Kementrian Lembaga: BPS

  • Pertumbuhan Ekonomi Jabar Bisa Sentuh 5,5 Persen di Tahun 2025

    Pertumbuhan Ekonomi Jabar Bisa Sentuh 5,5 Persen di Tahun 2025

    PIKIRAN RAKYAT – Bank Indonesia optimistis pertumbuhan ekonomi Jabar 2025 akan lebih baik dari 2024. Diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 4,7 hingga 5,5%.

    Tahun lalu, capaian pertumbuhan ekonomi Jabar seperti rilis BPS mencapai 4,95%. Besaran ini, masih dalam rentang target pemerintah antara 4,7 hingga 5,5%.

    “Tahun ini pun masih optimistis ada dalam target tersebut,” ujar Deputy Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Jawa Barat Muslimin Anwar, pekan lalu.

    Dia menegaskan kebijakan pemerintah terkait efisiensi pada APBN/APBD tentunya akan memberikan dampak perlambatan pertumbuhan pada beberapa sektor. Namun, sektor lainnya justru akan tumbuh sehingga mampu mendorong PDRB.

    Efisiensi tentu akan menimbulkan pro dan kontra. Di satu sisi mungkin akan ada koreksi atau perlambatan tapi sisi lain akan terdorong tumbuh.

    “Kami yakin pemerintah sudah menghitung itu untuk mencapai pertumbuhan 8% di tahun 2028 atau 2029,” katanya.

    BI sendiri akan memberikan penguatan pada nilai tukar rupiah untuk memaksimalkan devisa. Permintaan ekspor dan impor juga masih akan tinggi.

    Ekspor impor merupakan salah satu komponen pendukung pertumbuhan selain investasi dan konsumsi.

    “Konsumsi pemerintah akan terjadi normalisasi pascapemilu. Kami yakin akan tumbuh seiring berjalannya waktu. Terlebih jika kepala daerah resmi dilantik dan mulai bekerja. Selanjutnya koordinasi dan sinergi pusat, provinsi dan kabupaten-kota harus semakin baik,” ujar Muslimin.

    Pengamat ekonomi dari Universitas Pasundan Acuviarta Kartabi mengutarakan, prediksi tersebut bisa tercapai dengan syarat penghematan APBD Jabar dipergunakan untuk mendorong pertumbuhan sektor riil.

    “Dari sisi fiskal ada dampak penghematan anggaran terhadap berbagai aktivitas sektor usaha, sehingga kita harus memastikan shifting anggaran atau efisiensi betul-betul memiliki daya ungkit terhadap pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

    Menurutnya, perlu ada diversifikasi sektoral agar bisa menopang pertumbuhan ekonomi. Antarra lain dengan mendorong sektor industri, sektor pertanian dan sektor perdagangan sebagai tiga sektor terbesar.

    Tentunya, perlu juga langkah-langkah mendorong sektor-sektor potensial, seperti sektor jasa akomodasi dan makan minum, sektor transportasi dan pergudangan, dan sektor properti.

    “Saya kira dari sisi sektoral itu langkah makronya. Langkah mikronya perlu diupayakan agar sektor-sektor potensial bisa didorong lebih kuat untuk mengimbangai peran tiga sektor terbesar itu,” katanya.

    Secara regional, peran pemerintah kabupaten-kota dalam mendorong pertumbuhan ekonomi juga diperkuat berbasis tematik, sehingga sektor-sektor utama di daerah harus didorong dengan kebijakan lokal yang lebih kuat.

    Dari sisi pengeluaran diharapkan inflasi bisa stabil sehingga konsumsi rumah tangga bisa optimal mendorong pertumbuhan ekonomi, begitu juga investasi.

    Dua komponen itu, kata Acuviarta, harus terus didorong sebagai lokomotif. Meski kinerja perdagangan luar negeri Jabar terlihat berjalan lamban meski tumbuh positif, tetapi minim diversifikasi komoditas dan jangkauan wilayah pasar nontradisional.

    “Akan ada lompatan besar kalau kita dapat mengembangkan hilirisasi industri komoditas pertanian, perkebunan dan perikanan serta kehutanan,” tuturnya.

    Dia juga melihat potensi investasi Jabar sangat besar. Hanya saja masih perlu didorong antara sinergi pusat dan daerah, banyak investasi terkendala izin, ketersediaan air, lahan, bahan bakar gas, dan tenaga kerja yang cocok untuk kebutuhan investasi.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Inikah Biang Keladi Penerimaan Pajak RI Tak Sebanding Pertumbuhan Ekonomi?

    Inikah Biang Keladi Penerimaan Pajak RI Tak Sebanding Pertumbuhan Ekonomi?

    Bisnis.com, JAKARTA — Besaran penerimaan perpajakan tidak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi pada tahun lalu. Pakar pun menyoroti faktor lemahnya pengawasan otoritas dan ketidakpatuhan wajib pajak.

    Keseimbangan penerimaan perpajakan dengan pertumbuhan ekonomi sendiri bisa dihitung lewat mekanisme tax bouyancy. Rumus perhitungan tax bouyancy yaitu persentase perubahan penerimaan perpajakan dibagi persentase perubahan produk domestik bruto (PDB).

    Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, penerimaan perpajakan tumbuh sebesar 3,6% (year on year/YoY) pada 2024. Sementara itu Badan Pusat Statistik membukukan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,03% YoY pada 2024.

    Artinya, nilai tax buoyancy Indonesia berada di angka 0,71. Nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap 1% pertumbuhan ekonomi nasional, penerimaan pajak hanya naik sebesar 0,71%.

    Idealnya, nilai tax buoyancy adalah 1. Nilai tersebut menandakan bahwa setiap 1% pertumbuhan ekonomi menghasilkan penerimaan pajak yang juga sebesar 1%.

    Dengan demikian, setoran pajak tidak elastis pada tahun lalu atau bisa dikatakan penerimaan pajak tumbuh lebih lambat daripada pertumbuhan ekonomi.

    Ketua Pengawas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Prianto Budi Saptono menjelaskan setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan penerimaan pajak semakin tidak elastis terhadap pertumbuhan ekonomi yaitu faktor internal dan eksternal dari Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak).

    “Faktor internal berkaitan dengan kemampuan petugas pajak mengumpulkan pajak. Penyebabnya berasal dari intensifikasi dan ekstensifikasi yang belum optimal,” jelas Prianto kepada Bisnis, Minggu (9/2/2025).

    Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal di Universitas Indonesia ini menjelaskan proses intensifikasi berkaitan dengan penerbitan SP2DK (Surat Permintaan Penjelasan atas Data/Keterangan) yang tidak berujung pada pembayaran pajak bagi wajib pajak.

    Penyebabnya, sambung Prianto, adalah potensi pajak yang ada di SP2DK menggunakan data yang kurang valid. Dengan demikian, wajib pajak bisa menjelaskan rujukan data yang kurang valid di SP2DK melalui proses pembuktian sehingga potensi penerimaan pajak menjadi sirna.

    Sementara itu, proses ekstensifikasi berkaitan dengan penambahan wajib pajak baru, khususnya orang pribadi, melalui pemanfaatan NIK yang belum optimal.

    Dia meyakini belum optimalnya penambahan wajib pajak karena praktik ekonomi bawah tanah alias underground economy (UGE) yang menyebabkan transaksi-transaksi orang pribadi tidak terdeteksi oleh sistem informasi perpajakan.

    “Faktor eksternal berasal dari perilaku oportunistik wajib pajak karena praktik UGE dan praktik manajemen pajak. Secara umum, pajak menjadi beban sehingga setiap wajib pajak terus berusaha mengefisienkan beban pajak,” lanjut Prianto.

    Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute itu memaparkan bahwa efisiensi beban pajak dapat dilakukan melalui cara legal berupa tax planning dan tax avoidance.

    Tax planning seperti pemanfaatan insentif pajak dan fasilitas pajak berupa non-objek pajak, pembebasan pajak, atau pajak ditanggung pemerintah.

    Sementara tax avoidance dilakukan melalui eksploitasi celah pajak (tax loopholes). Caranya dengan memunculkan sengketa pajak karena perbedaan penafsiran atas suatu aturan karena ambiguitas aturan pajak itu sendiri.

  • Inflasi Januari 0,76%, Terendah Sejak Tahun 2000

    Inflasi Januari 0,76%, Terendah Sejak Tahun 2000

    Foto Bisnis

    Andhika Prasetia – detikFinance

    Minggu, 09 Feb 2025 20:00 WIB

    Jakarta – BPS mengumumkan inflasi Januari 2025 menjadi yang paling rendah sejak 25 tahun lalu atau Januari tahun 2000. Pada Januari 2025, inflasi tahunan tercatat 0,76%.

  • Pemerintah Sebut Harga Beli Gabah Rp 6.500/Kg Tak Cuma buat Bulog

    Pemerintah Sebut Harga Beli Gabah Rp 6.500/Kg Tak Cuma buat Bulog

    Jakarta

    Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman menyampaikan semua orang yang membeli gabah petani harus sesuai dengan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah yakni Rp 6.500/kg.

    “Siapa saja yang membeli gabah petani Itu mutlak harganya Rp 6.500/kg tanpa kecuali, bukan berlaku untuk Bulog saja. Berlaku untuk semua orang,” kata Amran usai melakukan pertemuan dengan Dewan Pengawas dan Direksi baru Perum Bulog, di Jakarta, Minggu (9/2).

    Oleh sebab itu, Amran mengatakan pihaknya akan melakukan rapat dengan 1.000 penguasa penggilingan gabah pada esok hari, Senin (10/2). Rapat tersebut terkait arahan Presiden Prabowo soal harga pembelian pemerintah (HPP) gabah petani sebesar Rp 6.500/kg.

    “Kita besok InsyaAllah Rapat dengan penggilingan besar sedang, penggilingan besar, kurang lebih seribu orang. Kita akan tandan tangan kontrak atau PO kita berikan, langsung action, langsung bergerak,” katanya.

    Di sisi lain, Amran menyampaikan Bulog diwajibkan untuk menyerap 3 juta Ton beras hingga April mendatang dengan harga pembelian gabah sebesar Rp 6.500/kg. Hal ini guna meningkatkan kesejahteraan petani.

    Ia mengatakan penyerapan beras dalam negeri ini penting dilakukan lantaran berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras dalam negeri mengalami surplus dibandingkan tahun lalu. Di mana pada selesai, Februari, Maret itu ada 2.9 juta ton beras yang dihasilkan petani.

    “Kalau dengan April itu kita estimasi 4 juta ton lebih. Oleh karena itu kita harus menyerap minimal 3 juta ton dari surplus,” katanya.

    Ditempat yang sama, Direktur Utama Perum Bulog Mayor Jenderal (Mayjen) TNI Novy Helmy Prasetya mengatakan apa yang telah disepakati dalam rapat tadi akan dilaksanakan dengan semestinya.

    Terkait dengan target penyerapan beras 3 juta ton hingga April 2025, Novy menyampaikan pihaknya optimis target tersebut dapat tercapai.

    “InsyaAllah 3 bulan kurang lebih ke depan target (penyerapan beras) 3 juta ton beras itu kita harus optimis bisa kita dapatkan,” katanya.

    (kil/kil)

  • Dana Rp500 Triliun, yang Tepat Sasaran Hanya Separuh

    Dana Rp500 Triliun, yang Tepat Sasaran Hanya Separuh

    PIKIRAN RAKYAT – Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan membongkar bobroknya penyaluran bantuan sosial (bansos) di Indonesia. Sebab, dari total Rp500 triliun dana yang dikucurkan, tak semuanya diserahkan kepada masyarakat yang berhak.

    Oleh karena itu, dia pun mendorong pengoptimalan digitalisasi untuk meningkatkan efektivitas penyaluran bansos yang tepat sasaran, tepat jumlah, dan tepat manfaat.

    “Selama lima tahun terakhir, saya melihat sendiri bagaimana efektivitas program perlindungan sosial menghadapi tantangan besar. Dari total Rp500 triliun anggaran bansos, hanya separuh yang benar-benar sampai ke tangan yang berhak,” kata Luhut Binsar Pandjaitan di Jakarta, Sabtu 8 Februari 2025.

    “Data ganda, penerima yang tidak memenuhi syarat, hingga mereka yang bahkan tidak memiliki NIK menjadi kendala utama,” ucapnya menambahkan.

    DTSEN Jadi Solusi?

    Dalam upaya pembenahan ini, pemerintah pun disebut tengah membangun Data Terpadu Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN), sebuah sistem yang mengintegrasikan tiga pangkalan data utama: Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), dan Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE).

    Konsolidasi data ini akan diuji silang dengan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) milik Kementerian Dalam Negeri guna memastikan akurasi data penerima bansos.

    “Saya bersyukur, BPS (Badan Pusat Statistik) telah menyelesaikan finalisasi integrasi data ini, termasuk detail seperti nama, pendidikan terakhir, dan pekerjaan,” ujar Luhut Binsar Pandjaitan.

    Selain integrasi data, pemerintah juga akan menyinkronkan informasi penerima manfaat dengan berbagai program perlindungan sosial lainnya, seperti bantuan sembako, subsidi listrik, dan elpiji (LPG), guna meningkatkan kualitas data dan efektivitas penyaluran.

    Langkah ini merupakan bagian dari inisiatif Government Technology (GovTech), ekosistem digital pemerintahan yang diinstruksikan oleh Presiden untuk selesai pada Agustus nanti.

    “Sistem ini diharapkan dapat menjadi solusi jangka panjang dalam memastikan bansos tersalurkan secara transparan, tanpa kebocoran, dan tanpa penyimpangan,” tutur Luhut Binsar Pandjaitan.

    Efisiensi Anggaran

    Digitalisasi ini juga diharapkan mampu meningkatkan efisiensi anggaran. Dengan integrasi dan pemutakhiran data, pemerintah dapat mengurangi kebocoran anggaran serta mengalokasikan dana bantuan secara lebih optimal.

    Sehingga, setiap rupiah yang dikeluarkan benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat yang berhak.

    Dengan langkah-langkah konkret ini, Luhut Binsar Pandjaitan pun optimistis bahwa sistem bansos yang lebih baik akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional.

    “Saya percaya, dengan langkah besar ini, kita sedang membangun fondasi baru bagi sistem perlindungan sosial yang lebih efisien, akurat, transparan, dan berkeadilan,” katanya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Bos Baru Bulog Pede Serap 3 Juta Ton Beras di Musim Panen 2025 – Page 3

    Bos Baru Bulog Pede Serap 3 Juta Ton Beras di Musim Panen 2025 – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Perum Bulog menargetkan penyerapan 3 juta ton beras dari petani hingga April 2025, dengan perkiraan surplus sekitar 4 juta ton pada Mei 2025.

    Direktur Utama Perum Bulog, Novi Helmy Prasetya, menyatakan optimisme tersebut setelah melakukan koordinasi dengan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaeman dan Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono. Dalam rapat tersebut, disepakati berbagai langkah strategis untuk mencapai target tersebut.

    “Kami baru saja menyelesaikan rapat dengan Pak Mentan dan Pak Wamentan. Sudah ada kesepakatan, dan Bulog bersama pimpinan wilayah di 26 daerah siap melaksanakan penyerapan ini,” ujar Novi dalam konferensi pers di Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Minggu (9/2/2025).

    Menurut Novi, keberhasilan penyerapan beras tidak hanya bergantung pada Bulog, tetapi juga memerlukan dukungan berbagai pihak, termasuk TNI dan Polri, guna memastikan kelancaran distribusi.

    “Kami optimistis bisa mencapai target 3 juta ton dalam waktu tiga bulan ke depan. Dukungan TNI dan Polri di lapangan sangat penting dalam memastikan kelancaran proses ini,” tegasnya.Bulog berkomitmen untuk mengoptimalkan seluruh sumber daya yang ada demi mendukung ketahanan pangan nasional dan menjaga stabilitas harga beras di pasaran.

    Harga Gabah Petani Rp6.500 per Kilogram

    Menteri Pertanian Amran Sulaeman menegaskan bahwa harga gabah di tingkat petani harus dibeli minimal Rp6.500 per kilogram.

    “Sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto, harga ini wajib diterapkan oleh semua pihak, bukan hanya Bulog, tetapi juga seluruh penggilingan dan pembeli lainnya,” ujarnya.

    Kebijakan ini bertujuan untuk menjamin kesejahteraan petani dan mencegah harga gabah anjlok di bawah standar yang telah ditetapkan pemerintah.

    Selain itu, dalam rapat koordinasi tersebut, disepakati bahwa pemerintah menargetkan penyerapan gabah setara 3 juta ton beras hingga April 2025, dengan perkiraan surplus mencapai 4 juta ton pada Mei 2025.

    “Berdasarkan data BPS, surplus pangan pada Januari-Maret diperkirakan 2,9 juta ton, dan diproyeksikan lebih dari 4 juta ton pada April. Oleh karena itu, minimal 3 juta ton harus diserap, guna menjaga keseimbangan harga di pasar,” jelas Amran.

    Pemerintah berkomitmen untuk aktif menyerap hasil panen petani, memastikan harga tetap stabil, serta menjaga pasokan pangan nasional tetap aman.

     

  • Tambahan Anggaran Rp 16,6 Triliun buat Bulog Cair Minggu Depan

    Tambahan Anggaran Rp 16,6 Triliun buat Bulog Cair Minggu Depan

    Jakarta

    Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyampaikan anggaran tambahan untuk Perum Bulog sebesar Rp 16,6 triliun akan cair minggu depan.

    Ia menyampaikan tambahan anggaran tersebut dimaksudkan untuk menyerap produksi 3 juta ton beras dalam negeri. Di mana tambahan anggaran tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    “Tambahan anggaran Rp 16,6 triliun ini InsyaAllah bisa dicairkan dalam waktu singkat. Bisa saja minggu depan,” katanya usai melakukan pertemuan dengan Dewan Pengawas dan Direksi baru Perum Bulog di Jakarta, Minggu (9/2/2025).

    Amran menyampaikan dengan penambahan anggaran kepada Perum Bulog dan, gudang penyimpanan beras telah tersedia maka target penyerapan 3 juta ton beras dalam negeri tersebut tidak akan terlalu sulit.

    Terlebih lagi kata Amran, berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras dalam negeri tahun ini mengalami surplus dibandingkan tahun lalu. Di mana pada Januari, Februari, Maret itu ada 2.9 juta ton beras yang dihasilkan petani.

    “Kalau dengan April itu kita estimasi 4 juta ton lebih. Oleh karena itu kita harus menyerap minimal 3 juta ton dari surplus tadi,” katanya.

    Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas) mengungkap, Perum Bulog memiliki total anggaran Rp 39 triliun untuk menyerap gabah petani pada waktu panen raya di Februari, Maret, dan April mendatang.

    Saat ini, kata Zulhas, Bulog sendiri memiliki dana sekitar Rp 23 triliun. Berdasarkan kesepakatan Kementerian Keuangan, anggaran Bulog untuk menyerap padi ditambah Rp 16,6 triliun.

    “Uang Bulog ada Rp23 triliun, sudah ready. Sekarang sudah disepakati Rp16,6 triliun lagi dari Menteri Keuangan tadi. Jadi sudah ada Rp 39 triliun. Bisa untuk membeli beras 3 juta ton bulan Februari, Maret, April, waktu puncak panen raya,” kata Zulhas usai rapat koordinasi pengadaan beras di Gedung Graha Mandiri, Jakarta, Jum’at (31/1/2025).

    Dengan anggaran tersebut, kata Zulhas, Bulog tidak lagi memiliki alasan untuk membeli padi petani di bawah harga pembelian pemerintah (HPP) yang ditetapkan sebesar Rp 6.500. Namun begitu, ia mengatakan hal ini perlu dukungan seluruh stakeholder.

    “Perlu dukungan semua pihak termasuk Menteri Dalam Negeri, ada gubernur, ada bupati, ada camat sampai ke desa. Karena sawah ini kan sampai ke desa. Perlu dukungan sampai ke desa, perlu kita awasi bersama, kita bantu bersama-sama Bulog untuk menyerap gabah itu dengan harga yang sudah ditentukan,” jelasnya.

    (kil/kil)

  • Penerimaan Pajak Tak Sebanding Pertumbuhan Ekonomi, Tax Bouyancy Indonesia Turun ke 0,71

    Penerimaan Pajak Tak Sebanding Pertumbuhan Ekonomi, Tax Bouyancy Indonesia Turun ke 0,71

    Bisnis.com, JAKARTA — Tax buoyancy atau elastisitas penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) berada di angka 0,71 pada 2024. Nilai tersebut menurun dibandingkan realisasi tax buoyancy pada 2023 yang mencapai 1,17.

    Sebagai informasi, idealnya nilai tax buoyancy adalah 1. Angka ini menandakan bahwa setiap 1% pertumbuhan ekonomi menghasilkan peningkatan penerimaan pajak sebesar 1%.

    Nilai tax buoyancy sendiri diperoleh dari perhitungan persentase perubahan penerimaan perpajakan dibagi dengan persentase perubahan PDB.

    Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, penerimaan perpajakan tumbuh sebesar 3,6% (year-on-year/YoY) pada 2024. Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) membukukan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,03% pada tahun yang sama.

    Artinya, nilai tax buoyancy Indonesia berada di angka 0,71. Nilai ini menunjukkan bahwa setiap 1% pertumbuhan ekonomi nasional hanya menghasilkan kenaikan penerimaan pajak sebesar 0,71%.

    Dengan demikian, penerimaan pajak pada tahun lalu bersifat tidak elastis, karena pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi.

    Dalam tiga tahun terakhir, nilai tax buoyancy Indonesia memang terus mengalami penurunan. Pada 2021, tax buoyancy tercatat sebesar 1,94, kemudian turun menjadi 1,92 pada 2022, kembali menurun ke 1,17 pada 2023, dan kini berada di angka 0,71 pada 2024.

    Tantangan Penerimaan Pajak
    Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa 2024 merupakan tahun yang berat, terutama dalam hal penerimaan perpajakan. Dia menyatakan bahwa realisasi penerimaan perpajakan 2024 tidak mencapai target akibat menurunnya harga komoditas.

    Kementerian Keuangan mencatat penerimaan perpajakan (unaudited) selama 2024 mencapai Rp2.232,7 triliun. Realisasi ini setara dengan 96,7% dari target penerimaan perpajakan dalam APBN 2024 yang ditetapkan sebesar Rp2.309,9 triliun.

    “Tahun lalu bukan tahun yang mudah. Ini adalah tahun di mana penerimaan negara mengalami tekanan luar biasa akibat penurunan harga-harga komoditas,” ujar Sri Mulyani dalam acara BRI Microfinance Outlook 2025, Kamis (30/1/2024).

    Bendahara negara itu menilai bahwa berbagai kondisi ekonomi menyebabkan pelaku usaha mengalami tekanan. Sejalan dengan itu, penerimaan perpajakan juga terdampak.

    Dia mencontohkan bahwa volume aktivitas ekspor-impor terus mengalami tekanan sepanjang tahun lalu akibat ketidakpastian global. Akibatnya, perdagangan luar negeri menurun, sehingga penerimaan bea dan cukai tidak mencapai target.

  • Ratio Tax 2024 Turun, Ditjen Pajak Siap Buru Pengemplang Pajak

    Ratio Tax 2024 Turun, Ditjen Pajak Siap Buru Pengemplang Pajak

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak siap memburu para pengemplang pajak usai tax ratio/rasio pajak turun pada tahun lalu.

    Tercatat, rasio perpajakan terhadap produk domestik bruto pada 2024 tercatat hanya 10,08%. Angka tersebut lebih rendah dari realisasi tax ratio tahun sebelumnya yang mencapai 10,31%.

    Direktur P2Humas Ditjen Pajak Dwi Astuti menyatakan pihaknya akan terus fokus dalam mengumpulkan penerimaan pajak dengan menempuh berbagai upaya, termasuk memperkuat penegakan hukum.

    “Antara lain perluasan basis perpajakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi berupa edukasi perpajakan, pengawasan pajak dan law enforcement [penegakan hukum],” ujar Dwi kepada Bisnis, dikutip Minggu (9/2/2025).

    Selain itu, sambungnya, Ditjen Pajak akan melakukan peningkatan kerja sama perpajakan internasional serta optimalisasi kegiatan joint audit, analisis, investigasi, hingga intelijen.

    Sementara itu, rumus perhitungan rasio pajak sendiri yaitu: (total penerimaan perpajakan / produk domestik bruto) × 100%.

    Mengacu catatan Badan Pusat Statistik (BPS), produk domestik bruto atas dasar harga berlaku mencapai Rp22.139 triliun pada 2024.

    Sementara itu, berdasarkan pembukuan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebelum diaudit, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp2.232,7 triliun pada 2024.

    Dengan data tersebut maka dapat dihitung rasio pajak pada 2024: (Rp2.232,7 triliun / Rp22.139,0 triliun) × 100% = 10,08%. Artinya rasio pajak (dalam arti luas) sebesar 10,08% pada 2024. 

    Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengaku tidak heran tax ratio turun pada tahun lalu karena pertumbuhan ekonomi juga melambat.

    Fajry menjelaskan bahwa banyak penelitian menunjukkan kinerja rasio pajak negara berkembang seperti Indonesia cenderung bersifat procyclical atau bergerak searah siklus ekonomi.

    “Jadi, kalau ekonomi lebih rendah dari tahun lalu maka tax ratio-nya [rasio pajaknya] juga akan menurun lebih dalam,” jelas Fajry kepada Bisnis, Kamis (6/2/2025).

    Apalagi, menurutnya, kinerja penerimaan pajak 2024 lebih berat dibandingkan tahun 2023. Dia menjelaskan bahwa penerimaan PPh Badan pada 2023 masih terbantu dari adanya booming harga komoditas tahun 2022. 

    Sebaliknya, kinerja korporasi 2023 yang memburuk menjadi beban kinerja penerimaan PPh Badan 2024 sehingga terkontraksi sampai 18,1%. Beruntung, jelas Fajry, penerimaan pajak tahun lalu terdorong kinerja penerimaan PPh 21 yang tumbuh 21,1%.

  • Hari Budaya Internasional, Siswa SMP di Jakarta Diberikan Pemahaman Mengenai Keberagaman Dunia – Halaman all

    Hari Budaya Internasional, Siswa SMP di Jakarta Diberikan Pemahaman Mengenai Keberagaman Dunia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekolah Menengah Pertama (SMP) Labschool Kebayoran, Jakarta menyelenggarakan acara tahunan “Labschool International Culture Day” (LICD) 2025. 

    Kepala BPS Labschool UNJ Prof. Totok Bintoro mengatakan acara yang menitikberatkan pada perayaan keanekaragaman budaya dari berbagai negara ini menjadi media bagi para siswa.

    “Mereka mengeksplorasi, menghargai, dan menyerap nilai-nilai budaya yang beragam, serta meningkatkan wawasan global,” kata Totok dalam keterangannya, Sabtu (8/2/2025).

    Dengan tema tahun ini, “Beyond the Horizon: Discovering the World’s Cultural Wonder,” acara berlangsung mulai pukul 08.00 hingga 11.00 WIB dan menghadirkan partisipasi dari 14 perwakilan negara, yaitu Italia, Belanda, Taiwan, Inggris, Perancis, Republik Irlandia, Spanyol, Australia, Polandia, Belgia, Norwegia, Meksiko, India, dan Maroko. 

    Selain itu, Kepala Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Indonesia, Walikota Jakarta Selatan beserta jajaran, Pengelola Sekolah Laboratorium (PSL) Universitas Negeri Jakarta, Pimpinan Sekolah, serta Dewan Guru SMP Labschool Kebayoran turut hadir dalam perayaan tersebut.

    “Acara ini merupakan hasil kolaborasi antara pihak sekolah, Persatuan Orang Tua Murid dan Guru (POMG), serta OSIS dan MPK SMP Labschool Kebayoran,” kata dia.

    Dalam kunjungan ini, para perwakilan negara yang hadir memaparkan budaya khas mereka, mulai dari aktivitas sehari-hari, sistem pendidikan, hingga kerja sama internasional yang mereka jalin.

    Acara LICD ini juga merupakan langkah penting dalam meningkatkan pemahaman siswa mengenai keberagaman budaya dunia.

    “Kami berharap acara ini dapat memupuk pemikiran yang terbuka, empati, toleransi, dan pengertian yang lebih dalam tentang keberagaman budaya internasional. Dengan pemahaman yang lebih baik, generasi muda diharapkan dapat berkontribusi dalam menciptakan perdamaian dan harmoni global,” ujarnya.

    Para siswa dan civitas akademika Labschool Kebayoran turut berpartisipasi aktif dalam meramaikan acara ini, yang menampilkan berbagai atraksi budaya, kuliner internasional, serta pertunjukan seni.