Kementrian Lembaga: BPS

  • Tax Ratio Sampai Kuartal III/2025 Jeblok, Bukti Ekonomi Melambat!

    Tax Ratio Sampai Kuartal III/2025 Jeblok, Bukti Ekonomi Melambat!

    Bisnis.com, JAKARTA — Tax ratio alias rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) hanya mencapai 8,58% hingga Kuartal III/2025. Angka tersebut menjadi yang terendah sejak era pandemi Covid-19, serta masih jauh dari target sepanjang tahun. 

    Berdasarkan pembukuan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), realisasi penerimaan perpajakan (pajak plus cukai) mencapai Rp1.516,6 triliun hingga kuartal III/2025 atau Januari—September 2025. Khusus penerimaan pajak, realisasijya sebesar Rp1.295,3 triliun.

    Sementara dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah Bisnis, produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp17.672,9 triliun hingga Kuartal III/2025.

    Adapun dari data-data tersebut, dapat dihitung tax ratio: (Rp1.516,6 triliun / Rp17.672,9 triliun) × 100% = 8,58%. Artinya, tax ratio hingga Kuartal III/2025 sebesar 8,58%.

    Angka itu turun dibandingkan realisasi tax ratio pada periode yang sama tahun-tahun sebelumnya: 9,48% pada kuartal III/2024, 10,15% pada kuartal III/2023, 10,9 pada kuartal III/2022.

    Dengan demikian, terjadi penurunan tax ratio dalam tiga tahun terakhir. Realisasi tax ratio 8,58% pada kuartal III/2025 ini hanya sedikit lebih baik dari realisasi tax ratio 8,28% pada kuartal III/2021 atau masa pandemi Covid-19.

    Tak hanya itu, Kemenkeu menargetkan tax ratio sepanjang 2025 mencapai 10,02%. Singkatnya, realisasi hingga kuartal III (8,58%) masih jauh dari target akhir tahun (10,02%) atau masih kurang 1,44 poin persentase.

    Masalahnya, secara historis, capaian pada Kuartal III setiap tahunnya kerap kali tidak akan jauh berbeda dari realisasi akhir tahun. Pada tahun lalu misalnya: tax ratio pada Kuartal III/2024 (9,48%) tidak jauh beda dari realisasi pada akhir tahun (10,08%) atau cuma naik 0,6 poin persentase.

    Cerminan Ekonomi

    Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai penurunan tax ratio itu bukan semata karena faktor administrasi, melainkan cerminan perlambatan ekonomi nasional. 

    “Kinerja penerimaan pajak di negara berkembang seperti Indonesia bersifat pro-cyclical. Ketika pertumbuhan ekonomi melambat, tax ratio juga ikut menurun,” jelas Fajry kepada Bisnis, Kamis (6/11/2025). 

    Adapun, tax ratio 8,58% hingga kuartal III/2025 itu turun dibandingkan periode yang sama tahun-tahun sebelumnya: 9,48% pada kuartal III/2024, 10,15% pada kuartal III/2023, 10,9 pada kuartal III/2022.  Adapun, tax ratio 8,58% hingga kuartal III/2025 ini hanya sedikit lebih baik dari realisasi tax ratio 8,28% per kuartal III/2021 atau masa pandemi Covid-19. 

    Fajry mencatat, jika melihat tren penurunan tax ratio dalam tiga tahun terakhir maka tampak penurunan tahun ini merupakan yang paling tajam yaitu sebesar 0,9 poin persentase (dari 9,48% per kuartal III/2024 menjadi 8,58% per kuartal III/2925).  

    Dia mengaku memang banyak terjadi gejolak sepanjang tahun ini dari besarnya restitusi pajak hingga pergantian kepemimpinan otoritas fiskal dan pajak. Hanya saja, Fajry menilai faktor restitusi pajak hanya berdampak pada kuartal I/2025, sedangkan pengaruh pergantian pimpinan di Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak belum terbukti signifikan.  “

    Artinya, ini menjadi indikasi jika kondisi ekonomi tahun 2025 lebih lambat dibandingkan tahun 2024, setidaknya sampai Kuartal III,” ujarnya.  

    Target Pemerintah

    Pemerintah sendiri menargetkan tax ratio 2025 sebesar 10,03%, atau 1,44 poin lebih tinggi dari posisi saat ini. Fajry meragukan target tersebut realistis dicapai dalam sisa tahun berjalan.  

    Dia berkaca pada realisasi tax ratio tahun lalu. Saat itu, tax ratio mencapai 9,48% sampai dengan Kuartal III/2024; pada akhir tahun, tax ratio tercatat di angka 10,08% atau hanya meningkat 0,6 poin persentase meski dengan berbagai usaha ekstra yang telah dilakukan otoritas.  

    “Kalaupun sisi penerimaannya mau dipaksa untuk mencapai target, iklim usaha yang akan menjadi korbannya,” wanti-wantinya. 

     Dia pun berharap adanya perbaikan ekonomi pada kuartal IV/2025 agar tax ratio dapat meningkat secara alami. Menurutnya, optimalisasi belanja pemerintah bisa menjadi salah satu pemicu akselerasi ekonomi pada akhir tahun. 

  • Kemensos Jelaskan Jadwal Pencairan BLT Kesra Rp900.000

    Kemensos Jelaskan Jadwal Pencairan BLT Kesra Rp900.000

    Bisnis.com, JAKARTA- Kementerian Sosial (Kemensos) menyebut Bantuan Langsung Tunai (BLT) Kesejahteraan Rakyat (Kesra) cair secara bertahap bagi penerima yang terverifikasi. Saat ini, Kemensos terus melakukan verifikasi data penerima BLT Kesra.

    Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) mengatakan saat ini penyaluran bantuan sosial (bansos) reguler seperti PKH dan BPNT dan BLT Kesra secara bertahap terus dilakukan. Pencairan bansos dan BLT Kesra atau BLT Sementera (BLTS) dilakukan melalui bank Himbara atau bank BUMN dan Pos Indonesia.

    “Sampai hari ini penyaluran bansos reguler maupun BLTS terus bertahap kita salurkan, terutama yang lewat Himbara. Kita juga sedang melakukan pemutakhiran data, khususnya kepada penerima manfaat yang baru,” katanya seperti dilansir laman resmi Kemensos, Jumat (7/11/2025).

    Gus Ipul menjelaskan hasil pemutakhiran data melalui ground check (cek lapangan) yang dilakukan bersama pemerintah daerah dan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat 16.331.281 keluarga penerima manfaat (KPM) reguler dinyatakan layak menerima BLT Kesra dan Bansos pada triwulan IV/2025.

    Sementara itu, penerima baru mencapai 18.715.502 KPM yang masuk tahap finalisasi. Adapun sebanyak 16.519.380 telah diverifikasi, dengan 12.283.069 KPM dinyatakan layak dan 4.236.311 KPM tidak layak menerima bansos. Sisanya 2.196.122 KPM belum diverifikasi.

    “Setelah datanya selesai nanti itu akan kita jadikan pedoman penyaluran BLTS. Intinya adalah kita menginginkan agar penambahan jumlah penerima manfaat ini juga disertai dengan data yang akurat dan pada akhirnya adalah (bansos) tepat sasaran, diterima oleh mereka yang berhak,” tambahnya.

    Mensos menargetkan proses finalisasi data rampung dalam pekan ini sehingga bisa segera diserahkan ke Himbara dan PT Pos Indonesia untuk dapat dimulai proses penyaluran.

    Mensos menjelaskan, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto, pemerintah menambah jumlah penerima dan nilai bantuan sosial. Melalui skema BLT Kesra, setiap penerima mendapatkan tambahan Rp300.000 per bulan selama tiga bulan (Oktober–Desember 2025) atau total Rp900.000.

    “Misalnya penerima bantuan Sembako reguler menerima Rp200 ribu per bulan, kali 3 [bulan] berarti Rp600.000. Dengan adanya BLTS sesuai kebijakan Presiden ini ada tambahan Rp900.000. Dengan demikian penerima sembako reguler mendapatkan Rp1,5 juta. Sementara penerima baru yang jumlahnya Rp18 juta lebih itu menerima Rp900.000,” imbuhnya.

    Cara Cek Nama Penerima BLT Kesra Rp900.000

    Untuk memastikan terdata sebagai penerima manfaat BLT Kesra sebesar Rp900.000, Anda dapat melakukan pengecekan secara mandiri. Cara cek BLT Kesra itu dapat dilakukan lewat HP dengan cara:

    Buka situs resmi https://cekbansos.kemensos.go.id/
    Pilih wilayah: Pilih provinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa/kelurahan tempat tinggal.
    Masukkan nama lengkap seperti nama sesuai KTP
    Ketikkan kode captcha: Masukkan empat huruf kode yang tertera.
    Klik “Cari Data”: Tunggu sistem memproses data.
    Lihat hasilnya: Status penerima manfaat akan ditampilkan sesuai wilayah dan nama yang dimasukkan.

  • IPM Indonesia Naik, Pemerintah Terus Fokus pada Pemerataan

    IPM Indonesia Naik, Pemerintah Terus Fokus pada Pemerataan

    Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Pratikno, menyambut baik laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia tahun 2025 mencapai 75,90, meningkat dari 75,02 pada tahun sebelumnya. 

    Kenaikan ini menjadi cerminan nyata dari kemajuan pembangunan manusia Indonesia di bawah arahan Presiden. “Di balik angka ini, ada kerja keras jutaan orang: guru yang membimbing dengan sabar, tenaga kesehatan yang menjaga tanpa lelah, dan keluarga yang berjuang untuk masa depan anak-anaknya. Kenaikan IPM ini adalah hasil gotong royong kita semua,” ujar Menko PMK Pratikno di Jakarta Kamis, 6 November 2025.

    Menurutnya, peningkatan di seluruh komponen IPM mulai dari harapan hidup, harapan lama sekolah, hingga pengeluaran riil per kapita menunjukkan bahwa kebijakan pembangunan manusia dijalankan secara terarah, konsisten, dan berkesinambungan.

    “Ketika kebijakan antar-sektor saling terhubung dan memperkuat, hasilnya tidak hanya tercermin pada angka, tetapi juga pada kualitas hidup masyarakat yang kian membaik. Di situlah makna sebenarnya dari koordinasi pembangunan manusia,” ujar Pratikno.
     

    Kenaikan IPM ini sejalan dengan hasil nyata Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) yang digagas Presiden Prabowo Subianto. Di bidang pendidikan, revitalisasi 16.698 sekolah dan madrasah serta digitalisasi pembelajaran melalui distribusi 124.253 unit Interactive Flat Panel (IFP) telah memperluas akses dan mutu pendidikan.

    Sementara di bidang kesehatan, layanan Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang menjangkau 45,5 juta warga dan skrining massal TBC memperkuat upaya pencegahan dan deteksi dini.
     
    Fokus pada pemerataan

    Meski capaian nasional ini menggembirakan, Menko PMK Pratikno menegaskan bahwa pemerintah tetap memberi perhatian penuh pada tantangan pemerataan pembangunan manusia. Kemenko PMK, terus mengarahkan koordinasi lintas sektor untuk memperkuat daerah-daerah dengan IPM yang masih tertinggal.

    “Masih ada wilayah yang perlu kita dorong bersama, namun arah kita sudah jelas, menuju Indonesia yang makin setara, sehat, dan cerdas. Pemerintah hadir untuk semua, dan akan terus bekerja agar manfaat pembangunan dirasakan lebih merata,” ungkap Pratikno.

    Data BPS menunjukkan kesenjangan masih terlihat di beberapa wilayah, terutama di lima provinsi dengan IPM terendah: Papua Pegunungan (54,91), Papua Tengah (60,64), Papua Barat (68,48), Papua Selatan (69,54), dan Nusa Tenggara Timur (69,89). Menyikapi hal ini, Pratikno memastikan Kemenko PMK akan memperkuat peran koordinatifnya agar program-program prioritas pemerintah lebih efektif menjangkau masyarakat di wilayah tersebut.

    Ke depan, Kemenko PMK akan terus mendorong pembangunan manusia yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan. “Tugas kami adalah memastikan setiap kebijakan benar-benar menghadirkan manfaat bagi seluruh rakyat Indonesia, dari Sabang sampai Merauke,” pungkasnya.

    Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Pratikno, menyambut baik laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia tahun 2025 mencapai 75,90, meningkat dari 75,02 pada tahun sebelumnya. 
     
    Kenaikan ini menjadi cerminan nyata dari kemajuan pembangunan manusia Indonesia di bawah arahan Presiden. “Di balik angka ini, ada kerja keras jutaan orang: guru yang membimbing dengan sabar, tenaga kesehatan yang menjaga tanpa lelah, dan keluarga yang berjuang untuk masa depan anak-anaknya. Kenaikan IPM ini adalah hasil gotong royong kita semua,” ujar Menko PMK Pratikno di Jakarta Kamis, 6 November 2025.
     
    Menurutnya, peningkatan di seluruh komponen IPM mulai dari harapan hidup, harapan lama sekolah, hingga pengeluaran riil per kapita menunjukkan bahwa kebijakan pembangunan manusia dijalankan secara terarah, konsisten, dan berkesinambungan.

    “Ketika kebijakan antar-sektor saling terhubung dan memperkuat, hasilnya tidak hanya tercermin pada angka, tetapi juga pada kualitas hidup masyarakat yang kian membaik. Di situlah makna sebenarnya dari koordinasi pembangunan manusia,” ujar Pratikno.
     

     
    Kenaikan IPM ini sejalan dengan hasil nyata Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) yang digagas Presiden Prabowo Subianto. Di bidang pendidikan, revitalisasi 16.698 sekolah dan madrasah serta digitalisasi pembelajaran melalui distribusi 124.253 unit Interactive Flat Panel (IFP) telah memperluas akses dan mutu pendidikan.
     
    Sementara di bidang kesehatan, layanan Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang menjangkau 45,5 juta warga dan skrining massal TBC memperkuat upaya pencegahan dan deteksi dini.
     

    Fokus pada pemerataan

    Meski capaian nasional ini menggembirakan, Menko PMK Pratikno menegaskan bahwa pemerintah tetap memberi perhatian penuh pada tantangan pemerataan pembangunan manusia. Kemenko PMK, terus mengarahkan koordinasi lintas sektor untuk memperkuat daerah-daerah dengan IPM yang masih tertinggal.
     
    “Masih ada wilayah yang perlu kita dorong bersama, namun arah kita sudah jelas, menuju Indonesia yang makin setara, sehat, dan cerdas. Pemerintah hadir untuk semua, dan akan terus bekerja agar manfaat pembangunan dirasakan lebih merata,” ungkap Pratikno.
     
    Data BPS menunjukkan kesenjangan masih terlihat di beberapa wilayah, terutama di lima provinsi dengan IPM terendah: Papua Pegunungan (54,91), Papua Tengah (60,64), Papua Barat (68,48), Papua Selatan (69,54), dan Nusa Tenggara Timur (69,89). Menyikapi hal ini, Pratikno memastikan Kemenko PMK akan memperkuat peran koordinatifnya agar program-program prioritas pemerintah lebih efektif menjangkau masyarakat di wilayah tersebut.
     
    Ke depan, Kemenko PMK akan terus mendorong pembangunan manusia yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan. “Tugas kami adalah memastikan setiap kebijakan benar-benar menghadirkan manfaat bagi seluruh rakyat Indonesia, dari Sabang sampai Merauke,” pungkasnya.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (PRI)

  • Kontribusi Manufaktur ke Ekonomi RI Masih Loyo, Ada Faktor Global hingga Gejala Deindustrialisasi

    Kontribusi Manufaktur ke Ekonomi RI Masih Loyo, Ada Faktor Global hingga Gejala Deindustrialisasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Kontribusi manufaktur terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia belum pulih ke level prapandemi. Beberapa faktor seperti tekanan permintaan global hingga gejala deindustrialisasi dinilai menjadi penyebabnya. 

    Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi kuartal III/2025 sebesar 5,04% (yoy) atau lebih rendah dari kuartal II/2025 yang mencapai 5,12% (yoy). Berdasarkan lapangan usahanya, industri pengolahan masih memberikan sumbangsih terbesar yakni 19,15% dengan pertumbuhan secara tahunan 5,54% (yoy). 

    Kendati demikian, sudah hampir 10 tahun distribusi manufaktur terhadap PDB selama periode kuartal III tidak sampai menyentuh 20%. Catatan Bisnis, kontribusi manufaktur terhadap PDB terakhir menyentuh level 20% pada kuartal III yakni 20,10% pada kuartal III/2016. Pada kuartal I/2019, porsi manufaktur pernah menyentuh 20,07% terhadap PDB alias enam tahun yang lalu.

    Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menyampaikan, penyebab utama dari lemahnya kontribusi manufaktur terhadap perekonomian Indonesia adalah karena berbagai tekanan seperti permintaan global yang belum stabil, tingginya biaya produksi, serta proses otomatisasi dan digitalisasi yang mulai menggantikan sebagian jenis pekerjaan tradisional. 

    “Selain itu, fenomena deindustrialisasi dini ikut berperan, di mana pertumbuhan sektor manufaktur melambat lebih cepat sebelum benar-benar mencapai potensi maksimalnya. Akibatnya, lapangan kerja baru di sektor ini belum tumbuh secepat yang diharapkan,” terang Yusuf kepada Bisnis, Kamis (6/11/2025), 

    Yusuf mengakui kebijakan-kebijakan deregulasi serta reformasi struktural yang didorong pemerintah berpotensi besar untuk mendorong penyerapan tenaga kerja ke depan. Namun, kunci keberhasilan upaya tersebut ada pada konsistensi pelaksanaannya. 

    Dia menekankan, deregulasi tidak boleh hanya berhenti di tataran aturan, tetapi juga harus diikuti dengan kemudahan berusaha yang nyata di lapangan, sekaligus perbaikan iklim investasi serta kepastian hukum. 

    Pemerintah juga diminta tidak hanya fokus pada sektor hilirisasi industri manufaktur saja, tetapi juga menyentuh sektor pendukung lainnya seperti logistik, energi, dan pendidikan vokasi. 

    “Kalau semua itu berjalan selaras, maka rantai pasok industri bisa lebih efisien dan daya serap tenaga kerja ikut meningkat,” tuturnya. 

    Menurut Yusuf, untuk bisa kembali ke periode di mana manufaktur berkontribusi 20% terhadap PDB, pemerintah perlu mendorong pertumbuhan sektor manufaktur yang bernilai tambah lebih tinggi. 

    “Bukan hanya berbasis komoditas mentah, tetapi juga yang mengandalkan inovasi, teknologi, dan peningkatan produktivitas tenaga kerja. Dengan begitu, bukan hanya penyerapan tenaga kerja yang membaik, tapi juga kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB bisa kembali meningkat secara berkelanjutan,” terangnya. 

  • Menunggu Efek Stimulus Prabowo Saat Manufaktur Loyo

    Menunggu Efek Stimulus Prabowo Saat Manufaktur Loyo

    Bisnis.com, JAKARTA — Efek stimulus ekonomi yang digelontorkan pemerintah dipastikan belum berdampak ke perekonomian Juli-September atau kuartal III/2025. Selain pertumbuhannya melambat menjadi 5,04% (YoY), kontribusi manufaktur terhadap PDB belum kunjung kembali ke level prapandemi dan porsi tenaga kerja informal masih dominan. 

    Adapun pertumbuhan ekonomi kuartal III/2025 sebesar 5,04% secara tahunan (year on year/YoY) atau lebih rendah dari kuartal II/2025 yang mencapai 5,12% (YoY). Berdasarkan lapangan usahanya, industri pengolahan masih memberikan sumbangsih terbesar yakni 19,15% dengan pertumbuhan secara tahunan 5,54% (YoY). 

    Kendati distribusinya terbesar terhadap pertumbuhan PDB, sudah hampir 10 tahun distribusi manufaktur terhadap PDB selama periode kuartal III tidak menyentuh 20%. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, kontribusi manufaktur terhadap PDB terakhir menyentuh level 20% pada kuartal III yakni 20,10% pada kuartal III/2016. Pada kuartal I/2019, porsi manufaktur pernah menyentuh 20,07% terhadap PDB alias enam tahun yang lalu.

    Di sisi lain, proporsi penduduk bekerja sebagai buruh, karyawan, atau pegawai turun berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2025. Data itu dirilis oleh BPS pada hari yang sama pengumuman pertumbuhan ekonomi kuartal III/2025, Rabu (5/11/2025). 

    Pada periode tersebut, BPS melaporkan bahwa jumlah penduduk bekerja sebanyak 146,54 juta orang. Sebesar 38,74% di antaranya berstatus sebagai buruh/karyawan/pegawai. Capaian itu meningkat dari periode Sakernas Agustus 2024 yakni sebanyak 0,65 juta orang. 

    Namun, apabila membandingkannya secara persentase dengan Agustus 2024, jumlah pekerja berstatus buruh, pegawai dan karyawan terpantau menurun. Agustus 2024 proporsinya sebesar 38,80%.

    Persentase pekerja informal juga masih dominan dalam pasar tenaga kerja RI. Hal itu ditunjukkan dari persentase pekerja informal yang masih sebesar 57,80%. Hal itu kendati dominasinya semakin menipis dari Sakernas Februari 2025 yang mencapai 59,40%, dan pada Sakernas Agustus 2024 57,95%.

    Kontribusi Manufaktur Terhadap PDB

    Menurut Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. atau BCA, David Sumual, terjadi perubahan kondisi perekonomian saat ini dengan kondisi prapandemi atau sebelum 2020. Saat ini, investasi yang masuk ke Indonesia cenderung terkonsentrasi pada sektor yang lebih padat modal, bukan padat karya.

    Oleh sebab itu, investasi padat karya yang tak terlalu dominan membuat kebutuhan tenaga kerja dari investasi baru menjadi terbatas. 

    “Selain itu, perlambatan ekonomi di China juga memberi dampak lanjutan — melemahnya permintaan domestik China membuat produk-produk China membanjiri pasar global dengan harga lebih murah. Akibatnya, serapan tenaga kerja pun ikut tertekan,” terang David kepada Bisnis, Kamis (6/11/2025). 

    Adapun mengenai kontribusi manufaktur terhadap PDB, David menilai berbagai upaya pemerintah ke depan berpotensi memberikan daya ungkit terhadap kontribusi sektor manufaktur. Utamanya, hilirisasi sumber daya alam yang diharapkan memberikan nilai tambah terhadap komoditas.

    Tidak hanya itu, dia meyakini akses pasar Indonesia bisa semakin luas dengan sejumlah perjanjian perdagangan bebas seperti Kanada (ICA-CEPA) dan Uni Eropa (IEU-CEPA). Harapannya, free trade yang berlaku 2026-2027 itu bisa memperluas permintaan ekspor. 

    David menilai upaya pemerintah menstimulasi ekonomi bisa mendorong penciptaan lapangan kerja tapi tidak otomatis. Misalnya, injeksi kas pemerintah Rp200 triliun ke himbara untuk mendorong kredit. 

    Dia menyebut efek stimulus ke penyerapan tenaga kerja tidak otomatis terjadi, karena diperlukan permintaan kredit produktif yang kuat dan keyakinan pelaku usaha terhadap prospek ekonomi.

    “Jika sentimen pelaku usaha masih cenderung wait and see atau ekspansi belum dianggap layak secara komersial, maka stimulus likuiditas tersebut tidak akan sepenuhnya tertranslasi menjadi peningkatan investasi,” tuturnya. 

  • BPS: Transportasi dan Pergudangan Topang 6,3 Juta Tenaga Kerja

    BPS: Transportasi dan Pergudangan Topang 6,3 Juta Tenaga Kerja

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan serapan tenaga kerja pada lapangan usaha transportasi dan pergudangan mencapai 6,3 juta tenaga kerja per Agustus 2025. 

    Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menuturkan bahwa sektor transportasi dan pergudangan sangat berperan dalam penyerapan tenaga kerja. Sumbangsih transportasi dan pergudangan terhadap total penyerapan tenaga kerja mencapai 4,28% dari total penduduk bekerja 146,54 juta orang per Agustus 2025. 

    “Selama Agustus 2024 hingga Agustus 2025, ada tambahan penyerapan tenaga kerja sekitar 7.000 orang di sektor ini,” ujarnya dalam malam penghargaan Bisnis Indonesia Logistic Award (BILA) 2025 di Hotel Borobudur, Rabu (5/11/2025). 

    Sektor ini menduduki posisi kedelapan, sebagai penyerap tenaga kerja terbanyak di Indonesia. Posisi lebih tinggi diduduki oleh sektor aktivitas jasa lainnya dengan serapan 6,52 juta tenaga kerja (4,45%), pendidikan 7,4 juta orang (5,06%), dan konstruksi sebanyak 9,54 juta orang (6,51%). 

    Dia melanjutkan secara umum, penduduk Indonesia paling banyak bekerja di bidang pertanian, yang mencapai lebih dari 41 juta orang atau kontribusinya mencapai 28,15%. 

    Transportasi dan pergudangan juga menjadi salah satu sektor yang terus menyerap tenaga kerja, di saat sektor aktivitas jasa lainnya, real estate, pertambangan dan penggalian, serta aktivitas keuangan dan asuransi mengalami penurunan jumlah tenaga kerja. 

    Amalia meyakini sektor ini akan terus tumbuh, ditopang oleh berbagai pembangunan jalan, pelabuhan, bandara, maupun kereta yang terus dibangun pemerintah. 

    “Dengan berbagai sarana dan prasarana logistik yang terus dibangun pemerintah, akan terus mendorong peranan sektor logistik semakin penting ke depan,” tutupnya. 

    Selama Agustus 2024–Agustus 2025, BPS mencatat, tenaga kerja di sektor pertanian naik 0,49 juta orang dengan distribusi penduduk bekerja sebesar 28,15%. Adapun, jumlah penduduk bekerja mencapai 146,54 juta orang pada Agustus 2025.

    Mengekor, tenaga kerja di akomodasi dan makan minum yang juga naik 0,42 juta orang atau dengan distribusi penduduk bekerja sebesar 7,98%. Serta, industri pengolahan yang mencatatkan peningkatan tenaga kerja sebanyak 0,30 juta orang dengan distribusi penduduk bekerja sebesar 13,86%. 

    Selain itu, peningkatan tenaga kerja terbanyak juga terjadi di sektor pendidikan sebanyak 0,25 juta orang dibandingkan Agustus 2024. Kemudian, aktivitas profesional dan perusahaan sebanyak 0,13 juta orang, serta perdagangan sebanyak 0,12 juta orang.

    Secara keseluruhan, terdapat 218,17 juta penduduk usia kerja pada Agustus 2025. Angka tersebut bertambah 2,80 juta jika dibandingkan kondisi Agustus tahun lalu. Namun, tidak semua terserap di pasar kerja. 

    BPS melaporkan jumlah bukan angkatan kerja (BAK) mencapai 64,17 juta orang atau naik 0,91 juta orang dan angkatan kerja (AK) sebanyak 154,00 juta orang atau naik 1,89 juta orang.

  • Menko Zulkifli Hasan Janji Tingkatkan Kesejahteraan Nelayan hingga Peternak, Ini Solusinya

    Menko Zulkifli Hasan Janji Tingkatkan Kesejahteraan Nelayan hingga Peternak, Ini Solusinya

    Liputan6.com, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan) Zulkifli Hasan mengungkapkan kondisi kelompok nelayan hingga peternak masih dinilai miskin. Peningkatan kesejahteraan nelayan hingga peternak akan dimulai pada 2026, tahun depan.

    Mulanya, Zulkifli mengisahkan peningkatan nilai tukar petani. Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai tukar petani pada poin 124. Namun, nilai tukar untuk nelayan masih terbilang rendah.

    “Kita akan selesaikan tahun depan. Itu nelayan masih miskin, nelayan. Ya, nilai tukarnya masih 106-110. Sama peternak, petelur, peternak ayam, tambak, itu belum,” ungkap Zulkifli saat berbincang dengan petani di Desa Tamelang, Purwasari, Karawang, Kamis (6/11/2025).

    Dia mengakui pemerintah sudah meracik strategi untuk meningkatkan pendapatan nelayan hingga peternak. Mulai 2026, pembangunan kampung nelayan akan dimasifkan, termasuk tambak di sepanjang pesisir Jawa Barat. Tak cuma itu, jumlah peternakan juga akan kembali digenjot di berbagai titik.

    “Nanti tahun depan. Kita akan bangun di Jawa Barat ini, 20 ribu hektare tambak, ya. Di Pantura pantai-pantai kita akan bangun 2.000 kampung nelayan. Besar-besaran ini akan dibangun, akan dibangun peternak juga besar-besaran, ayam, petelur dan seterusnya,” tuturnya.

    Selain sebagai solusi kesejahteraan nelayan dan peternak, langkah itu disinyalir mampu meningkatkan produksi. Tujuannya, menopang kebutuhan Makan Bergizi Gratis (MBG) bagi 82,9 juta orang. “Karena tahun depan. Kita akan.. Pak Presiden kebijakannya akan memberi makan 82,9 juta anak-anak, balita dan ibu hamil,” tandasnya.

     

  • Investasi Melambat pada Kuartal III/2025, Pengusaha Masih Tahan Ekspansi

    Investasi Melambat pada Kuartal III/2025, Pengusaha Masih Tahan Ekspansi

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi perlambatan pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi pada kuartal III/2025, secara kuartalan maupun tahunan.

    Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh. Edy Mahmud mengungkapkan investasi tumbuh sebesar 5,04% secara tahunan (year on year/YoY) pada kuartal III/2025. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 6,99% YoY pada kuartal II/2025 dan 5,16% YoY pada periode yang sama tahun sebelumnya. Ia menjelaskan sejumlah komponen investasi memang mengalami perlambatan pertumbuhan.

    “Pertumbuhan [komponen] PMTB yang secara year on year adalah bangunan serta mesin dan perlengkapan. Nah kalau secara QtQ [kuartalan] yang mengalami pertumbuhan melambat dibandingkan Q2/2025 adalah jenis barang modal mesin dan perlengkapan,” ujar Edy dalam konferensi pers di Kantor BPS, Rabu (5/11/2025).

    PMTB atau investasi merupakan komponen pengeluaran kedua terbesar dalam struktur produk domestik bruto (PDB), setelah konsumsi rumah tangga. Pada kuartal III/2025, konsumsi rumah tangga tercatat memberikan kontribusi sebesar 29,09% terhadap PDB nasional.

    Sementara itu, BPS melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III/2025 sebesar 5,04% YoY, sedikit naik dibandingkan 4,95% YoY pada periode yang sama tahun lalu, namun melambat dari 5,12% pada kuartal sebelumnya.

    Edy menjelaskan, PDB Indonesia atas dasar harga berlaku mencapai Rp6.060 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan mencapai Rp3.444,8 triliun. “Ditopang oleh aktivitas domestik dan permintaan luar negeri, ekonomi Indonesia kuartal III/2025 tumbuh sebesar 5,04%,” ujarnya.

    Pertumbuhan tersebut berada di atas proyeksi para analis. Sebanyak 30 ekonom yang dihimpun Bloomberg sebelumnya memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III/2025 hanya mencapai 5% YoY.

    Pengusaha Tahan Ekspansi

    Perlambatan investasi, khususnya pada sektor bangunan dan mesin, mencerminkan masih banyak pelaku usaha yang menahan ekspansi. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani menuturkan, margin keuntungan perusahaan semakin menipis karena kenaikan biaya produksi.

    “Selama biaya logistik, energi, dan pembiayaan masih tinggi, ruang napas industri tetap sempit,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (4/11/2025).

    Dalam laporan S&P Global, PMI Manufaktur Indonesia tercatat berada di level 51,2 pada Oktober 2025. Meskipun masih berada di zona ekspansi, laporan itu menunjukkan kenaikan biaya input paling tajam dalam delapan bulan terakhir serta waktu pengiriman yang memanjang akibat gangguan distribusi.

    Shinta menambahkan, banyak produsen menahan kenaikan harga jual untuk menjaga daya saing di pasar. “Mereka bertahan lewat efisiensi operasional, negosiasi harga pasokan, hingga menunda ekspansi besar, tetapi kemampuan untuk menahan margin jelas terbatas,” ujarnya.

    Apindo menilai pemerintah perlu mempercepat kebijakan penurunan biaya logistik, yang saat ini mencapai 23 persen terhadap PDB, serta meninjau kembali harga listrik dan gas industri yang masih tinggi. Selain itu, bunga kredit yang mahal juga menjadi faktor penghambat daya saing dan profitabilitas industri.

    “Di sisi lain, akses pembiayaan juga belum longgar. Tak heran, minat ekspansi dunia usaha saat ini cenderung selektif. Tak sedikit perusahaan menahan investasi besar karena margin tertekan dan prospek permintaan yang belum kuat,” ujar Shinta.

    Ia menegaskan, pelaku usaha akan kembali agresif berinvestasi apabila terdapat kepastian kebijakan dan peningkatan efisiensi biaya. “Namun, mereka siap bergerak begitu sinyal stabilitas kebijakan dan efisiensi biaya semakin nyata,” katanya.

  • Rasio Pajak Hanya 8,58% hingga Kuartal III/2025, Terburuk Sejak Pandemi

    Rasio Pajak Hanya 8,58% hingga Kuartal III/2025, Terburuk Sejak Pandemi

    Bisnis.com, JAKARTA — Daya pungut penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) kuartal III/202 hanya mencapai 8,58% atau terendah sejak era pandemi Covid-19, serta masih jauh dari target sepanjang tahun.

    Berdasarkan pembukuan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp1.516,6 triliun hingga kuartal III/2025 atau Januari—September 2025. Sementara dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah Bisnis, produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp17.672,9 triliun hingga Kuartal III/2025.

    Berdasarkan data-data tersebut, dapat dihitung tax ratio: (Rp1.295,3 triliun / Rp17.672,9 triliun) × 100% = 8,58%. Artinya, tax ratio hingga Kuartal III/2025 sebesar 8,58%.

    Angka itu turun dibandingkan realisasi tax ratio pada periode yang sama tahun-tahun sebelumnya: 9,48% pada kuartal III/2024, 10,15% pada kuartal III/2023, 10,9 pada kuartal III/2022.

    Dengan demikian, terjadi penurunan tax ratio dalam tiga tahun terakhir. Realisasi tax ratio 8,58% pada kuartal III/2025 ini hanya sedikit lebih baik dari realisasi tax ratio 8,28% pada kuartal III/2021 atau masa pandemi Covid-19.

    Tak hanya itu, Kemenkeu menargetkan tax ratio sepanjang 2025 mencapai 10,02%. Singkatnya, realisasi hingga kuartal III (8,58%) masih jauh dari target akhir tahun (10,02%) atau masih kurang 1,44 poin persentase.

    Masalahnya, secara historis, capaian pada Kuartal III setiap tahunnya kerap kali tidak akan jauh berbeda dari realisasi akhir tahun. Pada tahun lalu misalnya: tax ratio pada Kuartal III/2024 (9,48%) tidak jauh beda dari realisasi pada akhir tahun (10,08%) atau cuma naik 0,6 poin persentase.

    Upaya Otoritas

    Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan pajak sebesar Rp1.295,3 triliun atau baru setara 62,4% dari outlook sepanjang tahun (Rp2.076,9 triliun) hingga akhir September 2025.

    Artinya, Kemenkeu perlu mengumpulkan Rp781,9 triliun dalam tiga bulan terakhir 2025 agar outlook penerimaan pajak sepanjang tahun bisa tercapai.

    Meski sulit, Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kemenkeu Yon Arsal menjelaskan periode Oktober–Desember memang selalu menjadi masa pengumpulan penerimaan terbesar sepanjang tahun. Dia menyebut, pola tersebut juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.

    “Ini memang cukup challenging, namun tiga bulan terakhir itu di mana kita biasanya merealisasikan berbagai hasil aktivitas pengawasan yang sudah kita lakukan sejak awal tahun,” ujar Yon dalam media briefing di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Senin (20/10/2025).

    Oleh sebab itu, Direktorat Jenderal Pajak akan memaksimalkan sejumlah langkah untuk memaksimalkan penerimaan pajak akhir tahun. Pertama, pengawasan pembayaran masa dengan menyesuaikan besaran pajak terhadap kinerja sektor usaha.

    Artinya, sektor yang tumbuh akan kita lakukan dinamisasi naik agar pembayaran pajaknya sesuai dengan seharusnya. Sebaliknya, sektor yang turun juga akan memberi kelonggaran melalui dinamisasi turun.

    Kedua, memperkuat pengawasan kepatuhan material melalui kegiatan pemeriksaan, penegakan hukum, dan penagihan aktif. Yon mengaku bahwa seluruh langkah itu merupakan kelanjutan dari proses pengawasan yang sudah dijalankan sejak awal tahun.

    “Mudah-mudahan kita masih tetap optimis bahwa target yang dibebankan itu masih bisa kita realisasikan,” tutupnya.

  • PDB Indonesia Kuartal III 2025 Unggul Dibandingkan Negara ASEAN hingga G20

    PDB Indonesia Kuartal III 2025 Unggul Dibandingkan Negara ASEAN hingga G20

    Liputan6.com, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, menyebut Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal III 2025 yang tumbuh sebesar 5,04 persen (yoy), lebih baik dari sebagian besar negara ASEAN dan G20.

    “Kinerja ekonomi Indonesia lebih baik dari sebagian besar negara ASEAN dan G20 seperti Arab Saudi 5,0 persen yoy; Tiongkok 4,8 persen yoy; Singapura 2,9 persen yoy; dan Korea Selatan 1,7 persen,” kata Airlangga dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (6/11/2025).

    Ia mengatakan perekonomian Indonesia kembali menunjukkan ketahanan dan daya saing yang kuat di tengah ketidakpastian global. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal III 2025 tumbuh sebesar 5,04 persen (yoy), tetap berada pada jalur untuk mencapai target pertumbuhan tahunan 5,2 persen.

    “Pertumbuhan PDB sebesar 5,04% (yoy) pada Triwulan III 2025 menunjukkan kekuatan fundamental ekonomi nasional, didorong konsumsi rumah tangga yang solid, investasi yang terus meningkat, serta kebijakan fiskal dan moneter yang terkoordinasi dengan baik,” ujarnya.

    Pemerintah berkomitmen menjaga momentum ini melalui dukungan bagi sektor produktif dan hilirisasi industri, percepatan belanja negara, dan penguatan perlindungan sosial.

    Optimisme terhadap perekonomian Indonesia juga tercermin dari laporan IMF yang telah menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025 dan 2026 serta menjadikan Indonesia sebagai salah satu “bright spot” di tengah perlambatan ekonomi global. 

    Lapangan Usaha

    Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan tertinggi tercatat pada sektor jasa pendidikan, seiring dimulainya tahun ajaran baru dan peningkatan belanja pendidikan, serta jasa perusahaan yang terdorong peningkatan aktivitas penyewaan dan jasa tenaga kerja. 

    “Sementara sektor dengan kontribusi terbesar terhadap PDB tetap didominasi industri pengolahan (19,15 persen), perdagangan (14,25 persen), dan pertanian (13,19 persen),” ujarnya.