Kementrian Lembaga: BPS

  • Program Ibu Juara Mendorong Perempuan Menjadi Wirausaha – Halaman all

    Program Ibu Juara Mendorong Perempuan Menjadi Wirausaha – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Perempuan memiliki peran yang tak tergantikan dalam perekonomian Indonesia, terutama dalam sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

    Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, perempuan mengelola lebih dari 64,5 persen UMKM di Indonesia, yang berjumlah sekitar 37 juta unit usaha.

    Namun, meskipun kontribusi mereka begitu besar, perempuan yang terlibat dalam UMKM sering menghadapi berbagai tantangan, seperti peran domestik yang harus dijalani, keterbatasan akses terhadap modal, serta kurangnya pengetahuan tentang kewirausahaan.

    CEO PT Etika Beverages Indonesia, Airil Haidi Ahmad Rafiae mengatakan, perempuan juga seringkali kesulitan untuk memperluas usaha mereka karena kurangnya kesempatan.

    “Jadi saat ini penting untuk memberdayakan perempuan dengan memberikan mereka kesempatan untuk mengembangkan usaha mikro karena tidak hanya berkontribusi pada perekonomian keluarga, tetapi juga dapat memberikan dampak positif pada kesejahteraan masyarakat,” katanya.

    Fakta ini mendorong Airil Haidi menghadirkan program Ibu Juara yang dirancang untuk membantu perempuan, khususnya ibu rumah tangga, agar mereka dapat mengatasi hambatan yang ada dan menjadi wirausaha yang sukses. 

    “Program ini bertujuan untuk menciptakan dampak sosial yang positif dan mendukung pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan,” ujar Airil.

    Program Ibu Juara  bagian  komitmen memberdayakan perempuan di Indonesia. Program ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran bahwa pemberdayaan perempuan merupakan langkah penting dalam menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera dan adil.

    Dodi Afandi, Marketing Manager PT Etika Beverages Indonesia mengatakan,  menyampaikan bahwa program Ibu Juara bukan hanya sekadar inisiatif perusahaan, melainkan sebuah gerakan yang mendorong kesadaran kolektif tentang pentingnya pemberdayaan perempuan dalam ekonomi.

    “Sejak pertama kali diluncurkan, program ini telah berhasil mengajak lebih dari 400 ibu di lima kota besar Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Solo, dan Malang, untuk bergabung,” katanya. 

    Salah satu peserta Ibu Juara dari Jakarta, Nurul Hadiawati mengatakan, program Ibu Juara sangat membantu saya karena saya bisa berjualan dari rumah tanpa harus khawatir.

    “Selain mendapatkan penghasilan tambahan, saya tetap bisa mengurus keluarga,” katanya.

  • Kinerja Manufaktur Kian Suram Imbas Tarif Trump? Ini Saran Ekonom

    Kinerja Manufaktur Kian Suram Imbas Tarif Trump? Ini Saran Ekonom

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengingatkan pemerintah perlu mewaspadai pelambatan pertumbuhan lapangan usaha industri yang terjadi sejak 2023. Apalagi, ada potensi semakin tertekan oleh kebijakan Trump. 

    Selain itu, tidak sedikit industri yang telah mengambil langkah efisiensi biaya produksi dan logistik. Sayangnya hal tersebut tidak cukup bahkan sebagian sudah melakukan efisiensi tenaga kerja alias pemutusan hubungan kerja (PHK). 

    Bhima mengkhawatirkan hal tersebut akan berdampak pada berlanjutnya penurunan daya beli dan mempersempit pengalihan pasar ekspor yang terimbas perang dagang ke pasar domestik. 

    “Di satu sisi persaingan dengan impor barang jadi makin ketat. Solusinya adalah mempercepat realisasi investasi di sektor padat karya terutama pakaian jadi, tekstil, dan furnitur,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (27/4/2025). 

    Bhima menuturkan bahwa Prompt Manufacturing Index Bank Indonesia (PMI BI) memang memberikan sinyal adanya perlambatan kinerja pada sektor tesktil dan furnitur pada kuartal I/2025 maupun kuartal II/2025, 

    Bank Dunia atau World Bank dalam laporan Macro Poverty Outlook (MPO) for East Asia and Pacific edisi April 2025 meramalkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sektor industri hanya mencapai 3,8% pada 2025, lebih rendah dari estimasi 2024 yang sebesar 5,2%. 

    Di mana ketidakpastian kebijakan perdagangan, melemahnya harga komoditas, dan ketidakpastian kebijakan dalam negeri dapat menjadi tantangan bagi pertumbuhan

    Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Laju Pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, yakni Industri tumbuh 4,43% pada 2024 (angka sangat sementara). Lebih rendah dari 4,64% pada 2023, maupun 4,89% pada 2022.

    Pemerintah sendiri mencanangkan target pertumbuhan industri manufaktur nasional sebagai motor penggerak ekonomi sebesar 7,29% untuk tahun ini. Artinya, terdapat gap 3,49% terhadap proyeksi lembaga internasional. 

    Untuk itu, Bhima meminta pemerintah agar membantu sektor industri dengan mencegah masuknya barang impor yang memiliki substitusi lokal. 

    Pencegahan tersebut salah satunya dengan merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. 

    Sementara langkah insentif bagi industri berupa diskon tarif listrik dan pajak dapat diberikan untuk meringankan input produksi. Misalnya, perluasan kategori Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 karyawan Ditanggung Pemerintah (DTP) diperluas ke berbagai sektor.

    Saat ini, insentif PPh tersebut hanya diberikan kepada karyawan dengan penghasilan maksimal Rp10 juta dan bekerja di sektor padat karya. 

    Bukan hanya soal PHK dan daya beli, Peneliti Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus turut mengkhawatirkan penurunan ekspor produk dari hasil hilirisasi.  

    Bagi fiskal negara, penerimaan pajak dari industri juga terancam menurun akibat lesunya produksi. Di samping daya beli, akses dan kepastian pasar yang penting diperlukan industri ini juga sedang tertekan. 

    Heri melihat faktor-faktor lain seperti input produksi industri turut dalam kondisi yang kurang kompetitif, termasuk biaya energi, logistik, dan perpajakan.

    “Berbagai faktor pendukung yg memengaruhi industri sedang dalam kondisi yang kurang mendukung,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (27/4/2025)

  • Indonesia Kebanjiran Rp 2,36 Triliun Modal Asing, Ini Rinciannya – Page 3

    Indonesia Kebanjiran Rp 2,36 Triliun Modal Asing, Ini Rinciannya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) mencatat modal asing mengalir masuk pada pekan Keempat April 2025. Sepanjang 2025, tercatat masih banyak modal asing yang keluar dari Indonesia.

    Direktur Eksekutif Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso menjelaskan, berdasarkan data transaksi 21 sampai dengan 24 April 2025  nonresiden tercatat beli neto sebesar Rp2,36 triliun.

    “Nonresiden tercatat beli neto sebesar Rp2,36 triliun, terdiri dari jual neto sebesar Rp1,33 triliun di pasar saham, beli neto sebesar Rp11,13 triliun di pasar SBN, dan jual neto sebesar Rp7,44 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI),” kata Ramdan dikutip dari situs resmi Bank Indonesia, Minggu (27/4/2025).

    Ramdan menambahkan selama tahun 2025, berdasarkan data setelmen sampai dengan 24 April 2025, nonresiden tercatat jual neto sebesar Rp48,79 triliun di pasar saham, beli neto sebesar Rp18,50 triliun di pasar SBN dan jual neto sebesar Rp12,64 triliun di SRBI.

    “Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia,” jelas Ramdan

    Premi CDS Indonesia 5 tahun per 24 April 2025 sebesar 98,96 bps, turun dibanding dengan 18 April 2025 sebesar 104,87 bps.

    Rupiah ditutup pada level (bid) Rp 16.865 per dolar AS. Sedangkan Yield SBN (Surat Berharga Negara) 10 tahun naik terbatas ke 6,93%.

    Pergerakan Rupiah

    Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dinilai masih sejalan dengan perkembangan mata uang regional.

    Demikian disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) seperti dikutip dari Antara, Kamis (24/4/2025).

    “Pergerakan rupiah masih sejalan dengan perkembangan mata uang regional lainnya dan berada dalam kisaran yang sesuai dengan fundamental ekonomi Indonesia di dalam menjaga stabilitas perekonomian,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang digelar secara daring, dipantau di Jakarta, Kamis.

     

     

  • Pertumbuhan PDB Industri Melandai sejak 2023, Bukti Daya Beli Lesu

    Pertumbuhan PDB Industri Melandai sejak 2023, Bukti Daya Beli Lesu

    Bisnis.com, JAKARTA — Laju pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dari sektor industri terpantau melandai sejak 2023. Padahal, lapangan usaha ini menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi.

    Bank Dunia atau World Bank dalam laporan terbarunya, Macro Poverty Outlook (MPO) for East Asia and Pacific edisi April 2025, meramalkan pertumbuhan sektor industri hanya mencapai 3,8% pada 2025, lebih rendah dari estimasi 2024 yang sebesar 5,2%.

    Proyeksi tersebut nyatanya sama dengan realisasi pertumbuhan PDB industri pada 2019 yang saat ini juga berada di angka 3,8%.

    Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Laju Pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, yakni Industri tumbuh 4,43% pada 2024 (angka sangat sementara). 

    Angka tersebut lebih rendah dari realisasi 2023 yang tumbuh sebesar 4,64% maupun pada 2022—kala itu ekonomi mulai pulih dari Covid-19—yang mencapai 4,89%.

    Secara terperinci, pertumbuhan tertinggi pada 2024 berasal dari industri logam dasar sebesar 13,34%. Realisasi itu bahkan lebih rendah daripada tahun sebelumnya yang mencapai 14,17% maupun pada 2022 yang berada di level 14,8%.

    Sementara industri yang cukup tertekan pada tahun lalu adalah industri alat angkutan yang pertumbuhannya negatif 2,1%. Berbanding terbalik dengan 2023 yang tumbuh hingga 7,63%.

    Secara umum, proyeksi melambatnya sektor industri tersebut turut tercermin dalam data Prompt Manufacturing Index (PMI) Bank Indonesia.

    Tren penurunan kinerja dari Industri Furnitur diperkirakan akan berlanjut pada kuartal II/2025, menuju zona kontraksi di level 47,8% dari 52,95% pada kuartal I/2025. 

    Industri Tekstil dan Pakaian Jadi—yang hasil outputnya menjadi komoditas ekspor unggulan ke Amerika Serikat—masih di level kontraksi sebesar 49,27% pada kuartal I/2025. Kontraksi yang lebih dalam diperkirakan terjadi pada kuartal berikutnya, menjadi 46,5%.

    Meski demikian, secara umum kinerja industri pengolahan diperkirakan tetap terjaga pada fase ekspansif di level 51,92%.

    Peneliti Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan pelemahan terlihat pada sejumlah indikator lapangan usaha, selain dipicu kebijakan tarif dari Presiden AS Donald Trump yang mengganggu perdagangan global. 

     “Kalau proyeksi indikator-indikator ini menurun maka ada sinyal perlambatan pada sektor riil, seperti pada manufaktur, hal ini salah satunya disebabkan karena melambatnya indikator dari sisi konsumsi [daya beli],” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (27/4/2025). 

    Di samping daya beli, akses dan kepastian pasar sebagai aspek penting yang diperlukan industri juga tertekan.

    Heri juga melihat faktor-faktor lain seperti input produksi industri turut dalam kondisi yang kurang kompetitif, termasuk biaya energi, logistik, dan perpajakan. 

    “Berbagai faktor pendukung yang memengaruhi industri sedang dalam kondisi yang kurang mendukung,” lanjutnya. 

     Adapun, Kementerian Perindustrian menargetkan pertumbuhan industri manufaktur nasional sebagai motor penggerak ekonomi sebesar 7,29% untuk tahun ini.

    Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha (persen), 2020

    2019
    2020
    2021
    2022
    2023*
    2024**

    Industri Pengolahan/Manufacturing
    3,8
    -2,93
    3,39
    4,89
    4,64
    4,43

    Industri Batubara dan Pengilangan Migas
    -1,11
    -6,81
    0,57
    3,72
    4,16
    1,04

    Industri Makanan dan Minuman
    7,78
    1,58
    2,54
    4,9
    4,47
    5,9

    Industri Pengolahan Tembakau
    3,36
    -5,78
    -1,32
    -2,34
    4,8
    3,49

    Industri Tekstil dan Pakaian Jadi
    15,35
    -8,88
    -4,08
    9,34
    -1,98
    4,26

    Industri Kulit, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki
    -0,99
    -8,76
    7,76
    9,36
    -0,34
    6,83

    Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus; dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan, dan Sejenisnya

    -4,55
    -2,16
    -3,71
    0,59
    1,2
    2,79

    Industri Kertas dan Barang dari Kertas
    8,86
    0,22
    -2,89
    3,71
    4,52
    2,61

    Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
    8,48
    9,39
    9,61
    -,69
    0,11
    5,86

    Industri Karet; Barang dari Karet dan Plastik
    -5,5
    -5,61
    1,08
    -4,1
    -3,63
    1,75

    Industri Barang Galian bukan Logam
    -1,03
    -9,13
    0,89
    -2
    4,11
    -0,6

    Industri Logam Dasar
    2,83
    5,87
    11,5
    14,8
    14,17
    13,34

    Industri Barang Logam; Komputer, Barang Elektronik, Optik; dan Peralatan Listrik

    -0,51
    -5,46
    -1,62
    6,71
    13,67
    6,16

    Industri Mesin dan Perlengkapan
    -4,13
    -10,17
    11,43
    11,37
    -0,03
    -0,42

    Industri Alat Angkutan
    -3,43
    -19,86
    17,82
    10,67
    7,63
    -2,1

    Industri Furnitur
    8,35
    -3,36
    8,16
    -1,99
    -2,04
    2,07

    Industri Pengolahan Lainnya; Jasa Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan

    5,17
    -0,88
    -1,64
    6,08
    -2,1
    3,54

    Sumber: BPS

    *angka sementara 

    **angka sangat sementara

  • RI Kebut Pengembangan Semikonduktor, Industri Pengguna Maju Mundur

    RI Kebut Pengembangan Semikonduktor, Industri Pengguna Maju Mundur

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah kembali berupaya menggaet investor atau mitra untuk pengembangan industri semikonduktor nasional. Hal ini pun menjadi angin segar bagi industri pengguna yang selama ini bergantung pada impor, tetapi nilai keekonomian masih menjadi tantangan.

    Sekjen Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) Daniel Suhardiman mengatakan, pihaknya melihat pengembangan ekosistem industri semikonduktor dalam negeri dapat memperbesar peluang industri pengguna untuk memiliki waktu produksi yang lebih efisien.

    “Tentu, lead time akan lebih pendek. Selama ini mayoritas dari China, Malaysia, Korea, Jepang, Taiwan,” ujar Daniel kepada Bisnis, dikutip Jumat (26/4/2025).

    Jika merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), impor berbagai jenis semikonduktor dalam kode HS 8541 tercatat senilai US$362,7 juta pada 2023 atau meningkat hingga 2 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya US$153 juta.

    Kendati demikian, pelaku industri elektronik mengkhawatirkan skala keekonomian untuk pembangunan pabrik semikonduktor di Indonesia masih terlalu besar bagi investor. Apalagi, jika hanya dipasok untuk supply industri elektronik.

    “Concern kami adalah apakah manufaktur dalam negeri bisa serap hasil produksi dengan harga yang kompetitif? Mengingat skala ekonomis negara-negara produsen saat ini sudah sangat dikejar,” tuturnya.

    Hal ini sempat ditegaskan sebelumnya oleh Direktur Komersial PT Hartono Istana Teknologi atau Polytron, Tekno Wibowo. Dia mengatakan, pihaknya saat ini tengah berupaya untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang mampu mengembangkan industri semikonduktor nasional.

    “Kalau kita disuruh membangun pabrik cip di Indonesia enggak sanggup, enggak ada yang sanggup, pemerintah aja enggak sanggup untuk bikin itu, duitnya itu bisa untuk bikin satu pabrik itu bisa US$20-US$30 miliar,” kata Tekno.

    Untuk itu, Polytron saat ini belum mengarah pada pembangunan industri semikonduktor, melainkan melakukan riset dan pengembangan SDM dengan tujuan pembangunan pabrik cip di Indonesia.

    Di sisi lain, upaya pemerintah untuk mendorong pembangunan industri semikonduktor dipertegas oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Saat ini, pemerintah Indonesia tengah mencari mitra strategis untuk mendukung kemajuan industri semikonduktor.

    Asisten Deputi Bidang Pengembangan Industri Kemko Ekonomi Atong Soekirman mengatakan, pihaknya saat ini tengah merampungkan peta jalan pembangunan semikonduktor 2025-2045 mendatang.

    “Yang akan kita coba gandeng adalah industri otomotif itu mobil, termasuk EV, kemudian home appliance, seperti AC, TV dan alat-alat rumah tangga, termasuk di sektor kesehatan,” ujar Atong dalam diskusi Tenggara Strategics, belum lama ini.

    Menurut dia, kerja sama dengan industri hilir harus terjalin agar investor makin yakin untuk masuk ke dalam negeri lantaran pasar yang besar. Dalam hal ini, pemerintah juga tengah mematangkan kerja sama dengan Belanda untuk membangun industri semikonduktor nasional.

    Pemerintah juga melihat kemandirian industri semikonduktor sangat penting bagi Indonesia terlebih pada situasi perang dagang. Dalam hal ini, Indonesia justru melihat sektor semikonduktor yang potensial untuk masuk ke pasar AS di tengah perang tarif dengan China.

    Rencana pengembangan ini pun disambut baik oleh industri otomotif. “Kami siap mendukung itu, industri otomotif akan sangat terbantu karena chip semikonduktor sangat penting untuk kendaraan kita,” ujar Sekum Gaikindo Kukuh Kumara.

    Berdasarkan laporan McKinsey, permintaan global terhadap semikonduktor pada 2030 diproyeksikan mencapai US$1 triliun, didominasi oleh sektor data center (33%), komunikasi nirkabel (26%), dan otomotif (14%). Seiring dengan hal tersebut, permintaan semikonduktor di dalam negeri juga meningkat.

    Untuk memanfaatkan potensi tersebut, pemerintah telah menargetkan produksi EV roda empat sebanyak 600.000 unit pada 2030, sementara produksi ponsel genggam serta tablet juga telah mencapai 40,2 juta unit pada 2022.

    Di sisi lain, Indonesia masih sangat bergantung pada impor semikonduktor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Nilai impor diproyeksikan terus meningkat secara signifikan dan mencapai sekitar US$22,31 miliar pada 2045.

  • Bapanas: Target Produksi Gula Konsumsi Nasional Tahun Ini 2,59 Juta Ton – Halaman all

    Bapanas: Target Produksi Gula Konsumsi Nasional Tahun Ini 2,59 Juta Ton – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah menargetkan produksi gula konsumsi nasional tahun ini mencapai 2,59 juta ton. 

    Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, produksi gula pada tahun 2023 di Jawa Timur mencapai 49 persen atau sebanyak 1,12 juta ton dari total produksi gula nasional tahun 2023 yang sebanyak 2,2 juta ton.

    Data tersebut mengacu pada hasil riset Badan Pusat Statistik (BPS).

    “Saat ini kita sudah memasuki musim giling tebu tahun 2025, dengan rencana produksi gula nasional 2,59 juta ton,” ujar Arief Prasetyo Adi, dikutip Minggu (27/4/2025).

    Dia berharap dengan sinergi dan kinerja bersama, rendemen gula tahun ini dapat lebih tinggi dari pada tahun lalu sebesar 7,4 persen.

    Berdasarkan Proyeksi Neraca Pangan Gula Konsumsi per 21 Maret, mulai Mei 2025 produksi Gula Kristal Putih (GKP) dalam negeri akan meningkat.

    Mei ini angkanya diperkirakan mencapai 166 ribu ton, Juni 392 ribu ton, Juli 544 ribu ton, dan Agustus diproyeksikan menjadi puncak panen dengan angka 621 ribu ton.

    Arief mengatakan berdasarkan neraca komoditas yang tertera, kebutuhan gula konsumsi hingga Desember mendatang dalam kondisi aman.

    Sementara dari sisi harga, kondisi gula saat ini dalam posisi stabil sehingga ketersediaannya pun mampu dijaga dengan baik.

    Per 23 April 2024, harga gula di Indonesia rata-rata mencapai Rp 18.530 per kilogram (kg).

    Berdasar Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 12 Tahun 2024 yang mengatur harga konsumsi di tingkat produsen sebesar Rp 14.500 per kg dan di tingkat konsumen sebesar Rp 17.500 per kg. 

    Untuk harga di ritel modern dan di Indonesia Timur dipatok Rp 18.500 per kg. 

    Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2023 terkait Percepatan Swasembada Gula Nasional.

    “Kita perlu memperkuat riset untuk varietas unggul, mempermudah akses petani terhadap sarana produksi, meningkatkan produktivitas tebu dan rendemen, serta menjaga kebijakan harga yang berkelanjutan bagi para produsen. Swasembada pangan itu bisa terjadi kalau kita sejahterakan petani,” kata Arief.

  • Ada pihak di luar negeri ingin RI selalu impor beras

    Ada pihak di luar negeri ingin RI selalu impor beras

    Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menjawab pertanyaan awak media di sela Rapat Koordinasi Nasional bersama 37 ribu Penyuluh Pertanian di Jakarta, Sabtu (26/4/2025). ANTARA/Harianto

    Mentan: Ada pihak di luar negeri ingin RI selalu impor beras
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Minggu, 27 April 2025 – 06:43 WIB

    Elshinta.com – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkapkan ada pihak di luar negeri ingin agar Indonesia selalu impor beras dan tak mencapai swasembada pangan, khususnya dalam produksi komoditas strategis nasional itu.

    “Oh itu sudah pasti (ada negara-negara yang ingin Indonesia tetap impor beras). Sudah tidak ada satupun negara di dunia menginginkan, khususnya eksportir, menginginkan Indonesia swasembada,” kata Mentan ditemui di sela Rapat Koordinasi Nasional bersama 37 ribu Penyuluh Pertanian secara daring dan luring di Jakarta, Sabtu.

    Mentan menyampaikan hal itu ketika dikonfirmasi awak media mengenai pernyataan Wakil Menteri Pertanian Sudaryono dalam rapat tersebut, yang menyatakan ada lembaga di Amerika Serikat, menyebutkan jika produksi pertanian Indonesia terutama komoditas beras mengalami peningkatan yang signifikan.

    Menanggapi hal itu, Mentan membenarkan dan mengaku telah mendapat informasi tersebut yang dikeluarkan oleh lembaga bernama US Department of Agriculture (USDA).

    “Kemarin yang kami dapat, lembaga Amerika Serikat, itu USDA, itu mengatakan bahwa produksi Indonesia melompat tinggi dan kata-katanya itu mengecewakan eksportir negara lain,” ujar Mentan.

    Menurut Mentan, negara-negara eksportir beras ingin Indonesia tetap menjadi pasar impor, bukan negara yang mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri.

    Ia menilai peningkatan produksi beras Indonesia membuat sejumlah negara eksportir merasa kecewa, karena berkurangnya peluang ekspor mereka ke pasar Indonesia yang selama ini menjadi salah satu tujuan utama.

    Sebelumnya, Mentan menyebut, stok cadangan beras pemerintah (CBP) secara nasional saat ini mencapai 3,18 juta ton yang ada di gudang Perum Bulog. Angka itu dinilai tertinggi dalam 23 tahun terakhir, bahkan menjadi yang tertinggi sejak Indonesia merdeka.

    Namun, bagi Mentan fenomena tersebut adalah sesuatu yang wajar dan normatif dalam dunia perdagangan karena negara-negara eksportir tentunya ingin mempertahankan pasar ekspor, termasuk di sektor pangan.

    “Eksportir, menginginkan Indonesia tidak swasembada, Kenapa? Kita adalah pasarnya. Itu pasti, itu normal, normatif, itu sangat normal,” kata Mentan.

    Wakil Menteri Pertanian Sudaryono dalam Rapat Koordinasi Nasional bersama 37 ribu Penyuluh Pertanian itu mengatakan jika ada lembaga asal Amerika Serikat mengungkapkan kondisi perberasan dunia, dengan Indonesia dinilai semakin kuat, sementara Thailand dan negara tetangga merasa kecewa.

    Setiap tahun, menurut Wamentan, ada pihak-pihak yang selalu berharap Indonesia tetap mengimpor beras, baik dari dalam negeri sendiri maupun dari negara luar yang ingin terus menjual beras ke Indonesia.

    “Tapi sebagaimana yang sudah dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto, bahwa tahun ini Indonesia ditargetkan tidak impor beras, tidak impor jagung, tidak impor garam konsumsi dan tidak impor gula konsumsi,” kata Wamentan.

    Data yang dihimpun dari ANTARA menyebutkan, Indonesia terakhir kali mengimpor beras dalam jumlah besar pada 2024. 

    Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), hingga November 2024, Indonesia telah mengimpor sekitar 3,85 juta ton beras, meningkat 62 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. 

    Impor ini terutama berasal dari Thailand (1,19 juta ton), Vietnam (1,12 juta ton), dan Myanmar (642.000 ton) .​

    Namun, pada awal 2025, pemerintah Indonesia mengumumkan rencana untuk tidak melakukan impor beras guna mendorong swasembada pangan. 

    Sebagai gantinya, Perum Bulog menargetkan pengadaan tiga juta ton beras dari produksi dalam negeri, meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya .

    Sumber : Antara

  • Mentan Amran Pede, Produksi Beras RI Lampaui 34 Juta Ton Tahun Ini

    Mentan Amran Pede, Produksi Beras RI Lampaui 34 Juta Ton Tahun Ini

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) meyakini produksi beras dalam negeri dapat mencapai 34 juta ton atau melampaui target nasional sebesar 32,83 juta ton tahun ini. 

    Keyakinan itu disampaikan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman pada sambutannya dalam agenda Koordinasi Nasional Bersama 5.000 Penyuluh Pertanian di Kantor Kementan, Jakarta Selatan, Sabtu (26/4/2025).

    “Ada keyakinan kami produksi tahun ini di atas daripada ditargetkan pemerintah,” ujarnya, Sabtu (26/4/2025).

    Sebagaimana diketahui, Kementan sebelumnya mematok target produksi beras sebesar 34 juta ton tahun ini. 

    Dalam catatan Bisnis, Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan, produksi tahun ini memiliki pola yang mirip dengan pola produksi di 2022, dengan puncak produksi terjadi pada Maret. 

    “Ini berbeda dengan pola produksi tahun lalu yang puncak panennya di April,” katanya kepada Bisnis, Kamis (10/4/2025). 

    Dia mengatakan, produksi yang cukup baik ini didukung oleh iklim cuaca yang normal. Khudori merujuk Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut, cuaca tahun ini diperkirakan normal. 

    Dengan demikian, besar kemungkinan di bulan-bulan berikutnya, produksi juga tidak tertekan seperti 2023 imbas adanya fenomena El Nino. Melihat kondisi tahun ini, Khudori optimistis produksi tahun ini lebih besar dibanding tahun lalu.  

    Merujuk data KSA BPS, produksi beras pada 2024 untuk konsumsi pangan masyarakat mencapai 30,62 juta ton. Jumlah tersebut turun sebanyak 480.040 ton atau 1,54% dibanding produksi beras di 2023 yang mencapai 31,10 juta ton. Khudori mengatakan, produksi di 2024 merupakan yang terendah dalam 7 tahun terakhir.  

    Sementara itu, Khudori memperkirakan bahwa produksi beras tahun ini tak jauh berbeda dengan produksi di 2022. Masih merujuk data KSA BPS, produksi beras di tahun tersebut mencapai sekitar 31,54 juta ton, atau naik sebesar 184,50 ribu ton atau 0,59% dibandingkan produksi beras di 2021. 

    “Perkiraan saya, produksi tahun ini tak jauh dari produksi 2022,” ucapnya. 

  • Digadang-gadang Swasembada, Produksi Beras RI 2025 Diramal 34 Juta Ton

    Digadang-gadang Swasembada, Produksi Beras RI 2025 Diramal 34 Juta Ton

    Jakarta

    Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman memperkirakan Indonesia dapat memproduksi beras hingga 34 juta ton sepanjang 2025 ini. Jumlah ini jauh di atas target pemerintah sebelumnya sebanyak 32 juta ton.

    “Produksi kita lompatannya sesuai BPS, bukan kata saya, itu Januari sampai April itu kurang lebih 50-60%, 62%,” terang Amran saat ditemui wartawan di Kantor Kementan, Sabtu (26/4/2025).

    “Diprediksi produksi (beras) kita 34 lebih juta ton dari target kita 32. Moga-moga itu tercapai dan ada keyakinannya di atas. Ada keyakinan kami produksi tahun ini di atas daripada ditargetkan pemerintah,” ucapnya lagi.

    Amran mengatakan melimpahnya produksi beras Indonesia ini jauh berbeda dengan beberapa negara sahabat seperti Malaysia, Filipina, dan Jepang yang saat ini tengah mengalami krisis pangan.

    “Sekarang pangan bermasalah di tingkat dunia. Negara tetangga kesulitan, ada tiga negara tetangga yang kesulitan pangan, Filipina dan Jepang. Malaysia, negara maju, harga berasnya Rp 93.000 per kilogram hari ini,” jelasnya.

    “Bayangkan kalau terjadi di Indonesia. Kalau pangan bermasalah, negara bermasalah. Kita pasti terjadi komplikasi sosial di antara kita, pasti terjadi keributan dan negara dalam keadaan bahaya,” sambung Amran.

    Sebagai informasi, sebelumnya Amran menargetkan produksi beras dalam negeri sepanjang 2025 ini dapat mencapai 32 juta ton. Target ini sedikit lebih tinggi dari proyeksi produksi 2024.

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), proyeksi produksi beras tahun ini 30,34 juta ton. Angka itu lebih rendah dibandingkan hasil produksi beras 2023 sebanyak 31,1 juta ton.

    “Kita coba (target) 32 (juta ton) ya. Ya, 2025 satu tahun kan. Doakan, insyaallah,” kata dia dalam konferensi pers di Kementan, Jakarta Selatan, Selasa (26/11/2024).

    Sementara itu, sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan alias Zulhas juga mengatakan Indonesia sudah mencapai target swasembada beras. Padahal cita-cita itu awalnya ditargetkan dapat tercapai dalam waktu 4 tahun.

    Zulhas mengatakan dengan stok cadangan beras pemerintah (CBP) di Gudang Perum Bulog sudah di atas 3 juta ton, sehingga RI diyakini tidak perlu melakukan impor hingga 2026.

    “Ini baru April, sampai akhir April stok beras kita di atas 3 juta ton. Artinya apa? Artinya sampai 2026 kalau normal saja kita tidak perlu impor lagi. Bahasa terangnya yang semula target 4 tahun, 3 tahun, 2 tahun, ternyata sampai April sudah bisa swasembada,” kata Zulhas, Selasa (23/4/2025).

    (igo/eds)

  • Lembaga Amerika Serikat Akui Lompatan Produksi Beras Indonesia, Thailand Kecewa – Halaman all

    Lembaga Amerika Serikat Akui Lompatan Produksi Beras Indonesia, Thailand Kecewa – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM,  JAKARTA – Indonesia mencatatkan lompatan signifikan dalam produksi beras nasional, dan keberhasilan ini mendapat pengakuan langsung dari Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA).

    Indonesia disebut sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan produksi beras tercepat di kawasan Asia Tenggara, sekaligus menyoroti Indonesia yang telah menghentikan pembelian beras dari Thailand.

    Menurut laporan terbaru Rice Outlook edisi April 2025 dari USDA, produksi beras Indonesia untuk musim tanam 2024/2025 diperkirakan mencapai 34,6 juta ton, naik 600 ribu dari proyeksi bulan lalu, dan tumbuh 4,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

    Kenaikan produksi ini didorong oleh peningkatan luas panen menjadi 11,4 juta hektare serta kondisi cuaca yang sangat mendukung di awal tahun.

     

    Panen utama yang berkontribusi sekitar 45?ri total produksi saat ini tengah berlangsung, sementara panen tambahan diperkirakan akan terjadi pada Juli–Agustus serta menjelang akhir tahun.

    Keberhasilan ini membawa Indonesia pada keputusan strategis, yaitu menghentikan impor beras dari Thailand.

    Langkah tersebut mengejutkan banyak pihak, termasuk Thailand yang kini mengalami tekanan akibat harga jual tertinggi di antara eksportir Asia.

    “Penjualan Thailand ke Indonesia sangat lemah. Ekspor Thailand menurun dengan hanya 1,2 juta ton beras yang diekspor. Indonesia yang biasanya menjadi pembeli utama beras Thailand saat ini berhasil mengalami lompatan produksi. Thailand saat ini merupakan pengekspor dengan harga beras tertinggi,” sebut USDA dalam laporannya.

    Keputusan Indonesia untuk tidak lagi menjadi pasar utama berdampak langsung pada Thailand yang harus menerima kenyataan pahit sebab ekspor mereka diproyeksi anjlok hingga 29,2%.

    Selain itu, Indonesia juga menjadi sorotan karena terjadinya penurunan tajam impor beras dari hampir 5 juta ton menjadi hanya sekitar 800 ribu ton pada 2025.

    Indonesia sendiri telah mencatatkan rekor stok beras tertinggi selama 20 tahun, yaitu tembus 3,3 juta ton.

    Bahkan, Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan produksi beras Januari-April 2025 mencapai 13,95 juta ton atau tertinggi dalam 7 tahun terakhir. 

    Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menegaskan bahwa capaian ini bukan terjadi secara kebetulan, melainkan hasil dari kerja cepat dan sinergi antar pemerintah pusat, pemerintah daerah, TNI/Polri, BUMN, maupun petani di Indonesia.

    “Produksi beras kita meningkat signifikan karena intervensi cepat dan sinergi seluruh pihak. Program strategis seperti distribusi pupuk, pompanisasi, penguatan sistem irigasi, serta peningkatan HPP gabah telah memberikan dampak nyata di lapangan. Pemerintah akan terus berupaya memperkuat ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani,” kata Mentan Amran dalam keterangannya pada Sabtu (26/4/2025).

    Kini, dengan cadangan beras nasional yang semakin kuat, Indonesia tidak hanya menekan ketergantungan impor, tetapi juga memperkuat posisi dalam percaturan pangan global.

    Langkah ini dipandang sebagai bukti nyata dari komitmen Indonesia menuju kedaulatan pangan, sebuah transformasi yang tak hanya berdampak pada ekonomi, tetapi juga memperkuat posisi geopolitiknya.