Kementrian Lembaga: BPS

  • Sektor Pertanian Jadi Penopang Utama Pertumbuhan Ekonomi hingga Maret 2025 – Page 3

    Sektor Pertanian Jadi Penopang Utama Pertumbuhan Ekonomi hingga Maret 2025 – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, menyampaikan sektor pertanian menjadi sumber pertumbuhan ekonomi terbesar pada kuartal I-2025, dengan kontribusi sebesar 1,11%.

    “Jika dilihat dari sumber pertumbuhan pada triwulan I-2025, lapangan usaha pertanian menjadi sumber pertumbuhan terbesar yaitu sebesar 1,11%,” kata Amalia dalam konferensi pers pengumuman pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I-2025, di Jakarta, Senin (5/5/2025).

    Selain sektor pertanian, beberapa lapangan usaha lainnya juga turut menopang pertumbuhan ekonomi. Industri pengolahan memberikan kontribusi sebesar 0,93%, disusul oleh sektor perdagangan dengan andil 0,66%, serta sektor informasi dan komunikasi yang menyumbang 0,53 % terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

    Amalia menuturkan, industri pengolahan tetap menunjukkan performa positif dengan pertumbuhan sebesar 4,55% dan berkontribusi sebesar 19,25% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

    “Industri pengolahan masih tumbuh sebesar 4,55% sehingga kontribusinya terhadap total PDB adalah sebesar 19,25%,” ujarnya.

    Sementara itu, sektor transportasi dan pergudangan mencatatkan pertumbuhan tertinggi, yaitu 9,01%, dengan kontribusi terhadap PDB mencapai 6,08%.

    Tak hanya itu, sektor jasa lainnya juga mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi. Hal ini didorong oleh meningkatnya jumlah perjalanan wisatawan Nusantara dan kunjungan wisatawan mancanegara selama kuartal I-2025, yang memberikan dampak positif terhadap aktivitas ekonomi di berbagai wilayah.

    “Kemudian ada juga jasa lainnya yang relatif tumbuh tinggi karena ditopang oleh meningkatnya jumlah perjalanan wisatawan Nusantara dan kunjungan wisatawan mancanegara selama triwulan I-2025,” ujarnya.

  • Breaking: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal I/2025 hanya 4,87%

    Breaking: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal I/2025 hanya 4,87%

    Bisnis.com, JAKARTA — Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I/2025 tercatat sebesar 4,87% (year on year/YoY).

    Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan bahwa produk domestik bruto atau PDB Indonesia atas dasar harga berlaku pada kuartal I/2025 mencapai Rp5.665,9 triliun. Lalu, PDB atas harga konstan mencapai Rp3.264,5 triliun.

    “Sehingga pertumbuhan ekonomi indonesia pada triwulan I/2025 adalah 4,87% bila dibandingkan dengan triwulan I/2024 atau year on year,” ujar Amalia dalam konferensi pers, Senin (5/5/2025).

    Amalia juga menjabarkan bahwa ekonomi Indonesia terkoreksi 0,98% secara kuartalan, yakni apabila membandingkan kinerja kuartal I/2025 dengan kuartal IV/2024.

    Berdasarkan konsensus yang dihimpun Bloomberg dari 19 lembaga, nilai tengah (median) proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I/2025 adalah 4,9%. Proyeksi itu menunjukkan sinyal bahwa ekonomi triwulan I/2025 akan tumbuh di bawah 5% dan melambat dari kuartal I/2024 sebesar 5,11%.

    Adapun estimasi tertinggi sebesar 5,1% diberikan sejumlah lembaga yaitu ING Group, Indo Premier Securities, Mirae Asset Sekuritas Indonesia, dan United Overseas Bank. Sementara estimasi terendah di angka 4% yang diberikan oleh S&P Global.

    Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede sendiri memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 4,91% (YoY) pada kuartal I/2025. Dia pun menjelaskan perkembangan empat komponen pembentuk pertumbuhan ekonomi yang sebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2025.

    Pertama, konsumsi rumah tangga—penopang utama perekonomian Indonesia— yang diproyeksikan tumbuh 4,5% YoY pada kuartal I/2025. Nilai tersebut melambat dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 4,91% (YoY) pada kuartal I/2024.

    Kedua, belanja pemerintah yang diperkirakan mengalami kontraksi 2,88% (YoY) pada kuartal I/2025. Angka tersebut berbanding terbalik dengan lonjakan pertumbuhan belanja pemerintah sebesar 20,44% pada kuartal I/2024.

    Menurut Josua, kontraksi belanja pemerintah tersebut tercermin dalam realisasi APBN hingga Maret 2025 yang mencapai 17,1% dari pagu belanja tahunan.

    “Masih relatif rendahnya penyerapan belanja negara ini turut menjadi faktor pelemahan agregat permintaan dan aktivitas sektor publik, meskipun pemerintah mencatat surplus keseimbangan primer sebesar Rp 17,5 triliun,” ujar Josua, Minggu (4/5/2025).

    Ketiga, investasi (PMTB) yang diperkirakan tumbuh 3,11% (YoY). Pertumbuhan tersebut relatif stabil secara tahunan tetapi secara kuartalan diperkirakan terkontraksi 6,50%.

    Keempat, ekspor barang dan jasa tumbuh yang tumbuh 9,52% (YoY). Josua melihat pertumbuhan kuat ekspor berkat hilirisasi dan ekspor manufaktur bernilai tambah. Hanya saja, impor juga naik 5,07% (YoY) yang mencerminkan permintaan domestik yang belum pulih sepenuhnya.

    Sementara itu, ketika ditanya apakah pemerintah tetap optimistis ekonomi triwulan I/2025 akan tumbuh 5%, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto hanya memberikan sinyal pertumbuhan ekonomi akan tetap berada di kisaran itu.

    “Ya tentu kalau matematika ada pembulatan [jadi 5%],” tuturnya kepada awak media di kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (2/5/2025).

  • Jangan Santai! Ada 5 Tanda Ekonomi RI Tidak Baik-Baik Saja

    Jangan Santai! Ada 5 Tanda Ekonomi RI Tidak Baik-Baik Saja

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi RI kuartal I-2025 pada siang ini, Senin (5/5/2025). Ekonomi Indonesia diyakini sulit tumbuh mencapai 5% pada kuartal I-2025. Hal ini dipicu oleh ketidakpastian dari kebijakan dagang Presiden AS Donald Trump yang menekan banyak negara, termasuk Indonesia.

    Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 14 institusi memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai 4,94% (year on year/yoy) dan terkontraksi 0,9% dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter to quarter/qtq) pada kuartal I-2025.

    “Ya tentu kalau matematika ada pembulatan [jadi 5%],” tuturnya kepada awak media di kantor Kemenko Perekonomian, Jumat lalu (2/5/2025).

    Adapun, Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih rendah. Dia memperkirakan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,91% pada kuartal I-2025. Dia melihat konsumsi rumah tangga hanya akan tumbuh 4,9% pada kuartal I-2025.

    Hal ini dipicu oleh pelemahan konsumsi masyarakat. Hal ini ditandai dengan belanja yang berkurang seiring dengan rumah tangga yang mulai menyimpan uangnya.

    Sementara itu, belanja pemerintah diperkirakan akan menurun menjadi 3,3% yoy pada kuartal I-2025 dari 4,3% yoy pada akhir kuartal IV-2024. Ini dimungkinkan terjadi akibat penyesuaian kebijakan dan pencairan yang lambat di awal tahun. Hal ini juga membebani investasi, yang diperkirakan tumbuh 1,7% yoy pada kuartal I-2025, turun dari 4,9% yoy pada kuartal IV-2024.

    “Pencairan fiskal yang tertunda, terutama untuk proyek infrastruktur dan investasi yang didukung pemerintah, telah menyebabkan laju pembentukan modal yang lebih lambat selama periode tersebut,” tulis Andry dalam catatannya.

    Proyeksi ini diperkuat dengan sejumlah indikator ekonomi di Tanah Air yang terjadi pada rentang kuartal I-2025, berikut ini rinciannya:

    Aktivitas manufaktur Indonesia terkontraksi pada April 2025. Data Purchasing Managers’ Index (PMI) yang dirilis S&P Global Jumat lalu (2/5/2025). Data ini menunjukkan PMI manufaktur Indonesia ada di level 46,7 atau mengalami kontraksi di April 2025.

    Ini adalah kali pertama PMI mencatat kontraksi sejak November 2024 atau dalam lima bulan terakhir. Angka ini bahkan disebut sebagai kinerja terburuk sejak Agustus 2021, pada periode tersebut Indonesia tengah dihantam pandemi Covid-19 gelombang Delta. Kondisi ini terjadi di tengah panasnya tensi perang dagang, akibat kebijakan tarif resiprokal tinggi yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump kepada negara-negara mitra dagang utamanya, termasuk RI. PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, merosotnya PMI Manufaktur itu disebabkan masalah perang dagang, yang membuat optimisme pelaku usaha di Indonesia maupun di seluruh dunia melemah. Sebab, perang tarif dagang menghambat aktivitas perdagangan dunia.

    “PMI turun kan karena trade war. Jadi, dunia kan perdagangannya shrinking, pertumbuhan Amerika juga negatif. Jadi ini namanya optimisme yang terganggu oleh trade war,” kata Airlangga di kantornya, Jakarta, dikutip Senin (5/5/2025).

    Untuk mengantisipasi masalah sentimen industri ini, Airlangga mengatakan pemerintah telah meluncurkan sejumlah strategi. Di antaranya ialah mendiversifikasi pasar ekspor Indonesia lebih kuat di luar negara mitra dagang utama, seperti China dan AS yang sedang perang tarif dagang. Salah satunya ialah pasar ekspor Eropa melalui percepatan perjanjian Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).

    “Kita sedang mendorong untuk IEU CEPA. Memang sudah waktunya untuk mendiversifikasi pasar ekspor dan menurunkan tariff barrier, karena kalau kita turun, yang lain juga resiprokal menurunkan, maka produk kita akan lebih kompetitif,” ucap Airlangga.

    Selain diversifikasi pasar ekspor, Airlangga menekankan, pemerintah juga tengah menggodok kebijakan deregulasi untuk makin menggeliatkan aktivitas perdagangan internasional Indonesia, melalui Satgas Deregulasi.

    Setelah badai PHK melanda industri tekstil, kini industri perhotelan di Tanah Air dihampiri kisruh yang sama. Tenaga kerja di sektor perhotelan terus berkurang setelah pemerintah menerapkan kebijakan efisiensi. Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran mengungkapkan bahwa saat ini hotel sudah tidak lagi menyerap pekerja harian karena kebutuhannya memang tidak ada.

    “Kontribusi pemerintah besar, antara 40-60%, kalau diperhatikan banyak daerah yang kontribusinya lebih dari itu, sampai 70% karena selama ini pasar pemerintah besar untuk mengadakan berbagai kegiatan dengan menggunakan kegiatan pertemuan hotel sehingga tumbuh convention tentu dengan kondisi yang ada sekarang,” ungkap Maulana kepada CNBC Indonesia, akhir April lalu (28/4/2025).

    Karenanya banyak pekerja yang akhirnya terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) serta dirumahkan. Hotel yang paling banyak terkena khususnya pada hotel yang mengadakan MICE (meetings, incentives, conventions and exhibitions).

    “Setengah 50% sudah berkurang khususnya hotel yang bergerak ke venue mice, karena kebutuhan untuk itu nggak ada, nggak mungkin kita menyerap tenaga kerja kalau orderan ke kitanya juga nggak ada,” sebut Maulana.

    Adapun Dalam rilis Q1 2025 Colliers yang keluar akhir pekan lalu, dampak dari langkah-langkah efisiensi pemerintah cukup terasa, terutama bagi hotel yang sangat bergantung pada pasar pemerintah.

    “Jika tidak ada pelonggaran dari pemerintah, hampir dapat dipastikan bahwa pasar hotel di Jakarta akan bergantung sepenuhnya pada sektor non-pemerintah. Para pengelola hotel harus menemukan pasar dan sumber pendapatan tambahan untuk tetap bertahan; jika tidak, tahun 2025 akan cukup berat bagi mereka,” tulis Colliers dalam rilis kuartal I-2025, dikutip Senin (5/5/2025).

    Warga RI Pilih Nabung daripada Belanja

    Jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) jenis tabungan perorangan justru meningkat signifikan pada Maret 2025 atau selama Ramadan dan menjelang Idul Fitri. Namun, masyarakat semakin enggan menaruh uangnya di deposito.

    Meningkatnya jumlah tabungan selama Ramadan terbilang anomali mengingat biasanya masyarakat menguras tabungan selama Ramadan karena tingginya konsumsi. Sebagai catatan, Ramadan jatuh pada 1 Maret 2025 dan berakhir pada 30 Maret sementara Hari Raya Idul Fitri jatuh pada 31 Maret 2025.

    Meningkatnya tabungan dan masih tekoreksinya deposito perorangan tercatat dalam data Bank Indonesia.

    Bank Indonesia (BI) pada Rabu (24/4/2025) telah merilis data uang beredar yang tampak masih tumbuh pada Maret 2025.

    Pertumbuhan uang beredar dalam arti luas (M2) pada Maret 2025 tumbuh 6,1% (year on year/yoy) atau relatif stabil jika dibandingkan bulan sebelumnya yang naik sebesar 6,2% yoy sehingga tercatat Rp9.436,4 triliun.

    Berdasarkan pantauan CNBC Indonesia Research, per Maret 2025, pertumbuhan DPK tabungan perorangan sebesar 6,4% year on year/yoy atau bahkan lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 5,7% yoy. Pertumbuhan DPK tabungan perorangan Maret 2025 juga merupakan yang tertinggi sejak November 2022 atau sekitar 2,5 tahun terakhir.

    Jika dilihat dari sisi nominal, jumlah DPK tabungan perorangan per Maret 2025 bertumbuh menjadi Rp2.574,2 triliun dari sebelumnya Rp2.505 triliun.

    Pertumbuhan tabungan perorangan pada Maret menembus 6,4% atau yang tertinggi sejak November 2024. Padahal. secara tradisi, pertumbuhan tabungan akan melandai saat Ramadan hingga Lebaran karena masyarakat menguras uang di rekening untuk belanja.

    Di sisi lain, banyak pusat perbelanjaan yang semakin sepi. Bahkan, pedagang di wilayah Mangga Dua baik Mangga Dua Square maupun WTC Mangga Dua mengeluhkan ekonomi yang semakin lesu belakangan. Kondisi saat ini bahkan disebut lebih buruk dibandingkan pandemi Covid-19.

    “Waktu pandemi kemarin masih mending banyak yang belanja, sekarang Rp 50 ribu sehari aja belum tentu, kita lebih banyak bengong sekarang dibanding ngelayanin pelanggan,” kata pedagang di Mangga Dua Square Anita kepada CNBC Indonesia, Kamis (24/4/2025).

    Ia beranggapan penurunan penjualan seperti tas hingga dompet dikarenakan masyarakat menjadikan barang-barang yang dijualnya sebagai kebutuhan terakhir setelah kebutuhan pokok. Selain itu ada juga faktor lainnya, yakni efisiensi dari pemerintah.

    “Sebelumnya banyak orang-orang daerah yang ke Jakarta buat dinas, ada acara di hotel-hotel dekat sini, baliknya pingin bawa oleh-oleh dari Jakarta jadi pada beli tas di sini, banyak yang datang juga rombongan, sekarang udah engga ada lagi,” kata Anita.

    Di tengah situasi yang sulit saat ini, Anita pun berharap bisa memilih bekerja lebih baik dibandingkan berusaha. Pasalnya belum tentu uang yang masuk sebanding dengan beban bulanan seperti biaya sewa lapak hingga kebutuhan sehari-hari.

    “Kalau bisa kerja mah lebih baik kerja lah, yang udah kerja mending bertahan aja, dihemat-hemat aja. Apalagi biaya sekolah naik, biaya hidup juga sama, kalau usaha belum tentu lah,” kata Anita.

    Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia mengalami deflasi secara bulanan atau month-to-month (mtm) pada dua bulan pertama di tahun 2025. Deflasi tercatat sebesar 0,76 persen mtm pada Januari 2025 dan 0,48 persen mtm pada Februari 2025. Kondisi ini sangat jarang terjadi jelang Ramadan.

    Berdasarkan data BPS yang dapat diperoleh CNBC Indonesia Research sejak 1996, IHK secara bulanan untuk periode satu bulan sebelum bulan Ramadhan cenderung selalu mengalami inflasi. Namun berbeda halnya dengan Februari 2025 yang justru mengalami deflasi 0,48%.

    Dengan demikian, inflasi ini diduga terjadi karena faktor-faktor seperti penurunan konsumsi rumah tangga, pengangguran di sektor manufaktur, dan perubahan pola konsumsi masyarakat. Sejak era krisis 1997/1998, Indonesia hanya mengalami dua kali deflasi (yoy) yakni pada Maret 2000 dan Februari tahun ini. Artinya, fenomena deflasi tahunan hanya terjadi 25 tahun yang lalu.

    Terjadinya deflasi pada Maret 2000 lebih disebabkan karena inflasi pada periode sebelumnya sangat tinggi, Inflasi pada Maret 1999 menembus 45%.

    Namun, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan bahwa deflasi bukan disebabkan oleh menurunnya daya beli. Namun, deflasi terjadi akibat adanya diskon 50% untuk tarif listrik dari pemerintah.

    “Ini bukan karena penurunan daya beli tapi karena diskon tarif listrik yang memberikan andil deflasi dua bulan berturut-turut,” ujar Amalia dalam konferensi pers, Senin (3/3/2025).

    Lebih lanjut, data Astra Internasional dan GAIKINDO menunjukkan penjualan mobil nasional kembali tertekan. Setelah sempat menikmati lonjakan signifikan di bulan Februari 2025 lalu, penjualan di bulan Maret 2025 berbalik turun.

    Data tersebut mencatat, penjualan mobil nasional bulan Maret 2025 turun 1,99% atau 1.44 unit menjadi 70.892 unit dibandingkan Februari 2025 yang mencapai 72.336 unit. Jika dibandingkan secara tahunan, penjualan bulan Maret 2025 mengalami penurunan sebanyak 3.828 unit. Atau drop sekitar 5,12% dari Maret 2024 yang mencapai 74.720 unit.

    Secara total, penjualan wholesale mobil sepanjang Januari-Maret 2025 tercatat mencapai 205.160 unit. Anjlok 10.090 unit atau 3,66% dari periode sama tahun 2024 yang tercatat sebanyak 215.250 unit.

    Sebelumnya, pada bulan Februari 2025, penjualan mobil nasional beri kabar baik. Tercatat, penjualan mobil mencapai 72.295 unit, melonjak 10.363 unit atau 16,73% dibandingkan Januari 2025 yang sebanyak 61.932 unit.

    Pengamat otomotif Yannes Pasaribu menilai, data jumlah pemudik 2025 turun 24,34% dari 2024 sudah jadi sinyal awal. Ini mengindikasikan memang terjadi tekanan ekonomi yang nyata di Indonesia.

    Apalagi, imbuh dia, pemutusan hubungan kerja (PHK) terus terjadi dan meningkat. Yang memperparah kondisi masyarakat kelas menengah di Indonesia.

    Menurut Yannes, penurunan penjualan mobil nasional di bulan Maret 2025 mencerminkan tekanan signifikan dari pelemahan ekonomi makro.

    “Indeks Keyakinan Konsumen yang terus menurun dan deflasi beruntun juga menunjukkan kehati-hatian masyarakat dalam belanja. Dalam situasi ini, pembelian mobil sebagai kebutuhan tersier berbiaya tinggi, besar kemungkinan akan ditunda,” kata Yannes kepada CNBC Indonesia, dikutip (5/5/2025).

    “Konsumen tampaknya lebih memilih mengalokasikan dana untuk kebutuhan primer, menabung, atau membayar kewajiban expenditure keluarga lain yang lebih penting dan mendesak,” sambungnya.

    Dia menambahkan, warga RI kemungkinan memilih menunggu kepastian pemulihan ekonominya dan kestabilan daya beli sebelum mengambil keputusan pembelian besar.

    (haa/haa)

  • Catatan BPS: Kenaikan Tarif Listrik Menyumbang Inflasi Terbesar di Jawa Timur

    Catatan BPS: Kenaikan Tarif Listrik Menyumbang Inflasi Terbesar di Jawa Timur

    Liputan6.com, Surabaya – Naiknya berbagai komoditas di masyarakat seperti kenaikan tarif listrik menjadi salah satu penyebab inflasi di Jawa Timur. Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur kenaikan inflasi sebesar 0,93 persen (month-to-month/mtm) pada April 2025.

    Selain tarif listrik, BPS Jawa Timur juga mencatat kenaikan harga komoditas seperti emas perhiasan, angkutan udara, bawang merah, kelapa, santan jadi, tomat, hingga sigaret kretek mesin (SKM) juga menyumbang inflasi tersebut.

    “Inflasi bulan ke bulan khususnya Jawa Timur mengalami inflasi sebesar 0,93 persen jika dibandingkan dengan Maret 2025,” kata Kepala BPS Jawa Timur Zulkipli dalam konferensi pers di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (2/5/2025).

    Secara rinci untuk tarif listrik mengalami inflasi mencapai 33,67 persen dengan andil terhadap inflasi keseluruhan pada April sebanyak 0,99 persen, sedangkan emas perhiasan mengalami inflasi 12,63 persen dengan andil 0,2 persen.

    Zulkipli menjelaskan inflasi tinggi pada tarif listrik disebabkan oleh telah berakhirnya diskon tarif listrik 50 persen sehingga tarif listrik kembali normal dan tagihan listrik pascabayar telah kembali ke harga normal pada April 2025.

    Untuk harga emas global kembali mengalami kenaikan pada April 2025 yang akhirnya memengaruhi harga emas di Indonesia beserta produk-produk dari emas seperti emas perhiasan.

    Kemudian untuk pemicu inflasi lainnya adalah angkutan udara yang mengalami inflasi 6,46 persen dengan andil 0,08 persen, bawang merah mengalami inflasi 7,18 persen dengan andil 0,03 persen, dan kelapa mengalami inflasi mencapai 24,86 persen dengan andil 0,03 persen.

    Selanjutnya, komoditas santan jadi mengalami inflasi mencapai 14,38 persen sehingga memberikan andil terhadap inflasi keseluruhan sebanyak 0,02 persen, tomat mengalami inflasi 9,03 persen dengan andil 0,01 persen, dan sigaret kretek mesin (SKM) inflasi 0,56 persen dengan andil 0,01 persen.

    Dalam hal ini inflasi pada angkutan udara disebabkan berakhirnya stimulus pemerintah berupa pemberian diskon tarif sehingga kembali ke harga normal.

     

    Polisi Bongkar Alat Ukur BMM di SPBU Pemalang, Apa Temuannya?

  • Proyeksi Ekonomi RI Kuartal I-2025 dari Airlangga & Sri Mulyani

    Proyeksi Ekonomi RI Kuartal I-2025 dari Airlangga & Sri Mulyani

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis angka pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur dari produk domestik bruto (PDB) pada siang ini, Selasa (5/5/2025). Sejumlah ekonom memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak akan mencapai 5% pada kuartal I-2025 ini.

    Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 14 institusi memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai 4,94% (year on year/yoy) dan terkontraksi 0,9% dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter to quarter/qtq) pada kuartal I-2025.

    Adapun Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan sinyal bahwa ekonomi Indonesia tidak akan mencapai 5% ketika ditanya oleh awak media. Namun, dia masih meyakini bahwa ekonomi Indonesia masih tumbuh mendekati 5%.

    “Ya tentu kalau matematika ada pembulatan [jadi 5%],” tuturnya kepada awak media di kantor Kemenko Perekonomian, Jumat lalu (2/5/2025).

    Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor yang akan mendukung pertumbuhan ekonomi.

    “Tahun ini, Kuartal I, BPS belum mengeluarkan. Kita nanti melihat beberapa faktor yang mendukung pertumbuhan ekonomi,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KITA minggu lalu.

    Sri Mulyani melihat salah satu faktor musiman yang mempengaruhi indikator ekonomi, yakni Ramadan dan Idul Fitri. Dia pun tetap optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 5%, seperti halnya tahun 2024, sebesar 5,03%.

    Adapun, polling yang dilakukan Reuters juga menunjukkan ekonomi kemungkinan tumbuh 4,91% pada kuartal I-2025, sedikit di bawah ekspansi 5,02% yang tercatat pada kuartal keempat tahun lalu.

    “Kami memperkirakan pertumbuhan konsumsi swasta akan melambat tetapi masih menyumbang setengah dari tingkat pertumbuhan utama kuartal pertama. Ekspor akan memberikan kontribusi yang lebih kecil dari sebelumnya, karena mitra dagang utama Indonesia, Tiongkok, sedang bergulat dengan ekonomi yang lemah dan meningkatnya ketegangan geopolitik,” kata Jeemin Bang, Ekonom Moody’s, dikutip dari Reuters.

    Sebagai catatan, konsumsi menyumbang sekitar 53,71% pada total PDB sehingga laju konsumsi sangat menentukan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

    Bank Mandiri melaporkan pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan akan melemah ke bawah 4,9% (yoy) di kuartal I-2025, dari sebelumnya 5,0% (yoy) di kuartal IV-2024. Hal ini mencerminkan kecenderungan masyarakat untuk melakukan pengeluaran secara lebih hati-hati, karena sebagian pendapatan dialokasikan untuk tabungan berjaga-jaga.

    Jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) jenis tabungan perorangan justru meningkat signifikan pada Maret 2025 atau selama Ramadan dan menjelang Idul Fitri.

    Meningkatnya jumlah tabungan selama Ramadan terbilang anomali mengingat biasanya masyarakat menguras tabungan selama Ramadan karena tingginya konsumsi. Sebagai catatan, Ramadan jatuh pada 1 Maret 2025 dan berakhir pada 30 Maret sementara Hari Raya Idul Fitri jatuh pada 31 Maret 2025.

    Berdasarkan pantauan CNBC Indonesia Research, per Maret 2025, pertumbuhan DPK tabungan perorangan sebesar 6,4% year on year/yoy atau bahkan lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 5,7% yoy. Pertumbuhan DPK tabungan perorangan Maret 2025 juga merupakan yang tertinggi sejak November 2022 atau sekitar 2,5 tahun terakhir.

    (haa/haa)

  • Bank Dunia Laporkan Angka Kemiskinan RI 171 Juta Jiwa, Data BPS Hanya 24 Juta

    Bank Dunia Laporkan Angka Kemiskinan RI 171 Juta Jiwa, Data BPS Hanya 24 Juta

    Ada beda data jumlah kemiskinan masyarakat Indonesia versi Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS).

    Bank Dunia melalui Macro Poverty Outlook mencatat 171,8 juta warga Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan pada 2024. Dengan angka itu, berarti  lebih dari 60,3 persen penduduk RI hidup miskin.

    Di sisi lain, BPS melaporkan tingkat kemiskinan Indonesia hanya 8,57 persen atau 24,06 juta jiwa per September 2024.

    Artinya, ada selisih angka kemiskinan sampai 147,74 juta antara versi Bank Dunia dengan hasil perhitungan BPS.

    Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengakui ada selisih atau perbedaan angka kemiskinan versi BPS dengan Bank Dunia yang cukup besar 

    “Perbedaan angka ini memang terlihat cukup besar, namun penting untuk dipahami secara bijak bahwa keduanya tidak saling bertentangan,” katanya dalam rilis resmi, Jumat (2/5).

    Ia mengatakan perbedaan besar terjadi imbas adanya perbedaan standar garis kemiskinan yang digunakan Bank Dunia dan BPS.

    “Dan untuk tujuan yang berbeda,” tegasnya.

    Amalia menjelaskan Bank Dunia punya 3 pendekatan untuk memantau pengentasan kemiskinan secara global. Pendekatan itu katanya, bukan standar untuk masing-masing negara, melainkan sebagai perbandingan tingkat kemiskinan antarnegara.

    Pendekatan pertama, international poverty line untuk menghitung tingkat kemiskinan ekstrem sebesar US$2,15 per kapita per hari. Kedua, US$3,65 per kapita per hari untuk lower middle income country (LMIC).

    Sedangkan pendekatan ketiga milik Bank Dunia adalah US$6,85 per kapita per hari untuk negara-negara berpendapatan menengah atas alias upper middle income country (UMIC). Nah, berkaitan dengan pendekatan ini, Indonesia masuk kelompok ketiga.

    “Ketiga garis kemiskinan tersebut dinyatakan dalam US$ PPP atau purchasing power parity, yaitu metode konversi yang menyesuaikan daya beli antarnegara. Nilai dolar yang digunakan bukanlah kurs nilai tukar yang berlaku saat ini, melainkan paritas daya beli,” tegasnya.

    Namun tambahnya, masyarakat awam kerap salah paham dalam membaca data Bank Dunia. Pasalnya, mereka langsung mengalikan dengan kurs dolar AS sekarang.

    Padahal, US$1 PPP yang dipakai pada 2024 setara Rp5.993,03.

    Indonesia baru masuk dalam golongan UMIC sehingga diperbandingkan dengan pendekatan ketiga, yakni US$6,85 PPP. Angka ini muncul dari median garis kemiskinan 37 negara berpendapatan menengah atas, bukan kebutuhan dasar penduduk Indonesia secara spesifik.

    Sedangkan gross national income (GNI) per kapita Indonesia baru US$4.870 pada 2023, capaian itu hanya sedikit di atas batas bawah kategori UMIC yang rentang nilainya US$4.516-US$14.005 alias cukup lebar. Otomatis, jumlah penduduk miskin Indonesia cukup tinggi jika menggunakan pendekatan Bank Dunia.

    “Bank Dunia juga menyarankan agar tiap negara menghitung garis kemiskinan nasional (national poverty line) masing-masing, disesuaikan dengan karakteristik serta kondisi ekonomi dan sosial masing-masing negara,” jelas Amalia.

    “BPS mengukur kemiskinan di Indonesia dengan pendekatan kebutuhan dasar atau cost of basic needs (CBN). Jumlah rupiah minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar ini dinyatakan dalam Garis Kemiskinan,” tambahnya.

    Garis Kemiskinan BPS dihitung berdasarkan pengeluaran minimum untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan nonmakanan, bukan pendapatan.

    Ini didapat dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang memotret data pengeluaran serta pola konsumsi masyarakat selama dua kali setahun, yakni pada Maret dan September.

    Komponen makanan mengacu pada standar konsumsi minimal 2.100 kilokalori per orang per hari dan disusun dari komoditas umum, seperti beras, telur, tahu, tempe, minyak goreng, serta sayur, sesuai pola konsumsi rumah tangga Indonesia.

    Sedangkan nonmakanan mencakup kebutuhan minimum untuk tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, pakaian, dan transportasi.

    BPS mengklaim garis kemiskinan yang mereka hitung sudah mencerminkan kebutuhan riil masyarakat Indonesia. Penghitungan serta rilis angka garis kemiskinan BPS dilakukan secara rinci berdasarkan wilayah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, dengan membedakan antara perkotaan dan perdesaan.

    “Pada September 2024, Garis Kemiskinan Nasional per kapita tercatat Rp595.242 per bulan … Garis Kemiskinan berbeda untuk setiap provinsi, sebab Garis Kemiskinan dan rata-rata anggota rumah tangga miskin untuk setiap provinsi berbeda … Secara mikro, angka ini tidak bisa langsung diartikan sebagai batas pengeluaran orang per orang,” tuturnya.

    “Sebagai contoh, di DKI Jakarta garis kemiskinan per kapita pada September 2024 adalah Rp846.085 per bulan. Jika ada satu rumah tangga dengan lima anggota (ayah, ibu, dan tiga balita) maka tidak tepat diasumsikan bahwa kebutuhan atau pengeluaran ayah sama dengan balita. Karena konsumsi terjadi dalam satu rumah tangga, pendekatan yang lebih tepat adalah melihat garis kemiskinan rumah tangga,” sambung Amalia.

    Ia mencontohkan garis kemiskinan rumah tangga di DKI Jakarta adalah Rp4.230.425 per bulan. Angka tersebut diklaim lebih representatif untuk memahami kondisi sosial ekonomi rumah tangga miskin.

    Penduduk yang berada di atas garis kemiskinan juga belum tentu otomatis tergolong sejahtera atau bahkan kaya. Masih ada kelompok rentan miskin, menuju kelas menengah, kelas menengah, baru masuk kelas atas.

    Per September 2024, persentase kelompok miskin adalah 8,57 persen alias 24,06 juta jiwa. Sedangkan kelompok rentan miskin 24,42 persen (68,51 juta jiwa); menuju kelas menengah 49,29 persen (138,31 juta jiwa), kelas menengah 17,25 persen (48,41 juta jiwa), dan kelas atas 0,46 persen (1,29 juta jiwa).

    “Dengan memahami konsep garis kemiskinan yang benar, maka kemiskinan tidak dapat diterjemahkan sebagai pendapatan per orang, bahkan tidak bisa diartikan sebagai gaji Rp20 ribu/hari bukan orang miskin,” tutup BPS.

  • Belanja Lokal Tembus Rp100 Triliun, Program BINA Bakal Dibuka Lagi – Page 3

    Belanja Lokal Tembus Rp100 Triliun, Program BINA Bakal Dibuka Lagi – Page 3

    Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada April 2025 terjadi inflasi month-to-month (m-to-m) sebesar 1,17 persen dan tingkat inflasi year-to-date (y-to-d) April 2025 sebesar 1,56 persen, inflasi year-on-year (y-on-y) sebesar 1,95 persen dengan indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 108,47.

    “Pada April 2025 terjadi inflasi sebesar 1,17 persen secara bulanan atau month to month atau terjadi kenaikan indeks harga konsumen dari 107,22 pada Maret 2025 menjadi 184,7 pada April 2025. Secara year on year terjadi inflasi 1,95 persen dan secara tahun kalender terjadi inflasi 1,56 persen,” kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Pudji Ismartini, dalam konferensi pers rilis Berita Resmi Statistik, Jumat (2/5/2025).

    Komoditas dominan yang mendorong inflasi pada kelompok ini adalah tarif listrik, yang memberikan andil inflasi sebesar 0,97 persen. Komoditas lain yang juga memberikan andil inflasi adalah emas perhiasan dengan andil inflasi sebesar 0,16 persen.

    Kemudian bawang merah dengan andil inflasi 0,06 persen, cabai merah dengan andil inflasi 0,04 persen, dan tomat dengan andil inflasi sebesar 0,03 persen.

    “Selain itu, terdapat komoditas yang masih memberikan andil deflasi pada April 2025, diantaranya cabai rawit dengan andil deflasi sebesar 0,08 persen, daging ayam ras dengan andil deflasi sebesar 0,06 persen, dan telur ayam ras dengan andil deflasi 0,04 persen,” ujarnya.

  • BPS Umumkan Besok, Simak Konsensus Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal I/2025

    BPS Umumkan Besok, Simak Konsensus Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal I/2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Konsensus Bloomberg memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di bawah 5% pada kuartal I/2025. Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan angka resmi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2025 pada Senin (5/5/2025).

    Sebanyak 19 lembaga yang dihimpun Bloomberg memproyeksikan median atau nilai tengah pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2025 berada di angka 4,9% secara tahunan atau year on year (YoY). Nilai tersebut melambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi periode yang sama tahun sebelumnya atau kuartal I/2024 yang mencapai 5,11% YoY.

    Adapun estimasi tertinggi sebesar 5,1% diberikan sejumlah lembaga yaitu ING Group, Indo Premier Securities, Mirae Asset Sekuritas Indonesia, dan United Overseas Bank. Sementara estimasi terendah di angka 4% yang diberikan oleh S&P Global.

    Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede sendiri memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 4,91% YoY pada kuartal I/2025. Dia pun menjelaskan perkembangan empat komponen pembentuk pertumbuhan ekonomi yang sebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2025.

    Pertama, konsumsi rumah tangga—penopang utama perekonomian Indonesia— yang diproyeksikan tumbuh 4,5% YoY pada kuartal I/2025. Nilai tersebut melambat dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 4,91% YoY pada kuartal I/2024.

    Kedua, belanja pemerintah yang diperkirakan mengalami kontraksi 2,88% YoY pada kuartal I/2025. Angka tersebut berbanding terbalik dengan lonjakan pertumbuhan belanja pemerintah sebesar 20,44% pada kuartal I/2024.

    Menurut Josua, kontraksi belanja pemerintah tersebut tercermin dalam realisasi APBN hingga Maret 2025 yang mencapai 17,1% dari pagu belanja tahunan.

    “Masih relatif rendahnya penyerapan belanja negara ini turut menjadi faktor pelemahan agregat permintaan dan aktivitas sektor publik, meskipun pemerintah mencatat surplus keseimbangan primer sebesar Rp 17,5 triliun,” ujar Josua, Minggu (4/5/2025).

    Ketiga, investasi (PMTB) yang diperkirakan tumbuh 3,11% YoY. Pertumbuhan tersebut relatif stabil secara tahunan namun secara kuartalan diperkirakan terkontraksi 6,50%.

    Menurutnya, kontraksi investasi secara kuartalan itu mencerminkan kehati-hatian investasi asing yang tumbuh lebih lambat (12,7% YoY) dibanding investasi dalam negeri (19,1% YoY). Josua menjelaskan ketegangan geopolitik dan eskalasi perang dagang memang cenderung membuat investor menahan lakukan ekspansi.

    Keempat, ekspor barang dan jasa tumbuh yang tumbuh 9,52% YoY. Josua melihat pertumbuhan kuat ekspor berkat hilirisasi dan ekspor manufaktur bernilai tambah.

    Hanya saja, sambungnya, impor juga naik 5,07% YoY yang mencerminkan permintaan domestik yang belum pulih sepenuhnya.

    “Secara keseluruhan, proyeksi pertumbuhan kuartal I/2025 sebesar 4,91% mencerminkan kombinasi dari konsumsi yang masih solid namun melemah, belanja pemerintah yang tertahan, serta investasi dan ekspor yang belum sepenuhnya pulih akibat tekanan global,” jelas Josua.

    Dia menekankan bahwa ketidakpastian eksternal, khususnya tarif dagang AS dan prospek perlambatan global, menambah risiko perekonomian jangka pendek.

    Oleh sebab itu, Josua menekankan pentingnya koordinasi antara otoritas moneter dan fiskal agar kebijakannya bisa menjaga stabilitas dan mendorong pemulihan permintaan domestik pada kuartal-kuartal berikutnya.

    Sementara itu ketika ditanya apakah masih akan optimistis tumbuh 5% pada kuartal pertama tahun ini, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto hanya memberikan sinyal pertumbuhan ekonomi akan tetap berada di kisaran itu.

    “Ya tentu kalau matematika ada pembulatan [jadi 5%],” tuturnya kepada awak media di kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (2/5/2025). 

  • Beda Nasib Indonesia, Jepang, & Malaysia Soal Stok Beras Terkini

    Beda Nasib Indonesia, Jepang, & Malaysia Soal Stok Beras Terkini

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) menyebut beras dalam negeri mengalami surplus saat sejumlah negara —Jepang hingga Malaysia— tengah dilanda krisis beras.

    Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan banjir surplus beras ini diperoleh tanpa melalui keran importasi.

    Amran menjelaskan, surplus beras dalam negeri ini sejalan dengan peningkatan kuota pupuk bersubsidi, reformasi sistem distribusi pupuk, hingga kenaikan harga gabah petani menjadi Rp6.500 per kilogram.

    “Saat negara lain menghadapi krisis pangan, Indonesia justru surplus beras tanpa impor. Ini bukti bahwa ketika petani diberi dukungan penuh, hasilnya bisa luar biasa,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (4/5/2025).

    Per 4 Mei 2025, stok cadangan beras pemerintah (CBP) mencapai 3,5 juta ton di gudang Perum Bulog. Stok CBP ini mencatatkan rekor tertinggi dalam 57 tahun terakhir, atau sejak Bulog dibentuk oleh Presiden Soeharto.

    Amran mengatakan pencapaian ini sebagai tonggak penting dalam sejarah ketahanan pangan nasional, sekaligus bukti keberhasilan kerja keras petani dan efektivitas kebijakan pemerintah yang tepat sasaran.

    Namun, dia menyatakan angka stok cadangan beras ini akan terus diperkuat dan dipantau hingga mencapai target 4 juta ton.

    Di sisi lain, Amran menuturkan realisasi serapan beras Bulog mencapai 1,06 juta ton pada April 2025, sehingga secara total sebanyak 1,8 juta ton beras terserap dari Januari—awal Mei 2025.

    “Seluruh beras tersebut merupakan hasil serapan dari petani lokal, tanpa adanya impor beras medium selama periode Januari–Mei 2025,” ungkapnya.

    Jika menengok data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras nasional diproyeksi akan menembus 18,76 juta ton pada semester I/2025. Angkanya naik 1,89 juta ton beras atau 11,17% dibandingkan produksi beras pada Januari–Juni 2024 yang hanya sebanyak 16,88 juta ton beras.

    Teranyar, United States Department of Agriculture (USDA) memperkirakan, produksi beras Indonesia tahun ini akan mencapai 34,6 juta ton. Menurut Amran, angka tersebut menempatkan Indonesia sebagai produsen beras terbesar di kawasan ASEAN, sekaligus memperkuat posisinya sebagai lumbung pangan strategis di tengah ancaman krisis pangan global.

    Daftar Negara yang Dilanda Krisis Beras

    Berdasarkan catatan Bisnis yang dilansir dari akun Instagram @goodstats.id, Jumat (25/4/2025), berikut adalah daftar negara yang dilanda krisis beras:

    1. Jepang

    Di sana, beras domestik dibanderol 842 yen atau Rp100.000 per kilogram. Harga beras di Jepang naik lebih dari 100% dibanding 2024.

    Kondisi ini membuat pemerintah Jepang harus mengimpor beras dari Korsel lagi sejak terakhir 1999.

    2. Filipina

    Berikutnya, inflasi harga beras di Filipina mencapai level 24,4%, tertinggi dalam 15 tahun. Alhasil, pemerintah Filipina menetapkan status darurat ketahanan pangan di awal 2025.

    3. Malaysia

    Malaysia mencatat rasio swasembada beras turun ke level 56,2%. Di mana, produksi domestik hanya memenuhi kebutuhan di rentang 40%—50%.

  • Produksi Beras RI Diramal Tembus 34,6 Juta Ton, Tertinggi se-ASEAN

    Produksi Beras RI Diramal Tembus 34,6 Juta Ton, Tertinggi se-ASEAN

    Jakarta

    Kementerian Pertanian (Kementan) menyampaikan proyeksi produksi beras Indonesia akan mencapai 34,6 juta ton sepanjang 2025. Proyeksi tersebut berdasarkan dari laporan terbaru Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA).

    Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementan, Moh Arief Cahyono, mengatakan jumlah ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan produksi beras tertinggi di kawasan ASEAN tahun ini. Produksi beras nasional pada semester I tahun 2025 melonjak tajam sebesar 11,17% dibanding periode yang sama tahun lalu.

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) produksi padi Januari-Juni 2025 diperkirakan mencapai 32,57 juta ton Gabah Kering Giling (GKG), meningkat 3,27 juta ton dibanding semester I/2024. Produksi beras turut meningkat menjadi 18,76 juta ton, naik 1,89 juta ton dari tahun sebelumnya.

    Arief menilai capaian ini tak lepas dari strategi pemerintah sejak awal masa tanam. Ketersediaan pupuk subsidi, benih unggul, dan perluasan mekanisasi pertanian menjadi kunci suksesnya lonjakan produksi.

    “Sesuai dengan arahan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, kami terus bekerja keras meningkatkan produksi padi yang merupakan komoditas strategis dan menjadi perhatian besar Bapak Presiden,” kata Arief dalam keteranganya, Minggu (4/5/2025).

    Menurut dia, capaian positif produksi ini juga tercermin dari tingginya serapan beras nasional. Penyerapan bulan April mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah, mencapai lebih dari 1,3 juta ton hanya dalam satu bulan.

    “Biasanya, dalam 10 tahun terakhir atau bahkan 5 tahun terakhir, serapan beras kita hanya rata-rata 1,2 juta ton saja. Angka serapan ini menunjukkan adanya perbaikan signifikan di Indonesia,” terang Arief.

    Stok beras nasional pun terjaga dengan baik. Perum Bulog melaporkan bahwa cadangan beras pemerintah saat ini hampir menyentuh angka 4 juta ton, jumlah tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.

    (acd/acd)