Kementrian Lembaga: BPS

  • Bank Dunia Ungkap Alasan Beda dengan BPS Hitung Angka Kemiskinan RI

    Bank Dunia Ungkap Alasan Beda dengan BPS Hitung Angka Kemiskinan RI

    Jakarta

    Bank Dunia (World Bank) menjelaskan garis kemiskinan terbaru yang berdampak pada lonjakan jumlah orang miskin di Indonesia. Ukuran garis kemiskinan itu berbeda dengan standar nasional oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

    Penjelasan ini tertuang dalam Lembar Fakta atau Factsheet bertajuk ‘The World Bank’s Updated Global Poverty Lines: Indonesia’ yang rilis pada 13 Juni 2025. Garis kemiskinan internasional diubah menyesuaikan standar paritas daya beli atau purchasing power parities (PPP) 2021, dari sebelumnya PPP 2017.

    “Ini dirancang untuk membandingkan negara-negara dengan standar global dan memantau kemajuan di seluruh dunia dalam pengentasan kemiskinan. Garis-garis tersebut direvisi secara berkala untuk memastikan bahwa pengukuran mencerminkan kondisi global,” tulis Lembar Fakta Bank Dunia itu, dikutip Senin (16/6/2025).

    Dengan PPP 2021, Bank Dunia menetapkan garis kemiskinan ekstrem sebesar US$ 3,00 per hari (sekitar Rp 546.400 per bulan setelah memperhitungkan biaya hidup di Indonesia). Sebelumnya, dengan standar PPP 2017 ialah senilai US$ 2,15.

    Selain garis kemiskinan ekstrem, juga ada garis kemiskinan untuk standar negara berpendapatan menengah ke bawah atau LMIC sebesar US$ 4,20 per hari (sekitar Rp 765.000 per orang per bulan), dan negara berpendapatan menengah atas atau UMIC US$ 8,30 per hari (sekitar Rp 1.512.000 per orang per bulan).

    Menurut garis kemiskinan ekstrem internasional yang baru itu, Bank Dunia menganggap 5,4% penduduk Indonesia miskin pada 2024 dari total penduduk 285,1 juta jiwa, 19,9% miskin menurut garis kemiskinan LMIC, dan 68,3% miskin menurut garis kemiskinan untuk negara UMIC.

    Indonesia telah dikategorikan sebagai negara UMIC oleh Bank Dunia pada 2023 setelah pendapatan per kapitanya menembus US$ 4.810 pada tahun itu. Dengan demikian Bank Dunia menganggap jumlah orang miskin di Indonesia pada 2024 setara 68,3% dari total penduduk atau 194,72 juta jiwa, naik dibandingkan standar PPP 2017 sejumlah 171,91 juta jiwa.

    “Sebagai akibat dari ambang batas yang lebih tinggi, sebagian besar negara mengalami peningkatan dalam angka kemiskinan internasional mereka, seperti halnya Indonesia,” tulis Bank Dunia.

    Alasan Bank Dunia Buat Standar Garis Kemiskinan Beda dengan BPS

    Bank Dunia mengaku sengaja membuat ukuran kemiskinan yang berbeda dari definisi kemiskinan nasional yang digunakan oleh sebagian besar pemerintahan dunia. Pasalnya, tujuannya digunakan untuk hal yang berbeda.

    “Definisi kemiskinan nasional dan internasional sengaja dibuat berbeda karena digunakan untuk tujuan yang berbeda,” tulis Bank Dunia dalam Lembar Faktanya.

    Menurut Bank Dunia, garis kemiskinan nasional ditetapkan oleh pemerintah dan dikhususkan untuk konteks kondisi negaranya sendiri. Garis kemiskinan itu biasanya digunakan untuk menerapkan kebijakan di tingkat nasional, seperti menargetkan dukungan bagi masyarakat miskin.

    Sedangkan standar garis yang dibuat Bank Dunia ditujukan untuk membandingkan negara-negara dengan standar global dan memantau kemajuan di seluruh dunia dalam pengurangan kemiskinan.

    “Garis kemiskinan nasional Indonesia tetap menjadi ukuran yang paling relevan untuk diskusi kebijakan khusus negara, sementara ukuran kemiskinan global yang baru dimaksudkan untuk membandingkan Indonesia dengan negara lain,” tulis Bank Dunia.

    Bank Dunia menegaskan tidak ada definisi tunggal tentang kemiskinan yang dapat memenuhi semua tujuan. Garis kemiskinan internasional yang diterbitkan oleh Bank Dunia sesuai untuk pemantauan kemiskinan global dan membandingkan Indonesia dengan negara lain atau standar global.

    “Untuk pertanyaan tentang kebijakan nasional di Indonesia, garis kemiskinan nasional dan statistik kemiskinan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) adalah yang paling tepat,” tulis Bank Dunia.

    (aid/ara)

  • Kekayaan Alam Melimpah, Indonesia Justru Peringkat 4 Penduduk Miskin Terbanyak Versi Bank Dunia

    Kekayaan Alam Melimpah, Indonesia Justru Peringkat 4 Penduduk Miskin Terbanyak Versi Bank Dunia

    GELORA.CO – Mengejutkan. Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di dunia dalam kategori negara berpendapatan menengah atas, berdasarkan data terbaru dari Bank Dunia.

     

    Dalam laporan yang dirilis pekan ini, Bank Dunia mencatat bahwa 60,3 persen atau sekitar 171,8 juta penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan internasional sebesar 6,85 dolar AS per hari (dalam paritas daya beli/PPP 2017). 

     

    Setelah dilakukan pembaruan standar menjadi PPP 2021 dengan garis kemiskinan sebesar 8,3 dolar AS per hari, angka tersebut melonjak menjadi 193,5 juta penduduk atau setara 68,3 persen dari total populasi Indonesia.

    Posisi Indonesia hanya lebih baik dari tiga negara lainnya: Afrika Selatan (63,4%), Namibia (62,5%), dan Botswana (61,9%). 

     

    Sementara itu, tingkat kemiskinan Indonesia tercatat lebih buruk dibandingkan sejumlah negara lain seperti Guatemala dengan angka 57,3 persen.

     

    Kemudoan Armenia (51%), Fiji (50,1%), bahkan Vietnam (17,9%) yang masih dikategorikan sebagai negara berpendapatan menengah bawah.

    Data ini menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Indonesia masih belum mencapai standar hidup layak menurut ukuran internasional. 

     

    Hal ini menimbulkan keprihatinan serius di tengah klaim Indonesia sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan kekayaan sumber daya alam yang melimpah.

     

    Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menilai kondisi ini sebagai ironi yang memprihatinkan. 

     

    “Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa, namun kenyataannya mayoritas rakyatnya hidup dalam kemiskinan,” ujarnya.

     

    Menurut Budiawan, tingginya angka kemiskinan ini menunjukkan kegagalan pemerintah dalam menjalankan amanat konstitusi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. 

     

    Ia juga menyebut bahwa situasi ini mengarah pada kegagalan negara jika tidak ada perubahan besar dan menyeluruh.

    Bank Dunia secara berkala menyesuaikan garis kemiskinan internasional untuk merefleksikan kondisi ekonomi global yang aktual. 

     

    Pada 2022, Bank Dunia telah menaikkan garis kemiskinan dari 5,5 dolar AS (PPP 2011) menjadi 6,85 dolar AS (PPP 2017). 

     

    Kini, angka tersebut kembali naik menjadi 8,3 dolar AS (PPP 2021), meningkatkan jumlah penduduk miskin di banyak negara, termasuk Indonesia.

     

    Kenaikan garis kemiskinan ini memperlihatkan tantangan yang semakin besar bagi negara-negara berkembang dalam mengurangi kemiskinan secara berkelanjutan.

     

    Budiawan menegaskan bahwa untuk keluar dari jurang kemiskinan, Indonesia membutuhkan reformasi struktural yang menyeluruh, termasuk langkah konkret dalam memberantas korupsi.

     

    “Selama elite politik dan pejabat publik masih terjerat korupsi, upaya pengentasan kemiskinan hanya akan menjadi slogan kosong,” tegasnya.

     

    Perlu dicatat bahwa angka kemiskinan yang dirilis Bank Dunia menggunakan standar internasional yang jauh lebih tinggi dibanding garis kemiskinan nasional yang digunakan Badan Pusat Statistik (BPS). 

     

    BPS mencatat bahwa tingkat kemiskinan Indonesia pada Maret 2024 berada di angka 9,4 persen.

     

    Perbedaan ini mencerminkan jurang antara standar kesejahteraan minimum global dengan realitas pengukuran nasional yang lebih rendah.***

  • Ekonomi Melambat PHK Melonjak, Apindo Wanti-wanti Lampu Kuning

    Ekonomi Melambat PHK Melonjak, Apindo Wanti-wanti Lampu Kuning

    Jakarta, Beritasatu.com –  Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengingatkan akan adanya lampu kuning terhadap capaian pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat sebesar 4,87% pada kuartal I 2025. Angka ini lebih rendah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 5,11%.

    “Angka ini adalah lampu kuning, bukan hanya bagi pemerintah maupun pelaku industri besar, tetapi juga untuk kita semua,” ujar Ketua Umum Apindo, Shinta W Kamdani dikutip dari Antara, Minggu (15/6/2025).

    Shinta menyoroti tantangan besar yang dihadapi dunia ketenagakerjaan Indonesia. Berdasarkan data dari BPJS Ketenagakerjaan, lebih dari 40.000 pekerja telah mengajukan klaim Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dalam tiga bulan pertama tahun ini.

    Ia menyebut sektor tekstil, garmen, dan elektronik sebagai sektor yang paling terdampak.

    “Sektor tekstil, garmen, dan elektronik yang selama ini menjadi tulang punggung industri padat karya adalah yang paling terdampak,” tegasnya.

    Kondisi ini diperparah oleh tekanan eksternal dan internal seperti meningkatnya persaingan global, ketidakpastian geopolitik, perubahan pola konsumsi masyarakat, serta menurunnya daya beli.

    Di tengah tantangan tersebut, Apindo mengajak semua pihak untuk melakukan refleksi dan menyusun strategi baru yang adaptif dengan pendekatan dan pola pikir yang lebih inovatif.

    Shinta juga menekankan pentingnya kewirausahaan sebagai pendorong pemulihan dan transformasi ekonomi, dengan UMKM sebagai aktor sentralnya.

    “UMKM menyerap 97% tenaga kerja nasional dan menyumbang lebih dari 61% terhadap PDB. Maka mereka harus jadi pusat perubahan,” tambah Shinta.

    Berdasarkan catatan Apindo, sebanyak 73.992 pekerja menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak 1 Januari hingga 10 Maret 2025.

    Jumlah tersebut berdasarkan data pekerja yang tidak lagi tercatat dalam BPJS Ketenagakerjaan. Sementara itu, data dari Kementerian Ketenagakerjaan mencatat angka PHK sebanyak 26.455 orang hingga 20 Mei 2025.

    Jawa Tengah tercatat sebagai provinsi dengan jumlah korban PHK terbanyak, yakni 10.695 orang, disusul Jakarta sebanyak 6.279 orang dan Riau sebanyak 3.570 orang.

    Badan Pusat Statistik (BPS) juga merilis bahwa angka pengangguran di Indonesia per Februari 2025 mencapai 3,67 juta orang, naik sekitar 83.000 orang dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

  • Pemerintah Buka Suara soal Heboh Beda Data Angka Kemiskinan Bank Dunia vs BPS

    Pemerintah Buka Suara soal Heboh Beda Data Angka Kemiskinan Bank Dunia vs BPS

    Jakarta

    Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) buka suara soal heboh perbedaan data kemiskinan antara Bank Dunia dengan Badan Pusat Statistik (BPS). Data terakhir Bank Dunia menyebutkan angka kemiskinan di Indonesia melonjak drastis hingga menyentuh angka 194,6 juta jiwa sesuai hitungan baru Bank Dunia pada Juni 2025.

    Namun, angka ini nampak jauh berbeda dengan hitungan kemiskinan yang terakhir kali dirilis BPS. Tingkat kemiskinan Indonesia per September 2024, dalam rilisan BPS, hanya sebesar 8,57% atau sekitar 24,06 juta jiwa.

    Jubir PCO Dedek Prayudi mengatakan perbedaan data ini sebetulnya tak harus dipertentangkan. Sebab, dia mengatakan dua data tersebut sifatnya saling melengkapi karena tujuan dan desain datanya pun berbeda.

    “Karena pada hakikatnya, dua data tersebut itu saling melengkapi, complementing each other. Karena tujuannya sudah berbeda, desainnya juga sudah berbeda,” sebut Dedek dalam keterangan video yang diunggah di akun Instagram resmi PCO, Minggu (15/6/2025).

    Menurutnya, data Bank Dunia didesain untuk komparasi internasional, untuk pemeringkatan, dan untuk mengidentifikasi global extreme poverty.

    Data Bank Dunia menggunakan garis kemiskinan yang sama untuk semua negara yang berada di dalam satu grup. Kemudian dari garis kemiskinan tersebut lah dihitung jumlah orang miskin dalam suatu negara.

    Dia menilai data Bank Dunia tidak bisa menangkap karakteristik lokal kemiskinan di sebuah negara. Sebab, harga-harga yang digunakan dalam perhitungannya ditetapkan lewat satu standar. Jelas harga-harga di tiap negara berbeda karena banyak faktor, mulai dari inflasi hingga kondisi geografis.

    “Nah, data Bank Dunia tersebut akan tetapi tidak bisa menangkap lokal karakteristik atau bahkan tidak bisa memotret profil kemiskinan di sebuah negara. Ini yang jadi kelemahan data Bank Dunia,” sebut Dedek.

    Di sisi lain, sebetulnya dalam rilisan laporan resminya, Bank Dunia juga sudah memberikan peringatan perbedaan data kemiskinan dengan hitungan resmi setiap negara.

    Dedek menjelaskan dalam rilisnya, Bank Dunia menyatakan garis kemiskinan nasional suatu negara jauh lebih tepat untuk mendukung dialog kebijakan atau menargetkan program dalam menjangkau masyarakat termiskin.

    “Jadi, Bank Dunia sendiri juga sudah mengatakan bahwa garis kemiskinan di masing-masing negara itu sebenarnya lebih tepat untuk menangkap profil kemiskinan terutama untuk membuat kebijakan,” beber Dedek.

    Di sisi lain, Dedek menjelaskan Badan Pusat Statistik merilis data kemiskinan dengan tujuan untuk menangkap profil kemiskinan di Indonesia. BPS punya dua komponen untuk memperhitungkan hal tersebut.

    Komponen pertama adalah dengan menghitung garis kemiskinan makanan. Standarnya, per hari orang Indonesia harus bisa mengkonsumsi 2.100 kalori per hari, bila tidak maka dianggap masuk dalam kategori miskin.

    “Jadi, dianggap orang yang tidak bisa mengkonsumsi 2.100 kalori per hari itu orang miskin,” tutur Dedek.

    Selanjutnya, komponen yang kedua adalah komponen garis kemiskinan non-makanan. Komponen ini mengukur akses terhadap pendidikan, akses terhadap kesehatan, juga tempat atau hunian yang layak.

    “Nah, dua komponen ini kemudian dilebur, di-merge, di-combine, lalu di-konversi menjadi nominal menggunakan harga di Indonesia. Maka lahirlah kemudian garis kemiskinan di Indonesia yang dikeluarkan atau dirilis oleh BPS. Maka kemudian mereka yang pengeluarnya di bawah garis kemiskinan dianggap miskin dan kita keluar dengan angka 8%,” papar Dedek.

    (acd/acd)

  • Impor beras versus pengadaan domestik

    Impor beras versus pengadaan domestik

    Petani memasukkan gabah ke dalam karung usai panen di Kota Bengkulu, Bengkulu, Kamis (5/6/2025). ANTARA FOTO/Muhammad Izfaldi/bar

    Impor beras versus pengadaan domestik
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Minggu, 15 Juni 2025 – 15:29 WIB

    Elshinta.com – Jika mau jujur, baru di zaman pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, para menteri atau pejabat yang bertanggung jawab terhadap produksi, pengadaan dan distribusi pangan utamanya beras, bisa bergerak satu irama dan tujuan yang sama dalam memenuhi kebutuhan beras dari dalam negeri.

    Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Badan Pangan Nasional dan Badan Urusan Logistik, BPS satu kata, tidak ada impor beras tahun 2025 dan pengadaan beras bulog hanya dilakukan melalui penyerapan hasil panen petani.

    Menteri Pertanian dan Dirut Bulog beserta jajaran all out menyukseskan serapan gabah saat puncak panen 2025. Pemerintah melalui Keputusan Kepala Bapanas No 14/2025, memberlakukan harga pembelian pemerintah (HPP) Rp 6.500/kg tanpa syarat kualitas dan rafraksi.

    Inilah salah satu bentuk konkret kehadiran dan keberpihakan pemerintah terhadap petani di lapangan. Selama 20 tahun terakhir ini, pemerintah lebih banyak berbisnis dengan petani, melalui importasi beras dan menjualnya di dalam negeri.

    Paling tidak dalam dua puluh tahun ini dalam hal ini 10 tahun pemerintahan SBY dan 10 tahun pemerintahan Jokowi, pemerintah berbisnis dengan rakyatnya.

    Berbagai argumen dikemukakan antara lain produksi beras dalam negeri tidak mencukupi, cadangan beras untuk operasi pasar sangat terbatas, gejolak harga beras medium di pasaran, antisipasi terjadinya bencana, dengan berbagai data dan informasi pendukungnya.

    Data BPS, data dan informasi harga beras medium di pasaran, prediksi musim kemarau akan berdampak terhadap penurunan produksi padi.

    Pemerintah perlu stok beras untuk mitigasi kalau terjadi bencana. Opini media cetak maupun elektronik serta diskursus untuk membangun ketakutan akan pasokan beras dalam negeri terus didengungkan.

    Patut diduga selama dua puluh tahun tersebut, ada aktor intelektual dan para pemburu rente yang bermain dalam impor beras. Penggiringan opini tentang perlunya impor beras inilah yang akhirnya digunakan sebagai salah satu argumen pemerintah untuk melakukan impor beras.

    Kementerian yang bertanggung jawab terhadap monitoring harga dan cadangan beras bukannya meyakinkan pemerintah, tetapi cenderung tidak melakukan penguatan bahwa produksi padi dalam negeri mencukupi. Ultimate goalnya adalah impor beras. Pertanyaan fundamentalnya, mengapa ini terus terjadi dalam waktu lama dan rakyat utamanya petani terus dikorbankan?

     

    Politik dan bisnis

    Mengapa impor beras berlangsung lebih dari 20 tahun? Patut diduga banyaknya kepentingan yang bermain merupakan jawaban konkretnya.

    Negara produsen beras tentu menjadi magnet bagi para pemburu rente untuk mengeruk keuntungan yang sangat dahsyat.

    Sebagai ilustrasi, harga beras medium poles per 18 Mei 2025 mencapai Rp 62 500 per 5 kilogram (Rp12500/kg), sementara harga beras 5 persen broken bervariasi antara 500-550 dolar AS per ton di pasar internasional (dengan kurs 18 Mei 2025 Rp16488,59/dolar AS), maka harga beras impor per kilogram antara Rp8244-Rp9068.

    Terdapat selisih harga antara Rp3432-Rp4256 per kg dibandingkan harga beras medium domestik.

    Jika impor dilakukan sebanyak 2,25 juta ton, maka terdapat selisih harga antara Rp7699-Rp9576 triliun, suatu angka yang menggiurkan bagi banyak orang, tanpa berfikir dampak buruknya bagi petani dan ketahanan produksi nasional.

    Perbandingan tersebut makin lebih dahsyat, karena beras pecah 5 persen termasuk beras premium. Tentu harganya lebih tinggi dan menguntungkan bagi importir.

    Bukti bahwa kebijakan impor beras sarat dengan muatan kepentingan terlihat dari harga beras yang turun saat Indonesia tidak mengimpor beras pada 2025. Patut diduga, ada konspirasi antara pemburu rente dan pedagang beras di Vietnam atau Thailand.

    Fenomena ini menunjukkan kepada semua, bahwa impor beras lebih banyak mudaratnya dibandingkan manfaatnya. Manfaat itu lebih dinikmati para pemburu rente yang tega mengorbankan petani sebagai pilar penyedia pangan negara.

    Keuntungan yang sangat dahsyat tersebut menjadikan banyak pihak berminat untuk melanggengkan impor beras.

    Itulah sebabnya, ketika jelang musim kemarau diskursus tentang kekeringan, el nino, gagal panen, puso dan harga beras medium naik menjadi topik aktual yang mengemuka di media masa.

     

    Importasi beras

    Kebijakan yang kurang berpihak pada petani mengutamakan importasi beras dibandingkan memprioritaskan penyerapan produksi dalam negeri secara kasat mata dan apriori merupakan bentuk konkretnya.

    Sebagai contoh kasus, bangsa ini mungkin bisa belajar dari situasi yang terjadi pada tahun 2018 dimana pemerintah melakukan impor beras sebanyak 2,25 juta ton di luar beras khusus.

    Padahal pada tahun tersebut, produksi padi Indonesia mencapai angka tertinggi dalam sejarah. FAO melaporkan Indonesia memproduksi 56,54 Juta ton GKG (setara 33,94 juta ton).

    Tahun 2018 merupakan puncak produksi karena kinerja Upaya Khusus (UPSUS) bekerja sama dengan MABES Angkatan Darat dan Pemerintah Provinsi serta Pemerintah Kabupaten/Kota mencapai titik kulminasinya.

    Semua bergerak dari Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota. Saat itu salah satu Penulis menjabat sebagai Direktur Jenderal Tanaman Pangan melihat dari citra satelit SPOT 5 maupun LANDSAT tutupan lahan didominasi oleh padi.

    Data dan Informasi ini tervalidasi di lapangan, sehingga saat itu penulis dengan percaya diri menjelaskan di depan DPR dalam hal ini Komisi IV sebagai mitra kerja.

    Sayang, meskipun DPR sudah yakin, tetapi Pemerintah tetap mengimpor beras medium 2,25 juta ton. Ironis memang, tetapi itulah realitanya yang harus dihadapi.

    Sebagai insan yang berkecimpung dengan petani untuk berproduksi, sakit rasanya dan sesak dada ini. Tapi apalah daya, pengambil kebijakan memutuskan untuk mengimpor beras. Importasi saat itu diputuskan sepihak, karena Menteri Pertanian saat itu tidak setuju.

    Dari situasi ini, paling tidak ada tiga implikasi yang harus diderita petani Indonesia yakni (i) harga gabah di tingkat petani anjlok saat panen raya; (ii) volume pembelian gabah petani oleh Bulog rendah; (iii) stok beras dalam negeri berlebih, sehingga beras Bulog yang disimpan terlalu lama mengalami penurunan mutu dan tidak layak dikonsumsi.

    Untuk memperkuat argumen impor beras, sejak awal dilakukan koreksi luas baku lahan sawah. Meskipun di lapangan banyak ditemukan ketidakakuratannya, tetapi luas baku lahan sawah BPN (2018) yang dipakai pemerintah saat itu untuk menentukan produksi, kecukupan beras, dan impor.

    Ada Kabupaten di Sumatra Selatan areal sawahnya hilang 6000 hektare lebih. Bahkan Jawa Timur waktu itu data luas sawahnya meningkat 300.000 hektare, suatu hal yang tidak masuk logika akal sehat. Selain tidak ada cetak sawah baru, juga alih fungsi lahan sawah untuk non sawah terus meningkat.

    Pemerintah saat Itu, melalui BPN dan atas masukan data dari BIG, Lapan, BPS, dan Bappenas memutuskan angka 7.105.145 hektare dari semula angka BPN (2013) 7.750.999 hektare.

    Provinsi dan Kabupaten/Kota saat itu mengajukan protes karena tidak sesuai kondisi lapangan. Akhirnya pada 2019 luas baku sawah yang tervalidasi oleh BPN menjadi 7,46 juta hektare.

    Fenomena ini menunjukkan bahwa data luas sawah baku rawan “digoreng” demi kepentingan pihak tertentu utamanya yang menginginkan impor beras secara berkelanjutan.

    Bukti lain bahwa kebijakan impor beras sarat dengan muatan kepentingan terlihat dari harga beras yang turun saat Indonesia tidak mengimpor beras tahun 2025.

    Walaupun, situasi dibuat heboh dengan data keluar masuk beras di Pasar Tjipinang yang diungkapkan oleh Mentan yang menyebabkan harga beras ada kenaikan walaupun Mentan juga mengumumkan bahwa stok beras 4 juta ton. Disinyalir ada permainan mafia beras.

    Pertanyaannya, bagaimana memutus jalur dan mafia lingkaran setan impor beras yang selama ini terus terjadi dan bahkan semakin merajalela?

    Diperlukan satu komando dalam pengadaan gabah dalam negeri dengan segala risikonya merupakan solusi mendasarnya.

    Serap gabah petani

    Keputusan fundamental untuk menyerap gabah petani at all cost merupakan keputusan satu komando yang perlu diapresiasi, karena tingkat ketidakpastian iklim sangat tinggi sebagai dampak perubahan iklim.

    Tentu ada risiko yang harus diambil pemerintah. Itu sangat wajar, begitulah bentuk konkret di lapangan bahwa Pemerintah hadir dan tidak membiarkan petani berjuang sendiri dipermainkan tengkulak.

    Faktanya, pemerintah mampu menyerap gabah secara maksimal, dan hampir tidak terdengar harga gabah anjlok di lapangan.

    Kalaupun Pemerintah dalam hal ini Bulog merugi sedikit, itu sangat wajar, karena selama 20 tahun lebih pemerintah menikmati keuntungan dari impor beras yang menyengsarakan petani.

    Mitigasi risiko Bulog harus dilakukan agar tidak mengalami kerugian lebih besar. Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain, Bulog membeli gabah kering panen atau gabah kering giling dan dikeringkan sampai kadar air kering simpan, sehingga mutunya tidak akan turun sekalipun disimpan dalam waktu satu tahun.

    Bulog harus memaksimalkan silo silo yang dimiliki, sehingga kapasitas simpan gabah Bulog lebih besar. Secara bertahap Bulog harus menyerap langsung dari Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) atau kelompok tani (Poktan) agar harga beli Bulog dinikmati langsung petani bukan oleh pihak ketiga.

    Pengadaan penggilingan padi moderen yang mampu menghasilkan 6 derivat gabah, memungkinkan nilai tambah yang diperoleh Bulog lebih baik.

    Mengapa selama ini Bulog hanya menghasilkan beras, padahal Wilmar Padi Nusantara mampu menghasilkan menir, bekatul, sekam, oil rice brand dan masih banyak lagi, sehingga pendapatannya lebih baik dan bisa di share ke petani.

    Ingat rata rata lahan garapan petani hanya 0,3 hektare, sehingga tanpa ada tambahan pendapatan lain dari harga gabah, maka dipastikan petani akan sulit mencapai kesejahteraan hidup.

    *) Gatot Irianto adalah Analis Kebijakan Ahli Utama, Kementan; Muhrizal Sarwani adalah Peneliti/Analis Asosiasi Peneliti Pertanian Indonesia (APPERTANI); dan Destika Cahyana adalah Peneliti BRIN.

    Sumber : Antara

  • Satpol PP pasang belasan spanduk larangan asusila di Taman Langsat

    Satpol PP pasang belasan spanduk larangan asusila di Taman Langsat

    Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta Selatan memasang spanduk larangan berbuat asusila di Taman Langsat, Kebayoran Baru, Jakarta, Sabtu (14/6/2025). ANTARA/HO-Satpol PP Jakarta Selatan.

    Satpol PP pasang belasan spanduk larangan asusila di Taman Langsat
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Minggu, 15 Juni 2025 – 10:35 WIB

    Elshinta.com – Satuan Polisi Pamong Praja Jakarta Selatan (Satpol PP Jaksel) memasang belasan spanduk larangan berbuat asusila di Taman Langsat, Kebayoran Baru sebagai upaya penegakan ketertiban umum.

    “Pemasangan spanduk ini sebagai himbauan agar pengunjung taman tidak melakukan kegiatan yang melanggar norma dan mengganggu ketertiban umum,” kata Kepala Satpol PP Jakarta Selatan Nanto Dwi Subekti di Jakarta, Minggu.

    Nanto mengatakan pemasangan spanduk ini juga bagian dari sosialisasi penggunaan taman yang telah dibuka 24 jam untuk masyarakat.

    Pemasangan spanduk tersebut diharapkan mampu mengedukasi warga masyarakat agar lebih sadar akan pentingnya menjaga norma dan tata tertib di ruang publik khususnya di taman.

    “Sebanyak 15 spanduk himbauan larangan berbuat asusila, seluruhnya ditempatkan di dalam area taman,” ucapnya.

    Selain pemasangan spanduk, personel Satpol PP tetap diinstruksikan melakukan pengawasan rutin di taman dari siang hingga malam hari.

    Nanto menyampaikan bahwa dirinya juga telah berkoordinasi dengan Dinas Pertamanan dan Huta Kota DKI Jakarta untuk mendirikan posko Satpol PP di Taman Langsat.

    Dia berharap, keberadaan posko tersebut dapat mencegah penyalahgunaan fasilitas taman dari kegiatan yang tidak pantas oleh pengunjung

    “Mari kita jaga taman ini dari kegiatan yang tidak pantas untuk menciptakan kenyamanan masyarakat yang berkunjung,” ujarnya.

    Langgar perda

    Dilansir dari ANTARA menyebutkan, perbuatan asusila di tempat umum seperti taman, melanggar Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.

    Pasal 18 Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2007 berbunyi : Setiap orang atau badan dilarang melakukan perbuatan asusila di tempat umum.

    Pelanggaran terhadap Pasal 18  dapat dikenakan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp50 juta 

    Penegakan hukumnya dilakukan oleh Satpol PP dan bisa disertai proses hukum pidana ringan jika diperlukan.

    Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta, per Mei 2024 menyebut, terdapat 2.151 taman kota yang tersebar di seluruh DKI Jakarta.

    Taman kota itu terdiri dari berbagai jenis, seperti Taman Kota, RPTRA dan Hutan Kota. Jumlah ini hanya mencakup taman publik, bukan wilayah hijau privat. 

    Sumber : Antara

  • Belasan spanduk larangan asusila dipasang di Taman Langsat Jaksel

    Belasan spanduk larangan asusila dipasang di Taman Langsat Jaksel

    Jakarta (ANTARA) – Satuan Polisi Pamong Praja Jakarta Selatan (Satpol PP Jaksel) memasang belasan spanduk larangan berbuat asusila di Taman Langsat, Kebayoran Baru sebagai upaya penegakan ketertiban umum.

    “Pemasangan spanduk ini sebagai himbauan agar pengunjung taman tidak melakukan kegiatan yang melanggar norma dan mengganggu ketertiban umum,” kata Kepala Satpol PP Jakarta Selatan Nanto Dwi Subekti di Jakarta, Minggu.

    Nanto mengatakan pemasangan spanduk ini juga bagian dari sosialisasi penggunaan taman yang telah dibuka 24 jam untuk masyarakat.

    Pemasangan spanduk tersebut diharapkan mampu mengedukasi warga masyarakat agar lebih sadar akan pentingnya menjaga norma dan tata tertib di ruang publik khususnya di taman.

    “Sebanyak 15 spanduk himbauan larangan berbuat asusila, seluruhnya ditempatkan di dalam area taman,” ucapnya.

    Selain pemasangan spanduk, personel Satpol PP tetap diinstruksikan melakukan pengawasan rutin di taman dari siang hingga malam hari.

    Nanto menyampaikan bahwa dirinya juga telah berkoordinasi dengan Dinas Pertamanan dan Huta Kota DKI Jakarta untuk mendirikan posko Satpol PP di Taman Langsat.

    Dia berharap, keberadaan posko tersebut dapat mencegah penyalahgunaan fasilitas taman dari kegiatan yang tidak pantas oleh pengunjung

    “Mari kita jaga taman ini dari kegiatan yang tidak pantas untuk menciptakan kenyamanan masyarakat yang berkunjung,” ujarnya.

    Langgar perda

    Penelusuran ANTARA menyebutkan, perbuatan asusila di tempat umum seperti taman, melanggar Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.

    Pasal 18 Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2007 berbunyi : Setiap orang atau badan dilarang melakukan perbuatan asusila di tempat umum.

    Pelanggaran terhadap Pasal 18 dapat dikenakan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp50 juta

    Penegakan hukumnya dilakukan oleh Satpol PP dan bisa disertai proses hukum pidana ringan jika diperlukan.

    Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta, per Mei 2024 menyebut, terdapat 2.151 taman kota yang tersebar di seluruh DKI Jakarta.

    Taman kota itu terdiri dari berbagai jenis, seperti Taman Kota, RPTRA dan Hutan Kota. Jumlah ini hanya mencakup taman publik, bukan wilayah hijau privat.

    Pewarta: Luthfia Miranda Putri
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Begini Penjelasan Beda Data Kemiskinan Versi RI dan Bank Dunia

    Begini Penjelasan Beda Data Kemiskinan Versi RI dan Bank Dunia

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Dunia memiliki data yang berbeda soal kemiskinan di Indonesia. Penyebabnya adalah perbedaan cara mengukur untuk garis kemiskinan.

    Bank Dunia memperbarui adopsi ukuran purchasing power parity (PPP) atau paritas daya beli terbaru. Lembaga itu menggunakan PPP 2021 dari sebelumnya PPP 2017.

    Jumlah standarnya juga naik dari sebelumnya. PPP 2021 dengan US$3,00 per hari, sementara PPP 2017 sejumlah US$2,15 per hari.

    Dalam laporan terbaru, dengan nilai tukar PPP 2024 sebesar Rp 6,071 per dolar AS, garis kemiskinan menjadi Rp 18.213 per hari atau Rp 546.400 per bulan.

    Hal ini membuat kemiskinan ekstrem Indonesia versi Bank Dunia pada 2024, naik menjadi 5,44% dari total penduduk sebanyak 285,1 juta. Sebelumnya jumlah itu 1,26% dari total warga Indonesia.

    Dengan begitu, jumlah kemiskinan setara 15,5 juta orang atau naik dari sebelumnya 3,59 juta jiwa.

    Artinya berdasarkan ukuran terbaru, jumlah orang miskin di tanah air bertambah 12 juta orang tambahan.

    Sementara BPS pada September 2024. Lembaga itu mencatat kelompok miskin sebanyak 8,57% atau 24,06 juta jiwa.

    Sebagai contoh untuk data versi BPS, misalnya garis kemiskinan per kapita pada September 2024 di DKI Jakarta sebesar Rp 846.085 per bulan. Jadi jika satu rumah berisi lima anggota, artinya garis kemiskinan sebesar Rp 4.230.425 per bulan.

    (npb/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Kecepatan Starlink di Kupang Disebut Setara dengan Serat Optik

    Kecepatan Starlink di Kupang Disebut Setara dengan Serat Optik

    Bisnis.com, JAKARTA — Kualitas layanan satelit orbit rendah, Starlink, milik Elon Musk disebut setara dengan kecepatan layanan internet berbasis serat optik. Meski demikian, dalam cuaca buruk atau hujan, kecepatan Starlink bakal berkurang. 

    Kepala Bidang Infrastruktur Teknologi dan Informasi Kabupaten Kupang James Ating mengatakan bahwa kecepatan internet Starlink di Kupang hampir setara dengan jaringan fiber optik, terutama saat cuaca cerah. Namun, layanan satelit ini akan mengalami penurunan performa saat cuaca buruk seperti hujan atau angin kencang. 

    “Kalau cerah begini hampir sama dengan jaringan fiber optik kalau menurut saya. Makanya kalau mungkin cuaca angin berawan hujan ya, itu yang yang kena pakai satelit,” kata James kepada Bisnis, dikutip Sabtu (14/6/2025).

    Starlink merupakan satelit yang menawarkan kecepatan internet yang tinggi, dengan kecepatan unduh (download) mencapai 40-220+ Mbps dan kecepatan unggah (upload) 8-25+ Mbps. Jumlah tersebut bisa berkurang atau lebih tinggi tergantung jumlah pengguna dan kondisi cuaca. 

    Kecepatan tinggi dan latensi rendah yang diberikan Starlink terjadi karena Starlink mengorbit di ketinggian yang rendah yaitu sekitar 550 kilometer -1.000 kilometer. Prinsip konektivitas berbasis satelit, makin dekat obyek satelit dengan bumi, maka kualitas internet yang diberikan makin baik. 

    Sementara menurut laporan Speedtest Global Index mengungkap kecepatan fixed broadband atau internet tetap berbasis serat optik Indonesia pada April 2025 menyentuh 34,37 Mbps. Angka tersebut naik 126 basis points (bps) dari posisi Maret 2025 yang sebesar 33,51 Mbps. 

    Indonesia berada di urutan ke-9 di Asia Tenggara perihal kecepatan internet tetap. Tertinggal dari Laos, Kamboja, dan Malaysia. 

    James menambahkan sekitar 160 desa di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), akan memanfaatkan satelit orbit rendah milik Elon Musk, Starlink, untuk mendukung sejumlah aktivitas pemerintahan dan layanan publik. Pengadaan perangkat tersebut akan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 

    Pengadaan perangkat Starlink ini akan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang telah diprogramkan dalam APBD tahun 2025, dengan alokasi anggaran sekitar Rp10 juta hingga Rp20 juta per desa. 

    “Itu langsung dimasukkan ke dana desa. Kegiatan di desa, masing-masing desa. Jadi masing-masing desa mereka pakai Starlink. Itu sudah diprogram dalam APBD tahun 2025,” ujar James.

    Indonesia hanya Pasar

    Dalam perkembangan lain, SpaceX, perusahaan roket milik Elon Musk, diperkirakan  mencatat pendapatan sekitar US$15,5 miliar atau Rp253,18 triliun pada 2024, dengan Starlink menjadi kontributor utama pendapatan tersebut.

    Elon Musk membagikan kabar ini melalui unggahan di platform X (sebelumnya Twitter). Dia mengungkap pertumbuhan pesat bisnis peluncuran roket dan layanan satelit SpaceX.

    Dilansir dari Reuters, Rabu (4/6/2025) pada 2024, SpaceX mencatat rekor dengan 134 peluncuran Falcon, menjadikannya operator peluncuran paling aktif di dunia. Perusahaan bahkan menargetkan 170 peluncuran hingga akhir tahun ini guna memenuhi permintaan pemasangan satelit yang terus meningkat.

    Pendapatan terbesar SpaceX saat ini berasal dari layanan internet satelit Starlink. Jaringan ini telah meluncurkan ribuan satelit untuk menyediakan akses internet broadband ke seluruh dunia.

    Sementara itu di Indonesia, sebagai salah satu pasar potensial Starlink dengan jumlah penduduk yang lebih dari 270 juta, Starlink beroperasi dengan kantor virtual. 

    Pada 2024, Bahlil Lahadalia yang saat itu masih menjabat sebagai Kepala BKPM mengatakan Starlink di Indonesia hanya memiliki 3 karyawan, nilai investasi Starlink di Indonesia sekitar Rp30 miliar.

    Komdigi menegaskan bahwa Starlink mendapat perlakuan yang sama dengan pemain satelit lainnya. Komdigi juga berkomitmen untuk terus melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap Starlink.

  • Bank Dunia: Garis Kemiskinan Indonesia Rp1,51 Juta per Orang/Bulan

    Bank Dunia: Garis Kemiskinan Indonesia Rp1,51 Juta per Orang/Bulan

    Bisnis.com, JAKARTA — Bank Dunia mengungkapkan ambang batas garis kemiskinan di Indonesia sebesar Rp1.512.000 per orang per bulan, apabila mengikuti standar negara-negara berpenghasilan menengah-atas.

    Dalam publikasi bertajuk The World Bank’s Updated Global Poverty Lines: Indonesia, Bank Dunia menjelaskan bahwa telah menetapkan standar garis kemiskinan yang baru usai mengadopsi basis perhitungan paritas daya beli atau purchasing power parity (PPP) 2021 (sebelumnya PPP 2017).

    PPP merupakan pengukuran perbandingan biaya yang dibutuhkan untuk membeli suatu barang/jasa antarnegara. Misalnya, US$1 di New York tentu memiliki daya beli yang berbeda dengan US$1 di Jakarta.

    PPP memungkinkan perhitungan keterbandingan tingkat kemiskinan antarnegara yang memiliki tingkat biaya hidup yang berbeda-beda. Untuk Indonesia, Bank Dunia mencatat US$1 PPP 2021 setara sekitar Rp6.071.

    Adapun, Bank Dunia memakai tiga kategori garis kemiskinan yaitu garis kemiskinan ekstrem/negara berpendapatan rendah, garis kemiskinan negara berpendapatan menengah-bawah, dan garis kemiskinan negara berpendapatan menengah-atas.

    Usai mengadopsi PPP 2021, kini garis kemiskinan ekstrem/negara berpendapatan rendah naik dari US$2,15 menjadi US$3 per orang per hari (sekitar Rp546.400 per orang per bulan), garis kemiskinan negara berpendapatan menengah-bawah naik dari US$3,65 menjadi US$4,2 per orang per hari (sekitar Rp765.000 per orang per bulan), dan garis kemiskinan negara berpendapatan menengah-atas naik dari US$6,85 menjadi US$8,3 per orang per hari (Rp1.512.000 per orang per bulan).

    “Menurut garis kemiskinan ekstrem internasional yang baru, 5,4% penduduk Indonesia miskin pada 2024, 19,9% miskin menurut garis kemiskinan negara berpendapatan menengah-bawah, dan 68,3% miskin menurut garis kemiskinan negara berpendapatan menengah-atas,” tulis Bank Dunia, dikutip Sabtu (14/6/2025).

    Bank Dunia telah mengategorikan Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah-atas sejak 2023. Hanya saja, lembaga internasional tersebut menggarisbawahi bahwa pendapatan per kapita Indonesia masih berada di kisaran batas bawah negara-negara pendapatan menengah atas.

    Contohnya dalam kategori negara pendapatan menengah-atas, ada negara yang pendapatan perkapitanya mencapai US$14.005. Angka tersebut hampir tiga kali lipat dari pendapatan per kapita Indonesia yang baru sebesar US$4.810 pada 2023.

    “Statistik kemiskinan untuk ketiga garis kemiskinan internasional relevan bagi Indonesia, tetapi karena negara ini baru saja menjadi negara berpendapatan menengah-atas, perhatian khusus diberikan kepada garis kemiskinan berpendapatan menengah-bawah dan menengah-atas,” jelas Bank Dunia.

    Berbeda dengan BPS

    Garis kemiskinan internasional versi Bank Dunia itu berbeda dengan garis kemiskinan nasional versi Badan Pusat Statistik (BPS).

    Berdasarkan Susenas September 2024, BPS mencatat ambang batas garis kemiskinan nasional senilai Rp595.243 per orang per bulan. Angka tersebut hampir setara dengan standar garis kemiskinan internasional untuk negara pendapatan rendah versi Bank Dunia yaitu Rp546.400 per orang per bulan.

    Padahal, Bank Dunia menggarisbawahi bahwa keadaan di Indonesia lebih mencerminkan standar garis kemiskinan negara berpendapatan menengah-bawah (Rp765.000 per orang per bulan) dan menengah-atas (Rp1.512.000 per orang per bulan).

    Tak heran apabila jumlah penduduk miskin Indonesia versi BPS berbeda cukup jauh dengan versi Bank Dunia.

    BPS mencatat penduduk miskin Indonesia ‘hanya’ 24,06 juta orang atau setara 8,57% dari total populasi. Sementara Bank Dunia mencatat penduduk miskin Indonesia mencapai 19,9% berdasarkan garis kemiskinan negara berpendapatan menengah-bawah atau 68,3% berdasarkan garis kemiskinan negara berpendapatan menengah-atas.

    Lebih dari itu, Bank Dunia mengakui bahwa tujuan garis kemiskinan internasional berbeda dengan garis kemiskinan nasional. Garis kemiskinan internasional digunakan untuk perbandingan antarnegara; sementara garis kemiskinan nasional digunakan untuk menerapkan kebijakan di tingkat nasional, seperti program perlindungan sosial kepada kaum miskin.

    “Untuk pertanyaan tentang kebijakan nasional di Indonesia, garis kemiskinan nasional dan statistik kemiskinan yang diterbitkan oleh BPS adalah yang paling tepat. Garis kemiskinan internasional yang diterbitkan oleh Bank Dunia cocok untuk … membandingkan Indonesia dengan negara lain,” jelas Bank Dunia.