Kementrian Lembaga: BPS

  • RUU Statistik & Fondasi Kebijakan Berbasis Data

    RUU Statistik & Fondasi Kebijakan Berbasis Data

    Bisnis.com, JAKARTA — Di tengah dinamika perkembangan zaman yang makin cepat, kebutuhan data yang akurat, relevan, dan tepat waktu menjadi isu krusial bagi pengambilan keputusan di tingkat nasional.

    Undang-undang (UU) No. 16 Tahun 1997 tentang Statistik, yang selama ini menjadi dasar penyelenggaraan statistik resmi di Indonesia, kini menghadapi tantangan dan tuntutan untuk diperbarui.

    Pentingnya pembaruan ini menjadi sorotan utama dalam rapat pleno pengambilan keputusan tentang RUU perubahan atas UU ini yang dilakukan oleh Badan Legislasi DPR RI.

    Panitia Kerja (Panja) telah melakukan rapat dengan berbagai pihak, termasuk kementerian, lembaga, dan pakar, untuk penyusunan RUU Statistik.

    Pembahasan intensif materi muatan RUU Statistik dilakukan pada 28—30 April 2025. Materi RUU terdiri dari 15 bab dan 95 pasal, termasuk penyusunan konsideran menimbang, perbaikan tujuan penyelenggaraan statistik, dan perbaikan rumusan terkait sistem statistik nasional.

    Dalam proses pengambilan keputusan mengenai RUU tentang statistik, beberapa pihak yang terlibat antara lain; Pimpinan Badan Legislasi DPR RI, lalu ada Anggota Badan Legislasi DPR RI, Ketua Panja Penyusunan RUU yang bertanggung jawab untuk menyampaikan laporan hasil kerja tentang penyusunan RUU kepada anggota Badan Legislasi dan mengawasi proses penyusunan RUU, ada Fraksi-fraksi di DPR, dan tenaga ahli yang membantu dalam kajian dan analisis mengenai RUU yang disusun juga berperan dalam memberikan masukan berbasis data dan informasi terkait statistika.

    Partisipasi beragam pihak ini bertujuan untuk menjamin bahwa keputusan yang diambil adalah komprehensif dan mencerminkan kebutuhan serta aspirasi masyarakat.

    Dalam penyusunan RUU tentang statistik, beberapa langkah yang diambil adalah sebagai berikut: pengumpulan pandangan, penyusunan laporan, pengesahan RUU, penandatanganan draf RUU, dan integrasi dan kolaborasi data.

    Langkah-langkah ini mencerminkan upaya untuk memastikan bahwa RUU tentang statistik memberikan solusi yang relevan terhadap kebutuhan data dalam konteks pembangunan nasional dan tata kelola yang lebih baik.

    Adapun materi RUU tentang Statistik antara lain; pengumpulan data melalui sensus dilaksanakan paling sedikit sekali dalam 5 tahun, mekanisme akuisisi data memperhatikan hak dan kewajiban serta pengintegrasian data statistik dalam sistem informasi data statistik, dan pengaturan mengenai statistik resmi negara atau official statistik untuk memastikan data statistik yang dihasilkan BPS dan kementerian atau lembaga berkualitas.

    Proses penyusunan RUU ini dimulai dengan memahami bahwa UU yang ada sudah tidak relevan dengan kondisi kekinian. Perubahan yang masif dalam cara pengolahan dan pendistribusian data akibat perkembangan teknologi informasi menuntut adanya struktur hukum yang lebih adaptif.

    Arah Kebijakan Pembangunan

    Data statistik bukan sekadar angka-angka, tetapi sebuah aset strategis yang dapat menentukan arah kebijakan, perencanaan, serta evaluasi pembangunan nasional. Dalam rapat tersebut, tiap fraksi di DPR RI memberikan pandangan yang konstruktif, menandakan bahwa isu statistik mengemuka sebagai bagian penting dari kepentingan publik.

    Salah satu poin menarik dari diskusi adalah komitmen dari semua pihak untuk tidak hanya merevisi, tetapi juga menyediakan kerangka hukum yang dapat menjamin kualitas dan keandalan data statistik.

    Dalam konteks ini, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), misalnya, dengan tegas menggarisbawahi pentingnya penggunaan teknologi canggih dalam pengolahan data, disertai dengan regulasi yang ketat untuk melindungi hak-hak individu dan menjamin data yang diperoleh memenuhi standar ilmiah.

    Hal ini menunjukkan kesadaran akan kebutuhan untuk menjaga integritas statistik di era digital. PAN juga berpendapat ketentuan pada pasal 15 dan pasal 27 RUU statistik yang memberikan hak BPS mengakses sumber data, mengkompilasi, mengakuisisi data dan data statistik dari lembaga lain dan akuisisi data individu dimana perlu diselaraskan secara ketat dengan UU No. 27 Tahun 2022 tentang perlindungan data pribadi (PDP).

    Rapat pleno juga mencerminkan kesepakatan bahwa RUU yang disusun tidak hanya menjadi sekadar dokumen hukum, tetapi harus mampu menjadi solusi nyata bagi tuntutan masyarakat.

    Berbagai usulan mengenai penguatan Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai lembaga independen untuk pengelolaan data, pengaturan mengenai interopabilitas sistem informasi statistik, serta perluasan hak dan kewenangan dalam pengawasan statistik sektoral, menjadi bagian integral dari pembahasan.

    Ada pula penekanan pada partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan statistik, menjadikan setiap individu sebagai bagian dari proses pengumpulan data.

    Dalam kerangka ini, posisi Badan Legislasi DPR RI sangat strategis, dengan memastikan bahwa hasil dari pembahasan RUU ini bukan hanya memenuhi kepentingan administratif, tetapi juga mampu memberikan dampak langsung kepada rakyat.

    Setiap pasal dan kebijakan yang dilahirkan harus mencerminkan aspirasi masyarakat secara luas. Seperti diungkapkan dalam rapat, implementasi dari RUU ini diharapkan dapat menciptakan sistem statistik yang transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kebutuhan publik.

    Adapun penandatanganan draf RUU yang dilakukan setelah rapat adalah simbolisasi dari kesepakatan semua pihak untuk melangkah lebih jauh dalam proses legislatif, sehingga diharapkan RUU ini dapat segera disahkan dalam rapat paripurna mendatang.

    Proses ini bukanlah akhir, tetapi justru awal dari komitmen untuk mewujudkan sistem statistik yang berbasis pada data yang valid dan berguna untuk pengambilan keputusan yang berbasis bukti.

    Secara keseluruhan, proses pengambilan keputusan mengenai RUU perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 1997 tentang statistik di DPR RI menunjukkan era baru dalam penyelenggaraan data statistik di Indonesia yang lebih responsif dan adaptif terhadap perubahan zaman.

    Hal ini harus diimbangi dengan accountability lembaga statistik melalui regulasi yang jelas dan kuat, selain perlunya dukungan semua stakeholder untuk memastikan keberhasilan implementasi statistik yang sesungguhnya.

    Ke depan, harapan besar tertuju kepada BPS dan lembaga terkait dalam mengawal pelaksanaan UU yang baru agar data statistik tidak hanya menjadi angka-angka, tetapi berfungsi maksimal sebagai alat pengambilan keputusan demi kesejahteraan masyarakat.

    Ketika statistik dikelola dengan baik, ia akan menjadi pilar kebijakan publik yang tangguh, menjamin setiap aspek kehidupan masyarakat menjadi lebih baik, adil, dan makmur.

    Dalam situasi inilah, pembaruan undang-undang statistik tidak hanya sebuah kebutuhan hukum tetapi juga penting untuk memastikan Indonesia dapat bersaing dalam dunia yang serba data.

    Upaya ini wajib didukung oleh semua pihak, karena pada akhirnya, keberhasilan dalam penyelenggaraan statistik yang baik adalah indikator keberhasilan dalam mencapai tujuan pembangunan nasional yang berkelanjutan dan inklusif bagi seluruh rakyat Indonesia.

  • Reformasi Sistem Lebih Urgen Dibanding Usul ASN Pensiun 70 Tahun

    Reformasi Sistem Lebih Urgen Dibanding Usul ASN Pensiun 70 Tahun

    Jakarta

    Muncul usulan batas usia pensiun aparatur sipil negara (ASN) menjadi 70 tahun. Anggota Komisi II DPR Fraksi Golkar, Ahmad Irawan menilai lebih baik yang dipersiapkan konsep pensiun ASN dibandikan batas usia pensiunnya.

    “Menurut saya, lebih baik kita menyiapkan konsep dan sistem pensiun ASN dibanding memperpanjang usia pensiun ASN. Saat ini design pensiun ASN tidak cukup memadai memberikan perlindungan hari tua bagi ASN. Nilai manfaat pensiun yang diterima ASN relatif sangat rendah dibandingkan dengan penghasilan aktif saat bekerja,” kata Irawan kepada wartawan, rabu (26/5/2025).

    Menurutnya, reformasi terhadap sistem pensiun ASN lebih mendesak. Dia menilai hal itu lebih relevan daripada mengubah batas usia pensiun ASN.

    “Reformasi sistem pensiun bagi ASN lebih urgen dan relevan untuk dilakukan daripada perpanjangan usia pensiun. Kalau survei BPS kan, usia harapan hidup penduduk Indonesia 72 tahun, kalau pensiunnya 70 tahun, kapan mereka sama anak dan cucunya istirahat menikmati hari tua,” ujarnya.

    Lebih lanjut Irawan mengatakan usulan tersebut perlu dikaji. Sebab ada banyak hal yang harus dipertimbangkan, baik mengenai karir ASN hingga anggaran jika usia pensiun diperpanjang.

    “Data kepegawaian, manajemen ASN, usia rekrutmen, jenjang karir dan kepangkatan dan peningkatan kompetensi belum rapi kalau Korpri membandingkan dengan kenaikan usia pensiun TNI-Polri,” ucapnya.

    Korpri diketahui mengusulkan kenaikan Batas Usia Pensiun (BUP) ASN. Ketum Dewan Pengurus Korpri Nasional Zudan Arif Fakrullah mengatakan usulan ini telah disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto, Ketua DPR Puan Maharani, dan Menteri PAN-RB Rini Widiyantini.

    Usulan diberikan untuk mendorong keahlian dan karier pegawai ASN. Menurutnya juga bila tingkat pensiun makin tinggi, maka harapan hidup ASN semakin baik.

    (dek/idn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • OJK: Tingkat permodalan bank memadai untuk hadapi risiko ekonomi

    OJK: Tingkat permodalan bank memadai untuk hadapi risiko ekonomi

    Untuk mengukur ketahanan bank dalam menghadapi berbagai potensi shocks makro ekonomi, OJK secara rutin melakukan stress test untuk mengevaluasi ketahanan perbankan Indonesia…

    Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan, hasil stress test regulator maupun hasil stress test secara mandiri menunjukkan bahwa tingkat permodalan perbankan saat ini masih sangat memadai untuk menghadapi risiko ekonomi.

    Risiko ini disebabkan oleh perubahan signifikan dalam kondisi makro ekonomi Indonesia, antara lain perlambatan pertumbuhan ekonomi, perubahan nilai tukar, maupun penurunan nilai surat-surat berharga.

    “Untuk mengukur ketahanan bank dalam menghadapi berbagai potensi shocks makro ekonomi, OJK secara rutin melakukan stress test untuk mengevaluasi ketahanan perbankan Indonesia. Di sisi lain masing-masing bank juga melakukan stress test secara mandiri menggunakan skenario dan asumsi yang disiapkan oleh otoritas (OJK dan BI),” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam jawaban tertulis di Jakarta, Senin.

    Lebih lanjut, berdasarkan pembahasan rencana bisnis antara pengawas dengan perbankan, Dian mengatakan bahwa secara umum tidak terdapat penyesuaian yang signifikan pada target pertumbuhan kredit pada 2025.

    “Perbankan memiliki kesempatan untuk merevisi target rencana bisnis pada akhir semester I 2025 dengan mempertimbangkan dinamika perekonomian global dan domestik. Untuk itu, OJK akan terus berkoordinasi dengan industri perbankan, khususnya jika terdapat faktor-faktor yang mengakibatkan perlunya dilakukan penyesuaian,” ujar dia.

    OJK bersama pemangku kepentingan lainnya yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) juga terus berkoordinasi dengan menerapkan berbagai kebijakan untuk meminimalkan dampak ketidakpastian tersebut terhadap sistem keuangan maupun perekonomian Indonesia.

    Selain itu, OJK juga secara aktif memantau dampak ketidakpastian global terhadap prospek pertumbuhan ekonomi dan sektor keuangan domestik.

    Dian menyampaikan, ketidakpastian global yang tinggi memang sedikit banyak telah memengaruhi ekonomi global maupun domestik.

    Ketidakpastian global antara lain disebabkan lambannya penurunan suku bunga acuan khususnya Fed Funds Rate (FFR), pengenaan tarif impor oleh AS yang kemudian diretaliasi oleh negara lain khususnya Tiongkok, dinamika konflik Rusia Ukraina serta situasi di Timur Tengah, dan terakhir konflik India-Pakistan.

    Salah satu dampak yang terlihat adalah kecenderungan para investor untuk mengalihkan investasi ke aset yang dianggap lebih aman (safe-haven asset) atau investasi di sektor yang dinilai telah stabil meskipun dengan imbal hasil yang tidak terlalu tinggi.

    Sesuai rilis BPS, ekonomi nasional tumbuh sebesar 4,87 persen pada triwulan I 2025 dan terkontraksi sebesar 0,98 persen (qtq) dibanding triwulan IV 2024. Seiring dengan hal tersebut, kinerja kredit juga termoderasi pada Maret 2025 menjadi sebesar 9,16 persen.

    Meskipun demikian, Dian menyampaikan bahwa risiko kredit perbankan tetap terjaga dengan baik, tecermin dari rasio NPL yang menurun dan stabil di bawah 3 persen serta tren coverage pencadangan CKPN yang relatif stabil.

    “Di sisi lain, kondisi likuiditas perbankan masih cukup terjaga meskipun dalam tren menurun. Kondisi demikian mengindikasikan bahwa pada dasarnya perbankan masih memiliki ruang untuk melanjutkan penyaluran kredit,” kata Dian.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Ahmad Buchori
    Copyright © ANTARA 2025

  • BI: Efek penurunan suku bunga ke perekonomian perlu waktu 1,5 tahun

    BI: Efek penurunan suku bunga ke perekonomian perlu waktu 1,5 tahun

    Yang jelas dengan adanya RPLN, ini tentunya kita expect dia (perbankan) pasti akan meningkatkan ruang pendanaan dari luar negeri,

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI) Solikin M. Juhro menyampaikan bahwa efek atau dampak penurunan suku bunga acuan atau BI-Rate terhadap perekonomian nasional memerlukan waktu sekitar satu setengah tahun.

    Adapun transmisi suku bunga ke pasar uang memerlukan waktu yang relatif lebih pendek. Sementara transmisi ke suku bunga dana membutuhkan waktu sekitar enam bulan dan ke suku bunga kredit sekitar satu tahun.

    “(Transmisi) ke suku bunga pasar uang itu biasanya lebih pendek sekitar 2-3 bulan. Kemudian ke suku bunga dana 6 bulan, ke suku bunga kredit itu nanti sekitar 1 tahun, ke ekonomi itu sekitar satu setengah tahun,” kata Solikin dalam Taklimat Media di Jakarta, Senin.

    Sejauh ini, BI-Rate telah dipangkas sebanyak dua kali masing-masing sebesar 25 basis point (bps) pada Januari 2025 dan Mei 2025. BI-Rate kini sudah berada pada level 5,5 persen.

    Sejalan dengan penurunan BI-Rate pada Januari 2025, menurut catatan BI, suku bunga IndONIA terus menurun menjadi 5,77 persen pada 20 Mei 2025 dari semula sebesar 6,03 persen pada awal Januari 2025.

    Suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan pada 16 Mei 2025 juga menurun, yakni dari masing-masing 7,16 persen; 7,20 persen; dan 7,27 persen pada awal Januari 2025 menjadi 6,40 persen; 6,44 persen; dan 6,47 persen.

    Sedangkan imbal hasil SBN untuk tenor 2 tahun menurun dari 6,96 persen menjadi 6,16 persen, sementara untuk tenor 10 tahun menurun dari 6,98 persen menjadi 6,84 persen.

    Namun demikian, suku bunga perbankan masih tetap relatif tinggi di mana suku bunga deposito satu bulan tercatat 4,83 persen per April 2025, meningkat dari 4,81 persen pada awal Januari 2025.

    BI juga mencatat bahwa suku bunga kredit perbankan masih relatif tinggi, yaitu tercatat sebesar 9,19 persen pada April 2025, relatif sama dengan 9,20 persen pada awal Januari 2025.

    Terbaru, melalui kebijakan makroprudensial, BI mengoptimalkan instrumen rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN) dalam rangka mendorong pertumbuhan kredit. RPLN ditingkatkan dari maksimum 30 persen menjadi 35 persen dari modal bank.

    Solikin mengatakan, dari sisi makro, dampak kebijakan RPLN ini baru akan berdampak kepada perekonomian sekitar satu hingga dua tahun.

    Namun, RPLN terkini yang berlaku sejak 1 Juni 2025 ini akan dimanfaatkan perbankan secara langsung terutama bagi bank-bank yang sudah memiliki pipeline untuk mendapatkan pendanaan luar negeri.

    “Yang jelas dengan adanya RPLN, ini tentunya kita expect dia (perbankan) pasti akan meningkatkan ruang pendanaan dari luar negeri,” kata Solikin.

    Sebagai informasi, kebijakan RPLN merupakan inovasi instrumen makroprudensial kontrasiklikal untuk memperkuat pendanaan luar negeri jangka pendek bank sesuai dengan kebutuhan perekonomian. RPLN mengatur batas maksimum kewajiban jangka pendek bank terhadap modal bank.

    BI menetapkan batasan RPLN paling tinggi sebesar 30 persen dengan penambahan atau pengurangan persentase parameter kontrasiklikal. Terbaru, besaran parameter kontrasiklikal ditetapkan sebesar positif lima persen sehingga batasan RPLN menjadi 35 persen.

    Penguatan kebijakan RPLN terkini berlaku efektif sejak 1 Juni 2025, dan akan diatur lebih lanjut pada ketentuan mengenai RPLN.

    Selain RPLN, dalam kebijakan makroprudensialnya, BI juga menurunkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 100 bps dari lima persen menjadi empat persen untuk Bank Umum Konvensional (BUK), dengan fleksibilitas repo sebesar 4 persen.

    Sementara rasio PLM syariah diturunkan sebesar 100 bps dari 3,5 persen menjadi 2,5 persen untuk Bank Umum Syariah (BUS), dengan fleksibilitas repo sebesar 2,5 persen.

    Penurunan rasio PLM ini juga ditujukan untuk memberikan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan, yang berlaku efektif sejak 1 Juni 2025.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

  • BPDP dukung UMKM kembangkan produk berbahan baku sawit

    BPDP dukung UMKM kembangkan produk berbahan baku sawit

    Jakarta (ANTARA) – Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) menyatakan komitmen untuk memberikan dukungan kepada pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) mengembangkan produk-produk berbahan baku sawit.

    Kepala Divisi UKMK BPDP Helmi Muhansyah menjelaskan bahwa 80 persen produk-produk yang digunakan masyarakat memiliki kandungan sawit mulai dari produk perawatan tubuh, makanan, dan bahan bakar.

    Saat ini, lanjut dia dalam keterangannya di Jakarta, Senin, berbagai inovasi turunan sawit sudah banyak dipasarkan, sehingga dengan banyaknya produk-produk unggulan sawit ini dapat mendukung pelaku UKM supaya dapat menghasilkan produk, tidak sebatas pemasaran saja.

    “BPDP akan memberikan dukungan kepada pelaku UKM termasuk di Madiun untuk mengembangkan produk-produknya,” ujar dia dalam Workshop Temu UKMK (usaha kecil, mikro dan koperasi) dan Promosi Sawit Baik 2025 di Madiun, Jawa Timur.

    Saat ini, tambahnya BPDP telah mendukung produk inovasi pelaku UKM seperti lidi kerajinan, tas, batik, makanan, kosmetik, dan hand sanitizer, salah satunya aktif mempromosikan pengembangan produk UKM berbahan sawit di seluruh wilayah Indonesia.

    Menurut Helmi, sawit memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian nasional, yang mana menurut BPS pada 2024, sawit menyumbang devisa sekitar 20 miliar dolar AS serta adanya penghematan impor dari program B40.

    Dikatakannya, pendanaan BPDP berasal dari pungutan ekspor perusahaan sawit, kemudian dana tersebut dikelola dan disalurkan untuk berbagai program strategis antara lain promosi sawit, peremajaan sawit rakyat, penyediaan bahan bakar nabati, dan termasuk riset dan pendanaan beasiswa bagi mahasiswa yang meneliti sawit.

    Rektor Universitas Merdeka Madiun Luluk Sulistiyo Budi mengatakan kelapa sawit memiliki banyak produk turunan bernilai tinggi, di sektor pangan, sawit dapat diolah menjadi margarin, shortening (lemak padat untuk roti dan kue), serta bahan makanan lain.

    Sementara itu, di sektor non-pangan, minyak sawit digunakan untuk membuat kosmetik, sabun, detergen, obat-obatan, hingga plastik biodegradable yang ramah lingkungan.

    Terkait produk UKM dari sawit Luluk menyatakan pelaku usaha kecil sebaiknya tidak hanya berperan sebagai pemasar, tetapi juga mulai memproduksi sendiri produk-produk turunan sawit.

    “Produk sawit tidak hanya prospektif, tapi juga solutif untuk pengembangan industri lokal,” katanya.

    Ketua Pelaksana Workshop Temu UKMK dan Promosi Sawit Baik 2025, Qayuum Amri mengatakan Badan Pengelola Dana Perkebunan menggandeng Majalah Sawit Indonesia terus berkolaborasi memperkenalkan produk turunan sawit yang dapat dikembangkan pelaku UKM di Indonesia termasuk Madiun.

    “Adanya workshop ini, kami harapkan pelaku UKM tetap menggunakan ragam turunan sawit seperti minyak goreng, margarin,dan lainnya untuk produk mereka. Selain itu, kami perkenalkan juga kerajinan batik sawit,” ujarnya.

    Pewarta: Subagyo
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

  • Mendagri: Kepala daerah wajib perhatikan pertumbuhan ekonomi

    Mendagri: Kepala daerah wajib perhatikan pertumbuhan ekonomi

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menegaskan bahwa kepala daerah wajib menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai perhatian utama dalam menjalankan roda pemerintahan.

    “Angka pertumbuhan ekonomi harus menjadi perhatian dari seluruh kepala daerah, karena kerja kepala daerah itu yang paling utama dari angka pertumbuhan ekonomi,” kata Tito saat membuka Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang dirangkaikan dengan Pembahasan Strategi Menjaga Pertumbuhan Ekonomi di Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP), Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin.

    Dia menjelaskan pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan berdampak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

    Bahkan, menurutnya, kenaikan 1 persen saja dapat membawa perubahan besar apabila diiringi dengan pemerataan. Sebaliknya, pertumbuhan yang stagnan atau bahkan minus akan memperparah kemiskinan dan memperluas persoalan sosial, misalnya stunting.

    “Kalau angka pertumbuhan ekonominya minus, daerah itu mundur. Yang miskin makin miskin, nanti jangan berpikirlah untuk menangani kemiskinan ekstrem [kalau ekonomi tidak tumbuh],” ungkapnya.

    Dalam kesempatan itu, ia juga memaparkan, data pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan I secara year-on-year (yoy) berada di angka 4,87 persen.

    Tito menekankan Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional dapat mencapai 8 persen pada tahun 2029, sebuah target yang harus didukung oleh seluruh kepala daerah.

    Untuk melengkapi data pertumbuhan ekonomi yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) setiap triwulan, pihaknya telah berkoordinasi untuk merumuskan indikator proksi pertumbuhan ekonomi bulanan, serupa dengan Indeks Perkembangan Harga (IPH) yang digunakan sebagai proksi inflasi mingguan.

    Selain itu, dirinya juga menyoroti sejumlah daerah yang mengalami pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata nasional.

    Ia mendorong agar daerah-daerah tersebut segera mengambil langkah-langkah konkret untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah masing-masing.

    Selanjutnya, dia mengungkapkan Kemendagri tengah menyusun strategi bersama kementerian dan lembaga terkait untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah, sebagaimana pendekatan yang telah sukses diterapkan dalam pengendalian inflasi.

    “Kita berusaha membuat rumus baru meniru keberhasilan inflasi, dari daerah-daerah kita minta daerah-daerah juga bergerak untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah masing-masing,” pungkas Tito.

    Sebagai informasi, kegiatan ini dilaksanakan secara hybrid dan dihadiri secara langsung oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Rachmat Pambudy, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi II Bidang Perekonomian dan Pangan Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono, serta Direktur Kewaspadaan Pangan dan Gizi Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nita Yulianis.

    Sementara itu, sejumlah pihak lainnya turut hadir secara virtual, di antaranya Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Investasi Kementerian Pertanian (Kementan) Suwandi, Direktur Bina Pasar Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Nawandaru Dwi Putra, Kepala Divisi Perencanaan Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Rini Andrida, serta pihak terkait lainnya.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

  • BI: RPLN 35 persen lebih buka sumber “funding” dan turunkan biaya dana

    BI: RPLN 35 persen lebih buka sumber “funding” dan turunkan biaya dana

    Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) menyampaikan, peningkatan Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN) menjadi 35 persen akan lebih membuka sumber pendanaan (funding) serta menurunkan biaya dana (cost of fund/CoF) sehingga mendorong pertumbuhan kredit.

    “Dengan RPLN ini, pasti sumber funding-nya terbuka. Kemudian, pasti akan menurunkan cost of fund, karena lebih kompetitif daripada special rate dari SSB (surat-surat berharga). Sehingga kredit suku bunganya turun, pertumbuhan kredit meningkat dan ini mendukung ekonomi,” kata Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial (DKMP) BI Solikin M. Juhro dalam Taklimat Media di Jakarta, Senin.

    Solikin mengamini bahwa saat ini terjadi persaingan di antara bank-bank untuk mendapatkan lebih banyak dana pihak ketiga (DPK), terutama dana murah (CASA) yang berasal dari giro dan tabungan. Indikasi jangka pendek ini telah dicermati oleh BI.

    Kompetisi untuk memperoleh dana murah tersebut memicu persaingan suku bunga antarbank guna menarik DPK. Dalam kondisi ini, bank cenderung menawarkan special rate yang lebih tinggi atau lebih kompetitif, sehingga menyebabkan biaya dana ikut meningkat.

    “Kalau cost of fund naik, berarti suku bunga kredit naik, lalu penyaluran kredit akan turun. Itu (kondisi tersebut) tidak boleh. Kalau sudah begitu, nanti support untuk pembiayaan pembangunan berkurang. Nah ini yang BI upayakan (mengantisipasinya melalui kebijakan makroprudensial),” kata Solikin.

    BI mencatat, kondisi likuiditas perbankan secara umum masih memadai. Namun pertumbuhan DPK cenderung melambat dari 5,51 persen year on year (yoy) pada awal Januari 2025 menjadi 4,55 persen (yoy) pada April 2025.

    Pertumbuhan DPK yang selalu berada di bawah pertumbuhan kredit memang menjadi tantangan bagi perbankan selama ini. Meski melambat, Solikin menilai pertumbuhan DPK pada April 2025 tidak begitu buruk di tengah kondisi ekonomi global dan domestik yang melambat.

    Di sisi lain, kredit perbankan pada April 2025 tumbuh sebesar 8,88 persen (yoy). Pertumbuhan kredit ini lebih rendah dari bulan sebelumnya yang sebesar 9,16 persen (yoy). Solikin juga menilai, kinerja intermediasi perbankan masih relatif bagus di tengah kondisi ekonomi saat ini meski tentunya dapat lebih dioptimalkan kembali.

    Solikin mengingatkan, stance bank sentral Indonesia untuk mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan sudah jelas sebagaimana tecermin dalam pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Mei 2025 yang lalu.

    Menurutnya, kebijakan moneter dan makroprudensial juga semakin padu dengan adanya penurunan BI-Rate dan penguatan makroprudensial baik dari sisi pembiayaan maupun pendanaan.

    Sebagai informasi, kebijakan RPLN merupakan inovasi instrumen makroprudensial kontrasiklikal untuk memperkuat pendanaan luar negeri jangka pendek bank sesuai dengan kebutuhan perekonomian. RPLN mengatur batas maksimum kewajiban jangka pendek bank terhadap modal bank.

    BI menetapkan batasan RPLN paling tinggi sebesar 30 persen dengan penambahan atau pengurangan persentase parameter kontrasiklikal. Terbaru, besaran parameter kontrasiklikal ditetapkan sebesar positif 5 persen sehingga batasan RPLN menjadi 35 persen.

    Penguatan kebijakan RPLN terkini berlaku efektif sejak 1 Juni 2025, dan akan diatur lebih lanjut pada ketentuan mengenai RPLN.

    Selain RPLN, BI juga menurunkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 100 bps dari 5 persen menjadi 4 persen untuk Bank Umum Konvensional (BUK), dengan fleksibilitas repo sebesar 4 persen.

    Sementara rasio PLM syariah diturunkan sebesar 100 bps dari 3,5 persen menjadi 2,5 persen untuk Bank Umum Syariah (BUS), dengan fleksibilitas repo sebesar 2,5 persen.

    Penurunan rasio PLM ini juga ditujukan untuk memberikan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan, yang berlaku efektif sejak 1 Juni 2025.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Adi Lazuardi
    Copyright © ANTARA 2025

  • BKN dukung rumah subsidi ASN lewat pemutakhiran data pegawai

    BKN dukung rumah subsidi ASN lewat pemutakhiran data pegawai

    Jakarta (ANTARA) – Sekretaris Utama Badan Kepegawaian Negara (BKN) Imas Sukmariah resmi menandatangani Nota Kesepahaman tentang Penyediaan dan Pemutakhiran Data dan/atau Informasi Statistik Pegawai bersama Kementerian PANRB, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), dan Lembaga Administrasi Negara (LAN).

    “Penandatanganan ini merupakan langkah strategis untuk mendukung penyaluran rumah subsidi kepada Aparatur Sipil Negara (ASN), sesuai dengan program Astacita Presiden RI Prabowo Subianto,” kata Imas dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

    Menteri PANRB Rini Widyantini mengungkapkan bahwa masing-masing instansi yang tergabung dalam paguyuban Kementerian PANRB, yakni BKN, LAN, dan ANRI, telah memperoleh kuota awal rumah subsidi sebanyak 1.000 unit untuk ASN di lingkungan masing-masing.

    “Penyaluran rumah subsidi diprioritaskan kepada ASN yang berpenghasilan dibawah Rp14 juta per bulan dan belum memiliki rumah,” ujar Rini.

    Sementara itu, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait menegaskan bahwa kementeriannya siap menjadi ujung tombak dalam menyalurkan subsidi rumah, tidak hanya kepada ASN, TNI, dan POLRI, tetapi juga kepada masyarakat luas.

    “Sebagai perpanjangan tangan presiden di bidang perumahan, Kementerian PKP akan membantu menyalurkan subsidi rumah untuk rakyat kecil. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya realisasi KPR Rumah Subsidi yang merupakan salah satu kinerja KemenPKP yang naik sebesar 1.173,92 persen atau lebih dari 11 kali lipat pada Triwulan I Tahun 2025,” jelas Maruarar.

    Ia menambahkan bahwa pemerintah tengah mengumpulkan data dari 23 komunitas prioritas, termasuk petani, nelayan, dan pekerja informal lainnya.

    Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyatakan bahwa pihaknya sedang berkolaborasi dengan BKN dan Kementerian PANRB untuk memastikan integrasi data ASN ke dalam sistem data tunggal sosial ekonomi nasional. Melalui kerja sama ini, BP Tapera akan memverifikasi status kepemilikan rumah para ASN, sebagai syarat utama penerima subsidi.

    “Tugas Tapera adalah untuk mengecek apakah ASN tersebut sudah punya rumah atau belum, karena syarat utama dari pemberian rumah kepada ASN ini adalah belum memiliki rumah,” pungkas Amalia.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • BI: Modal asing masuk bersih Rp14,73 triliun pada 19-22 Mei 2025

    BI: Modal asing masuk bersih Rp14,73 triliun pada 19-22 Mei 2025

    Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) mencatat aliran modal asing masuk bersih secara agregat ke pasar keuangan domestik sebesar Rp14,73 triliun pada pekan ketiga bulan ini, yakni periode transaksi 19-22 Mei 2025.

    Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso di Jakarta, Jumat, merinci bahwa jumlah tersebut terdiri dari modal asing masuk bersih di pasar saham dan Surat Berharga Negara (SBN) masing-masing sebesar Rp1,54 triliun dan Rp14,13 triliun.

    Namun terdapat modal asing keluar bersih di pasar Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp950 miliar. Dengan demikian, modal asing masuk bersih menjadi sekitar Rp14,73 triliun.

    Sejak awal tahun ini hingga 22 Mei 2025, modal asing keluar bersih di pasar saham dan SRBI masing-masing sebesar Rp47,52 triliun dan Rp14,52. Sedangkan modal asing masuk bersih di pasar SBN sebesar Rp40,06 triliun.

    Premi risiko investasi (credit default swaps/CDS) Indonesia 5 tahun tercatat naik terbatas dari 81,56 basis point (bps) per 16 Mei 2025 menjadi 82,20 bps per 22 Mei 2025.

    Nilai tukar rupiah dibuka menguat di level Rp16.300 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Jumat (23/5), dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan Kamis (22/5) di level Rp16.325 per dolar AS.

    Adapun indeks dolar AS (DXY) tercatat melemah ke level 99,96 pada akhir perdagangan Kamis (22/5).

    DXY merupakan indeks yang menunjukkan pergerakan dolar AS terhadap enam mata uang negara utama antara lain euro, yen Jepang, pound Inggris, dolar Kanada, krona Swedia, dan franc Swiss.

    Imbal hasil atau yield SBN 10 tahun turun ke level 6,82 persen pada Jumat (23/5) pagi, dari sebelumnya 6,83 persen pada akhir perdagangan Kamis (22/5).

    Sementara imbal hasil US Treasury Note 10 tahun naik ke level 4,529 persen pada akhir perdagangan Kamis (22/5).

    Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

  • Per April, pemerintah tarik pembiayaan utang Rp304 triliun

    Per April, pemerintah tarik pembiayaan utang Rp304 triliun

    Artinya, pembiayaan mencatat ‘on track’ dengan kinerja baik

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah menarik pembiayaan utang baru senilai Rp304 triliun hingga 30 April 2025, setara 39,2 persen dari target APBN sebesar Rp775,9 triliun.

    Sementara itu, pembiayaan non utang tercatat sebesar Rp24,9 triliun, sehingga total realisasi pembiayaan anggaran sebesar Rp279,2 triliun atau 45,3 persen dari target APBN sebesar Rp616,2 triliun.

    “Artinya, pembiayaan mencatat on track dengan kinerja baik,” kata Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Mei 2025 di Jakarta, Jumat.

    Thomas mengatakan pemenuhan target pembiayaan mempertimbangkan berbagai langkah mitigasi risiko.

    Salah satunya yaitu pengadaan pembiayaan utang dilakukan secara prudent, fleksibel, oportunistik dan terukur. Pertimbangan itu mencakup aspek timing, sizing, instrument, maupun currency mix.

    Kemudian, Kemenkeu juga memitigasi melalui pelaksanaan prefunding, cash buffer yang memadai, serta active cash dan debt management.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kinerja pasar Surat Berharga Negara (SBN) tetap terjaga di tengah meningkatnya tekanan global.

    Hal itu tecermin dari catatan imbal hasil (yield) Surat Utang Negara (SUN) seri benchmark tenor 10 tahun yang cenderung menurun meski mengalami fluktuasi.

    Yield SBN 10 tahun turun 2 basis poin (bps) menjadi 7,00 persen secara tahun berjalan (year-to-date/ytd) pada kuartal I-2025.

    Meski sempat naik setelah pengumuman tarif resiprokal Amerika Serikat (AS), yield kembali turun sebesar 4,5 bps ke level 6,98 persen pada 22 April 2025.

    Mengingat hubungan terbalik antara harga SUN dan yield, maka penurunan yield menunjukkan minat investor yang tetap tinggi terhadap obligasi Pemerintah Indonesia.

    Dari segi porsi kepemilikan, andil investor asing terhadap SBN naik sebesar Rp15,23 triliun (ytd) atau sekitar 14,30 persen per 27 Maret 2025.

    Hingga 22 April 2025, investor asing masih mencatatkan net buy sebesar Rp12,78 triliun, meski proporsinya sedikit turun menjadi 14,25 persen.

    Sementara itu, Bank Indonesia (BI) telah membeli surat berharga negara (SBN) dengan total sebesar Rp80,98 triliun sejak awal tahun 2025 hingga 22 April 2025.

    Pembelian SBN dilakukan melalui pasar sekunder sebesar Rp54,98 trilliun serta pasar primer dalam bentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN), termasuk syariah, sebesar Rp26,00 triliun.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025