Kementrian Lembaga: BPS

  • BPS sebut harga minyak goreng stabil tinggi

    BPS sebut harga minyak goreng stabil tinggi

    Jakarta (ANTARA) – Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut harga minyak goreng untuk seluruh kualitas dalam kondisi stabil tinggi dan tidak pernah turun pada minggu pertama November 2025.

    Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan terdapat kenaikan harga yang tipis untuk minyak goreng seluruh kualitas baik curah, premium, dan Minyakita, sehingga konsumen harus membayar di atas harga eceran tertinggi (HET).

    “Minyak goreng ini, dia stabil tinggi, tidak pernah turun. Ada kenaikan tipis, tipis sekali tetapi perlahan dan stabil tinggi, sehingga harga yang dibayar oleh konsumen adalah harga yang tinggi,” ujar Amalia dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah dipantau secara daring di Jakarta, Selasa.

    Ia memaparkan harga rata-rata minyak goreng seluruh kualitas secara nasional pada minggu pertama November 2025 sebesar Rp19.480 per liter, sedangkan pada Oktober 2025 Rp19.469 per liter.

    Kenaikan harga ini terjadi di 102 kabupaten/kota, di mana harga tertinggi mencapai Rp60.000 per liter dan terendah Rp15.500 per liter.

    Khusus untuk Minyakita, BPS mencatat rata-rata harga minyak goreng rakyat nasional berada di angka Rp17.261 per liter, sedangkan pada bulan sebelumnya Rp17.220 per liter. Harga tersebut berada di di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan sebesar Rp15.700 per liter.

    Lebih lanjut, terdapat 80 kabupaten/kota di Pulau Jawa yang rata-rata harga Minyakita di atas HET. Sedangkan di luar Pulau Jawa, terdapat 305 kabupaten/kota yang harga Minyakita di atas HET, di antaranya Kabupaten Pegunungan Bintang Rp50.000 per liter, Kabupaten Puncak Jaya Rp40.000 dan Kabupaten Yahukimo Rp40.000.

    “Stabil tinggi, perlahan sudah minggu terakhir ini harga minyak goreng sudah ada kenaikan sedikit,” jelasnya.

    Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
    Editor: Evi Ratnawati
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Risiko Shortfall Pajak di Depan Mata, Andalkan Ekonomi Saja Tak Cukup?

    Risiko Shortfall Pajak di Depan Mata, Andalkan Ekonomi Saja Tak Cukup?

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyalahkan kondisi ekonomi sebagai biang keladi penurunan performa penerimaan pajak. Padahal, kalau mengacu kepada realisasi sampai September 2025, kinerja penerimaan pajak belum mencerminkan kondisi ekonomi yang tumbuh 5,01% year to date. 

    Purbaya sendiri berdalih penurunan penerimaan pajak hingga periode kuartal III/2025 terjadi karena roda perekonomian yang bergerak stagnan, khususnya di private sector pada triwulan III/2025.

    “Tax ratio kan menurun karena ekonominya melambat sebetulnya di triwulan ketiga, private sector-nya ya,” ucap Purbaya di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Senin (10/11/2025) kemarin.

    Purbaya juga percaya diri bahwa angka tersebut akan berangsur-angsur meningkat. Sejumlah kebijakan yang dijalankan, seperti penggelontoran dana likuiditas ke bank-bank Himbara dengan total keseluruhan sebesar Rp200 triliun, disebutnya dapat mendorong roda perekonomian pada sektor riil.

    “Triwulan keempat ‘kan kita kasih stimulus cukup besar. Uang kita gelontorkan ke sistem. Sepertinya real sector juga mulai bergerak lebih cepat. Harusnya sih akan sedikit membaik, yang jelas [tax ratio] enggak akan turun,” tegasnya.

    Dia pun berharap dengan sejumlah kebijakan dan stimulus yang telah dijalankannya, target tax ratio 2025 dapat tercapai hingga kuartal IV nanti. Ia juga berharap pemungutan pajak pada tahun depan juga dapat lebih baik sehingga tax ratio dapat memenuhi target.

    “Tapi yang penting nanti dengan perbaikan ini, tahun depan, tahun depan, 2026, pengumpulan tax akan jauh lebih bagus dibanding sekarang, tax ratio akan meningkat,” jelasnya.

    Elastisitas Penerimaan Pajak

    Salah satu indikator yang bisa mengukur seberapa parah pelemahan penerimaan pajak itu adalah tax buoyancy. Skema tax buoyancy secara sederhana bisa diartikan sebagai elastisitas penerimaan pajak terhadap pertumbuhan alamiah produk domestik bruto alias PDB.

    Pertumbuhan alamiah PDB diukur dari pertumbuhan ekonomi ditambah dengan inflasi. Artinya jika realisasi pertumbuhan ekonomi kumulatif dari Januari – September 2025 sebesar 5,01% dan inflasi sebesar 1,82%, maka pertumbuhan alamiah penerimaan pajak seharusnya berada di angka 6,83%.

    Persoalannya sampai dengan kuartal III/2025 lalu, penerimaan pajak justru masih minus 4,4%, sehingga elastisitas penerimaan pajak hanya di angka minus 0,64. Angka ini mengonfirmasi bahwa penerimaan pajak tidak elastis, karena setiap 1% pertumbuhan ekonomi tidak menghasilkan 1% penerimaan pajak. Kinerja buoyancy tersebut juga bisa diartikan bahwa penerimaan pajak tidak sebanding dengan peforma ekonomi Indonesia, yang secara kumulatif hingga September mampu tumbuh di angka 5,01%. 

    Grafis pertumbuhan ekonomi kuartal III/2025./BPS

    Adapun, kalau melihat secara teoritik, tinggi rendahnya tax buoyancy itu bisa diukur melalui empat indikator. Pertama, jika nilai tax bouyancy di atas 1 maka penerimaan pajak tumbuh lebih cepat dari ekonomi. Kedua, jika nilai tax bouyancy sama dengan 1 maka penerimaan pajak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi (netral, secara proporsional tak naik atau turun).

    Ketiga, jika nilai tax bouyancy di bawah 1 maka penerimaan pajak tumbuh lebih lambat dari ekonomi. Keempat, jika nilai tax bouyancy negatif maka penerimaan pajak justru turun ketika ekonomi tumbuh. Nilai tax buoyancy sendiri diperoleh dari perhitungan persentase perubahan penerimaan pajak dibagi dengan persentase perubahan PDB.

    Dengan demikian, penerimaan pajak bukan hanya tidak responsif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, melainkan kontraktif (penerimaan pajak bergerak berlawanan dengan pertumbuhan ekonomi).

    Pada periode yang sama tahun lalu atau kuartal III/2024, nilai tax bouyancy Indonesia juga negatif yaitu -0,27. Hanya saja, otoritas pajak bisa memperbaiki kinerja pemungutan pajak sehingga pada akhir tahun nilai tax bouyancy tak lagi negatif yaitu 0,71—meskipun belum ideal atau di bawah 1 yang menunjukkan penerimaan pajak tumbuh lebih lambat dari ekonomi.

    Sedikit Waktu Tersisa 

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa hanya memiliki waktu kurang dari 3 bulan untuk mengejar target penerimaan pajak yang masih di angka 62,4% dari outlook sebesar Rp2.076,9 triliun pada tahun ini. 

    Kalau meleset Purbaya bakal memikul beban berat karena target pertumbuhan penerimaan pajak tahun 2026 yang semula berada di kisaran 13% bisa menembus angka 27-30% lebih. Hal itu berarti, target penerimaan pajak tahun depan semakin sulit dicapai, apalagi jika jurus pembenahan ekonomi Purbaya, tidak sesuai ekspektasi.

    Dalam catatan Bisnis, realisasi penerimaan pajak selalu berada di bawah pertumbuhan alamiahnya. Namun demikian, rumus ini bisa dikecualikan ketika terjadi aliran penerimaan yang sifatnya extraordinary seperti lonjakan harga komoditas, yang memicu limpahan pendapatan ke kas negara.

    Pertumbuhan pajak alamiah diukur berdasarkan realisasi pertumbuhan ekonomi dengan inflasi tahunan. Artinya, kalau target tahun ini misalnya, pertumbuhan ekonomi di angka 5,2% dan inflasi di angka 2,8%, seharusnya pertumbuhan penerimaan pajak alamiahnya bisa mencapai 8%. Namun yang terjadi saat ini justru sebaliknya, penerimaan pajak hingga September 2025 malahan terkontraksi di angka minus 4,4% atau realisasinya jauh di bawah pertumbuhan alamiahnya.

    Tren serupa juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya pada tahun 2024, misalnya, realisasi penerimaan pajak tercatat sebesar  Rp1.932,4 triliun capaianya lebih dari 100%. Tetapi pertumbuhannya hanya di angka 3,5%. Padahal dengan realisasi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,03% dan inflasi 1,57%, pertumbuhan alamiah penerimaan pajak tahun 2024 seharusnya di angka 6,6%. 

    Kantor Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan./Ist

    Namun demikian, simulasi ini tidak berlaku pada tahun 2022-2023, pada dua tahun tersebut terjadi lonjakan penerimaan pajak. Ada dua aspek yang mempengaruhi penerimaan pajak tahun 2022. Pertama karena baseline penerapan target yang cukup rendah sebagai konsekuensi dari proses pemulihan ekonomi.

    Kedua, karena membaiknya harga komoditas baik itu migas maupun komoditas lainnya seperti batu bara. Pada tahun 2022, pertumbuhan penerimaan pajak mencapai 34,27% melampaui pertumbuhan alamiahnya di angka 10,82%. Tahun 2023, tren itu mulai mengalami moderasi sehingga pertumbuhan penerimaan pajak di angka 8,8%. 

    Adapun salah satu indikasi dari kenaikan harga komoditas, terutama migas itu direpresentasikan oleh penerimaan pajak dari PPh migas yang realisasinya lebih dari 120% atau tumbuh 47,32% dari tahun 2021. Hal itu berbanding terbalik dengan kondisi saat ini, pemerintah rasanya sulit untuk mengelak bahwa shortfall atau selisih antara target dan realisasi pajak tahun ini akan melebar dari outlook APBN 2025 di angka Rp2.076,9 triliun.

    Sekadar catatan penerimaan pajak per September 2025 masih di angka 62,4% atau kurang sebesar Rp781,6 triliun dari outlook APBN. Periode yang sama tahun lalu penerimaan pajak telah mencapai 70% dari target. Artinya kalau mengacu kepada data tahun lalu, dengan realisasi penerimaan pajak sebesar Rp1.932,4 triliun, pemerintah berhasil memenuhi sekitar 29,8% penerimaan dalam waktu 3 bulan.

    Persoalannya data 2025 menunjukkan dengan penerimaan 62,4% pemerintah harus mengejar penerimaan pajak sebesar 37,6% dari target agar shortfall tidak melebar atau minimal pas dengan outlook APBN. Angka ini bahkan melampaui realisasi pertumbuhan tahun 2022 yang banyak ditopang komoditas dan rendahnya benchmark penerimaan pada tahun sebelumnya.

    Potensi Shortfall Melebar Terbuka 

    Sebelumnya, Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengingatkan agar pemerintah tidak abai terhadap risiko fiskal yang kini mulai meningkat seiring melemahnya kinerja penerimaan pajak.

    Fajry menilai kebijakan perpajakan yang dijalankan pemerintahan baru belum menunjukkan arah yang jelas. Menurutnya, Prabowo mewarisi kondisi ‘mati gaya’ dari akhir pemerintahan Jokowi, ketika sejumlah kebijakan fiskal dibatalkan, termasuk rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dan program Tapera.

    “Tidak ada yang salah dengan keputusan membatalkan kebijakan. Itu bentuk pemerintah mendengar aspirasi publik. Namun, ketika potensi penerimaan turun, belanja negara semestinya ikut disesuaikan,” jelasnya kepada Bisnis, Minggu (19/10/2025).

    Fajry mengingatkan, ketidakseimbangan antara penerimaan dan belanja berpotensi memperlebar defisit. Kondisi itu bisa mempertinggi persepsi risiko fiskal, yang terbukti ketika investor asing menarik kepemilikan surat utang pemerintah pada September lalu dan menekan nilai tukar rupiah.

    Dia mengingatkan agar pemerintah tidak mengulang kesalahan kebijakan fiskal sembrono seperti yang dilakukan mantan Perdana Menteri Inggris Elizabeth Truss, yang gagal menjaga keseimbangan antara pemotongan pajak dan pengeluaran negara.

    “Saat itu Truss melakukan pemotongan tarif pajak [pendapatan] namun gagal menjaga sisi pengeluaran [belanja]. Akhirnya, nilai tukar poundsterling anjlok dan inflasi meningkat,” katanya.

    Fajry pun menilai APBN 2025 menghadapi risiko shortfall pajak yang besar. Jika kinerja penerimaan pajak sampai akhir tahun hanya setara dengan capaian beberapa bulan terakhir maka dia memproyeksikan realisasi penerimaan pajak hanya mencapai 82,22% dari outlook sepanjang tahun atau shortfall sekitar Rp389,26 triliun.

    “Sekalipun ada extra effort seperti tahun lalu, penerimaan pajak hanya akan mencapai 85%–88%. Sangat sulit untuk mencapai outlook APBN yang ditetapkan 94%,” jelas Fajry.

  • Modal Menuju Keluar dari Zona 5.0

    Modal Menuju Keluar dari Zona 5.0

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengumumkan kinerja pertumbuhan ekonomi (PDB) selama kuartal III/2025 sebesar 5,04% (YoY) atau sebesar 5,01% (c-to-c) selama 9 bulan pertama 2025.

    Dengan kinerja selama 9 bulan tersebut, penulis memiliki keyakinan bahwa ekonomi Indonesia akan tumbuh setidaknya 5% selama 2025. Ini mengingat, pada kuartal IV/2025, ekonomi Indonesia memiliki peluang tumbuh lebih tinggi dibanding tiga kuartal sebelumnya. Bila ini terjadi, kinerja pertumbuhan ekonomi tersebut akan melampaui proyeksi sejumlah lembaga seperti IMF dan World Bank yang memperkirakan ekonomi Indonesia selama 2025 tumbuh di bawah 5%.

    Bagaimana potret pertumbuhan pada kuartal III/2025? Kemudian, bagaimana potensi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV/2025?

    Penulis menyebut kinerja pertumbuhan ekonomi kuartal III/2025 sebagai capaian yang “optimal”. Disebut demikian, mengingat belum seluruh mesin pertumbuhan bekerja. Konsumsi rumah tangga yang menjadi mesin pertumbuhan terbesar dari sisi pengeluaran hanya tumbuh 4,89% (YoY) terendah sejak kuartal I/2024. Kita memahami mengapa pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal III/2025 tersebut rendah.

    Selama kuartal III/2025, ekonomi kita dihadapkan pada kondisi sosial dan politik yang kurang kondusif. Berbagai indikator terkait daya beli konsumen cenderung lemah sebagaimana terlihat pada indikator indeks keyakinan konsumen (IKK), indeks penjualan riil (IPR), termasuk kinerja perkreditan yang terkait dengan konsumen.

    Selama kuartal III/2025, praktis hanya konsumsi pemerintah dan ekspor yang mencatatkan kinerja melebihi “optimal”. Konsumsi pemerintah tumbuh 5,49% (YoY) tertinggi sejak Q2/2024 serta mampu membalikan kurva yang sebelumnya negatif (kontraktif) selama dua kuartal. Demikian halnya ekspor. Di tengah berlakunya tarif impor di Amerika Serikat (AS) secara efektif sejak Agustus 2025, ekspor tetap tumbuh tinggi, sebesar 9,91% (YoY) meski lebih rendah dibanding kuartal II/2025 yang tumbuh 10,95% (YoY).

    Kinerja investasi meski kurang optimal masih relatif baik, tumbuh 5,04% (YoY). Dari sisi sektoral ekonomi, mesin pertumbuhan juga belum banyak mengalami perubahan. Sumber pertumbuhan masih mengandalkan pada sektor-sektor yang kemampuan serapannya terhadap tenaga kerja relatif terbatas. Pada kuartal III/2025, industri pengolahan tumbuh 5,54% (YoY) lebih rendah dibandingkan kuartal II/2025 yang tumbuh 5,68% (YoY), di mana sumber pertumbuhannya masih ditopang oleh industri makanan dan minuman serta industri logam dasar (smelter).

    PURBAYA EFFECT

    Memasuki kuartal IV/2025, perubahan lingkungan eksternal dan internal terjadi. Dari sisi eksternal, optimisme terhadap kinerja ekonomi global mulai membaik. Hal itu antara lain tecermin dari sejumlah proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang lebih baik. Pada Oktober 2025, IMF mengoreksi naik outlook pertumbuhan ekonomi global pada 2025 dari sebelumnya 3% (outlook Juli 2025) menjadi 3,2%.

    Sementara itu, dari sisi internal, terjadi perubahan arah kebijakan ekonomi seiring dengan pergantian tampuk kepemimpinan di sektor fiskal. Pergantian Menteri Keuangan kepada Purbaya Yudhi Sadewa telah mengu-bah konstelasi kebijakan fiskal yang turut memengaruhi arah kebijakan moneter dan industri keuangan.

    Tentunya, berbagai perubahan ini dapat memengaruhi kinerja ekonomi Indonesia pada kuartal IV/2025 dan selanjutnya. Kebijakan fiskal yang longgar, yang dimulai dengan penempatan dana pemerintah ke perbankan, diperkirakan akan mendorong kinerja ekonomi Indonesia khususnya pada sisi investasi dan konsumsi rumah tangga ke arah yang lebih kuat.

    Pada kuartal III/2025, “Pur baya Effect” sebenarnya telah memberikan dampak pada kinerja ekonomi Indonesia, meskipun sangat terbatas. “Purbaya Effect” tersebut khususnya terjadi pada sisi investasi. Hal ini antara lain terlihat dari kinerja pertumbuhan kredit perbankan. Pada September 2025, kredit perbankan tumbuh 7,18% (YoY) meningkat dibanding posisi Agustus 2025 yang tum buh 7,05% (YoY).

    Kenaikan pertumbuhan kredit tersebut praktis ditopang oleh kredit kepada debitur BUMN. Per September 2025, kredit kepada debitur BUMN tumbuh 9,72% (YoY) naik signifikan dibanding posisi Agustus 2025 yang baru tumbuh 1,69% (YoY). Hampir dapat dipastikan bahwa lonjakan pertumbuhan kredit kepada debitur BUMN ini berasal dari kredit yang disalurkan bank-bank BUMN.

    Yang perlu memperoleh perhatian adalah di tengah lonjakan pertumbuhan kredit kepada debitur BUMN, pertumbuhan kredit kepada debitur swasta justru turun. Pada September 2025, pertumbuhan kredit kepada debitur swasta tumbuh 7,01% (YoY) melambat dibanding Agustus 2025 yang tumbuh 7,23% (YoY). Kondisi ini menggambarkan bahwa sektor swasta masih struggle, tetapi sekaligus menjadi potensi bagi sumber pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV/2025 dan selanjutnya.

    Dengan catatan, yaitu apabila transmisi penempatan dana pemerintah ke perbankan dapat berlangsung meluas. Itu artinya, penempatan dana pemerintah ke bank-bank BUMN perlu didorong agar berpengaruh pada peningkatan dana murah yang dapat dirasakan perbankan secara menyeluruh. Nah, tantangannya adalah bagaimana menciptakan agar transmisi tersebut terjadi.

    Dalam konteks ini, penulis mengusulkan beberapa hal. Pertama, perlu dibangun pemahaman bahwa penempatan dana pemerintah di bank-bank BUMN tidaklah berhenti menjadi likuiditas bank BUMN. Mekanisme perpindahan likuiditas dari bank BUMN ke bank lainnya perlu diciptakan agar perbaikan struktur dana perbankan terjadi secara meluas.  Sehingga, pertumbuhan kredit bank swasta pun, yang biasanya menjadi tempat debitur swas-ta memperoleh kredit, ikut meningkat.

    Kedua, kebijakan dovish melalui peningkatan likuiditas, perlu diimbangi dengan penyelesaian hambatan teknis (debottlenecking) di sektor riil. Tujuannya, untuk mempercepat efektivitas kebijakan pelonggaran likuiditas. Dalam konteks ini, seyogyanya instrumen fiskal, moneter, dan sektor keuang-an (khususnya perbankan) dapat menjadi trigger bagi percepatan debottlenecking di sektor riil.

    PENGUATAN KOORDINASI

    Beberapa waktu yang lalu, Menkeu Purbaya turun menemui pelaku usaha industri rokok dalam rangka “belanja masalah” sekali-gus menunjukkan bukti dukungannya kepada industri.

    Seyogianya, langkah ini direplikasi lebih luas dan strategis ke sektor-sektor lainnya.

    Penguatan koordinasi dan kerja sama antara para pemegang otoritas di sektor keuangan dengan para pemangku kepentingan di sektoral seperti para menteri teknis serta pelaku usaha akan turut menentukan efektivitas transmisi kebijakan di sektor keuangan ke pertumbuhan sektor riil.

    Penulis berpendapat, bila berbagai langkah di atas dapat berjalan simultan, potensi tumbuh lebih tinggi pada kuartal IV/2025, katakanlah sebesar 5,2% (YoY), bukan sesuatu yang mustahil. Kita memiliki peluang untuk memperbaiki pertumbuhan sektoral ekonomi, Konsumsi Rumah Tangga dan Investasi.

    Sementara itu, pertumbuhan Konsumsi Pemerintah diperkirakan akan tetap tinggi pada kuartal IV/2025. Sedangkan pertumbuhan ekspor diperkirakan relatif sama dengan kuartal III/2025. Dengan berbagai perbaikan ini, bukan tidak mungkin, selama 2025, ekonomi Indonesia bisa tumbuh sekitar 5,1% dan keluar dari zona 5,0% (5.0).

  • Mentan tegaskan Kementan fokus jadikan Indonesia berdaulat pangan

    Mentan tegaskan Kementan fokus jadikan Indonesia berdaulat pangan

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan komitmen Kementerian Pertanian untuk terus fokus, tegas, dan bekerja nyata dalam mewujudkan Indonesia berdaulat pangan melalui peningkatan produksi dan efisiensi pertanian nasional.

    “Kita fokus, tegas, dan bekerja nyata untuk menjadikan Indonesia berdaulat pangan,” kata Mentan dalam keterangan di Jakarta, Senin.

    Mentan menyoroti kondisi global yang saat ini menghadapi ancaman krisis pangan. Berdasarkan data World Food Programme (WFP) tahun 2024, lebih dari 295 juta orang di 53 negara mengalami situasi pangan akut.

    Disebutkan bahwa jumlah itu meningkat dibanding tahun sebelumnya, di mana sekitar 2,33 miliar orang menghadapi tingkat food insecurity moderat hingga parah.

    “Untuk menghadapi potensi ancaman pangan tersebut, Presiden Prabowo meminta saya bekerja total agar bangsa ini benar-benar berdaulat secara pangan. Saya langsung tancap gas menjalankan misi suci negara dalam menjaga ketahanan dan kedaulatan pangan,” jelas Mentan.

    Ia menambahkan, kedaulatan pangan harus diwujudkan agar Indonesia tidak terus bergantung pada impor berbagai komoditas.

    Hasil kerja keras tersebut mulai terlihat nyata, di mana sepanjang Januari hingga Desember 2025, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi beras nasional diproyeksikan akan mencapai 34,77 juta ton, naik 4,14 juta ton atau 13,54 persen dibanding periode sebelumnya.

    Selain itu, hingga akhir Oktober 2025, cadangan beras pemerintah (CBP) tercatat mencapai 3,9 juta ton. Capaian ini, menurut Amran, merupakan hasil kerja keras seluruh jajaran pertanian serta sinergi lintas instansi tanpa ego sektoral.

    Dia juga menegaskan capaian itu merupakan hasil kerja nyata bersama mulai petani, penyuluh dan seluruh jajaran pertanian yang bergerak dalam satu komando.

    “Semua ini merupakan hasil kerja bersama yang solid dan terukur,” kata Mentan.

    Ia menambahkan berbagai program seperti percepatan tanam serentak, bantuan alat dan mesin pertanian (Alsintan), serta penguatan benih unggul menjadi fondasi penting dalam menjaga produktivitas di tengah tantangan iklim global. Hal itu dilakukan dengan maksimal dalam mengawal kedaulatan bangan bangsa.

    Menurutnya kondisi itu juga menegaskan bahwa ketahanan pangan sejati bukan bergantung pada kekuatan ekonomi, tetapi pada kemandirian dan keberpihakan kepada petani.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Triono Subagyo
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Tokopedia dan TikTok Shop Blak-blakan Dampak Tanggal Kembar pada Transaksi

    Tokopedia dan TikTok Shop Blak-blakan Dampak Tanggal Kembar pada Transaksi

    Bisnis.com, JAKARTA— Tokopedia dan TikTok Shop by Tokopedia (TikTok Shop) menyampaikan promo tanggal kembar turut mendongkrak penjualan perusahaan. 

    Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan transaksi belanja online yang dilakukan peritel dan marketplace meningkat 6,19% secara kuartalan (qtq) pada kuartal III/2025. Sementara itu, data Bank Indonesia (BI) menunjukkan nilai transaksi belanja online mencapai Rp134,67 triliun, tumbuh 4,93% (qtq) dan 3,74% (yoy). 

    Dari sisi volume, total transaksi mencapai 1,44 miliar, naik 7,72% (qtq) dan 20,5% (yoy). BI menjelaskan lonjakan tersebut dipicu oleh kampanye promo tanggal kembar 7.7, 8.8, dan 9.9 yang digelar berbagai platform e-commerce.

    Senior Director of Tokopedia and TikTok E-commerce Indonesia, Stephanie Susilo, menyampaikan pihaknya rutin mengadakan rangkaian kampanye bulanan di kedua platform, mulai dari Gajian Sale yang dimulai setiap tanggal 24 atau 25 hingga Promo Guncang yang berpuncak pada tanggal kembar di bulan berikutnya. Menurutnya, inisiatif tersebut meningkatkan jumlah penjual sebesar 46,8%.

    “Artinya, makin banyak pelaku usaha yang percaya dalam memanfaatkan Tokopedia dan TikTok Shop untuk berjualan. Pesanan pun bisa naik rata-rata 45%,” kata Stephanie dalam keterangan resmi yang dikutip pada Senin (10/11/2025).

    Stephanie menambahkan kampanye tanggal kembar Promo Guncang 10.10 turut menggerakkan ekonomi digital lokal. Di Tokopedia, wilayah Papua Barat, Gorontalo, dan Kalimantan Selatan mencatat kenaikan transaksi tertinggi. 

    Di TikTok Shop, peningkatan terbesar terjadi di Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Jambi. Kategori produk dengan pesanan tertinggi di kedua platform meliputi handphone dan tablet, otomotif, makanan dan minuman, kecantikan dan perawatan diri, serta fashion muslim.

    Berdasarkan data perusahaan, rata-rata peningkatan transaksi pada kategori makanan dan minuman serta elektronik dan otomotif selama periode Gajian Sale dan Promo Guncang mencapai masing-masing 58,4% dan 75,5%. Stephanie menjelaskan, kategori makanan dan minuman memiliki pengaruh langsung terhadap kesehatan, sementara produk elektronik dan otomotif termasuk dalam kategori barang dengan nilai tinggi.

    “Ketika data menunjukkan bahwa dua kategori produk ini mengalami lonjakan transaksi, artinya makin banyak pembeli yang percaya bahwa mereka bisa #BelanjaAman lewat Tokopedia maupun TikTok Shop,” katanya.

    Stephanie menegaskan kekuatan masing-masing platform e-commerce dalam ekosistem perusahaan saling melengkapi, sehingga dapat mendorong pertumbuhan bisnis para pelaku usaha lintas industri.

    “Karena itu, kami terus mengimbau para penjual untuk memanfaatkan Tokopedia dan TikTok Shop secara bersamaan guna menggarap potensi pasar yang sangat besar, terutama pada momen spesial seperti double date,” ujarnya.

    Dua platform tersebut kembali menghadirkan Promo Guncang 11.11 yang berpuncak pada 11 November 2025. Stephanie optimistis strategi itu mampu mendorong pertumbuhan ekonomi digital di lebih banyak wilayah di Indonesia. 

    Tahun ini, sektor digital diperkirakan berkontribusi 8% terhadap PDB nasional, dan bisa naik menjadi 9–10% pada akhir 2025. E-commerce masih menjadi pendorong utama, menyumbang sekitar 72% dari total nilai ekonomi digital. Indonesia kini juga menjadi pasar digital terbesar di Asia Tenggara dengan potensi mencapai US$600 miliar pada 2030.

    Pada puncak Promo Guncang 11.11, pembeli dapat menikmati berbagai benefit yang membuat pengalaman #BelanjaAman semakin terjangkau, seperti Dibayarin Tokopedia Belanja Hingga Ratusan Juta, diskon hingga Rp1,2 juta, voucher 99%, dan flash sale serba Rp11 ribu di Tokopedia. Di TikTok Shop, promo meliputi diskon hingga Rp1,1 juta, voucher 50%, dan gratis ongkir sepuasnya.

    Sebelumnya, Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menilai kampanye musiman tanggal kembar masih menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan transaksi e-commerce di Indonesia. Sekretaris Jenderal idEA, Budi Primawan, mengatakan bahwa lonjakan transaksi pada periode tersebut mencerminkan efektivitas kampanye 7.7, 8.8, dan 9.9 yang digelar berbagai platform.

    “Yang berhasil meningkatkan traffic dan transaksi lintas kategori, terutama untuk kebutuhan rumah tangga, fesyen, serta produk kecantikan,” kata Budi kepada Bisnis pada Senin (10/11/2025).

    Budi menambahkan, meskipun terjadi peningkatan pada kuartal III/2025, puncak pertumbuhan biasanya terjadi pada kuartal IV, terutama pada periode 11.11, 12.12, dan Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas). Menurutnya, tren positif ini diperkirakan berlanjut hingga akhir tahun, didorong oleh peningkatan daya beli masyarakat, meningkatnya kepercayaan konsumen terhadap transaksi digital, serta strategi promosi yang semakin tersegmentasi.

    Selain kampanye promo besar, Budi menilai sejumlah faktor struktural juga memperkuat kinerja e-commerce menjelang akhir tahun. Faktor tersebut meliputi meningkatnya adopsi digital oleh pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), kemudahan sistem pembayaran digital seperti QRIS, Buy Now Pay Later (BNPL), dan e-wallet, serta efisiensi logistik dan fulfilment.

    Dia juga menyoroti integrasi antara sektor kreatif dan live commerce yang menciptakan pengalaman belanja lebih interaktif. Momentum konsumsi akhir tahun menjelang Natal dan Tahun Baru pun secara tradisional turut mendorong penjualan lintas kategori.

    Dari sisi performa tahunan, idEA mencatat adanya peningkatan signifikan pada gelaran Harbolnas. Berdasarkan data idEA dan pemantauan industri, total nilai transaksi selama Harbolnas 2023 mencapai sekitar Rp25,7 triliun. Angka itu naik menjadi sekitar Rp31,2 triliun pada Harbolnas 2024, atau tumbuh 21,4% dibanding tahun sebelumnya.

    Budi menyebut peningkatan tersebut didorong oleh partisipasi UMKM yang lebih tinggi, perluasan kategori produk lokal, serta adopsi teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) dan analitik data dalam strategi kampanye.

    “idEA memperkirakan momentum akhir tahun 2025 akan tetap kuat, terutama karena kombinasi antara kampanye 11.11 dan 12.12 yang kini banyak difokuskan untuk mendorong produk lokal serta efisiensi rantai pasok digital,” tutup Budi.

  • IHSG ditutup melemah seiring pasar cermati arah The Fed di akhir tahun

    IHSG ditutup melemah seiring pasar cermati arah The Fed di akhir tahun

    Jakarta (ANTARA) – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin sore ditutup melemah seiring pelaku pasar mencermati arah kebijakan The Fed terkait suku bunga acuannya pada akhir tahun 2025.

    IHSG ditutup melemah 3,35 atau 0,04 persen ke posisi 8.391,24. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 turun 8,63 poin atau 1,01 persen ke posisi 844,87.

    “Secara teknikal, IHSG berada dalam fase uptrend setelah bullish consolidation,” ujar Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta saat dihubungi oleh Antara di Jakarta, Senin.

    Dari mancanegara, Nafan mengatakan pelaku pasar mencermati kelanjutan dari government shutdown (penutupan pemerintah) Amerika Serikat (AS), serta arah kebijakan suku bunga acuan The Fed pada pertemuan selanjutnya di akhir 2025.

    Government shutdown masih berlangsung dan menjadi yang terlama sepanjang sejarah AS, sementara itu, The Fed masih akan melangsungkan pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 9-10 Desember 2025 mendatang.

    Dari dalam negeri, Nafan mengatakan pergerakan IHSG terpengaruh oleh rilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Oktober 2025 dan data penjualan eceran per September 2025.

    Bank Indonesia (BI) melaporkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) mengalami kenaikan 6,2 basis poin (bps) menjadi 121,2 pada Oktober 2025, dibandingkan sebesar 115 pada September 2025, atau mengakhiri penurunan data IKK yang terjadi dalam dua bulan sebelumnya secara beruntun.

    Pewarta: Muhammad Heriyanto
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Transaksi di Shopee-Tokopedia Cs Naik, Celios: Daya Beli Belum Membaik

    Transaksi di Shopee-Tokopedia Cs Naik, Celios: Daya Beli Belum Membaik

    Bisnis.com, JAKARTA — Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai kenaikan transaksi belanja online di platform e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, Blibli hingga Lazada, belakangan ini lebih banyak didorong oleh faktor harga yang lebih murah dibandingkan toko offline.

    Ekonom Digital Celios, Nailul Huda, mengatakan tren tersebut memperkuat fenomena rohali dan rojali—rombongan hanya lihat-lihat dan rombongan hanya nanya—yang akhirnya melakukan pembelian lewat platform daring.

    “Perdagangan daring hingga saat ini masih membelanjakan pendanaan untuk perang harga, perang promo,” kata Huda saat dihubungi Bisnis pada Senin (10/11/2025).

    Menurutnya, kondisi ini memunculkan pola belanja musiman setiap bulan, terutama pada momentum tanggal cantik hingga periode payday. Huda menilai lonjakan penjualan yang terjadi lebih disebabkan oleh harga yang lebih murah, bukan karena daya beli yang membaik.

    “Maka, saya rasa kampanye tanggal kembar, bahkan puncaknya nanti di 12.12 ketika Hari Belanja Online Nasional, itu akan menjadi titik tertinggi sama seperti tahun-tahun sebelumnya,” ujarnya.

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), transaksi belanja online yang dilakukan peritel dan marketplace meningkat 6,19% secara kuartalan (qtq) pada kuartal III/2025.

    Sementara itu, data Bank Indonesia (BI) menunjukkan nilai transaksi belanja online mencapai Rp134,67 triliun, tumbuh 4,93% (qtq) dan 3,74% (yoy). Dari sisi volume, total transaksi mencapai 1,44 miliar, naik 7,72% (qtq) dan 20,5% (yoy). BI menjelaskan lonjakan tersebut dipicu oleh beragam kampanye promo besar yang digelar sepanjang Juli hingga September.

    Sebelumnya, Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) juga menilai momentum kampanye musiman masih menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan transaksi e-commerce di Indonesia. 

    Sekretaris Jenderal idEA, Budi Primawan, mengatakan lonjakan transaksi pada periode tersebut mencerminkan efektivitas kampanye 7.7, 8.8, dan 9.9 yang digelar berbagai platform e-commerce.

    “Yang berhasil meningkatkan traffic dan transaksi lintas kategori, terutama untuk kebutuhan rumah tangga, fesyen, serta produk kecantikan,” kata Budi kepada Bisnis pada Senin (10/11/2025).

    Lebih lanjut, Budi menjelaskan bahwa meskipun terjadi peningkatan pada kuartal III/2025, puncak pertumbuhan biasanya terjadi di kuartal IV, terutama pada periode 11.11, 12.12, dan Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas).

    Dia menuturkan, idEA memperkirakan tren positif ini akan berlanjut hingga akhir tahun, seiring dengan meningkatnya daya beli masyarakat, kepercayaan konsumen terhadap transaksi digital, serta strategi promosi yang semakin tersegmentasi di masing-masing platform e-commerce.

    Selain kampanye promo besar, Budi menilai sejumlah faktor struktural turut memperkuat kinerja e-commerce menjelang akhir tahun. Di antaranya adalah semakin luasnya adopsi digital oleh pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), kemudahan sistem pembayaran digital seperti QRIS, Buy Now Pay Later (BNPL), dan e-wallet, serta meningkatnya efisiensi logistik dan fulfilment.

    Dia menambahkan, integrasi antara sektor kreatif dan live commerce juga berperan penting dalam menciptakan pengalaman belanja yang lebih interaktif. Momentum konsumsi akhir tahun menjelang Natal dan Tahun Baru, kata Budi, juga secara tradisional mendorong kenaikan penjualan lintas kategori.

    Dari sisi performa tahunan, idEA mencatat adanya peningkatan signifikan pada gelaran Harbolnas. Berdasarkan data idEA dan hasil pemantauan industri, total nilai transaksi selama Harbolnas 2023 mencapai sekitar Rp25,7 triliun, sedangkan pada Harbolnas 2024 naik menjadi sekitar Rp31,2 triliun, atau tumbuh sekitar 21,4% dibanding tahun sebelumnya.

    Menurut Budi, peningkatan tersebut didorong oleh partisipasi UMKM yang lebih tinggi, perluasan kategori produk lokal, serta adopsi teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) dan analitik data dalam strategi kampanye.

    “idEA memperkirakan momentum akhir tahun 2025 akan tetap kuat, terutama karena kombinasi antara kampanye 11.11 dan 12.12 yang kini banyak difokuskan untuk mendorong produk lokal serta efisiensi rantai pasok digital,” tutup Budi.

  • Gelar Sensus Ekonomi 2026, BPS Manfaatkan Teknologi dan AI

    Gelar Sensus Ekonomi 2026, BPS Manfaatkan Teknologi dan AI

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik atau BPS menggunakan pendekatan berbasis teknologi digital dan kecerdasan buatan untuk mendukung kegiatan Sensus Ekonomi 2026 yang rencananya dimulai pada Mei tahun depan.
     
    Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan bahwa hajatan sensus ekonomi yang digelar setiap 10 tahun bertujuan untuk memotret seluruh aktivitas ekonomi di Indonesia secara lengkap, dari usaha mikro hingga perusahaan besar dan multinasional.
     
    “Berbeda dari sensus ekonomi sebelumnya, SE 2026 akan menerapkan teknologi digital, geospasial, dan kecerdasan buatan [artificial intelligence/AI] dalam satu sensus untuk pertama kalinya,” ujarnya melalui keterangan resmi, Senin (10/11/2025).
     
    Menurutnya, pemanfaatan teknologi digital tersebut sebagai respons aktif untuk menjawab perkembangan zaman yang menuntut data ekonomi dapat disajikan lebih cepat, akurat, dan relevan.
     
    Dia menjelaskan perkembangan ekonomi digital dan dinamika dunia usaha yang begitu tinggi menuntut metode pengumpulan data menjadi lebih modern.
     
    “Kami kemudian berinovasi dengan memanfaatkan teknologi agar hasil sensus lebih efisien, akurat, dan mudah diakses oleh pembuat kebijakan maupun pelaku ekonomi,” katanya.
     
    Dalam kegiatan sensus ekonomi yang akan mulai digelar pada Mei 2026, nantinya setiap petugas tidak hanya membawa kuisioner dalam bentuk kertas. Mereka juga akan dibekali perangkat teknologi yang terhubung langsung dengan sistem pusat yang dijaga keamanan data.
     
    Aplikasi pengisian sensus secara digital tersebut dilengkapi dengan fitur validasi yang mampu meminimalkan kesalahan input dan memungkinkan pemeriksaan data secara real time.
     
    “Data yang dikirim ke server pusat dapat langsung dianalisis untuk mendeteksi anomali atau inkonsistensi, sehingga mempercepat proses pengolahan dan memastikan kualitas data tetap terjaga,” kata Amalia.
     
    BPS juga memberikan kemudahan dan kenyamanan untuk usaha skala besar dalam mengisi data sensus ekonomi.
     
    Responden Sensus Ekonomi 2026 menyediakan fasilitas self-enumeration, di mana responden usaha dapat memberikan isian melalui link website yang telah disediakan, yang dikirimkan melalui email oleh BPS.
     
    “Responden dapat mengisi dengan lebih nyaman, mudah, dan dapat dilakukan sewaktu-waktu tanpa harus menunggu kedatangan petugas pendataan,” katanya.

    Potret Perekonomian Nasional

    BPS akan menggelar Sensus Ekonomi 2026 yang dimulai secara serentak pada Mei hingga Juli 2026. Kegiatan tersebut dinilai penting untuk memotret kondisi perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
     
    Agenda sensus ekonomi tahun depan memiliki makna strategis karena hasil dari kegiatan itu menjadi kerangka dalam penyusunan kebijakan negara ke depan.
     
    Hasil dari kegiatan sensus tersebut dapat menjadi pijakan utama dalam mendukung perumusan arah pembangunan menuju tercapainya Visi Indonesia Emas 2045, yakni Indonesia yang maju, berdaya saing, dan berkeadilan.
     
    Kegiatan sensus ekonomi nantinya menjadi sumber data komprehensif dalam menggambarkan seluruh aktivitas ekonomi selain pertanian, instansi pemerintah, dan aktivitas yang dilakukan oleh rumah tangga untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, mencakup berbagai skala usaha mulai dari usaha mikro dan kecil hingga usaha menengah dan besar (korporasi).
     
    Melalui kegiatan sensus ekonomi nantinya akan diperoleh informasi yang mendalam mengenai struktur ekonomi, karakteristik usaha, serta perkembangan ekonomi digital, ekonomi kreatif, dan ekonomi lingkungan.
     
    Kegiatan sensus ekonomi tahun depan menjadi instrumen penting dalam mendukung perencanaan pembangunan ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan berbasis data akurat. (*)

  • Momentum Tanggal Kembar Dongkrak Transaksi E-Commerce Kuartal III/2025

    Momentum Tanggal Kembar Dongkrak Transaksi E-Commerce Kuartal III/2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menilai momentum kampanye musiman masih menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan transaksi e-commerce di Indonesia. 

    Hal ini sejalan dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI) yang mencatat peningkatan signifikan transaksi belanja online sepanjang kuartal III/2025.

    Sekretaris Jenderal idEA, Budi Primawan, mengatakan lonjakan transaksi di periode tersebut mencerminkan efektivitas kampanye 7.7, 8.8, dan 9.9 yang digelar oleh berbagai platform e-commerce.

    “Yang berhasil meningkatkan traffic dan transaksi lintas kategori, terutama untuk kebutuhan rumah tangga, fesyen, serta produk kecantikan,” kata Budi kepada Bisnis pada Senin (10/11/2025). 

    Berdasarkan data BPS, transaksi belanja online yang dilakukan peritel dan marketplace meningkat 6,19% secara kuartalan (qtq) pada kuartal III/2025. Sementara itu, BI mencatat nilai transaksi belanja online mencapai Rp134,67 triliun, tumbuh 4,93% qtq dan 3,74% yoy. 

    Dari sisi volume, total transaksi mencapai 1,44 miliar, atau meningkat 7,72% qtq dan 20,5% yoy. BI menjelaskan lonjakan tersebut dipicu oleh beragam kampanye promo besar yang digelar sepanjang Juli hingga September.

    Lebih lanjut, Budi menjelaskan meskipun ada peningkatan pada kuartal III, puncak pertumbuhan biasanya terjadi di kuartal IV, terutama pada periode 11.11, 12.12, dan Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas). 

    Dia mengatakan idEA pun memperkirakan tren positif ini masih akan berlanjut hingga akhir tahun seiring meningkatnya daya beli masyarakat, kepercayaan konsumen terhadap transaksi digital, serta strategi promosi yang semakin tersegmentasi oleh platform e-commerce.

    Selain kampanye promo besar, Budi menilai sejumlah faktor struktural turut memperkuat kinerja e-commerce menjelang akhir tahun. Beberapa di antaranya adopsi digital oleh pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang makin luas, kemudahan sistem pembayaran digital seperti QRIS, Buy Now Pay Later (BNPL) dan e-wallet, serta peningkatan efisiensi logistik dan fulfilment. 

    Dia menambahkan, integrasi antara sektor kreatif dan live commerce juga memainkan peran penting dalam menciptakan pengalaman belanja yang lebih interaktif. Momentum konsumsi akhir tahun menjelang Natal dan Tahun Baru, kata Budi, juga menjadi faktor yang secara tradisional meningkatkan penjualan lintas kategori.

    Dari sisi performa tahunan, idEA mencatat adanya peningkatan signifikan pada gelaran Harbolnas. Berdasarkan data idEA dan hasil pemantauan industri, total nilai transaksi selama Harbolnas 2023 mencapai sekitar Rp25,7 triliun, sementara pada Harbolnas 2024 naik menjadi sekitar Rp31,2 triliun atau tumbuh sekitar 21,4% dibanding tahun sebelumnya. 

    Menurut Budi, peningkatan tersebut didorong oleh partisipasi UMKM yang lebih tinggi, perluasan kategori produk lokal, serta adopsi teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) dan analitik data dalam strategi kampanye.

    “idEA memperkirakan momentum akhir tahun 2025 akan tetap kuat, terutama karena kombinasi antara kampanye 11.11 dan 12.12 yang kini banyak difokuskan untuk mendorong produk lokal serta efisiensi rantai pasok digital,” tutup Budi.

  • Kemenperin dorong perlindungan pasar dan investasi baru industri baja

    Kemenperin dorong perlindungan pasar dan investasi baru industri baja

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza menyatakan pihaknya tengah memperkuat perlindungan pasar dan menarik investasi baru industri baja guna memenuhi kebutuhan domestik yang saat ini 55 persen dipenuhi impor.

    “Industri baja nasional perlu memperkuat perlindungan dan standar khususnya untuk produk hilir, mendorong investasi di hulu, dan mengembangkan baja ramah lingkungan,” katanya dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI di Jakarta, Senin.

    Disampaikan dia, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), hingga 2021, jumlah perusahaan yang terdaftar dengan Klasifikasi Baku Lapangan Indonesia (KBLI) 24 untuk logam dasar ada 562 perusahaan dan KBLI 25 barang logam, bukan mesin dan peralatannya, terdapat 1.592 perusahaan.

    Wamenperin menyatakan saat ini terdapat perbedaan signifikan antara konsumsi baja dengan produksi nasional, dan perbedaan tersebut diisi oleh 55 persen impor yang mayoritas berasal dari China.

    Adapun untuk produksi baja, Indonesia menempati peringkat 14 dunia di tahun 2024 yaitu sebesar 18 juta ton, naik 110 persen dari 2019.

    Total produksi baja kasar dunia pada 2024 sebanyak 1,884 miliar ton, yang mana China merupakan produsen terbesar dengan produksi baja kasar sebanyak 1,005 miliar ton (53,3 persen produksi dunia), kemudian disusul oleh India dengan total sebanyak 149,4 juta ton (7,9 persen produksi dunia).

    Sementara utilisasi industri baja nasional sekitar 50 persen, sehingga banyak industri baja nasional yang tidak aktif (idle) karena produknya tidak terserap pasar.

    Selain itu, sebagian besar produsen baja nasional saat ini masih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sektor konstruksi dan infrastruktur, yang selama ini menjadi pasar utama industri baja dalam negeri.

    “Hal tersebut menyebabkan pengembangan produk baja untuk sektor lain yang bernilai tambah tinggi, seperti otomotif, perkapalan, dan alat berat, masih relatif terbatas,” kata dia.

    Padahal, sektor-sektor tersebut, lanjut Wamenperin, memerlukan jenis baja dengan spesifikasi khusus, seperti baja paduan (alloy steel) dan baja khusus (special steel), yang memiliki potensi pasar besar baik di dalam negeri maupun luar negeri.

    Wamenperin menyampaikan pihaknya telah mengupayakan berbagai instrumen kebijakan untuk memperkuat industri baja nasional dan mengurangi ketergantungan terhadap produk impor.

    Beberapa kebijakan tersebut antara lain penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib serta pengaturan larangan dan/atau pembatasan (lartas) yang bertujuan meningkatkan penggunaan produk baja dalam negeri.

    Saat ini, sudah diterapkan 29 SNI secara wajib untuk produk logam, 23 di antaranya adalah untuk produk baja, dan enam untuk produk nonbaja.

    Selain itu, pemerintah mengimplementasikan smart regulation agar iklim investasi di sektor baja menjadi lebih kondusif, inovatif, dan mendukung terciptanya rantai pasok industri yang terintegrasi serta berdaya saing tinggi.

    Dalam upaya melindungi industri baja nasional dari perdagangan tak sehat (unfair trade), diberlakukan pula trade remedies berupa bea masuk anti dumping (BMAD) yang bertujuan untuk melindungi industri baja nasional dari dumping produk baja oleh negara-negara produsen utama, dengan pengenaan tarif BMAD yang bervariasi sesuai produk dan negara asal.

    Beberapa produk baja yang dikenakan BMAD diantaranya slab, billet, hot rolled coil (HRC) asal China, India, Thailand, Taiwan, Rusia, Belarusia, dan Kazakhstan.

    Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.