Kementrian Lembaga: BPS

  • Soal utang, Purbaya jamin posisi RI masih aman

    Soal utang, Purbaya jamin posisi RI masih aman

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjamin posisi utang Indonesia yang mencapai Rp9.138,05 triliun, setara 39,86 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), masih dalam level yang aman.

    Dalam kegiatan “Sarasehan 100 Ekonom Indonesia” di Jakarta, Selasa, Purbaya menjelaskan lembaga pemeringkat menilai kemampuan fiskal suatu negara berdasarkan dua indikator utama, yakni deficit to GDP ratio dan debt to GDP ratio, di mana rekor Indonesia berada di bawah standar kedua indikator tersebut.

    Untuk defisit terhadap PDB, misalnya, Uni Eropa dalam perjanjian Maastricht Treaty menetapkan ambang batas sebesar 3 persen terhadap PDB. Sedangkan defisit Indonesia terjaga dalam level di bawah 3 persen, dengan catatan terakhir sebesar Rp371,5 triliun atau 1,56 persen terhadap PDB per 30 September 2025.

    Sementara rasio utang RI yang berada pada level 39,86 persen di bawah ambang batas rasio utang yang ditetapkan Maastricht Treaty sebesar 60 persen terhadap PDB.

    “Jadi, dengan standar internasional yang paling ketat pun, kita masih prudent,” ujar Purbaya.

    Bendahara negara pun berjanji akan menjaga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk tidak melampaui ambang batas defisit 3 persen. “Dalam waktu dekat nggak akan berubah, nggak akan saya ubah itu, akan saya jaga terus baik tahun ini dan tahun depan,” katanya lagi.

    Purbaya baru akan mengevaluasi kebutuhan penyesuaian pendapatan negara dan rasio utang bila perekonomian Indonesia sudah mampu mencetak pertumbuhan 8 persen.

    “Kalau tumbuh 7 persen, misalnya, kami pertimbangkan. Perlu nggak kita kurangi pajak? Atau perlu nggak kita kurangi utang atau tambah utang untuk tembus 8 persen? Tapi kan hitungannya jelas di atas kertas. Kalau sudah 7 persen saya naikkan sedikit, orang juga senang,” tuturnya.

    Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Suminto merinci utang Indonesia tercatat sebesar Rp9.138,05 triliun per Juni 2025, dengan distribusi pada pos pinjaman sebesar Rp1.157 triliun dan Surat Berharga Negara (SBN) Rp7.980,87 triliun.

    Suminto menyebut pemerintah akan merilis data utang secara triwulanan mulai tahun ini, bukan bulanan seperti tahun-tahun sebelumnya.

    Kebijakan ini bertujuan memastikan statistik utang lebih kredibel karena disesuaikan dengan ukuran PDB nasional yang dirilis setiap kuartal oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Menaker Ungkap Capaian 1 Tahun Prabowo: BSU, UMP Naik, dan Diskon BPJS

    Menaker Ungkap Capaian 1 Tahun Prabowo: BSU, UMP Naik, dan Diskon BPJS

    Jakarta, Beritasatu.com – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) memaparkan sejumlah capaian selama 1 tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Berbagai kebijakan dan program pro pekerja berhasil dijalankan, termasuk lanjutan program positif dari pemerintahan sebelumnya.

    Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengakui, sektor ketenagakerjaan Indonesia menghadapi tantangan besar, dengan jumlah angkatan kerja mencapai 146 juta orang. Dari total tersebut, 40% merupakan pekerja formal, sedangkan 60% lainnya bekerja pada sektor informal.

    “Terkait peningkatan kesejahteraan buruh, tantangannya memang tidak mudah,” ujarnya di kantor Kemenaker, Jakarta, Selasa (28/10/2025).

    Menurut Yassierli, pemerintah telah menetapkan kenaikan UMP 2025 sebesar 6,5% sebagai bentuk komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja di seluruh Indonesia.

    Inovasi lain adalah penerapan bonus hari raya (BHR) bagi pekerja mitra, seperti driver ojek online dan kurir marketplace. BHR ini diberikan pada momen Idulfitri sebagai bentuk penghargaan terhadap kontribusi mereka dalam perekonomian digital.

    Yassierli menjelaskan, program BSU juga kembali dijalankan tahun ini. Pemerintah memberikan bantuan tunai sebesar Rp 300.000 per bulan selama dua bulan, dibayarkan sekaligus sebesar Rp 600.000.

    Bantuan ini diprioritaskan bagi 15,2 juta pekerja yang berpenghasilan di bawah Rp 3,5 juta per bulan dan belum menerima program keluarga harapan (PKH). “Alhamdulillah, BSU sudah disalurkan pada Juni dan Juli,” ungkap Yassierli.

    Melalui BPJS Ketenagakerjaan, pemerintah memberikan diskon 50% iuran jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKM) bagi sektor padat karya. Kebijakan ini berlaku sejak 13 Oktober 2024 hingga Desember 2025, sesuai Permenaker Nomor 10 Tahun 2024, guna membantu perusahaan yang terdampak tekanan ekonomi tanpa mengurangi perlindungan pekerja.

    Selain itu, Kemenaker bekerja sama dengan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) serta Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menyediakan rumah subsidi bagi buruh dan pekerja. Kolaborasi ini diharapkan dapat memperkuat kesejahteraan pekerja sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

    “Subsidi rumah ini adalah contoh nyata pendekatan kesejahteraan yang kami dorong,” tutup Yassierli.

  • RI Terbitkan Dim Sum Bond Pertama Dalam Sejarah, Incar Rp 14 T

    RI Terbitkan Dim Sum Bond Pertama Dalam Sejarah, Incar Rp 14 T

    Jakarta

    Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pertama kalinya menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) berdenominasi mata uang Chinese Renminbi (CNH) alias Dim Sum Bonds dengan format SEC Shelf Registered. Total nilainya mencapai 6 miliar yuan CNH atau Rp 14,02 triliun (kurs Rp 2.337).

    Dim Sum Bonds diterbitkan di era Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam dua seri, masing-masing tenor 5 tahun (RICNH1030) senilai 3,5 miliar yuan dengan kupon tetap 2,5% dan 10 tahun (RICNH1035) senilai 2,5 miliar yuan berkupon tetap 2,9%.

    Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu mengatakan penerbitan dilakukan pada 23 Oktober 2025 dengan tanggal penyelesaian pada 31 Oktober 2025. Hasil penerbitan akan digunakan untuk membiayai kebutuhan APBN 2025, sekaligus memperluas basis investor global.

    “Penerbitan ini berhasil menarik minat yang luas dari investor global, termasuk investor onshore Tiongkok, dengan total final orderbook mencapai CNH18 miliar,” tulis DJPPR dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (28/10/2025).

    Penawaran awal sempat berada pada kisaran 45 basis poin (bps) di atas imbal hasil (yield) pasar untuk tenor 5 tahun dan 40 basis poin untuk tenor 10 tahun, namun minat yang besar mendorong penetapan yield akhir di level 2,5% dan 2,9%.

    Total permintaan (final orderbook) tercatat mencapai 18 miliar CNH atau terserap tiga kali lipat dari nilai penerbitan. DJPPR menilai tingginya animo investor global dan domestik mencerminkan kepercayaan pasar terhadap stabilitas ekonomi dan kredibilitas pengelolaan fiskal Indonesia. Langkah ini juga sebagai bagian dari strategi diversifikasi pembiayaan APBN di tengah dinamika pasar global berdenominasi Renminbi yang terus berkembang.

    Obligasi yang diterbitkan ini memperoleh peringkat Baa2 dari Moody’s, BBB dari S&P, dan BBB dari Fitch, serta akan dicatatkan di Singapore Exchange Securities Trading Limited (SGX-ST). Adapun Bank of China, HSBC dan Standard Chartered Bank bertindak sebagai Joint Lead Managers dalam transaksi tersebut.

    (aid/ara)

  • Kini, Pemuda Bersumpah Tanpa Keteladanan

    Kini, Pemuda Bersumpah Tanpa Keteladanan

    Kini, Pemuda Bersumpah Tanpa Keteladanan
    Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
    SEMBILAN
    puluh tujuh tahun setelah Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, bangsa ini masih sibuk merayakannya dengan upacara dan pidato yang sama.
    Sementara makna persatuan yang dulu diperjuangkan generasi muda kini terasa asing di tengah kepemimpinan yang kehilangan teladan.
    Generasi muda kini hidup dalam dunia yang jauh berbeda. Mereka tumbuh di tengah ketimpangan ekonomi, ketidakpastian kerja, dan sistem sosial yang menua sebelum memberi mereka kesempatan.
    Di saat pemerintah menuntut idealisme, kejujuran, dan nasionalisme dari generasi muda, mereka justru jarang diberi figur yang dapat diteladani.
    Sumpah untuk bersatu menjadi simbol yang kehilangan penuntun moral karena ruang kepemimpinan publik semakin miskin contoh.
    Generasi muda bukan tidak peduli pada bangsa, tetapi mereka hidup dalam kondisi yang membuat kepedulian terasa tidak cukup.
    Data Badan Pusat Statistik (BPS, Statistics of Indonesian Youth 2024) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran pemuda usia 15–24 tahun mencapai 16,3 persen, tertinggi di Asia Tenggara.
    Sekitar 63 persen pekerja muda berada di sektor informal dengan pendapatan di bawah upah minimum.
    Harga rumah meningkat hampir 12 kali lebih cepat ketimbang pertumbuhan upah rata-rata selama dekade terakhir.
    Biaya kuliah naik 8 persen per tahun, sementara lapangan kerja berkualitas semakin sedikit.
    Di tengah tekanan ini, anak muda dituduh tidak tahan banting, padahal struktur ekonomi yang membuat daya juang mereka menjadi tak terlihat.
    Generasi boomer yang kini mendominasi panggung politik dan birokrasi sering lupa bahwa mereka tumbuh dalam masa ketika negara menyediakan subsidi pendidikan, pekerjaan stabil, dan harga kebutuhan dasar masih rasional. Kini semua itu telah hilang.
    Ironisnya, generasi yang pernah diuntungkan sistem itu pula yang justru paling keras menilai generasi penerusnya secara negatif.
    Mereka menuntut keteladanan dari bawah, tetapi lupa bahwa keteladanan harus dimulai dari atas.
    Bagi banyak anak muda, negara kini tidak lagi tampak sebagai pelindung atau pengarah moral, melainkan sebagai institusi yang sibuk menegur dan mencari kambing hitam.
    Presiden Prabowo Subianto, yang seharusnya menjadi figur pemersatu bangsa, terlalu sering tampil sebagai konfrontator moral.
    Dalam berbagai pidato, ia menegur rakyat dengan nada tinggi, menyalahkan masyarakat karena tidak bersyukur, dan menepis kritik sebagai bentuk ketidakpahaman terhadap kebijakan negara.
    Gaya komunikasi seperti ini memperlihatkan relasi kuasa yang timpang: pemimpin memosisikan diri sebagai sumber tunggal kebenaran, sementara rakyat hanya merupakan pendengar yang harus menerima.
    Ketika seorang presiden merasa selalu benar dan masyarakat selalu salah, di situlah keteladanan berhenti.
    Bahaya dari model seperti ini terletak pada efek reproduksinya. Ketika presiden bersikap tidak mau dikritik, pejabat di bawahnya akan meniru.
    Menteri meniru gaya marah di depan publik; kepala daerah meniru gaya menyalahkan rakyat; rektor meniru gaya menggurui mahasiswa.
    Dalam waktu singkat, sistem kekuasaan berubah menjadi rantai peniruan tanpa refleksi.
    Ketegasan hanya bahasa ikut-ikutan belaka. Dari pusat hingga daerah, masyarakat menyaksikan pejabat yang memamerkan kemarahan, bukan ketenangan; pembenaran, bukan tanggung jawab.
    Dalam kondisi seperti ini, kepercayaan publik tidak mungkin tumbuh karena contoh yang baik sudah berhenti di puncak.
    Zygmunt Bauman dalam
    Liquid Modernity
    (2000) menyebut masyarakat modern sebagai dunia yang kehilangan stabilitas moral.
    Ketika figur publik tidak konsisten antara kata dan tindakan, rakyat akan menggantinya dengan budaya performa.
    Kebenaran bergeser menjadi tontonan, dan keaslian diganti oleh kepiawaian memainkan citra. Pemimpin tampil bukan untuk memimpin, tetapi untuk dipertontonkan.
    Media sosial memperkuat ilusi ini. Anak muda tumbuh di tengah masyarakat yang menilai keaslian bukan dari integritas, tetapi dari aneka gaya.
    Christopher Lasch dalam
    The Culture of Narcissism
    (1979) menjelaskan bahwa ketika masyarakat kehilangan figur panutan, individu akan mencari pengakuan melalui citra diri.
    Fenomena ini tampak dalam cara banyak anak muda mengekspresikan diri di dunia digital.
    Mereka sering dicemooh sebagai generasi narsistik, tetapi sebenarnya mereka sedang mengisi kekosongan simbolik yang ditinggalkan oleh negara.
    Mereka belajar dari contoh yang mereka lihat. Jika pejabat marah di depan kamera dan tetap mendapat tepuk tangan, maka mindset yang terbentuk adalah performa memang lebih dihargai daripada integritas.
    Jika pejabat mengaku paling benar dan kebal kritik, maka kejujuran tampak seperti kelemahan.
    Pemerintah sering berbicara tentang gotong royong dan nasionalisme, tetapi dalam praktiknya lebih suka menimpakan kesalahan kepada masyarakat.
    Ketika terjadi kemacetan, rakyat disalahkan karena tidak tertib. Ketika harga pangan naik, rakyat disalahkan karena tidak efisien. Ketika ada kegelisahan politik, media sosial disalahkan karena dianggap provokatif.
    Dalam setiap masalah, yang bersalah selalu masyarakat; yang benar selalu negara.
    Padahal, inti dari pemerintahan yang bermoral adalah kesediaan untuk bertanggung jawab terlebih dahulu sebelum menuntut tanggung jawab orang lain.
    Pierre Bourdieu dalam
    Outline of a Theory of Practice
    (1977) menyebut bahwa manusia bertindak dalam kerangka habitus, yakni kebiasaan sosial yang dibentuk oleh struktur kekuasaan.
     
    Ketika struktur itu mengajarkan bahwa menyalahkan lebih aman daripada mengakui salah, maka seluruh kebiasaan sosial akan mengikuti pola itu.
    Inilah yang terjadi di Indonesia hari ini. Dari politik hingga pendidikan, kita menyaksikan budaya menyalahkan mengakar sebagai norma.
    Pemimpin yang memaki rakyat dianggap tegas, sedangkan pemimpin yang mau mendengar justru dianggap lemah.
    Dalam jangka panjang, bangsa akan kehilangan kemampuan untuk belajar dari kesalahan karena tidak ada yang mau mengakuinya.
    Generasi muda akhirnya tumbuh di tengah kekacauan simbolik ini. Mereka tidak kehilangan moralitas, tetapi kehilangan konteks untuk menghidupkannya. Mereka tidak kehilangan cita-cita, tetapi kehilangan ruang untuk memperjuangkannya.
    Banyak di antara mereka yang memilih diam bukan karena apatis, tetapi karena lelah menghadapi sistem yang tidak mendengar dan tidak menghargai.
    Ada pula yang memilih jalur sendiri, membangun komunitas sosial, gerakan lingkungan, koperasi digital, atau platform pendidikan daring, sebagai cara baru untuk mewujudkan cita-cita kebangsaan tanpa harus menunggu izin dari negara.
    Data Indikator Politik Indonesia (2024) menunjukkan bahwa meskipun hanya 28 persen anak muda tertarik pada partai politik, lebih dari 70 persen terlibat dalam kegiatan sosial berbasis komunitas.
    Mereka mungkin tidak mempercayai elite politik, tetapi mereka masih mempercayai solidaritas. Artinya, semangat kebangsaan belum mati; ia hanya mencari bentuk baru yang lebih jujur.
    Namun, jika pemerintah terus memperlakukan mereka sebagai ancaman atau objek penghakiman, maka koneksi moral antara negara dan rakyat muda akan semakin retak.
    Krisis keteladanan yang terjadi sekarang memperlihatkan kegagalan moral institusional.
    Negara lebih sibuk menjaga citra ketimbang menegakkan teladan. Dalam situasi ini, tuntutan moral dari pemimpin kepada rakyat menjadi kehilangan bobot.
    Setiap seruan untuk bersatu terdengar hampa ketika yang menyerukan tidak memberi contoh kesediaan untuk berubah.
    Seorang Presiden yang marah di depan kamera tidak sedang mengajar disiplin, melainkan menunjukkan kehilangan kendali atas kepercayaan. Ia bukan sedang memimpin bangsa, tetapi sedang menegaskan jarak antara dirinya dan rakyatnya.
    Bahaya paling serius dari hilangnya keteladanan ialah efek psikologisnya terhadap generasi muda.
    Dalam teori Bauman, modernitas cair melahirkan masyarakat yang kehilangan jangkar moral. Anak muda tumbuh dengan banyak tuntutan, tetapi sedikit panduan.
    Mereka diminta disiplin, tapi melihat pejabat korup; diminta jujur, tapi menyaksikan kebohongan di televisi; diminta mencintai bangsa, tapi melihat kemewahan yang tidak bisa mereka capai.
    Dalam kondisi seperti itu, moralitas tidak lagi terasa sebagai panggilan bersama, tetapi sebagai beban yang sepihak.
    Krisis hanya bisa dipulihkan dengan contoh atau teladan. Jika teladan adalah figur pemimpin tertinggi, maka Presiden harus menunjukkan bahwa kepemimpinan bukan panggung, melainkan tanggung jawab. Begitu pun pejabat lainnya.
    Anak muda sebenarnya butuh dilibatkan dengan kepercayaan. Jika pejabat terus tampil sebagai figur yang menolak kritik dan melempar beban moral kepada rakyat, maka gaya kepemimpinannya akan menjadi cermin yang buruk bagi bangsa.
    Kepala daerah akan belajar bahwa menegur rakyat lebih mudah daripada memperbaiki kebijakan. Pejabat publik akan belajar bahwa marah di depan kamera lebih efektif ketimbang bekerja dalam diam.
    Dalam waktu singkat, seluruh birokrasi akan meniru cara yang sama, dan generasi muda akan menyaksikan bagaimana kekuasaan semakin kehilangan kebijaksanaan. Mereka akan belajar bahwa kemarahan adalah bahasa resmi negara.
    Namun, harapan belum sepenuhnya hilang. Di tengah semua kekecewaan itu, masih banyak anak muda yang memilih jalan reflektif.
    Mereka tidak menunggu teladan dari atas, melainkan membangunnya dari bawah. Komunitas pendidikan gratis, gerakan sosial digital, inisiatif lingkungan, hingga proyek ekonomi solidaritas terus bermunculan di berbagai kota.
    Di situ lahir bentuk keteladanan baru, yakni kesediaan untuk menolong tanpa pamrih, bekerja lintas identitas, dan menjaga integritas dalam ruang kecil dan tidak terekspos sekalipun.
    Sumpah Pemuda dulu adalah pernyataan untuk bersatu sebagai bangsa. Kini sumpah itu perlu diperbarui menjadi janji untuk saling percaya.
    Generasi muda perlu percaya bahwa suara mereka sesungguhnya berarti, dan generasi tua perlu percaya bahwa yang muda bukanlah ancaman.
    Begitu kepercayaan publik runtuh, moral negara ikut retak. Pemimpin yang tak mau memberi contoh bukan hanya gagal memimpin, tetapi sedang membiarkan masyarakat tumbuh tanpa pedoman. Dari situ, hilangnya keteladanan berubah menjadi awal disorientasi bangsa.
    Sebuah bangsa tidak bisa hidup hanya dari kebanggaan masa lalu. Ia harus memberi alasan moral bagi generasi muda untuk tetap percaya pada masa depan.
    Presiden, menteri, kepala daerah, wakil rakyat hingga rektor dan semua yang berada di puncak kekuasaan harus mengerti bahwa keteladanan adalah satu-satunya bentuk kepemimpinan yang tidak bisa dipalsukan.
    Ia tidak lahir dari kemarahan dan arogansi, tetapi dari kesediaan untuk belajar bersama rakyat.
    Bila negara ingin generasinya bersumpah kembali untuk Indonesia, maka negara harus terlebih dahulu menepati sumpahnya sendiri, dengan menjadi teladan yang adil, rendah hati, dan manusiawi. Semoga!
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Live Now! 100 Ekonom Bahas Potensi Ekonomi RI di Tengah Gejolak Dunia

    Live Now! 100 Ekonom Bahas Potensi Ekonomi RI di Tengah Gejolak Dunia

    Jakarta, CNBC Indonesia – Upaya pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi nasional menghadapi jalan terjal di 2025. Bukan tanpa alasan, kombinasi atas tekanan global dan domestik membuat ekonomi nasional beberapa kali mengalami gangguan.

    Sebut saja konflik geopolitik global seperti perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China dan ketegangan di Timur Tengah. Hal ini berdampak pada rantai pasok dan lonjakan harga minyak dunia. Sedangkan di dalam negeri, perlambatan ekonomi dipengaruhi oleh lemahnya sektor manufaktur, meningkatnya jumlah gelombang PHK, dan daya beli masyarakat yang tertekan.

    Berbagai tantangan ini menyebabkan asumsi dasar APBN 2025 meleset. Di sisi lain, kebijakan efisiensi belanja pemerintah belum berdampak optimal bagi pertumbuhan ekonomi.

    Dari sisi moneter, Indonesia sempat mengalami deflasi 0,08% pada Agustus 2025, sebelum akhirnya kembali mencatat inflasi sebesar 0,21% pada September 2025. Nilai tukar rupiah juga masih bergejolak dan berada di level Rp 16.629 per dolar AS pada Kamis (23/10/2025). Padahal, Bank Indonesia (BI) telah melakukan berbagai intervensi, termasuk dengan memangkas suku bunga acuan hingga ke level 4,75%.

    Indonesia juga masih menghadapi masalah ketimpangan sosial dan antar wilayah. Hal ini terlihat dari tingkat kemiskinan, pengangguran, disparitas layanan kesehatan, pendidikan, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

    Sebagai contoh, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kemiskinan Indonesia mencapai 23,85 juta orang per Maret 2025. Meski angka kemiskinan secara nasional tersebut merupakan yang terendah selama dua dekade, angka kemiskinan di perkotaan justru mengalami kenaikan 6,66% pada September 2024 menjadi 6,73% pada Maret 2025.

    Melihat hal tersebut,Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) dan forum ekonom menggelar Sarasehan 100 Ekonom Indonesia pada hari ini Selasa, 28 Oktober 2025 mulai pukul 09:00 WIB di Auditorium Menara Bank Mega, Jakarta.

    Sarasehan 100 Ekonom Indonesia merupakan forum dialog para ekonom bersama pemerintah yang diselanggarakan oleh INDEF sejak 2016. INDEF pun kembali bekerja sama dengan CNBC Indonesia dalam penyelenggaraan Sarasehan 100 Ekonom Indonesia 2025 dan disiarkan secara langsung melalui CNBC Indonesia TV dan CNBCIndonesia.com.

    Sarasehan 100 Ekonom Indonesia dimulai dengan Welcoming Speech oleh Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti. Setelah itu dilanjutkan dengan Keynote Speech oleh Deputi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Ferry Irawan yang diikuti dengan penyerahan Buku 100 Ekonom secara Simbolis kepada Perwakilan Kemenko Perekonomian.

    Usai acara pembukaan, Sarasehan 100 Ekonom dilanjutkan dengan dialog dengan para Menteri yang meliputi beberapa klaster prioritas, yaitu hilirisasi, kedaulatan energi, sumber daya manusia dan kesehatan, serta fiskal dan moneter.

    Sarasehan 100 Ekonom Indonesia ini diharapkan dapat memberikan saran kebijakan kepada pemerintahan, sehingga ekonomi Indonesia akan semakin kuat dalam menghadapi gejolak kondisi dunia dan memberikan kesejahteraan untuk Masyarakat Indonesia.

    Jadi, jangan lupa saksikan secara langsung di CNBC Indonesia Televisi dan live streaming di CNBCIndonesia.com dan juga YouTube CNBC Indonesia.

    (dpu/dpu)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Jurus Rp200 T Purbaya Berefek, Bank Tak Lagi Susah Cari Nasabah

    Jurus Rp200 T Purbaya Berefek, Bank Tak Lagi Susah Cari Nasabah

    Jakarta, CNBC Indonesia – Chief Economist BNI Leo Putera Rinaldy mengatakan penempatan dana SAL Rp200 triliun oleh pemerintah berpotensi menurunkan suku bunga perbankan, namun butuh waktu.

    “Kita melihat bahwa transmisi, apalagi nanti ada penempatan dana likuiditas SAL (Saldo Anggaran Lebih) kepada perbankan yang akan disalurkan ke kredit, itu tentu akan mempunyai potensi menurunkan suku bunga perbankan,” ucap Leo kepada CNBC Indonesia dikutip pada Senin (27/10/2025).

    Lebih lanjut Leo mengatakan bahwa penempatan SAL tersebut dapat menjadi pengganti DPK dengan special rate perbankan. Sehingga dapat menurunkan tingkat suku bunga kredit.

    “Impact-nya sebagai contoh cost of fund. Jadi kalau kita lihat penempatan SAL bunga yang dibayarkan bank kepada pemerintah, itu kalau kita lihat cukup rendah, itu kan 80% dari BIR. Jadi kalau kita lihat yang kita bayarkan itu mungkin di kisaran 3-4%. Sehingga ini menjadi peluang bagi bank sebenarnya untuk memanfaatkan penempatan ini untuk menggantikan dana-dana mahal atau DPK special rate,” ujarnya.

    Meskipun demikian, Leo mengatakan bahwa penurunan suku bunga karena DPK special rate tersebut membutuhkan waktu karena sifatnya kontrak sehingga tidak bisa langsung menurunkan bunga.

    “Mungkin membutuhkan waktu karena DPK-DPK special rate ini bentuknya kontraktual. Jadi tidak serta-merta bisa langsung digantikan karena jatuh temponya mungkin baru 3 bulan ke depan. Sehingga kita melihat bahwa efek dari penempatan SAL ini terhadap cost of fund, itu mungkin baru akan kelihatan di 3 bulan berikutnya,” ujar Leo.

    DPK special rate sendiri menjadi perhatian BI dan pemerintah karena menghambat transmisi kebijakan moneter suku bunga perbankan. Pasalnya special rate membuat suku bunga perbankan turun lebih lambat dibandingkan suku bunga BI.

    Gubernur BI Perry Warjiyo pun mengungkap bahwa special rate kepada deposan besar yang mencapai 26% dari total DPK bank.

    Perry menyampaikan, BI rate telah turun enam kali sebesar 150 bps. Sementara itu, suku bunga deposito 1 bulan hanya turun sebesar 29 bps dari 4,81% pada awal 2025 menjadi 4,52% pada September 2025.

    Sementara, penurunan suku bunga kredit perbankan bahkan berjalan lebih lambat, yaitu sebesar 15 bps dari 9,20% pada awal 2025 menjadi sebesar 9,05% pada September 2025.

    (ras/mij)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Serapan Pekerja Sektor Industri di Cianjur Lesu, Ini Penyebabnya
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        28 Oktober 2025

    Serapan Pekerja Sektor Industri di Cianjur Lesu, Ini Penyebabnya Bandung 28 Oktober 2025

    Serapan Pekerja Sektor Industri di Cianjur Lesu, Ini Penyebabnya
    Tim Redaksi
    CIANJUR, KOMPAS.com
    – Dinamika geopolitik internasional seperti konflik dan perang di berbagai negara berdampak besar terhadap sektor industri di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
    Kepala Bidang Penempatan Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertans) Kabupaten Cianjur, Hero Laksono, mengemukakan bahwa serapan tenaga kerja tahun ini menurun dibandingkan tahun lalu.
    “Pasalnya, banyak perusahaan di Cianjur yang barang produksinya untuk ekspor. Situasi konflik internasional itu mengakibatkan pajak tinggi sehingga perusahaan terpaksa mengurangi tenaga kerjanya di sini,” ujar Hero, ditemui Kompas.com di ruang kerjanya, Senin (27/10/2025) petang.
    Imbasnya, ungkap dia, angka pengangguran di Cianjur mengalami kenaikan tahun ini karena beberapa perusahaan mengalami kerugian hingga pailit.
    “Dari 2023 ke 2024, angka pengangguran menurun, dari 7,71 persen menjadi 5,99 persen. Namun, tahun ini, berdasarkan data BPS, angkanya naik jadi 6,5 persen. Beberapa perusahaan tidak lagi membuka lowongan pekerjaan, bahkan merumahkan banyak pekerjanya,” terang dia.
    Lebih lanjut, dikemukakan Hero, di tengah melemahnya serapan tenaga kerja di sektor industri formal, sektor industri rumah tangga seperti usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) justru mengalami kenaikan yang signifikan.
    “Sebenarnya ini tidak terlepas dari komitmen pemerintah daerah juga dalam mengembangkan sektor UMKM untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan,” ucapnya.
    Namun, Hero berharap tahun depan tren pekerjaan padat karya, terutama di sektor formal kembali positif sehingga dapat menyerap banyak tenaga kerja, sekaligus menurunkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Cianjur.
    “Karenanya, aplikasi pencari kerja seperti SIAPKerja Kemenaker RI akan lebih disosialisasikan lagi supaya lebih diketahui seluruh lapisan masyarakat,” ujar Hero.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mendagri Minta Daerah Segera Kendalikan Harga jika Inflasi Tinggi

    Mendagri Minta Daerah Segera Kendalikan Harga jika Inflasi Tinggi

    Sumedang, Beritasatu.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian meminta pemerintah daerah yang tingkat inflasinya berada di atas rerata nasional agar segera bertindak cepat melakukan pengendalian inflasi daerah. Langkah ini penting untuk menstabilkan harga komoditas pangan dan menjaga daya beli masyarakat.

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi nasional pada September 2025 tercatat sebesar 2,65% (year on year). Meski tergolong terkendali, kondisi inflasi di tingkat daerah masih bervariasi, dengan sejumlah wilayah mencatat angka di atas rata-rata nasional.

    “Ini yang di atas nasional ini tolong diatensi. Sementara yang terlalu rendah sekali hati-hati,” ujar Tito saat memimpin rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah di Kampus IPDN Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Senin (27/10/2025).

    Tito menjelaskan, pemerintah menargetkan angka inflasi sebesar 2,5% plus minus 1% sebagai batas ideal untuk menjaga keseimbangan kepentingan konsumen dan produsen. Namun, beberapa komoditas pangan menunjukkan kenaikan harga signifikan di berbagai daerah.

    Beberapa komoditas yang menjadi perhatian utama, antara lain:

    Cabai merah, naik di 235 kabupaten/kota.Telur ayam ras, meningkat di 229 daerah.Daging ayam ras, naik di 190 daerah.

    Sementara itu, harga beras dilaporkan relatif stabil di sebagian besar wilayah. Namun, Mendagri Tito Karnavian menegaskan pentingnya kewaspadaan dan intervensi cepat agar kenaikan harga di sejumlah daerah tidak berdampak luas terhadap inflasi nasional.

    Mendagri meminta pemerintah daerah rutin memantau data inflasi di wilayahnya dan segera mengambil tindakan jika inflasi berada di kategori tinggi.

    “Setelah itu lihat masuk enggak ke daerah inflasi tinggi atau tidak. Kalau tinggi, segera melakukan rapat koordinasi internal dan dengan stakeholder, distributor, Kadin mungkin, asosiasi pengusaha,” kata Tito.

    Menurutnya, ada dua aspek penting yang harus dicek oleh daerah, yaitu kecukupan suplai dan kelancaran distribusi komoditas.

    Jika pasokan mencukupi tetapi harga tetap tinggi, pemda harus memeriksa kemungkinan adanya praktik penimbunan oleh pelaku usaha.

    “Dapat untung boleh, tetapi jangan ditahan, barang naik harganya, baru kemudian lepas. Itu nakal-nakalnya di lapangan,” tegas Tito.

    Apabila pasokan barang kurang, pemda diminta segera menjalin kerja sama dengan daerah lain yang memiliki surplus produksi. Pemerintah daerah juga dapat menggunakan belanja tidak terduga (BTT) untuk membantu subsidi transportasi bahan pangan, agar harga tetap setara dengan daerah penghasil.

    Selain itu, Tito mendorong gerakan tanam pangan di daerah untuk meningkatkan ketersediaan komoditas yang mudah diproduksi. Sejumlah daerah sudah menunjukkan inovasi dalam program ini.

    Mendagri Tito Karnavian menegaskan, pemerintah pusat akan turun tangan jika daerah tidak mampu mengendalikan inflasi secara optimal.

    Langkah intervensi dapat dilakukan melalui kerja sama lintas kementerian dan lembaga, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Bulog, dan Badan Pangan Nasional (Bapanas).

    Upaya kolaboratif antara pusat dan daerah diharapkan dapat menjaga stabilitas harga komoditas serta mencegah inflasi melonjak di atas rerata nasional.

  • Mendagri Tito Minta Pemda Segera Kendalikan Harga Saat Inflasi Naik

    Mendagri Tito Minta Pemda Segera Kendalikan Harga Saat Inflasi Naik

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian meminta pemerintah daerah (pemda) yang inflasinya di atas rerata nasional untuk segera mengambil langkah konkret mengendalikan harga komoditas.

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi nasional pada September 2025 tercatat sebesar 2,65% year on year (yoy). Meski angka itu relatif terkendali, Tito menegaskan kondisi di sejumlah daerah masih beragam dan perlu diwaspadai.

    “Yang di atas nasional tolong diatensi. Sementara yang terlalu rendah juga harus hati-hati,” ujar Tito dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah di kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Senin (27/10/2025).

    Menurut dia, pemerintah menargetkan inflasi berada pada kisaran 2,5% ±1%. Angka ini dianggap ideal karena menyeimbangkan kepentingan konsumen dan produsen.

    Ia mengungkapkan, beberapa komoditas yang menjadi penyumbang kenaikan harga di berbagai daerah, antara lain cabai merah naik di 235 kabupaten/kota, telur ayam ras naik di 229 daerah, daging ayam ras naik di 190 daerah.

    Sementara itu, harga beras disebut relatif stabil, Tito tetap meminta pemda untuk memberikan atensi pada komoditas yang mengalami lonjakan harga. Ia juga mengimbau pemda agar segera meninjau data inflasi di wilayah masing-masing dan mengambil langkah pengendalian cepat.

    “Kalau tinggi, segera lakukan rapat koordinasi internal dengan stakeholder, distributor, Kadin, dan asosiasi pengusaha,” katanya.

    TIto menjelaskan dua aspek utama yang harus diperiksa pemda jika inflasi tinggi, yaitu kecukupan suplai dan kelancaran distribusi. Jika suplai cukup tetapi distribusi terhambat, ia meminta pemda memeriksa kemungkinan adanya praktik penimbunan komoditas, yang dapat memicu lonjakan harga.

    “Dapat untung boleh, tetapi jangan menahan barang untuk dijual ketika harga naik. Itu praktik nakal di lapangan,” tegasnya.

    Sebaliknya, jika suplai kurang, pemda disarankan bekerja sama dengan daerah penghasil yang mengalami surplus produksi, serta menggunakan belanja tidak terduga (BTT) untuk membantu biaya transportasi bahan pangan agar harga tetap stabil.

    Selain itu, Tito juga mendorong pemda menggalakkan gerakan tanam komoditas lokal yang mudah dibudidayakan. Ia mencontohkan langkah Pemkot Makassar yang memanfaatkan sistem hidroponik, serta Kota Surabaya yang mengoptimalkan lahan tidak produktif untuk menanam bahan pangan.

    Tito menegaskan, jika pemda tidak mampu mengendalikan inflasi secara optimal, pemerintah pusat akan turun tangan. Langkah intervensi tersebut akan melibatkan Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Bulog, Badan Pangan Nasional (Bapanas), dan instansi terkait lainnya.

  • Mendagri: Segera kendalikan harga jika Inflasi di atas rerata nasional

    Mendagri: Segera kendalikan harga jika Inflasi di atas rerata nasional

    “Ini yang di atas nasional ini tolong diatensi. Sementara yang terlalu rendah sekali hati-hati,”

    Jakrta (ANTARA) – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian meminta pemerintah daerah (pemda) yang inflasinya di atas rerata nasional, segera bertindak mengendalikan harga komoditas.

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), meski inflasi secara nasional terkendali di angka 2,65 persen secara year on year pada September 2025, kondisi di daerah masih bervariasi.

    “Ini yang di atas nasional ini tolong diatensi. Sementara yang terlalu rendah sekali hati-hati,” kata Tito pada Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Senin.

    Lebih lanjut, Mendagri menyebutkan, pemerintah menargetkan angka inflasi sebesar 2,5 persen plus minus 1 persen. Angka itu dinilai stabil dalam menjaga kepentingan konsumen maupun produsen.

    Ia menyebutkan sejumlah komoditas pangan yang perlu menjadi atensi karena kenaikan harganya terjadi di banyak daerah. Hal itu seperti cabai merah yang naik di 235 kabupaten/kota. Kemudian telur ayam ras naik di 229 daerah dan daging ayam ras harganya naik di 190 daerah.

    Meskipun tak memungkiri banyak komoditas, seperti beras, yang harganya relatif terkendali, Mendagri tetap meminta Pemda dan para pemangku kepentingan untuk memberikan atensi terhadap beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga.

    Ia mengimbau Pemda agar melihat data kondisi inflasi di daerahnya masing-masing untuk melakukan langkah pengendalian.

    “Setelah itu lihat masuk enggak ke daerah (inflasi) tinggi atau tidak. Kalau tinggi segera melakukan rapat koordinasi internal dan dengan stakeholder, distributor, Kadin mungkin, asosiasi pengusaha,” ujarnya.

    Mendagri menjelaskan, ada dua aspek yang perlu dicek ketika Pemda mendapati inflasinya tinggi. Hal itu meliputi kecukupan suplai dan kelancaran distribusi komoditas.

    Apabila suplainya cukup, tapi distribusinya terkendala, Pemda perlu segera memeriksa potensi praktik penimbunan. Ia menegaskan, penimbunan komoditas yang membuat harganya menjadi mahal tidak dibenarkan dan merupakan tindak pidana.

    “Dapat untung boleh, tapi jangan ditahan, barang naik harganya, baru kemudian lepas, itu nakal-nakalnya di lapangan,” tegasnya.

    Namun, apabila suplainya kurang, Pemda perlu melakukan pemenuhan, misalnya bekerja sama dengan daerah penghasil atau yang mengalami surplus produksi. Kemudian daerah juga dapat memanfaatkan Belanja Tidak Terduga (BTT) untuk menyubsidi transportasi angkutan bahan pangan, sehingga harganya sama dengan daerah yang surplus.

    Pemda juga dapat menggalakkan gerakan tanam untuk komoditas yang mudah diproduksi. Ia menyebutkan sejumlah daerah yang memanfaatkan berbagai potensi untuk mendukung gerakan tanam.

    Hal ini seperti yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar yang menggunakan medium hidroponik untuk mendukung gerakan tanam. Kemudian Kota Surabaya juga memanfaatkan lahan yang belum dimanfaatkan optimal untuk mendukung gerakan tanam.

    Di sisi lain, Mendagri mengatakan, pemerintah pusat juga akan mengintervensi pengendalian harga ketika daerah tidak mampu mengendalikan secara optimal. Langkah ini misalnya dengan melibatkan Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Bulog, Badan Pangan Nasional (Bapanas), serta pihak terkait lainnya.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.