Kementrian Lembaga: BPS

  • Bandingkan Negara Tetangga, Penduduk Miskin di Indonesia Jauh Lebih Banyak

    Bandingkan Negara Tetangga, Penduduk Miskin di Indonesia Jauh Lebih Banyak

    FAJAR.CO.ID, Jakarta — Pegiat media sosial, Eko Kuntadhi turut angkat suara terkait Bank Dunia yang melampirkan 60% masyarakat Indonesia berada pada garis kemiskinan.

    Eko menjabarkan maksud dari angka kemiskinan dari Bank Dunia, dengan melampirkan data dari berbagai negara.

    Melalui akun X @ekokuntadhi1, ia memulai mengkategorikan kemiskinan berdasarkan pengeluaran negara menengah dan keatas.

    “Kategori miskin Bank Dunia untuk negara menengah dan atas adalah mereka yang pengeluarannya USD 6,85 atau Rp115. 287 sehari, setidaknya Rp3.450.000 sebulan,” cuitan Eko, dilansir X Selasa, (29/4/2025).

    Kategori sebelumnya, kemudian dibandingkan dengan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

    “Kalau menurut BPS, jumlah penduduk miskin Indonesia 8,57%, dengan ukuran pengeluaran Rp583. 900 sebulan,” jelasnya.

    Lebih lanjut, ia kemudian memberikan angka kemiskinan dengan perbandingan yang diberikan oleh Laos.

    “Angka kemiskinan di Indonesia menurut bank dunia sedikit lebih bagus dari Laos (68,5%),” lanjut Eko.

    Sebagai penutup dari hasil risetnya, Eko membandingkan dengan beberapa negara tetangga, dan mengakhirinya dengan pengakuan bahwa penduduk miskin Indonesia memang jauh lebih banyak.

    “Tapi dibanding Malaysia (hanya 1,3%), Thailand (7,1%), Vietnam (18,2%), dan Filipina (50,6%), penduduk miskin kita jauh lebih banyak,” tutupnya.

    Hasil pengamatan Eko Kuntadhi kemudian menuai respons dari berbagai kalangan masyarakat, khususnya yang aktif di X.

    “Indonesia saat ini memang miskin, yang kaya elite dan para koruptor. Biar miskin pemerintah masih sok kaya, kasih bantuan ke Fiji dan mau relokasi penduduk Gaza,” Pendapat warganet.

  • 60 Persen Warga Indonesia Miskin

    60 Persen Warga Indonesia Miskin

    PIKIRAN RAKYAT – Sebuah laporan terbaru dari Bank Dunia mengungkapkan kenyataan mencengangkan: lebih dari separuh warga Indonesia tergolong miskin jika diukur berdasarkan standar internasional untuk negara berpendapatan menengah-atas.

    Laporan bertajuk Macro Poverty Outlook edisi April 2025 mencatat bahwa 60,3% penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan versi Bank Dunia, setara dengan sekitar 172 juta jiwa dari total populasi nasional.

    Standar Kemiskinan Versi Bank Dunia

    Bank Dunia menetapkan ambang batas kemiskinan untuk negara berpendapatan menengah-atas pada pengeluaran sebesar 6,85 dolar AS per hari per kapita. Jika dikonversikan dengan kurs JISDOR pada 25 April 2025 (Rp16.829 per dolar AS), angka tersebut setara dengan Rp115.278 per hari per orang.

    Artinya, siapa pun yang pengeluarannya di bawah angka ini tergolong miskin dalam standar internasional.

    Sebagai perbandingan, ambang ini jauh lebih tinggi dari standar nasional yang digunakan Badan Pusat Statistik (BPS), yang hanya menetapkan garis kemiskinan sebesar Rp595.242 per bulan per kapita, atau sekitar Rp19.841 per hari. Perbedaan metode inilah yang menyebabkan disparitas besar antara data kemiskinan versi Bank Dunia dan BPS.

    Indonesia: Negara Menengah-Atas, tapi Kemiskinan Masih Tinggi

    Bank Dunia sendiri telah mengklasifikasikan Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah-atas sejak tahun 2023, setelah pendapatan nasional bruto (GNI) mencapai US$4.580 per kapita. Dalam klasifikasinya, negara berpendapatan menengah-atas memiliki GNI antara 4.466 hingga 13.845 dolar AS (Rp74,8-231,9 juta) per kapita.

    Namun, meskipun secara makroekonomi telah naik kelas, kenyataannya sebagian besar penduduk Indonesia masih belum memiliki daya beli yang sebanding. Dari total populasi sebesar 285,1 juta jiwa (berdasarkan Susenas BPS 2024), lebih dari 60 persen belum mampu memenuhi standar pengeluaran harian minimum versi Bank Dunia.

    Proyeksi Kemiskinan Indonesia

    Bank Dunia memproyeksikan tren penurunan angka kemiskinan dalam beberapa tahun mendatang:

    2025: 58,7% 2026: 57,2% 2027: 55,5%

    Meski mengalami penurunan bertahap, angka ini tetap menunjukkan bahwa separuh lebih rakyat Indonesia masih hidup dalam kondisi ekonomi yang rentan.

    Bandingkan dengan Negara Asia Tenggara Lain

    Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara, posisi Indonesia berada di peringkat kedua tertinggi dalam hal proporsi penduduk miskin berdasarkan standar menengah-atas Bank Dunia:

    Laos: 68,5% Indonesia: 60,3% Filipina: 50,6% Vietnam: 18,2% Thailand: 7,1% Malaysia: 1,3%

    Angka ini menggambarkan bahwa ketimpangan sosial-ekonomi di Indonesia masih cukup dalam, bahkan di tengah pertumbuhan ekonomi dan peningkatan status pendapatan negara.

    Data Kemiskinan Versi BPS: Kontras Besar

    Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah penduduk miskin Indonesia per September 2024 adalah 24,06 juta orang atau 8,57% dari populasi. Bahkan, BPS menyebut angka ini sebagai yang terendah sepanjang sejarah, sejak penghitungan kemiskinan dimulai pada 1960.

    Menurut Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, garis kemiskinan nasional yang digunakan BPS pada periode tersebut adalah Rp595.242 per kapita per bulan, naik 2,21% dibanding Maret 2024. Dengan standar ini, hanya sebagian kecil penduduk yang dikategorikan miskin.

    “Kemiskinan September 2024 sebesar 8,57%, ini menjadi capaian terendah di Indonesia sejak pertama kali angka kemiskinan diumumkan oleh BPS pada 1960,” ucap dalam konferensi pers di Kantor BPS, Jakarta Pusat, Rabu 15 Januari 2025.

    Kenapa Perbedaan Angka Begitu Jauh?

    Perbedaan data ini bukan semata kesalahan teknis, melainkan karena perbedaan metodologi dan standar kemiskinan. Bank Dunia menggunakan standar yang lebih tinggi karena mencerminkan kebutuhan dasar hidup di negara yang masuk kategori menengah-atas.

    Sementara BPS menggunakan pendekatan kebutuhan minimum nasional, yang lebih rendah dan disesuaikan dengan harga serta pola konsumsi lokal.

    Dengan kata lain, seseorang yang tidak dianggap miskin oleh BPS bisa jadi tergolong miskin jika menggunakan standar global Bank Dunia.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Eks Tapol Orba Optimistis Swasembada Pangan Terwujud dan Jadi Bukti Kemandirian Nasional

    Eks Tapol Orba Optimistis Swasembada Pangan Terwujud dan Jadi Bukti Kemandirian Nasional

    Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino

    TRIBUNJAKARTA.COM, TANJUNG PRIOK – Mantan pimpinan Partai Rakyat Demokratik (PRD), Wignyo Prasetyo, mengapresiasi langkah progresif pemerintah dalam mewujudkan swasembada sebagai bagian dari ketahanan pangan nasional.

    Rasa optimis tersebut dibarengi dengan keinginan Presiden Prabowo Subianto yang menargetkan Indonesia mencapai swasembada pangan dalam tiga hingga empat tahun ke depan.

    Target ini didukung dengan pencetakan luas lahan panen hingga empat juta hektare.

    “Harus optimistis dong. Ini langkah progresif pemerintah yang patut diapresiasi. Kita lihat saja, awal tahun ini sudah tampak tanda-tandanya. Mungkin tidak sampai tiga tahun, swasembada bisa terwujud,” ujar Wignyo kepada wartawan, Selasa (29/04/2025).

    Wignyo, yang juga menjabat sebagai Ketua Koordinator Nasional Tim 8 Prabowo-Gibran, menyatakan bahwa program food estate merupakan salah satu upaya nyata pemerintah dalam mencapai swasembada pangan.

    “Salah satu penyumbang utama swasembada pangan adalah program food estate. Ini harus dilanjutkan dan kita dukung bersama,” tegasnya.

    Lebih lanjut, ia menilai situasi global yang tidak menentu, termasuk adanya perang tarif, mendorong pentingnya Indonesia untuk segera mandiri dalam pemenuhan kebutuhan pangannya.

    Dua wilayah di Jakarta Barat dijadikan gudang penampungan motor curian. Para pelaku menyimpan hasil kejahatannya itu sembari menunggu kian banyaknya jumlah motor hasil curian sebelum dijual ke penadah.

    “Sudah saatnya kita menjadi bangsa yang mandiri. Produksi dalam negeri harus mampu memenuhi kebutuhan nasional, bahkan bisa surplus,” katanya.

    Mantan mahasiswa Universitas Indonesia yang pernah menjadi tahanan politik pada era Orde Baru ini juga memaparkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai proyeksi kebutuhan dan produksi beras nasional.

    Berdasarkan data BPS, kebutuhan beras nasional pada 2025 diperkirakan mencapai 31 juta ton, sementara pemerintah menargetkan produksi sebesar 32 juta ton.

    Dari Januari hingga April, penyerapan sudah mencapai lebih dari 13 juta ton.

    “Jadi, kita optimistis bahwa hingga akhir 2025, produksi dalam negeri bisa melampaui target. Artinya, kita tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan nasional, tapi juga berpotensi surplus,” pungkasnya.

    (TribunJakarta)

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f.

    Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Kemendagri dorong Sulbar fokus atasi kemiskinan ekstrem

    Kemendagri dorong Sulbar fokus atasi kemiskinan ekstrem

    Pelayanan pemberian izin persetujuan bangunan gedung bagi MBR harus selesai paling lama 10 hari kerja.

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendorong Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat untuk memfokuskan program pembangunan tahun 2026 pada sejumlah isu strategis, di antaranya inflasi, kemiskinan ekstrem, tengkes, serta penguatan tata kelola kewilayahan melalui penyempurnaan rencana tata ruang wilayah (RTRW).

    Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kemendagri Yusharto Huntoyungo dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, mengatakan bahwa hal tersebut penting karena pencapaian pembangunan nasional perlu didukung oleh sinergisitas dan komitmen pemerintah daerah.

    Yusharto saat membuka acara Musrenbang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sulbar Tahun 2026 secara daring di Jakarta, Selasa, mengemukakan bahwa penyusunan RKPD 2026 sangat strategis karena menjadi dokumen tahunan yang menjembatani antara RPJMD dan APBD, serta menjadi panduan utama bagi program dan kegiatan pembangunan daerah pada tahun yang akan datang.Menyoal kemiskinan ekstrem, Yusharto mengingatkan Pemprov Sulbar untuk segera melakukan intervensi penanganan yang terarah. Pasalnya, menurut Badan Pusat Statistik, Sulbar memiliki persentase penduduk miskin sebesar 11,21 persen, lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 8,57 persen.

    Kepala BSKDN Kemendagri mengutarakan bahwa kebijakan penanganan itu dapat dengan mengoptimalkan potensi ekonomi unggulan seperti pertanian, perkebunan, dan kehutanan, serta efektivitas program pengentasan masyarakat dari kemiskinan yang dijalankan pemerintah daerah.

    Meski demikian, dia mengapresiasi langkah Sulbar dalam penanganan tengkes. Sulbar dinilai dapat menekan laju prevalensi tengkes melalui langkah konvergensi seperti intervensi gizi, sanitasi, dan edukasi masyarakat.

    Terkait dengan penyempurnaan dokumen RTRW Sulbar, Kemendagri mendorong Sulbar untuk segera merevisi peraturan daerah yang mengaturnya. Hal ini karena RTRW merupakan dokumen kunci dalam pengendalian pemanfaatan ruang, sinkronisasi kebijakan sektoral, serta penataan kawasan strategis.

    “Kami juga mencatat terdapat lima rencana detail tata ruang (RDTR) di Sulawesi Barat, dan kami mendorong integrasi RDTR ke dalam sistem Online Single Submission (OSS) untuk mendukung kemudahan berusaha dan investasi,” ujarnya.

    Dalam kesempatan yang sama, Kemendagri juga berpesan pentingnya sinergi pemerintah daerah dalam menyukseskan program-program prioritas nasional, salah satunya adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dirancang untuk mendukung pemenuhan gizi peserta didik sekaligus memperkuat kemandirian pangan.

    Ia berharap Pemprov Sulbar segera melakukan pendataan sasaran penerima manfaat MBG, memberdayakan petani dan peternak lokal, serta memastikan ketersediaan pangan bergizi yang memenuhi standar mutu.

    Masalah program prioritas pembangunan 3.000.000 rumah turut jadi sorotan. Kemendagri meminta pemda untuk segera menetapkan regulasi mengenai pembebasan BPHTB dan retribusi persetujuan bangunan gedung guna mendukung pelaksanaan pembangunan 3.000.000 rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

    “Pelayanan pemberian izin persetujuan bangunan gedung bagi MBR harus selesai paling lama 10 hari kerja,” pungkasnya.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Miris! Bank Dunia Catat 60% Warga RI Tergolong Miskin, Tertinggi Kedua di ASEAN

    Miris! Bank Dunia Catat 60% Warga RI Tergolong Miskin, Tertinggi Kedua di ASEAN

    GELORA.CO – Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan bahwa lebih dari separuh penduduk Indonesia masuk dalam kategori miskin jika mengacu pada standar negara berpendapatan menengah ke atas.

    Dalam laporan Macro Poverty Outlook edisi April 2025, dari total 285,1 juta penduduk Indonesia pada tahun 2024, sebanyak 60,3% atau setara dengan 171,9 juta jiwa berada di bawah garis kemiskinan bila menggunakan patokan pengeluaran sebesar US$6,85 per hari, atau sekitar Rp115.422 per hari dengan kurs saat ini.

    Standar ini jauh lebih tinggi dibandingkan garis kemiskinan nasional Indonesia, yang menyebabkan perbedaan tajam dalam estimasi jumlah penduduk miskin.

    Sementara itu, Bank Dunia memberikan estimasi angka penduduk miskin di Indonesia hanya mencapai 15,6% pada 2024, apabila dihitung berdasarkan ambang batas garis kemiskinan negara berpendapatan menengah ke bawah. Angka ini setara 44,4 juta penduduk. 

    Namun, Bank Dunia sebenarnya telah mengkategorikan Indonesia dalam kelompok negara berpendapatan menengah ke atas pada 2023. 

    “Dengan permintaan yang berkelanjutan, tingkat kemiskinan, yang diukur pada garis lower middle income country, diproyeksikan turun menjadi 11,5% pada 2027,” sebagaimana termaktub dalam dokumen tersebut, dikutip Selasa (29/4/2025). 

    Berdasarkan ambang batas garis kemiskinan negara berpendapatan menengah ke atas, Bank Dunia memproyeksikan jumlah penduduk miskin di Indonesia akan turun, yakni menjadi 58,7% pada 2025; 57,2% pada 2026; dan 55,5% pada 2027. 

    Tertinggi Kedua di ASEAN

    Dalam laporan tersebut, Indonesia tercatat memiliki persentase penduduk miskin tertinggi kedua di antara negara berkembang di Asia Tenggara pada 2024.

    Dengan tingkat kemiskinan sebesar 60,3%, Indonesia hanya berada di bawah Laos yang mencatatkan angka 68,9%. Angka ini jauh melampaui negara-negara tetangga seperti Malaysia (1,3%), Thailand (7,1%), Vietnam (18,2%), dan Filipina (50,6%).

    Sebagai catatan, Bank Dunia tidak menyertakan data kemiskinan untuk Kamboja dan Myanmar dalam laporan ini.

    Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya mencatat, sebanyak 24,06 juta penduduk miskin di Indonesia per September 2024. Angka itu mengalami penurunan 1,16 juta orang bila dibandingkan dengan 25,22 juta penduduk miskin per Maret 2024.

    Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, menyampaikan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2024 setara dengan 8,57% dari total populasi. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 0,46 persen poin dibandingkan dengan data pada Maret 2024.

    “Secara umum, sejak Pandemi 2020, persentase dan jumlah penduduk miskin terus mengalami penurunan dan pada September 2024 jumlah penduduk miskin di Indonesia 24,06 juta,” kata Amalia dalam konferensi pers, dikutip Kamis (16/1/2025).

  • Jalankan Perintah Prabowo, Mentan Amran Pastikan RI Ekspor Beras ke Sejumlah Negara – Halaman all

    Jalankan Perintah Prabowo, Mentan Amran Pastikan RI Ekspor Beras ke Sejumlah Negara – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman memastikan Indonesia siap mengekspor beras ke negara-negara sahabat, sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto. 

    Langkah ini diambil setelah produksi beras nasional mengalami lonjakan besar, dengan stok beras di gudang Perum Bulog mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah Indonesia merdeka.

    Dalam 15 hari ke depan, stok beras pemerintah diperkirakan menembus angka 4 juta ton. 

    Hingga 28 April 2025, Bulog telah menyewa gudang tambahan untuk menampung 1,15 juta ton beras. 

    Serapan harian Bulog saat ini tercatat sebesar 51.530 ton per hari, sehingga stok beras nasional di gudang Bulog telah 
    mencapai 3.256.428 ton.

    Tak hanya beras, produksi jagung nasional juga melimpah seiring panen raya yang berlangsung. 

    Namun, serapan jagung dari petani belum optimal akibat keterbatasan kapasitas gudang Bulog. 

    Kondisi ini menyebabkan harga jagung di tingkat petani saat panen hanya berkisar Rp3.700–Rp3.800 per kilogram, jauh di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan sebesar Rp5.500 per kilogram.

    Mentan Amran menegaskan, pemerintah bergerak cepat untuk mengantisipasi kondisi ini. 

    “Serapan beras Bulog mencapai 1,3 juta ton hanya dalam bulan April. Ini belum pernah terjadi dalam sejarah. Karena itu, Presiden telah memerintahkan untuk segera membangun gudang-gudang sementara guna menampung produksi beras dan jagung yang luar biasa tahun ini,” ujar Amran dalam keterangannya, Selasa (29/4/2025).

    Lebih lanjut, Amran menjelaskan bahwa saat ini Indonesia mengalami surplus produksi yang besar, tidak hanya pada beras dan jagung, tetapi juga pada telur ayam, daging ayam, dan ubi kayu. 

    Melimpahnya produksi ini di satu sisi merupakan pencapaian besar, namun di sisi lain berisiko menurunkan harga di tingkat petani. 

    Untuk itu, ekspor menjadi salah satu solusi penting. Saat ini, nilai ekspor pertanian Indonesia setiap tahun mencapai Rp500–600 triliun, yang didominasi oleh produk CPO, kopi, kelapa dalam, karet, kakao dan lainnya.

    Dalam situasi ini, prioritas utama pemerintah tetap memastikan kecukupan pangan dalam negeri. Namun, dengan kondisi stok yang sangat memadai, Indonesia kini siap mengekspor beras ke negara-negara yang membutuhkan.

    “Kita akan memberikan akses pasar yang luas bagi beras petani kita. Fokus utama kita adalah kecukupan dalam negeri, dan Alhamdulillah saat ini swasembada beras sudah di depan mata. Setelah kebutuhan nasional aman, kita siap mengekspor beras,” ujarnya.

    Mentan menambahkan bahwa ekspor beras ini bukan semata-mata bertujuan untuk perdagangan, melainkan sebagai bagian dari misi kemanusiaan, sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.

    “Sesuai arahan Bapak Presiden, ekspor beras ini lebih pada misi kemanusiaan. Yang penting biaya produksi dan distribusi tertutupi. Ini adalah bukti bahwa bangsa Indonesia kini menjadi bangsa yang mampu membantu, bukan hanya meminta,” jelas Amran.

    Ia juga menyampaikan apresiasinya terhadap keberpihakan penuh Presiden kepada petani, yang mendorong peningkatan stok beras secara signifikan dalam waktu singkat.

    “Dalam empat bulan, stok kita naik secara eksponensial. Ini berkat keberpihakan penuh Bapak Presiden kepada petani dan semangat luar biasa dari para petani di seluruh Indonesia,” imbuhnya.

    Badan Pusat Statistik (BPS) turut mengonfirmasi lonjakan produksi tersebut. 

    Dalam rilis terbarunya, BPS memproyeksikan produksi beras nasional pada Januari–Mei 2025 mencapai 16,62 juta ton, meningkat 1,83 juta ton atau 12,40 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 14,78 juta ton.

    Sebelumnya, dalam acara peluncuran Gerakan Indonesia Menanam (Gerina) di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Presiden Prabowo Subianto juga telah mengizinkan Indonesia mengekspor beras ke beberapa negara, setelah menerima laporan dari Menteri Pertanian dan Menko Pangan mengenai permintaan dari negara-negara sahabat.

    “Saya dapat laporan dari Menteri Pertanian, Menko Pangan, beberapa negara meminta agar kita kirim beras ke mereka. Saya izinkan! Dan saya perintahkan kirim beras ke mereka,” kata Presiden Prabowo.

    Presiden juga menegaskan bahwa ekspor beras ini harus berlandaskan prinsip kemanusiaan.

    “Kalau perlu, atas dasar kemanusiaan, kita jangan terlalu mencari untung besar. Yang penting, ongkos produksi, angkutan, dan administrasi tertutupi. Kita buktikan bahwa bangsa Indonesia sekarang adalah bangsa yang bisa membantu dan memberi kepada bangsa lain, bukan bangsa yang minta-minta,” tegas Prabowo.

  • Prastowo Yustinus Tanggapi Kritik Renovasi Patung MH Thamrin: Tak Mengurangi Hak Warga

    Prastowo Yustinus Tanggapi Kritik Renovasi Patung MH Thamrin: Tak Mengurangi Hak Warga

    Sebelumnya, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat bahwa pada tahun 2024 masih terdapat lebih dari 5 ribu rumah tangga di Jakarta atau sekitar 0,19 persen dari total 2,8 juta rumah tangga yang belum memiliki fasilitas toilet.

    Kondisi ini menyebabkan praktik buang air besar (BAB) sembarangan masih terjadi.

    Menanggapi hal ini, Sekretaris Komisi B DPRD DKI Jakarta, Muhammad Lefy, menyatakan keprihatinannya.

    Ia mendorong agar Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Paljaya mengambil langkah-langkah konkret dalam mencegah dan mengatasi persoalan tersebut.

    Salah satu langkah yang ia tekankan adalah pentingnya edukasi masyarakat tentang bahaya BAB sembarangan.

    “Meningkatkan kesadaran masyarakat soal lingkungan perlu jadi prioritas agar Sumber Daya Manusia (SDM) kita meningkat,” kata Lefy di kompleks DPRD DKI Jakarta pada Jumat (31/1/2025).

    Lefy juga mengusulkan agar Paljaya menjalin kerja sama dengan Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta untuk mengedukasi siswa terkait pentingnya sanitasi sejak dini.

    Dengan demikian, anak-anak akan memahami pentingnya kebersihan dan terhindar dari risiko penyakit infeksi.

    “Mulai dari sekolah dasar, kita sampaikan bahwa air limbah akan menjadi masalah penting untuk kesehatan,” tambahnya.

    Senada dengan Lefy, Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Wa Ode Herlina, juga mendorong agar Paljaya menjalin kemitraan dengan Rukun Warga (RW) serta tokoh masyarakat dalam menyosialisasikan gerakan stop BAB sembarangan. Menurutnya, keterlibatan tokoh masyarakat dapat meningkatkan efektivitas pesan yang disampaikan.

  • Presiden Prabowo Dinilai Punya Komitmen Lindungi Industri Pertanian – Halaman all

    Presiden Prabowo Dinilai Punya Komitmen Lindungi Industri Pertanian – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto dinilai sukses membangun kemandirian pangan. Prabowo hadir dengan napas dan semangat Pembukaan UUD 1945, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Demikian disampaikan eksponen Gerakan Mahasiswa 1998 UGM Yogyakarta, Haris Rusly Moti.

    “Kita berharap pengusaha nasional kita mulai masuk di sektor pertanian. Kampus atau perguruan tinggi juga mulai dilibatkan dalam riset dan inovasi terkait baik bibit maupun teknologi pertanian, agar hasil pertanian makin melimpah. Dengan demikian cita-cita menjadikan Indonesia lumbung pangan dunia dapat diwujudkan,” kata Haris kepada wartawan, Senin (28/4/2025).

    Haris menuturkan Indonesia sedang menghadapi situasi peperangan menggunakan senjata tarif dan currency. 

    Di tengah guncangan dan ketidakpastian situasi geopolitik tersebut, Haris mengatakan Indonesia berhasil memulai langkah dengan dasar yang kuat dan arah yang tepat, yaitu membangun kemandirian di sektor pangan.

    “Saya pribadi cukup terharu dengan capaian 6 bulan pemerintahan di sektor pertanian. Dalam waktu yang terbilang singkat itu, kita berhasil mencapai swasembada beras, kita ‘kebanjiran’ beras dari petani kita sendiri,” katanya.

    Menurutnya, Indonesia berpeluang membangun kemandirian industri pangan justru ketika berlangsung perang tarif dan perang currency. 

    Penerapan kebijakan “border protection” melalui penerapan tarif yang tinggi, memaksa setiap negara di dunia untuk mandiri dan tidak bergantung.

    “Kita semua melihat sendiri bagaimana gempuran impor produk industri asing telah meruntuhkan industri nasional kita. Industri manufaktur kita yang menyerap lapangan pekerjaan tinggi ambruk, industri tekstil runtuh, industri pertanian babak belur,” kata Haris.

    “PHK dan pengangguran meluas sebagai akibat dari terjadinya deindustrialisasi nasional. Kita memang tidak diuntungkan oleh sistem perdagangan bebas tanpa hambatan tarif, tidak banyak produk industri yang kita ekspor, selain ekstraktif yang duitnya di parkir di luar negeri. Negara yang diuntungkan oleh perdagangan bebas tanpa hambatan tarif adalah yang mempunyai industri produk ekspor,” kata dia.

    Oleh karena itu, Haris mengatakan sangat tepat Gandhi mengajarkan gerakan swadesi. Maksudnya, “makan dan pakai apa yang dihasilkan oleh negeri sendiri”. 

    Dalam bahasa sederhana, konsep swadesi Gandhi mengarah pada swarajya atau kemerdekaan. Dalam arti pemerintah oleh negeri sendiri yang bertumpu pada kekuatan sendiri.

    “Begitu juga Bung Karno yang menjadi guru ideologis Presiden Prabowo, mewariskan kepada kita tentang Trisakti, berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan berkepribadian nasional. Sekali lagi kita mesti memanfaatkan momentum untuk menegakan Trisakti dalam situasi ketika berlangsung perang dagang,” kata Haris.

    Melihat data BPS, produksi gabah kering giling (GKG) pada periode Januari-April 2025 mencapai 24,22 juta ton, dengan produksi beras mencapai 13,95 juta ton. 

    Angka ini, dikatakan Haris, menjadi yang tertinggi dalam 7 tahun terakhir. Sementara konsumsi beras domestik tercatat sekitar 10,37 juta ton.

    “Dengan data BPS ini, dipastikan untuk saat ini kita tidak perlu lagi impor beras,. Tidak gampang! Tapi itu fakta. Dan kita makin optimis, dalam 6 bulan ke depan kita akan menjadi salah satu eksportir beras. Kartel pemakan rente impor beras dan komoditi pangan lain pasti muntah darah, nangis darah dengan capaian ini,” ujarnya.

    Pada pertengahan April 2025, keterangan resmi merilis bahwa Perum Bulog telah berhasil menyerap 1,4 juta ton gabah dari target 2 juta ton pada bulan April 2025, jik dibandingkan 2022 994 ribu ton, 2023 1,066 juta ton, 2024 1,266 juta ton.

    Melalui Badan Pangan Nasional, pemerintah dalam 6 bulan membuat kebijakan menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani sebesar Rp. 6.500 per kilogram.

    “Petani kita bisa mempunyai penghasilan jumbo dalam panen raya kali ini. Selama ini petani kita selalu menghadapi kutukan di saat datang musim tanam dan di saat panen raya. Saat musim tanam tiba, petani menghadapi kutukan sulit memperoleh pupuk dan benih unggul. Ketika panen raya datang, petani dihadapkan pada kutukan jatuhnya harga gabah. Petani kita merintih dan merana justru di saat berlangsung panen raya,” ujar Haris.

    Keterangan dari Kementerian Pertanian, menurut Haris, yakni problem distribusi pupuk subsidi terhambat oleh birokrasi yang sengaja dibikin ruwet. 

    Misalnya saja, yakni keharusan melalui lebih dari 145 aturan yang meliputi 41 undang-undang, 23 peraturan pemerintah, 6 peraturan presiden, serta harus melibatkan 11 kementerian dan lembaga.

    “Presiden Prabowo melakukan reformasi dengan menyederhanakan sistem distribusi pupuk, yang kini hanya melibatkan tiga pihak: Kementerian Pertanian, Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC), dan petani. Kebijakan ini sangat positif, distribusi pupuk menjadi lebih cepat dan tepat sasaran, petani kembali aktif menanam, konsumsi pupuk meningkat,” katanya.

    Haris mengatakan memang belum banyak yang sempurna dalam mengimplementasikan sejumlah kebijakan strategis pemerintah dan masih banyak kekurangan di sana sini, termasuk dalam program nasional swasembada pangan. 

    “Namun, niat baik itu telah dibuktikan melalui implementasi nyata melindungi petani dan industri pertanian. Menurut saya, selama seorang pemimpin itu punya niat baik untuk rakyat dan bangsanya, saya yakin InsyaAllah “wahyu” akan menyertai, melandasi, dan menuntunnya,” pungkas Haris. (Tribunnews.com/Reza Deni)

  • Anggota DPR Dave Laksono: Kebijakan Presiden Soal Pertanian Fokus pada Kemandirian Pangan – Halaman all

    Anggota DPR Dave Laksono: Kebijakan Presiden Soal Pertanian Fokus pada Kemandirian Pangan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar, Dave Laksono, menilai  kebijakan pangan Presiden Prabowo Subianto telah mencatat pencapaian luar biasa.

    Menurutnya, kebijakan Prabowo berfokus pada kemandirian pangan dan kesejahteraan petani yang berdampak nyata bagi masyarakat.

    Pembukaan 2 juta hektar lahan baru untuk pertanian berhasil meningkatkan luas panen dan memperkuat ketahanan pangan nasional, sehingga produksi beras Indonesia meningkat signifikan.

    “Alhamdulillah, dalam enam bulan, Indonesia mencatat rekor baru dengan stok cadangan beras pemerintah mencapai 3,18 juta ton, tertinggi dalam 23 tahun,” kata Dave kepada wartawan, Senin (28/4/2025).

    Selain itu, produksi beras nasional juga meningkat 50–62 persen antara Januari hingga April 2025 berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS). 

    Pemerintah telah memperbesar alokasi pupuk, menyederhanakan regulasi, dan mempercepat distribusi sarana produksi untuk meningkatkan hasil panen.

    Wakil Ketua Komisi I DPR RI itu menyebut Indonesia berpeluang besar mengekspor beras ke negara tetangga, sesuai pernyataan Presiden Prabowo di Banyuasin, Sumatra Selatan. 

    “Dengan cadangan beras melimpah, Indonesia dapat memenuhi kebutuhan domestik dan mendukung ketahanan pangan regional,” kata dia

    Selain meningkatkan produksi, Dave menyebut kebijakan Presiden Prabowo juga memperhatikan kesejahteraan petani dengan menetapkan harga serap gabah Rp 6.500 per kilogram, yang membantu meningkatkan pendapatan dan mendorong petani tetap aktif dalam sektor pertanian.

    “Keberhasilan ini mencerminkan visi Presiden Prabowo dalam mewujudkan kemandirian pangan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, khususnya petani. Lonjakan produksi beras tersebut juga didukung oleh arahan Presiden melalui Inpres dan Perpres untuk mempercepat peningkatan produksi pertanian,” tandasnya.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengatakan bahwa meningkatnya produksi pertanian kini tak hanya cukup untuk kebutuhan dalam negeri saja, tapi juga mulai diminati oleh negara lain. 

    Hal itu disampaikan Presiden dalam sambutannya pada Peluncuran Program Gerakan Indonesia Menanam (Gerina) di Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatra Selatan, pada Rabu, (23/4/2025).

    Menurut Presiden, hasil produksi pertanian dalam empat bulan terakhir menunjukkan lonjakan signifikan hingga membuat beberapa negara meminta bantuan pangan dari Indonesia. Hal ini dianggap sebagai lompatan besar dari posisi Indonesia sebelumnya yang dikenal sebagai pengimpor pangan.

    “Beberapa negara minta agar kita kirim beras ke mereka, saya izinkan dan saya perintahkan kirim beras ke mereka dan kalau perlu atas dasar kemanusiaan,” katanya. 

    Presiden menekankan bahwa bantuan tersebut akan tetap memperhitungkan biaya produksi, distribusi, dan administrasi. Namun, tetap dilandasi oleh semangat solidaritas dan tanggung jawab global. 

    “Kita jangan terlalu cari untung besar, yang penting ongkos produksi plus angkutan plus administrasi kembali. Kita buktikan bangsa Indonesia sekarang menjadi bangsa bukan bangsa yang minta-minta, tapi bangsa yang bisa membantu dan memberi bangsa lain,” tambahnya. 

    Sebagai bagian dari program besar ini, pemerintah juga mendorong pembangunan gudang dan pendingin hasil panen di setiap desa, serta memberikan truk pengangkut agar hasil pertanian tidak terbuang sia-sia. Presiden mengungkapkan keprihatinannya atas banyak hasil panen petani yang rusak karena tidak sempat dipasarkan.

    “Sekarang tiap desa akan punya gudang. Tiap desa akan punya kamar pendingin. Hasil apapun akan aman sampai dia mampu menjual. Dan tiap kooperasi akan kita beri truk,” katanya.

    Lebih lanjut, Presiden menegaskan bahwa bangsa Indonesia tidak akan tunduk atau meminta-minta kepada negara lain. Ia mengajak seluruh elemen bangsa untuk bekerja, bukan mengeluh, dan membangun dari kekuatan sendiri.

    “Kita buktikan hari ini bahwa Indonesia mampu. Bangsa yang mampu bukan bangsa yang menyerah, bukan bangsa yang kalah bukan bangsa yang minta-minta,” pungkas Presiden. 

  • Remaja Indonesia Rentan Obesitas & Diabetes, Saatnya Terapkan Pola Makan Bergizi Seimbang Sejak Dini – Halaman all

    Remaja Indonesia Rentan Obesitas & Diabetes, Saatnya Terapkan Pola Makan Bergizi Seimbang Sejak Dini – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

     

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) terus mendorong remaja di Indonesia agar mengadopsi gaya hidup sejak dini seperti menerapkan pola makan bergizi seimbang.

     

    Dinas Kesehatan Kota Samarinda dengan dukungan Kemenkes dan World Food Programme (WFP) menghadirkan acara Roadshow Si Paling Megang pada Sabtu (26/4) di GOR 27 September Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur.

    Direktur Promosi Kesehatan dan Kesehatan Komunitas Kemenkes RI dr. Elvieda Sariwati, M.Epid mengatakan, program ini merupakan salah satu langkah strategis dalam merespons meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular di kalangan remaja, seperti obesitas, diabetes, dan hipertensi.

    Fenomena ini banyak dipicu oleh pola konsumsi makanan tinggi gula, garam, dan lemak, serta minimnya aktivitas fisik dalam keseharian mereka.

     

    “Harapannya mendorong perubahan perilaku yang lebih sehat, dengan cara yang relevan, menyenangkan, dan dekat dengan dunia remaja masa kini,” tutur dr Elvieda yang ditulis di Jakarta.

    Hadir sekitar 150 remaja dalam kegiatan yang dikemas dalam kegiatan yang menyenangkan seperti kuis dan permainan mencari harta karun.

     

    Kepala Dinas Kesehatan Kota Samarinda dr. H. Ismid Kusasi menuturkan, saat ini penyakit tidak menular seperti diabetes, penyakit jantung, dan stroke di Kalimantan Timur menempati peringkat ketiga tertinggi di Indonesia.

     

    “Kami melihat peranan penting acara seperti ini untuk menginspirasi remaja di Kalimantan Timur, terutama Samarinda untuk mengadopsi gaya hidup sehat sejak dini,” ujar dia di Jakarta.

     

    Roadshow ini merupakan bagian dari kampanye Si Paling Megang (Menyala dengan Gerak dan Gizi Seimbang), sebuah inisiatif nasional untuk mendukung gaya hidup sehat serta gizi seimbang melalui konten media sosial, lokakarya daring, dan aktivitas interaktif secara luring.

     

    Peserta didorong untuk mencatat asupan makanan dan aktivitas fisik mereka melalui aplikasi Si Paling Megang. Pencatatan ini diharapkan dapat membantu para peserta untuk menyadari terkait pola makan dan aktivitas harian mereka.

     

    Country Director World Food Programme Indonesia menambahkan, kegiatan ini menegaskan kembali dukungan perubahan perilaku di kalangan remaja dan anak muda sangat penting.

     

    “Gerakan ini menjadi bagian pemerintah menuju Indonesia Emas 2045, kesehatan dan kesejahteraan generasi muda menjadi fondasi utama dalam membangun masyarakat yang kuat dan sehat,” ujar Jennifer Rosenzweig.

     

    Melalui pendekatan yang inklusif dan adaptif, kegiatan dapat direplikasi di wilayah lain. Anak muda merupakan fondasi masa depan. Memastikan kesehatan dan kesejahteraan mereka saat ini merupakan langkah penting untuk membangun generasi yang lebih kuat dan tangguh.

     

    Merujuk data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menghimpun jumlah kematian berdasarkan penyebabnya pada Januari 2017 hingga 2020/2022, kematian terbanyak berasal dari sakit karena penyakit tidak menular, dengan 7,03 juta kasus.

     

    Data WHO menunjukkan terdapat 10 penyakit sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia, diantaranya stroke 131,8, jantung iskemik 95,68, Diabetes 40,78 kasus kematian per 100 ribu penduduk.