Kementrian Lembaga: BPS

  • Bukan Sultan Timur Tengah, Wisman Paling Royal di Indonesia Ternyata dari Negara-negara Ini

    Bukan Sultan Timur Tengah, Wisman Paling Royal di Indonesia Ternyata dari Negara-negara Ini

    Jakarta, Beritasatu.com – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa sepanjang tahun 2024, wisatawan mancanega(wisman) asal Swiss mencatatkan pengeluaran tertinggi selama berlibur di Indonesia. Rata-rata pengeluaran mereka mencapai US$ 2.194,35 (sekitar Rp 36 juta).

    “Wisman yang paling banyak pengeluarannya selama berkunjung di Indonesia adalah wisatawan asal Swiss dengan rata-rata US$ 2.194,35,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, dalam konferensi pers di Kantor BPS pada Senin (3/2/2025).

    Selain Swiss, ini daftar negara asal wisman dengan pengeluaran terbesar di Indonesia:

    Amerika Serikat: US$ 2.183,58 (sekitar Rp 35,8 juta)

    Austria: US$ 2.175,82 (sekitar Rp 35,7 juta)

    Belgia: US$ 2.148,78 (sekitar Rp 35,3 juta)

    Rusia: US$ 2.113,85 (sekitar Rp 34,7 juta)

    Sepanjang 2024, jumlah kunjungan wisman di Indonesia mencapai 13,9 juta kunjungan, meningkat 19,05% dibandingkan tahun sebelumnya. Mayoritas dari mereka datang untuk berlibur.

    “Akomodasi hotel menjadi pilihan utama wisatawan mancanegara selama berada di Indonesia, dengan persentase hingga 70,55%,” jelas Amalia.

    Pada kuartal IV-2024, wisatawan mancanegara rata-rata menghabiskan US$ 1.287,33 selama berada di Indonesia dengan durasi kunjungan sekitar 10,39 malam. Pengeluaran terbesar wisman di Indonesia dialokasikan untuk akomodasi serta makanan dan minuman, yang mencapai 57,49% dari total pengeluaran.

    Secara rata-rata sepanjang 2024, wisman di Indonesia menghabiskan US$ 1.391,85 (sekitar Rp 22,8 juta) selama berlibur. Dari total kunjungan, 75,2% datang untuk berlibur, 9,22% untuk keperluan bisnis, dan 15,59% untuk tujuan pribadi lainnya.

  • BPS: Inflasi Jakarta Januari 2025 lebih rendah dibanding nasional

    BPS: Inflasi Jakarta Januari 2025 lebih rendah dibanding nasional

    Berdasarkan kelompok penyumbang utama inflasi secara tahunan pada Januari 2025 yakni makanan, minuman, dan tembakau dengan adil 0,68 persen

    Jakarta (ANTARA) – Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta menyatakan inflasi tahunan (year on year) DKI Jakarta pada Januari 2025 tercatat sebesar 0,14 persen atau lebih rendah dibandingkan inflasi tahunan secara nasional yakni 0,76 persen.

    “Inflasi tahun ke tahun DKI Jakarta tercatat sebesar 0,14 persen. Di nasional 0,76 persen. Artinya inflasi year on year (tahun ke tahun) ini lebih rendah (dibandingkan nasional),” kata Kepala BPS DKI Jakarta Nurul Hasanudin di Jakarta, Senin.

    Berdasarkan kelompok penyumbang utama inflasi secara tahunan pada Januari 2025 yakni makanan, minuman, dan tembakau dengan adil 0,68 persen, diikuti perawatan pribadi dan jasa lainnya (0,54 persen), serta penyediaan makanan dan minuman atau restoran (0,25 persen).

    “Komoditas utama penyumbang inflasi pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau adalah beras,” tutur Hasanudin.

    Sementara itu, komoditas-komoditas yang memberikan andil inflasi tahunan Jakarta yakni emas perhiasan dengan andil 0,38 persen, lalu tarif angkutan udara (0,15 persen), beras (0,14 persen), serta cabai rawit dan kopi bubuk (0,07 persen).

    Sedangkan komoditas yang memberikan andil atau sumbangan deflasi tahunan Jakarta pada Januari antara lain tarif listrik (1,98 persen), bensin (0,05 persen), cabai merah (0,04 persen), tomat (0,03 persen), dan tarif kereta api (0,02 persen).

    “Cabai merah meskipun tinggi (harganya) tapi secara tahun ke tahun sebetulnya deflasi 0,04 persen, juga tomat deflasi 0,03 serta tarif kereta api deflasi 0,02,” ujar Hasanudin.

    Adapun angka inflasi tahunan pada Januari 2025 tercatat paling rendah dibandingkan dua tahun sebelumnya. Pada Januari 2025, tingkat inflasi tahunan DKI Jakarta sebesar 0,14 persen, sementara pada Januari 2024 tercatat sebesar 1,83 persen dan pada Januari 2023, sebesar 3,83 persen.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2025

  • Bocoran Terbaru Skema BBM Subsidi, Kapan Diumumkan? – Page 3

    Bocoran Terbaru Skema BBM Subsidi, Kapan Diumumkan? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, kembali buka suara terkait penyusunan skema baru BBM subsidi. Ia hanya memberikan kode bahwa penyelesaiannya mendekati tahap akhir. Namun, Bahlil belum mau merincikan lebih lanjut soal tahapannya.

    “Skema BBM baru belum selesai. Masih 1 persen lagi,” ujar Bahlil singkat di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (3/2/2025).

    Kode serupa dengan ucapan sedikit berbeda sempat dilontarkannya pada 7 Januari 2025 lalu. Bahlil menyebut pengumpulan data calon konsumen BBM subsidi hampir rampung 100 persen. Namun kembali, ia tak ingin berandai-andai kapan itu bisa diselesaikan.

    “Ya 98 (persen) lah ya. Dikit lagi. (Kapan selesai?) Doain ya. Kita akan umumkan nanti di tahun ini,” ucap Bahlil.

    Menurut dia, persoalan utama yang belum terselesaikan dalam menerapkan kebijakan penyaluran BBM subsidi tepat sasaran ialah tumpang tindih data. “Selama ini kan datanya antara Kemensos lain, Pertamina lain, PLN lain. Sekarang datanya seluruhnya dikumpul ke satu pintu lewat BPS,” ungkapnya.

    Dikatakan Bahlil, proses pengumpulan data calon penerima ini sampai tiga kali mengalami perubahan. Sehingga ia meminta masyarakat bersabar, menanti keputusan final siapa saja yang nantinya berhak menenggak BBM subsidi.

    Sudah tiga kali perubahan, sudah hampir, tinggal sedikit lagi (selesai). Karena kita tidak ingin data-data penerima peralihan subsidi itu tidak tepat sasaran. Karena temanya ini kan subsidi tepat sasaran.

    “Karena datanya kan antara penerima masih ada yang tumpang tindih. Kan kita menyatukan semua sumber dari kementerian/lembaga, maupun BUMN yang sumber datanya kita jadikan satu, supaya tidak terjadi tumpang tindih. Masa kita memberikan subsidi kepada orang yang enggak tepat, kan enggak pas,” urainya.

    Pun saat ditanya apakah skema penyalurannya nanti bakal turut mengalami perubahan, Bahlil meminta publik untuk bersabar menunggu. Namun, ia memberi kisi-kisi itu tidak akan jauh berbeda dari yang sebelumnya telah disampaikan.

    “Nanti kalau sudah final semua kita umumkan, termasuk skema dan lainnya. Tapi yang pernah saya omongin itu tidak akan bergeser jauh-jauh dari situ,” pungkas Bahlil.

     

  • BPS DKI catat jumlah penumpang MRT dan LRT alami kenaikan pada 2024

    BPS DKI catat jumlah penumpang MRT dan LRT alami kenaikan pada 2024

    tren berbeda terjadi pada jumlah penumpang moda Transjakarta yang justru mengalami penurunan pada Desember 2024 ini yakni sebanyak 0,57 persen

    Jakarta (ANTARA) – Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta mencatat jumlah penumpang Moda Raya Terpadu (MRT) dan Lintas Raya Terpadu (LRT) secara bulanan mengalami kenaikan pada Desember 2024 yakni masing-masing 2,17 persen dan 9 persen dibanding November 2024.

    Kepala BPS DKI Jakarta Nurul Hasanudin di Jakarta, Senin menyebutkan jumlah penumpang MRT pada Desember 2024 mencapai 3.591.046 orang, naik 2,17 persen atau meningkat sejumlah 76.405 orang dibandingkan pada November 2024 yang mencapai 3.514.641 orang.

    Sedangkan total penumpang LRT Jakarta pada Desember 2024 mencapai 101.209 orang. Jumlah ini meningkat 9,00 persen atau meningkat sebanyak 8.354 orang dibandingkan November 2024 (m-to-m) yang pada bulan tersebut mencapai 92.855 orang.

    Sementara terkait jumlah perjalanan, untuk MRT Jakarta Desember 2024 juga tercatat mengalami kenaikan yakni sebanyak 3,28 persen dibandingkan November 2024 (bulan ke bulan/m to m) yang mencapai 7.890 perjalanan. Adapun realisasi perjalanan MRT Jakarta pada Desember 2024 mencapai 8.149 perjalanan.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2025

  • Tertinggi dalam 5 Tahun, Jumlah Wisman ke Indonesia Capai 13,9 Juta pada 2024

    Tertinggi dalam 5 Tahun, Jumlah Wisman ke Indonesia Capai 13,9 Juta pada 2024

    Jakarta, Beritasatu.com – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) selama 2024 mencapai 13,9 juta kunjungan, Secara kumulatif angka ini meningkat 19,05% dari 2023.

    “Capaian kunjungan wisman pada 2024 ini merupakan capaian tertinggi dalam lima tahun terakhir sejak 2020. Namun, masih lebih rendah dari 2019 atau sebelum pandemi, yaitu yang mencapai 16,1 juta kunjungan,” ucap Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adinggar Widyasanti  dalam konferensi pers di kantor BPS pada Senin (3/2/2025).

    Distribusi jumlah kunjungan wisman ke Indonesia menurut kebangsaan selama 2024, maka jumlah kunjungan tertinggi dari Malaysia yang mencapai 2,2 juta orang (16,4%). Lalu diikuti dari Australia  sebanyak 1,6 juta (12%) dan Singapura sebanyak 1,4 juta (10,1%).

    Apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, maka Malaysia naik 19,83%, Singapura terkontraksi 0,45%, dan Australia tumbuh 16,77%.

    “Wisman berkebangsaan Malaysia masuk melalui Batam. Wisman berkebangsaan Australia paling banyak melalui Ngurah Rai,” kata dia.

    Sepanjang 2024 wisman asal Eropa menghabiskan US$ 2.009,5 per kunjungan. Secara waktu tinggal, wisman dari Afrika menghabiskan   waktu tinggal paling lama yaitu 14,87 hari dan rata-rata pengeluaran US$ 1.062 per kunjungan. Wisman yang paling banyak pengeluarannya selama berkunjung di Indonesia adalah Swiss yaitu  US$ 2.194,35 per kunjungan.

    Mayoritas wisman ke Indonesia untuk berlibur (75,2%), untuk bisnis (9,22%), dan tujuan personal lainnya (15,59%). Akomodasi hotel menjadi pilihan utama wisatawan mancanegara selama berada di Indonesia dengan persentase hingga 70,55%.

    “Mayoritas wisatawan mancanegara mengunjungi Indonesia dengan tujuan utama untuk berlibur,” kata dia dala memaparkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia selama 2024.

  • BPS: Wisatawan Swiss Paling Banyak Belanja di RI

    BPS: Wisatawan Swiss Paling Banyak Belanja di RI

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat wisatawan dari Swiss menjadi wisatawan dengan pengeluaran terbanyak sepanjang 2024.

    Dengan jumlah mencapai 58.205 kunjungan, wisatawan dari negara Swiss rata-rata menghabiskan US$ 58.205 atau sekitar Rp 957 juta (Asumsi Kurs Rp 16.455) dalam kunjungannya.

    Selanjutnya, Amerika Serikat dengan pengeluaran US$ 2.183, Austria US$ 2,175, Belgia US$ 2,148 dan Rusia US$ 2,113.

    “Indikator wisman berdasarkan kawasan sepanjang tahun 2024 dari negara eropa melakukan pengeluaran terbesar dibandingkan kelompok lainnya rata2 menghabiskan 2.009 US$ selama kunjungan dengan rata rata lama tinggal 12,22 hari,” ujar Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers IHK, Senin (3/2/2025).

    Adapun wisatawan mancanegara yang paling banyak berkunjung sepanjang 2024 adalah Malaysia dengan kunjungan mencapai 2,27 juta dan menghabiskan rata-rata US$ 693 dalam kunjungan.

    Dilanjutkan dengan Australia 1,67 juta kunjungan dan mengeluarkan US$ 1,712, dan Singapura mencapai 1,40 juta kunjungan dan mengeluarkan rata-rata US$ 707.

    Secara kumulatif sepanjang tahun 2024 total wisman mencapai 13.902.420 atau meningkat 19,05% dibandingkan tahun 2023.

    “Capaian kunjungan wisman 2024 merupakan tertinggi dalam 5 tahun terakhir sejak 2020 namun demikian masih relatif lebih rendah dibandingkan 2019 sebelum pandemi 16,106.954 kunjungan,” ujarnya.

     

    (haa/haa)

  • Diskon tarif listrik penyumbang deflasi Januari 2025 di Jakarta

    Diskon tarif listrik penyumbang deflasi Januari 2025 di Jakarta

    Jakarta (ANTARA) – Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta mencatat pemberian diskon tarif listrik menjadi komoditas utama penyumbang deflasi pada Januari 2025 dengan andil sebesar 1,94 persen.

    “(Deflasi) tarif listrik pada Januari 2025 sebesar 30,92 persen, andilnya mencapai 1,94 persen. Pemberlakuan diskon tarif listrik ini memberikan andil deflasi yang sangat signifikan terhadap inflasi umum, khususnya di DKI Jakarta dan juga secara nasional,” ujar Kepala BPS DKI Jakarta Nurul Hasanudin di Jakarta, Senin.

    Adapun pada Januari 2025, DKI Jakarta mengalami deflasi bulanan sebesar 1,5 persen, sedangkan secara tahunan wilayah ini mengalami inflasi sebesar 0,14 persen.

    “Kalau di nasional juga deflasi minus 0,76 persen (bulan ke bulan), berarti cukup dalam untuk DKI Jakarta,” kata Hasanudin.

    Ia mengatakan, tarif listrik pertama kalinya memberi andil deflasi terhadap inflasi umum Januari 2025 dalam empat tahun terakhir.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

  • Dikepung Konversi Lahan Besar-besaran, Jawa Topang 53% Produksi Beras Nasional

    Dikepung Konversi Lahan Besar-besaran, Jawa Topang 53% Produksi Beras Nasional

    Bisnis.com, JAKARTA – Pulau Jawa masih menjadi lumbung pangan, khususnya beras, di tengah konversi besar-besaran lahan pertanian akibat pembangunan infrastruktur dan gembar-gembor industrialisasi. 

    Data Badan Pusat Statistik (BPS) memaparkan bahwa produksi beras di Pulau Jawa berada di kisaran 16,35 juta ton atau 53,4% dari total produksi beras nasional selama tahun 2024 yang tercatat mencapai 30,6 juta ton.

    Kendati masih menjadi penopang produksi beras nasional, namun secara jumlah produksi beras di Pulau Jawa mengalami pengusutan dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2023, produksi beras di 5 provinsi utama di Pulau Jawa, tercatat sebanyak 17,35 juta ton atau 55,7% dari produksi nasional sebanyak 31,1 juta ton. 

    Artinya jika dibandingkan jumlah produksi beras antara tahun 2024 dan tahun 2023 terjadi penurunan produksi sebesar 480.000 ton atau menyusut sebesar 1,5%. 

    Dalam catatan BPS, pemicu turunnya produksi beras tidak bisa dilepaskan dari jumlah luas panen yang juga mengalami penyusutan. Pada tahun 2024, hampir semua provinsi penghasil padi mengalami penurunan luas panen padi.

    Total luas panen padi secara nasional sebanyak 10,05 juta hektare dengan produksi padi sebanyak 53,14 juta ton pada tahun 2024. Padahal pada tahun sebelumnya, luas panen padi mencakup lahan seluas 10,21 juta hektare dengan total produksi padi sebanyak 53,98 juta ton.

    Beras Pemicu Kemiskinan

    Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) juga telah merilis data terbaru mengenai tingkat kemiskinan di Indonesia. Secara umum kemiskinan memang turun. Persentasenya di angka 8,57%.

    Turunnya angka kemiskinan, tidak serta merta disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia mulai sejahtera. Apalagi, jika dicermati, naik turunnya angka kemiskinan itu dipicu oleh sejumlah faktor, salah satunya adalah baseline yang digunakan BPS untuk menentukan orang itu miskin, menengah, atau berpenghasilan tinggi. 

    BPS mematok baseline pengeluaran masyarakat yang masuk kategori hidup di garis kemiskinan senilai Rp566.655 untuk wilayah pedesaan dan Rp615.763 di perkotaan per kapita per bulan. Alhasil, nilai rata-rata garis kemiskinan per September 2024, sebesar Rp595.242. Angka itu naik 2,11% dibandingkan Maret 2024 yang hanya tercatat sebesar Rp582.932.

    Namun demikian, jika memakai standar yang ditetapkan oleh Bank Dunia, sebesar US$2,15 per hari, angka kemiskinan Indonesia akan lebih tinggi dibandingkan yang dipaparkan oleh BPS belum lama ini. 

    Sekadar ilustrasi, jika menerapkan standar Bank Dunia di angka US$2,15. Warga Indonesia yang memiliki pengeluaran di bawah US$65,39 atau Rp1,04 juta seharusnya masuk kategori kemiskinan ekstrem. Itu artinya, jumlah orang yang masuk kategori miskin akan lebih banyak lagi dibanding angka versi BPS. Ada yang bilang 40% dari populasi.

    Terlepas dari standar mana yang dipakai, BPS juga memaparkan fakta bahwa makanan menyumbang kemiskinan dibandingkan barang non makanan. Di perkotaan, misalnya, masyarakat miskin menghabiskan 73,5% dari total pengeluarannya untuk makanan. 

    Sementara itu, orang pedesaan persentasenya lebih banyak lagi. Mereka menghabiskan lebih dari 75% dari total pengeluarannya untuk makanan. 

    Adapun beras adalah komoditas makanan yang paling banyak menyumbang kemiskinan. Di perkotaan, masyarakat yang hidup di garis kemiskinan mengalokasikan 21,01% pengeluarannya untuk membeli beras. Sedangkan di pedesaan lebih tinggi lagi, sebanyak 24,93%.

    Beras adalah makanan pokok utama masyarakat Indonesia. Data itu menginformasi bahwa mayoritas pengeluaran orang yang hidup di garis kemiskinan digunakan untuk mengonsumsi kebutuhan pokok.

    Konsumsi Beras Thailand 

    Adapun sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) juga melaporkan, Indonesia setidaknya telah memasok beras impor sebanyak 4,52 juta ton sepanjang 2024. Volume tersebut mengalami peningkatan sebesar 47,7% dibanding impor beras tahun lalu yang mencapai 3,06 juta ton.

    Tercatat, total 4,52 juta ton beras impor tersebut didominasi oleh semi-milled or wholly milled rice, whether or not polished or glazed, other than hs code 10063030 to 10063091 di mana komoditas dengan HS 10063099 ini tercatat masuk ke Indonesia sebanyak 3,9 juta ton. 

    “Impor beras sepanjang 2024 adalah sebesar 4,52 juta ton pada 2024,” kata Plt Kepala BPS, Ibu Amalia Adininggar Widyasanti dalam Rilis BPS, Rabu (15/1/2025).

    Berdasarkan paparan yang disampaikan Amalia, impor beras di 2024 merupakan yang tertinggi sejak 2019. BPS mencatat di 2019, impor beras hanya mencapai 444.510 ton. Jumlah tersebut turun menjadi 354.290 ton di 2020.

    Meski sempat menurun, impor beras sedikit mengalami peningkatan di 2021 menjadi 407.740 ton dan terus naik di 2022 yang tercatat sebesar 429.210 ton.

    Di 2023, impor beras melonjak. Tercatat, impor beras di 2023 mencapai 3,06 juta ton atau naik 613% dari tahun sebelumnya yang hanya 429.210 ton. Jumlah itu terus meningkat di 2024.

    Menurut asal negaranya, Amalia mengungkap bahwa Thailand menjadi negara utama importir beras ke Indonesia pada 2024 dengan volume mencapai 1,36 juta ton atau mencakup 30,19% dari total impor beras.

    Di bawah Thailand, ada Vietnam dengan volume impor beras mencapai 1,25 juta ton sepanjang 2024 atau 27,62% dari total impor beras. Posisi selanjutnya, ada Myanmar dan Pakistan di mana masing-masing melakukan importasi sebanyak 832.380 ton dan 803.840 ton di 2024.

    Posisi kelima adalah India di mana sepanjang 2024, BPS mencatat bahwa volume impor beras ke Indonesia mencapai 246.590 ton atau mencakup 5,46% dari total impor beras.

  • BPS Ungkap Indonesia Alami Deflasi pada Januari 2025

    BPS Ungkap Indonesia Alami Deflasi pada Januari 2025

    Jakarta, FORTUNE – Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa Indonesia mengalami Deflasi pada Januari 2025. Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyatakan bahwa terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 0,76 persen secara bulanan (month to month/MtM) sejak Desember 2024.

    “Pada Januari 2025 secara bulanan atau MtM dan tahun kalendar year to date (ytd) terjadi deflasi 0,76 persen atau terjadi penurunan IHK dari 106,80 pada Desember 2024 menjadi 105,99 pada Januari 2025,” kata Amalia dalam konferensi pers pada Senin (3/2).

    Deflasi bulanan ini terjadi di tengah berbagai kebijakan pemerintah, seperti pemberian diskon tarif listrik sebesar 50 persen untuk pelanggan PLN dengan daya hingga 2200 VA.

    Selain itu, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi, kenaikan harga eceran produk tembakau, serta curah hujan yang masuk dalam kategori menengah hingga di atas normal turut memengaruhi kondisi ini, yang berdampak pada produksi hortikultura di berbagai wilayah.

    Deflasi pada Januari 2025 ini menjadi catatan pertama dalam beberapa bulan terakhir, setelah deflasi bulanan terakhir pada September 2024. 

    “Pada Januari 25 angka bulanan (mtm) dan year to date (ytd) akan sama karena pembandingnya sama. Sementara itu, secara year on year (yoy), terjadi inflasi sebesar 0,76 persen,” ujarnya. 

    Menurut BPS, kelompok pengeluaran yang paling besar memberikan kontribusi terhadap deflasi bulanan adalah sektor perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga. Kelompok ini mencatat deflasi sebesar 9,16 persen, yang memberikan kontribusi terhadap deflasi keseluruhan sebesar -1,44 persen.

    “Komoditas yang dominan menjadi pendorong deflasi kelompok ini adalah tarif listrik yang andilnya terhadap deflasi sebesar 1,47 persen,” kata Amalia.

    Selain tarif listrik, beberapa komoditas lain juga berkontribusi terhadap deflasi. Tomat, misalnya, memberikan andil deflasi sebesar 0,03 persen. Sedangkan komoditas lainnya seperti ketimun, tarif kereta api, dan tarif angkutan udara masing-masing memberikan andil deflasi sebesar 0,01 persen.

    Meski demikian, terdapat pula beberapa komoditas yang justru memberikan andil terhadap inflasi.

    “Namun demikian ada komoditas yang memberikan andil inflasi, antara lain cabai merah dan cabai rawit yang andil inflasinya masing-masing adalah sebesar 0,19 persen dan 0,17 persen,” ujar Amalia.

    Selain cabai, beberapa komoditas lain yang mencatatkan kontribusi inflasi adalah ikan segar, minyak goreng, dan bensin, masing-masing dengan andil inflasi sebesar 0,03 persen.

    Dengan data tersebut, BPS menunjukkan bahwa dinamika harga di Indonesia pada awal 2025 dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari sisi kebijakan pemerintah maupun kondisi alam. Meskipun terdapat kenaikan harga pada beberapa komoditas, deflasi tetap terjadi berkat penurunan signifikan pada sektor energi, khususnya tarif listrik.
     

  • BPS Ungkap Januari 2025 Terjadi Deflasi 0,76 Persen

    BPS Ungkap Januari 2025 Terjadi Deflasi 0,76 Persen

    Jakarta, Beritasatu.com – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pada Januari 2025 terjadi deflasi sebesar 0,76%. Lalu inflasi tahun ke tahun sebesar 0,76% dan  secara tahun kalender terjadi deflasi sebesar 0,76%.

    Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, pada Januari 2025 secara bulanan terjadi deflasi 0,76% atau terjadi penurunan indeks harga konsumen dari 106,8 pada Desember 2024 menjadi 105,99 pada Januari 2025. Pada Januari 2025 inflasi bulanan dan year to date akan sama 0,76% karena perbandingannya sama yaitu di bulan Januari 2025.

    “Deflasi bulanan pada Januari 2025 merupakan deflasi pertama setelah deflasi pada September 2024,” ucap Amalia dalam konferensi pers di kantor BPS  pada Senin (3/2/2025).

    Apabila dilihat berdasarkan kelompok pengeluaran, maka kelompok penyumbang deflasi bulanan terbesar adalah kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga dengan deflasi 9,16% dan memberikan andil deflasi 1,44%.

    “Komoditas yang dominan menjadi pendorong deflasi kelompok ini adalah tarif listrik yang andilnya terhadap deflasi sebesar 1,47%,” tutur Amalia.

    Selanjutnya kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami deflasi 0,08% dan memberikan andil deflasi 0,01%. Sedangkan kelompok makanan, minuman, dan tembakau mengalami inflasi 1,94% dan memberikan andil inflasi 0,56%.

    Komoditas yang memberikan andil inflasi antara lain cabai merah dan cabai rawit yang andil inflasinya sebesar 0,19% dan 0,17%. Ikan segar, minyak goreng, dan bensin memberikan andil inflasi 0,03%.

    “Komoditas yang memberikan andil deflasi adalah tomat dengan deflasi 0,03%, serta timun, tarif kereta api, tarif angkutan udara dengan andil deflasi masing-masing 0,01%,” kata Amalia.

    Apabila dilihat berdasarkan komponen, maka deflasi pada Januari 2025 karena didorong oleh komponen harga diatur pemerintah. Komponen harga diatur pemerintah mengalami deflasi sebesar 7,38% dengan andil deflasi sebesar 1,44%.

    “Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi komponen harga diatur pemerintah adalah tarif listrik, tarif angkutan udara, dan tarif kereta api,” kata Amalia.

    Komponen inti mengalami inflasi sebesar 0,3% dengan andil inflasi 0,2%. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi komponen inti adalah minyak  goreng, emas perhiasan, biaya sewa rumah, kopi, bubuk, mobil, dan sepeda motor.

    Komponen bergejolak mengalami inflasi sebesar 2,95% dengan andil inflasi sebesar 0,48%. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi komponen bergejolak adalah cabai merah, cabai rawit, dan daging ayam ras

    Secara spasial dari 38 provinsi yang dipantau BPS tercatat 34 provinsi mengalami deflasi pada Januari 2025 dan empat provinsi mengalami inflasi. Untuk inflasi tertinggi terjadi di Kepulauan Riau (0,43%) dan deflasi terdalam terjadi di Papua Barat (2,29%).