proyeksi produksi beras yang meningkat hingga akhir tahun.
     
    Menteri Pertanian/Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Andi Amran Sulaiman mengatakan bahwa pemerintah ingin mempercepat sasaran swasembada pangan dalam waktu yang cepat.
     
    Menurutnya, percepatan swasembada merupakan lompatan besar yang dapat diwujudkan secara kolaboratif.
     
    “Kalau target, swasembada secepat-cepatnya, menguntungkan petani, konsumen tersenyum. Jadi harus kita stabilkan harga. Stabilisasi harga bahan-bahan pokok, khususnya yang disubsidi pemerintah. Itu harus distabilkan. Swasembada ini sudah kita bertahap. Insyaallah doakan mudah-mudahan tidak ada halangan, 2-3 bulan ke depan bisa,” ujarnya dikutip dari keterangan resmi.
     
    Dia menuturkan Presiden Prabowo Subianto menargetkan swasembada pangan dalam kurun 4 tahun.
     
    “Mimpi kita, target Bapak Presiden 4 tahun swasembada, itu kita capai dalam waktu 1 tahun. Dan itu adalah lompatan besar yang kita buat bersama. Bukan saja Kementerian Pertanian, tapi semua anak bangsa yang ikut berpartisipasi. TNI, Polri, Kejaksaan, Bulog, Badan Pangan, semuanya,” kata Amran.
     
    Dalam kesempatan sebelumnya, Bapanas mencatat penyerapan beras produksi dalam negeri oleh Badan Urusan Logistik (Bulog) telah menembus 3 juta ton dengan kualitas beras yang terjaga baik.
     
    Stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang disalurkan oleh Perum Bulog telah melalui serangkaian upaya untuk memastikan kualitasnya.
     
    Dengan penyerapan produksi dalam negeri tersebut, katanya mesti dibarengi dengan berbagai upaya penjaminan kualitas sebelum stok disalurkan.
     
    Adapun upaya pemeliharaan yang dilakukan Bulog meliputi pemeriksaan awal beras saat masuk ke gudang dan kualitas beras di gudang secara berkala. Kemudian dilakukan pula dengan memastikan sanitasi gudang dan spraying (penyemprotan) hingga fumigasi apabila ada indikasi serangan hama.
     
    Dalam penyaluran ke masyarakat tetap memperhatikan kondisi riil kualitas beras yang apabila ditemukan penurunan mutu, tanpa menunggu lama, segera diterapkan tindakan seperti pemisahan dan reprocessing(pengolahan kembali). Bulog pun memastikan hanya beras layak konsumsi yang tersalurkan ke masyarakat.
     
    Sampai 6 Oktober, posisi stok beras di Bulog berada di angka total 3,89 juta ton yang terdiri dari CBP 3,83 juta ton dan komersial 56.600 ton.
     
    Sumber stok bersumber dari pengadaan dalam negeri dengan total 3,09 juta ton dengan realisasi penyaluran ke masyarakat melalui berbagai program di angka 870.800 ton.

    Lumbung Beras Nasional

    Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tiga provinsi di Indonesia yakni Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah masih menjadi lumbung produksi beras nasional.
     
    Total produksi beras di tiga wilayah itu mencapai 16,5 juta ton atau 49,72% dari total produksi nasional.
     
    Berdasarkan proyeksi BPS, produksi beras nasional periode Januari—November 2025 diperkirakan mencapai 33,19 juta ton.
     
    Provinsi Jawa Timur diperkirakan mencatat produksi beras hingga 5,79 juta ton, lalu Provinsi Jawa Barat tercatat 5,54 juta ton, dan Provinsi Jawa Tengah 5,17 juta ton.
     
    Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Edy Mahmud menuturkan total produksi beras nasional sampai dengan November 2025 diperkirakan melampaui capaian pada 2024 yang tercatat sebanyak 29,47 juta ton.
     
    “Lumbung produksi beras nasional masih di Pulau Jawa, khususnya Jatim, Jabar, dan Jateng. Kalau di luar Jawa, produksi tertinggi masih di Sulawesi Selatan,” katanya dalam keterangan resmi, Kamis (23/10/2025).
     
    Proyeksi sampai dengan November 2025, produksi beras di Provinsi Sulsel mencapai 3,02 juta ton.
     
    Adapun di Pulau Sumatra, lumbung produksi beras tercatat di Sumatra Selatan, Lampung, dan Sumatra Utara. Ketiga provinsi di Sumatra itu diperkirakan mampu mencatat total produksi beras sebanyak 5,29 juta ton.
     
    BPS juga mencatat luas panen padi pada Agustus 2025 sebesar 1,11 juta hektare, mengalami
    kenaikan sebesar 0,09 juta hektare atau 9,18% dibandingkan dengan luas panen padi di Agustus 2024 yang sebesar 1,02 juta hektare.
     
    Produksi padi dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP) pada Agustus 2025 diperkirakan sebanyak 6,73 juta ton GKP, mengalami kenaikan sebanyak 0,6 juta ton GKP atau 9,84% dibandingkan dengan produksi padi GKP di Agustus 2024 yang sebanyak 6,12 juta ton GKP.
     
    Produksi padi dalam bentuk Gabah Kering Giling (GKG) pada Agustus 2025 diperkirakan sebanyak 5,63 juta ton GKG, mengalami kenaikan sebanyak 0,51 juta ton GKG atau 9,9% dibandingkan dengan produksi padi GKG di Agustus 2024 yang sebanyak 5,12 juta ton GKG. (*)

  • Ketika Dunia Terjebak di Antara Dua Raksasa

    Ketika Dunia Terjebak di Antara Dua Raksasa

    Jakarta

    Ada yang berubah dalam wajah globalisasi. Dunia yang dulu percaya bahwa perdagangan bebas adalah jembatan menuju kemakmuran kini justru terbelah oleh tembok tarif dan sekat teknologi.

    Amerika Serikat dan Tiongkok-dua raksasa yang dulu saling membutuhkan-kini saling mencurigai. Perseteruan dagang yang pernah redup, kembali menyala dengan bara baru: perang atas masa depan ekonomi hijau dan kecerdasan buatan.

    Washington menaikkan tarif hingga 100 persen untuk mobil listrik asal Tiongkok, dengan dalih melindungi industri dalam negerinya. Beijing membalas dengan langkah senyap: membatasi ekspor grafit, gallium, dan germanium-bahan yang menjadi darah bagi industri baterai dan chip semikonduktor.

    Dunia pun bergetar, sebab yang diguncang bukan hanya harga, melainkan struktur kekuasaan ekonomi global.

    Dalam laporan IMF (2025), ketegangan ini diperkirakan memangkas pertumbuhan ekonomi dunia hingga 0,7 persen. Nilai yang tampak kecil di atas kertas, namun sejatinya menggoyang jutaan lapangan kerja dan rantai pasok lintas benua.

    AS kini menanggung defisit perdagangan USD 128 miliar terhadap Tiongkok, sementara ekspor Tiongkok ke negara-negara selatan melonjak-pertanda strategi Beijing mengalihkan porosnya ke BRICS, ASEAN, dan Afrika.

    Namun perang ini bukan lagi tentang baja atau tekstil, melainkan tentang siapa yang menguasai algoritma dan energi bersih. Tiongkok menguasai 80 persen pasar global baterai kendaraan listrik dan lebih dari 60 persen logam tanah jarang (rare earth) yang jadi bahan dasar chip dan turbin angin.

    Sementara AS berupaya mempertahankan supremasi lewat subsidi besar-besaran untuk energi bersih dan pembatasan ekspor teknologi tinggi. Dunia menyaksikan dua raksasa bertarung di medan baru: medan ideologi ekonomi.

    Kini globalisasi bergerak dengan wajah lain. Ia tak lagi menebarkan keterbukaan, melainkan menciptakan blok-blok kepentingan yang semakin tertutup. Neo-merkantilisme modern hadir dalam bentuk kebijakan proteksi hijau dan nasionalisme teknologi.

    Setiap negara berlomba melindungi rantai pasok kritisnya, seolah dunia kembali ke masa pra-WTO-masa ketika kekuatan diukur dari siapa yang mampu memproduksi sendiri dan menutup diri dari risiko luar. Dunia menjadi cermin retak tempat keadilan ekonomi global dipertaruhkan.

    Bagi negara berkembang, situasi ini adalah ujian kebijakan. Banyak yang tergoda mengikuti pola proteksionisme, padahal tanpa kesiapan industri dan riset, proteksi hanya memperlambat pembelajaran.

    ASEAN, termasuk Indonesia, seharusnya tidak sekadar menjadi arena rebutan, tetapi menjadi arsitek tata niaga baru yang lebih seimbang. Perdagangan harus dipandang bukan sebagai kompetisi tanpa batas, melainkan sebagai ekosistem kolaboratif berbasis teknologi dan keberlanjutan.

    Indonesia berada tepat di tengah badai itu. Menurut BPS (April 2025), impor nonmigas dari Tiongkok mencapai USD 25,77 miliar, hampir 40 persen dari total impor nasional. Sebaliknya, ekspor kita ke sana hanya USD 18,9 miliar, sebagian besar bahan mentah.

    Kita masih berdiri di ujung rantai nilai global, menambang lebih banyak daripada mencipta. Di saat negara lain menyiapkan pabrik chip, kita baru menyiapkan gudang bijih nikel.

    Padahal, sejarah jarang memberi peluang kedua. Ketika perusahaan global menjalankan strategi China+1 untuk mencari lokasi produksi baru, Indonesia seharusnya menjadi magnet alami: kaya sumber daya, berpenduduk muda, dan berada di jantung ASEAN. Tapi peluang itu tak akan berarti tanpa reformasi struktural: penyederhanaan regulasi, investasi di riset, dan keberanian membangun ekosistem industri hijau.

    Kita perlu menyiapkan strategi baru-bukan sekadar menunggu investasi datang, melainkan menciptakan daya saing berbasis value creation. Pemerintah perlu berani mengubah paradigma hilirisasi: dari sekadar mengolah bahan mentah menjadi alat diplomasi ekonomi yang menghubungkan industri dalam negeri dengan rantai pasok global. Indonesia harus menjadi simpul, bukan hanya sumber.

    Perang dagang ini sejatinya adalah panggung besar untuk menilai siapa yang siap melangkah ke era baru. Dunia tak lagi diatur oleh tarif semata, tetapi oleh inovasi, efisiensi, dan kecerdasan buatan. Mereka yang menguasai teknologi akan menguasai rantai pasok; mereka yang hanya mengandalkan bahan mentah akan tertinggal dalam sejarah.

    Kita perlu keluar dari logika lama-bahwa kekayaan alam cukup untuk menjamin masa depan. Yang menentukan bukan apa yang ada di perut bumi, melainkan apa yang tumbuh di kepala manusia. Indonesia harus menyiapkan diri menjadi produsen nilai tambah, bukan sekadar pemasok bahan mentah.

    Mungkin inilah waktunya Indonesia mengambil posisi yang lebih berani: menjadi jembatan antara dua raksasa, bukan korban tarik-menarik di antara keduanya. Dengan diplomasi ekonomi yang cerdas, kita bisa memanfaatkan kebijakan proteksi mereka sebagai ruang inovasi bagi diri sendiri. Sebagaimana Jepang pascaperang dan Korea pada era 1980-an, kita bisa menulis narasi kebangkitan melalui teknologi, bukan sekadar perdagangan.

    Jika perang dagang ini adalah pertarungan dua raksasa, maka negara seperti kita adalah para penonton yang punya pilihan: sekadar menatap atau mulai menulis naskah sendiri. Namun sejarah selalu berpihak pada mereka yang berani melangkah keluar dari ketakutan. Setiap krisis menyimpan biji peluang, setiap guncangan global membuka celah bagi bangsa yang mau berinovasi.

    Dunia boleh terbelah antara Washington dan Beijing, tetapi masa depan tidak akan menunggu mereka saja. Ia akan berpihak kepada yang berpikir cepat, berinvestasi dalam pengetahuan, dan menolak tunduk pada nasib.

    Mungkin, di antara riuh mesin dan senyap pasar dunia, Indonesia sedang menulis babnya sendiri. Sebuah kisah kecil di tengah panggung besar-tentang bangsa yang mencoba berdiri tegak di antara dua bayang raksasa, menatap masa depan dengan kepala tegak, dan berkata pelan: kami tidak ingin hanya menjadi pasar, kami ingin menjadi pemain.

    Edi Setiawan. Dosen dan Peneliti FEB Universitas Muhammadiyah Prof DR HAMKA.

    (rdp/imk)

  • BI Rate Tetap, Apindo Suarakan Kemudahan Akses Kredit

    BI Rate Tetap, Apindo Suarakan Kemudahan Akses Kredit

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyuarakan kemudahan akses kredit sejalan dengan langkah Bank Indonesia (BI) mempertahankan BI rate sebesar 4,75%.

    Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani mengatakan kebijakan moneter bank sentral ini tentunya mempertimbangkan kinerja nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

    Terlebih, BI mencatat nilai tukar rupiah pada Selasa (21/10/2025) mencapai Rp16.585 per dolar AS atau menguat 0,45% dari posisi pada akhir September 2025. Kendati demikian, kinerja mata uang garuda melemah pada September 2025 sebesar 1,05% dibandingkan dengan Agustus 2025.

    “Kebijakan ini masih selaras dengan pertimbangan macroprudential ekonomi Indonesia, khususnya dalam konteks potensi pelemahan nilai tukar yang masih relatif tinggi,” ujar Shinta kepada Bisnis, Rabu (22/10/2025).

    Kendati demikian, dia mengakui bahwa suku bunga acuan yang rendah belum mampu menggerakkan sektor riil karena kendala kredit masih ada. Dia menyebut pemerintah perlu memperhatikan pula ketersediaan dana untuk kredit serta melakukan relaksasi terhadap ketentuan dan penilaian risiko kredit oleh perbankan.

    “Salah satu instrumen penting untuk menciptakan quantitative easing bagi sektor riil adalah relaksasi ketentuan kredit dan penilaian risiko kredit oleh perbankan, agar sektor perbankan dapat memberikan kredit lebih banyak kepada peminjam dengan persepsi risiko lebih tinggi seperti UMKM,” jelasnya.

    Dari data BI, penurunan suku bunga acuan sebesar 150 basis poin (bps) sepanjang tahun ini ternyata belum mampu menurunkan suku bunga kredit perbankan secara signifikan. Penurunan suku bunga kredit hanya sebesar 15 bps, yakni dari 9,2% pada awal tahun menjadi 9,05% pada September 2025.

    Tak heran bila Shinta menyebut penurunan suku bunga acuan saja tidak cukup untuk menggerakkan perekonomian. Dia menuturkan jika ketiga faktor seperti suku bunga kompetitif, ketersediaan dana, dan relaksasi kredit, dijalankan secara serentak, dampak percepatan ekonomi bisa terlihat dalam 3–6 bulan dan akan berlanjut lebih lama jika dilakukan secara konsisten.

    Lebih lanjut, dia mengingatkan bahwa upaya mendorong pertumbuhan ekonomi tidak cukup hanya dari sisi pembiayaan. Saat ini, tantangan utama justru berasal dari meningkatnya ketidakpastian dan ketidakpastian iklim usaha, baik di dalam maupun luar negeri.

    “Stimulasi pertumbuhan ekonomi tidak bisa hanya dari sisi financing. Kelesuan ekonomi saat ini lebih disebabkan oleh meningkatnya uncertainty (ketidakpastian) dan unpredictability iklim usaha, sehingga banyak pelaku usaha memilih menahan ekspansi,” tegasnya.

    Shinta pun mendorong pemerintah untuk meningkatkan efisiensi biaya berusaha serta mempercepat deregulasi dan pemangkasan birokrasi perizinan usaha sebagai langkah konkret memperkuat kepercayaan pelaku usaha dan investor. Terkait strategi ekspansi ke depan, Apindo menilai sebagian besar pelaku usaha lebih memilih memperkuat bisnis inti dan menjaga pangsa pasar yang sudah ada.

    “Banyak perusahaan memilih membentuk konsorsium untuk menurunkan risiko usaha, atau mengadopsi teknologi guna meningkatkan produktivitas tanpa menambah beban tenaga kerja secara berlebihan,” tuturnya.

  • BI Ungkap Efek Rp 200 T Purbaya ke Perekonomian

    BI Ungkap Efek Rp 200 T Purbaya ke Perekonomian

    Jakarta

    Bank Indonesia menilai bahwa kebijakan penempatan dana saldo anggaran lebih (SAL) pemerintah di perbankan oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dapat berdampak terhadap penurunan suku bunga perbankan. Total ada sebanyak Rp 200 triliun yang telah ditempatkan pemerintah di Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

    Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, tidak hanya penempatan dana SAL di perbankan, penurunan suku bunga perbankan juga didukung dengan adanya berbagai pelonggaran kebijakan moneter dari BI.

    “Bank Indonesia memandang penurunan suku bunga perbankan perlu terus didorong, sejalan dengan pelonggaran kebijakan moneter yang telah ditempuh Bank Indonesia serta penempatan dana SAL oleh pemerintah di perbankan,” kata Perry, dalam Konferensi Pers Hasil RDG BI, melalui saluran telekonferensi, Rabu (22/10/2025).

    Namun demikian, menurut Perry, saat ini penurunan suku bunga perbankan masih lambat jika dibandingkan dengan penurunan BI Rate. BI sendiri setidaknya telah menurunkan suku bunga sebanyak enam kali sebesar 150 basis poin (bps).

    “Dibandingkan penurunan BI Rate 150 basis poin (bps), suku bunga deposito 1 bulan turun 29 bps 4,81% menjadi 4,52% pada September 2025, dari awal 2025,” ujarnya.

    Menurutnya, kondisi ini utamanya dipengaruhi oleh pemberian special rate kepada deposan besar yang mencapai 26% dari total DPK Bank. Penurunan suku bunga kredit perbankan bahkan tercatat lebih lambat.

    “Penurunan suku bunga kredit perbankan bahkan berjalan lebih lambat yaitu hanya sebesar 15 bps dari 9,20% pada awal 2025 menjadi sebesar 9,05% pada September 2025,” ujarnya.

    Di sisi lain, menurut Perry, kebijakan penempatan SAL Rp 200 triliun ini juga berdampak pada kenaikan jumlah uang beredar di perekonomian. Pertumbuhan uang primer (M0) adjusted mencapai 18,58% secara tahunan (year on year/yoy) pada September 2025.

    Adapun uang primer adjusted sendiri ialah uang primer yang telah memperhitungkan dampak penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) akibat pemberian kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM).

    “Ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan M0 atau tanpa memperhitungkan dampak KLM yang sebesar 13,16% yoy. Dari faktor yang mempengaruhi kenaikan uang primer adjusted ini dipengaruhi oleh ekspansi keuangan pemerintah pada tagihan bersih kepada pemerintah pusat net claim on government NCG,” ujar Perry.

    Sementara itu, pelonggaran kebijakan moneter berdampak pada pertumbuhan uang beredar dalam arti luas (M2), yang mana per Agustus 2025 meningkat dari 5,46 persen (yoy) pada Januari 2025 menjadi 7,59% (yoy).

    Dari sisi komponen, kenaikan pertumbuhan M2 ditopang oleh peningkatan uang beredar dalam arti sempit (M1) dari 7,25% yoy pada Januari menjadi 10,51% yoy pada Agustus 2025. Hal ini sejalan dengan naiknya pertumbuhan uang kartal dari 10,30% yoy pada Januari menjadi 13,41% yoy pada Agustus 2025.

    “Dari sisi faktor yang mempengaruhi kenaikan M2 terutama berasal dari peningkatan aktifa luar negeri bersih dan ke depan jumlah uang beredar diperkirakan akan meningkat sejalan dengan ekspansi kebijakan fiskal pemerintah dan juga ekspansi likuiditas kebijakan monetar yang ditempu oleh Bank Indonesia,” kata dia.

    (kil/kil)

  • Warga Sulsel Tenang! Satgas Pastikan Tidak Ada Penimbunan Beras, Stok Melimpah

    Warga Sulsel Tenang! Satgas Pastikan Tidak Ada Penimbunan Beras, Stok Melimpah

    FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Tidak ingin masyarakat diperhadapkan dengan harga beras mahal, Satgas Pangan Provinsi Sulsel langsung bereaksi.

    Berkolaborasi dengan Bulog, Satgas Pangan Sulsel melakukan rapat koordinasi di Barugga Lappo Ase, Jalan AP Pettarani, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar, Rabu (22/10/2025).

    Kastgas Pangan Polda Sulsel, Kombes Pol Dedi Supriyadi, mengatakan, mereka diasistensi langsung oleh tim dari Bappanas, dan Satgas Pangan Pusat Mabes Polri.

    “Kenapa beras harus dikendalikan? Karena ini wujud nyata kehadiran negara, kehadiran pemerintah, memperhatikan distribusi dan harga beras,” ujar Dedi kepada awak media.

    Dikatakan Dedi, Pemerintah telah menggelontorkan begitu banyak anggaran melalui APBN untuk mewujudkan swasembada dan stabilitas harga beras.

    “Kehadiran Satgas di sini untuk memastikan harga beras di pasaran sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang dikeluarkan oleh Bapanas,” ucapnya.

    Bukan hanya itu, kata Dedi, Satgas juga bakal memastikan tidak ada penimbunan maupun perbuatan curang di pasaran.

    “Misalnya repacking untuk meningkatkan mutu yang tidak sesuai aturan perundang-undangan,” sebutnya.

    Dibeberkan Dedi, dalam upaya itu ia berkolaborasi dengan Kanwil Bulog, Dinas Perdagangan, Dinas Ketahanan Pangan, BPS, dan pihak lainnya.

    “Dari pemantauan kami di Enrekang dengan Palopo, memang ada sedikit yang di atas HET. 2 dari 24 kabupaten/kota,” Dedi menuturkan.

    “Nanti akan kami asistensi, kami pelajari dengan data-data itu apakah terjadi penimbunan atau suplai yang kurang. Jika suplai kurang, Bulog harus segera melakukan operasi pasar di sana,” tambahnya.

  • Golkar: Pemerintahan Prabowo lakukan penataan sistematis dalam setahun

    Golkar: Pemerintahan Prabowo lakukan penataan sistematis dalam setahun

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik Partai Golkar Idrus Marham menilai berbagai langkah yang ditempuh Presiden Prabowo Subianto dalam menjalankan amanah rakyat satu tahun pertama menunjukkan arah penataan yang sistematis serta berlandaskan falsafah dan ideologi bangsa.

    Menurut dia, kebijakan pemerintah saat ini bukan sekadar administrasi teknis, melainkan merupakan bagian dari pembaruan mendasar terhadap sistem pengelolaan negara.

    “Langkah Presiden Prabowo sangat jelas. Beliau melakukan penataan menyeluruh berdasarkan nilai-nilai falsafah dan ideologi bangsa seperti asas kekeluargaan, gotong royong, nasionalisme, dan keadilan sosial,” ujar Idrus dalam keterangan di Jakarta, Rabu.

    Idrus menjelaskan langkah awal pemerintah berupa memantapkan kembali nilai dasar pembangunan nasional agar sejalan dengan empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.

    Selanjutnya, pemerintah melakukan evaluasi serta pembongkaran terhadap praktik lama yang tidak mencerminkan nilai ideologis bangsa dan kerap hanya menguntungkan kelompok tertentu.

    Menurut dia, Prabowo sudah bersikap tegas. dan tidak ragu membongkar sistem lama yang tidak berpihak kepada rakyat, termasuk di sektor energi dan sumber daya alam, di mana banyak kebijakan selama ini yang tidak sesuai dengan kepentingan rakyat banyak.

    Dikatakan bahwa langkah itu terlihat dalam kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di bawah Menteri Bahlil Lahadalia. Dalam beberapa bulan terakhir, Bahlil mempercepat reformasi tata kelola tambang dan energi dengan memberi akses lebih besar kepada UMKM, koperasi, serta masyarakat daerah.

    “Golkar menilai kebijakan Pak Bahlil sangat inovatif dan memihak rakyat. Pengelolaan sumber daya alam tidak boleh hanya dinikmati segelintir elite, tetapi harus melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama,” ucap dia.

    Data Badan Geologi 2025 menunjukkan pemerintah telah memperbarui Neraca Sumber Daya Mineral dan Batubara Indonesia untuk 29 komoditas utama, termasuk nikel, tembaga, emas, dan bauksit.

    Idrus menyebutkan langkah tersebut menjadi bentuk transparansi dan efisiensi pengelolaan sumber daya alam nasional.

    Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 mencapai 5,12 persen, yang sebagian besar didorong oleh hilirisasi tambang dan perluasan peran UMKM di sektor energi.

    Dirinya pun berpendapat perubahan besar tersebut membutuhkan waktu, komunikasi publik yang efektif, dan bukti nyata di lapangan.

    “Penataan besar tidak bisa instan. Ini bukan sulap, melainkan proses yang membutuhkan dukungan dan partisipasi semua pihak,” kata Idrus.

    Ia juga menegaskan komitmen partainya, di mana Golkar siap di garis terdepan mendukung agenda reformasi pemerintahan Prabowo-Gibran.

    “Kami memastikan arah pembangunan tetap berlandaskan ideologi bangsa dan menghadirkan kesejahteraan yang nyata bagi seluruh warga,” ungkapnya menegaskan.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Core Ungkap Gap Data Ekspor Batu Bara ke India, RI Bisa Rugi Rp1 Triliun per Tahun

    Core Ungkap Gap Data Ekspor Batu Bara ke India, RI Bisa Rugi Rp1 Triliun per Tahun

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengungkap adanya selisih mencolok antara data ekspor batu bara Indonesia dan data impor yang dicatat oleh negara mitra utama seperti India dan China. 

    Temuan ini dinilai menimbulkan potensi kerugian signifikan bagi penerimaan negara. Adapun, perbedaan data tersebut terlihat jelas dari catatan ekspor-impor kedua negara. 

    Dalam catatannya, untuk China, selisihnya masih tergolong kecil, sekitar US$150 juta–US$160 juta pada 2024. Namun, untuk India gapnya jauh lebih besar.

    “Yang cukup mengagetkan adalah selisih antara data ekspor kita ke India dan data impor yang dicatat India. Nilainya mencapai US$2,3 miliar pada 2024, bahkan pernah US$3,8 miliar pada 2022,” kata Faisal dikutip Rabu (22/10/2025). 

    Menurut Faisal, data mirroring tersebut kerap digunakan untuk mengidentifikasi potensi kebocoran atau aktivitas ilegal, seperti yang pernah dilakukan pemerintah dalam menelusuri impor tekstil dan produk tekstil (TPT) ilegal. 

    Namun, beda data itu kini terjadi pada ekspor batu bara RI. Dia membandingkan pencatatan ekspor batu bara Indonesia di BPS dengan pencatatan ekspor dari sejumlah negara, dalam hal ini China dan India. 

    “Kalau benar data India lebih akurat, berarti sekitar 26% ekspor batu bara kita ke India tidak tercatat dalam data Indonesia. Ini tentu menimbulkan pertanyaan besar soal akurasi pencatatan dan potensi kebocoran,” ujarnya.

    Dia melakukan simulasi perhitungan untuk membuat melihat potensi kerugian negara dari selisih tersebut, dengan asumsi tarif PPh 22 ekspor sebesar 1,5%. 

    Berdasarkan data gap US$3,8 miliar pada 2022, potensi kehilangan penerimaan negara bisa mencapai US$57 juta atau hampir Rp1 triliun per tahun.

    “Kalau dikonversi, hanya dari India saja potensi kehilangan pajak ekspor kita hampir Rp1 triliun per tahun. Ini baru dari satu negara, belum dari mitra dagang lainnya,” tuturnya.

    Dia menegaskan, penyebab pasti dari selisih besar ini masih perlu ditelusuri. Namun, yang mencurigakan perbedaan data antara ekspor Indonesia dan impor India terjadi secara konsisten sejak 2015.

    “Kalau dilihat trennya, gap ini sudah muncul sejak 2015 sekitar US$800 juta, lalu naik terus hingga 2022. Setelah itu memang turun sedikit pada 2023–2024, tapi tetap di atas US$2 miliar. Artinya, ini bukan fenomena sesaat,” tambahnya.

    Menurut Faisal, kondisi ini memperkuat urgensi perbaikan tata kelola dan transparansi data ekspor minerba, termasuk dengan penerapan sistem digital dan integrasi lintas lembaga. 

    Apalagi, dia menyebut akurasi data menjadi kunci agar kebijakan fiskal dan pengawasan sektor batu bara berjalan optimal.

    “Pemerintah perlu memperkuat sistem pencatatan ekspor-impor secara digital agar bisa di-cross check langsung dengan data negara mitra. Ini penting untuk menutup celah kebocoran penerimaan negara,” tutupnya.

  • Apa Capaian Satu Tahun Prabowo-Gibran di Sektor Pangan?

    Apa Capaian Satu Tahun Prabowo-Gibran di Sektor Pangan?

    Jakarta

    Selama satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto-Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, produksi beras telah mengalami peningkatan.

    Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman memprediksi produksi beras tahun ini akan mencapai 34 juta ton. Dengan begitu, ia menyebut Indonesia telah mencapai swasembada beras.

    “Diperkirakan akhir tahun produksi sesuai BPS 34,3 juta ton. naik 4 juta ton dalam satu tahun. Ini adalah lompatan tertinggi sepanjang sejarah. Alhamdulillah kalau tidak ada arah melintang, satu bulan-dua bulan ke depan kita mencapai swasembada dalam waktu sesingkat-singkatnya,” kata dia dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Rabu (22/10/2025).

    Untuk meningkatkan produksi itu, Prabowo telah mengeluarkan 18 kebijakan baru, mulai dari perbaikan irigasi, pemangkasan regulasi pupuk subsidi, menaikkan harga gabah kering panen (GKP), peningkatan volume pupuk 9,55 juta ton, hingga penurunan harga pupuk subsidi.

    “Regulasi pupuk dulu harus 12 menteri setujui, baru pupuk beredar. Kemudian gubernur seluruh Indonesia harus tanda tangan, terakhir 514 bupati dan wali kota se-Indonesia harus tandatangan, regulasi yang mengikat 145 regulasi,” ungkapnya.

    Kontribusi sektor pertanian pada produk domestik bruto (PBD) 13,83%. Kesejahteraan petani juga diklaim telah meningkat. Hal itu dibuktikan dengan Nilai Tukar Petani (NTP) yang kini naik ke angka 124,36.

    “Ini tertinggi. Yang mempengaruhi adalah adanya kenaikan HPP. Itu instruksi Bapak Presiden langsung menaikkan dari Rp 5.000/kg menjadi Rp 6.500/kg. Alhamdulillah petani menikmati harga itu.

    Penindakan Mafia Pangan

    Tak hanya itu, Amran mengatakan di bawah kepemimpinan Prabowo telah menindak tegas mafia pangan mulai dari masalah kualitas beras dan kasus pupuk palsu. Amran menyebutkan untuk masalah pupuk subsidi yang telah ditindak melibatkan 27 perusahaan. Sementara tersangka kasus perberasan disebut mencapai 70 tersangka.

    “Kita harus berjuang bersama. Presiden selalu perintahkan, hilangkan koruptor, mafia hilangkan. Dan tolong support petani seluruh Indonesia, beri yang terbaik,” tegasnya.

    Saat ini pemerintah juga memperketat pengawasan pupuk subsidi. Pemerintah memutuskan untuk menurunkan harga pupuk subsidi.

    Amran mengimbau agar penurunan harga ini ditaati oleh distributor, pengecer pupuk subsidi mentaati aturan terbaru ini. Jika tidak, ia mengancam akan mencabut izin usaha distributor dan pengecer yang berani sengaja menaikkan harga pupuk subsidi.

    “Jangan coba-coba menaikkan harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Kalau ini dinaikkan, kita izinnya akan dicabut,” ucapnya.

    Penurunan harga pupuk subsidi dikeluarkan melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1117/Kpts./SR.310/M/10/2025 tanggal 22 Oktober 2025 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Pertanian Nomor 800/KPTS./SR.310/M/09/2025 tentang Jenis , Harga Eceran Tertinggi dan Alokasi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2025.

    Penurunan ini meliputi seluruh jenis pupuk bersubsidi yang digunakan petani, yaitu urea dari Rp 2.250/kilogram (kg) menjadi Rp 1.800/kg, NPK dari Rp 2.300/kg menjadi Rp 1.840/kg, NPK kakao dari Rp 3.300/kg menjadi Rp 2.640/kg, ZA khusus tebu dari Rp 1.700/kg menjadi Rp 1.360/kg, dan pupuk organik dari Rp 800/kg menjadi Rp 640/kg.

    Tonton juga Video: Capaian Polri dalam Setahun Pemerintahan Prabowo di Sektor Pangan

    (ada/fdl)