Kementrian Lembaga: BPS

  • Meski Jumlah Warga Miskin Jakarta Naik, Pramono Klaim Angkanya Lebih Baik di Tingkat Nasional 

    Meski Jumlah Warga Miskin Jakarta Naik, Pramono Klaim Angkanya Lebih Baik di Tingkat Nasional 

    JAKARTA – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung merespons rilis terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta soal profil kemiskinan di Jakarta per Maret 2025.

    Di mana Pada Maret 2025, jumlah penduduk miskin di Jakarta mencapai 464,87 ribu orang, naik sebanyak 15,8 ribu orang dibandingkan September 2024 yang mencapai 449,07 ribu orang. Meski ada kenaikan jumlah penduduk miskin, Pramono menilai kondisi tersebut lebih baik dari skala nasional.

    “Pertumbuhan Jakarta itu dibandingkan dengan nasional kita juga masih lebih baik, termasuk untuk kemiskinan dan sebagainya,” kata Pramono kepada wartawan di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Sabtu, 26 Juli.

    Dalam rilis BPS, persentase penduduk miskin skala nasional per Maret 2025 sebesar 8,47 persen. Sementara, di periode yang sama, penduduk miskin dari total populasi penduduk Jakarta sebesar 4,2 persen. 

    Lagipula, bila dibandingkan dengan profil kemiskinan penduduk Jakarta setahun yang lalu, jumlah warga miskin tersebut mengalami penurunan.

    “Tetapi year on year adalah 4,3 (persen per Maret 2024), sehingga dengan demikian malah terjadi penurunan,” sambung mantan Sekretaris Kabinet (Seskab) era Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) itu.

     

    Diberitakan sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta mencatat jumlah penduduk miskin di Jakarta pada Maret 2025 sebanyak 464,87 ribu orang, naik sebanyak 15,8 ribu orang dibandingkan September 2024 yang mencapai 449,07 ribu orang.

    “Jumlah penduduk miskin sebesar 464,87 ribu orang, naik 15,8 ribu orang untuk posisi di Maret 2025 terhadap September 2024 yang sebesar 449,07 ribu orang,” kata Kepala BPS DKI Jakarta Nurul Hasanudin, Jumat, 25 Juli.

    Adapun angka kemiskinan di Jakarta pada Maret 2025 sebesar 4,28 persen, naik sebesar 0,14 persen dibandingkan September 2024 yang sebesar 4,14 persen.

    Berdasarkan catatan BPS DKI, jika dibandingkan pada Maret 2024, angka kemiskinan pada Maret 2025 turun 0,02 persen yakni dari 4,3 persen menjadi 4,28 persen. Kondisi ini kemudian menempatkan Jakarta di urutan ketiga terendah secara nasional setelah Bali dan Kalimantan Selatan.

    Sementara untuk angka kemiskinan nasional tercatat sebesar 8,47 persen dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 23,85 juta orang. “Untuk angka kemiskinan perkotaan, dari 39 provinsi di Indonesia, sebanyak 21 provinsi mengalami peningkatan tingkat kemiskinan. dan kenaikan (kemiskinan) Jakarta 0,14 persen.”

  • Masih 23,85 Juta Orang Terjebak dalam Kemiskinan Ekstrem, Istana Ungkap Target Pemerintah

    Masih 23,85 Juta Orang Terjebak dalam Kemiskinan Ekstrem, Istana Ungkap Target Pemerintah

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah menyebut akan berupaya menekan jumlah penduduk yang terjebak dalam kemiskinan esktrem lebih rendah lagi. Pernyataan ini menyusul rilis data Badan Pusat Statistik yang menyebut 23,85 juta orang di Indonesia masih berada dalam kemiskinan ekstrem.

    Meski jumlah ini hampir setara dengan penduduk satu benua Australia, jumlah kemiskinan esktrem ini adalah yang terendah sejak BPS melakukan penghitungan pada 1960 pada level 8,47%. 

    Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyebut pemerintah tidak berpuas diri dan akan terus bekerja keras untuk mencapai target penghapusan kemiskinan ekstrem selama masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

    “Berkenaan dengan turunnya angka kemiskinan yang sudah disampaikan oleh BPS, tentunya ini sesuatu yang menggembirakan jika dilihat dari sisi penurunan tersebut. Tapi sesungguhnya kami di pemerintah masih terus ingin bekerja keras agar semakin sedikit saudara-saudara kita yang masih tertinggal dalam garis kemiskinan ekstrem,” ujarnya kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (25/7/2025).

    Lebih lanjut, dia menekankan bahwa upaya pengentasan kemiskinan tidak bisa hanya dibebankan kepada pemerintah semata. Partisipasi aktif masyarakat, dunia usaha, dan sektor pendidikan juga sangat penting dalam menciptakan ekosistem yang mendukung lahirnya lapangan kerja baru.

    “Mengentaskan kemiskinan tidak bisa menjadi domain pemerintah saja. Pemerintah menyiapkan strategi dan regulasi, tapi masyarakat dan dunia usaha punya peran besar. Kita harus mendorong sebanyak-banyaknya warga negara kita untuk menciptakan lapangan pekerjaan, bukan hanya mencari,” tegasnya.

    Prasetyo juga menyoroti pentingnya perubahan pola pikir, khususnya di kalangan generasi muda, agar tidak hanya terpaku menjadi pencari kerja, melainkan turut menciptakan peluang usaha sendiri.

    “Kita ini masih rendah dari sisi jumlah warga yang menjadi pengusaha. Ini pekerjaan rumah besar: bagaimana mengubah mindset generasi muda untuk lebih banyak jadi pencipta lapangan kerja,” katanya.

    Meskipun optimis terhadap tren penurunan, tetapi Prasetyo menekankan bahwa penghapusan kemiskinan ekstrem hingga 0 persen tetap menjadi target ambisius pemerintah dalam lima tahun ke depan. Dia juga mengakui bahwa masih ada kelompok masyarakat yang secara realistis tetap perlu dukungan langsung dari negara.

    “Ada sebagian warga negara kita yang memang harus ditopang oleh negara. Misalnya saudara-saudara kita yang lanjut usia, hidup sendiri, atau secara fisik sudah tidak mampu bekerja. Dalam kondisi seperti itu, peran negara menjadi penting,” pungkas Prasetyo.

    Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2025 dengan klaim angka kemiskinan Indonesia per Maret 2025 turun menjadi 8,47%. Level kemiskinan ini jadi yang terendah sejak publikasi pertama pada 1960 dengan jumlah orang miskin setara 23,85 juta orang.

    “Maret 2025 jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 23,85 juta, atau turun 0,2 juta orang dibandingkan kondisi September 2024,” ujar Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono dalam konferensi pers di Kantor BPS, Jakarta, Jumat (25/7/2025).

    BPS juga mengungkapkan pihaknya mengadopsi penghitungan baru untuk kemiskinan ekstrem dari Bank Dunia sebagai indikator. Metode tersebut berkaitan dengan penghitungan besaran purchasing power parity (PPP). 

    “Jadi Bank Dunia mengadopsi metode baru untuk penghitungan PPP 2017, dan kami langsung mengkomunikasikan dan mengadopsinya,” jelasnya.

    Dalam indikator ini, BPS mengategorikan penduduk miskin ekstrem bagi mereka yang pengeluarannya per kapita di bawah US$2,15 PPP per hari. Untuk diketahui, BPS menyebut pada Mei 2025 lalu, kurs US$1 PPP berada pada level Rp5.993,03.

    Adapun, PPP merupakan pengukuran perbandingan biaya yang dibutuhkan untuk membeli suatu barang atau jasa di satu negara dengan di Amerika Serikat. Misalnya, US$1 di New York tentu memiliki daya beli yang berbeda dengan US$1 di Jakarta. PPP memungkinkan perhitungan keterbandingan tingkat kemiskinan antarnegara yang memiliki tingkat biaya hidup yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, kurs PPP berbeda untuk setiap negara.

  • Lebih Jujur dalam Mengukur Kemiskinan, Anas Minta Batas Jadi Rp999 Ribu

    Lebih Jujur dalam Mengukur Kemiskinan, Anas Minta Batas Jadi Rp999 Ribu

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Anas Urbaningrum, angkat bicara mengenai penetapan garis kemiskinan terbaru oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar Rp609.160 per bulan.

    Angka ini naik Rp13.918 dari sebelumnya Rp595.242 per bulan.

    Meski mengapresiasi penyesuaian tersebut, Anas menilai batas itu belum mencerminkan kondisi riil untuk menentukan seseorang dikategorikan miskin atau tidak.

    “Penyesuaian ini patut diapresiasi, tapi belum menciptakan batas yang tepat membedakan golongan miskin dan tidak miskin,” ujar Anas di X @anasurbaninggrum (26/7/2025).

    Anas mengusulkan agar garis kemiskinan dinaikkan menjadi Rp999.000 per bulan atau sekitar Rp33.275 per hari.

    Angka ini, menurutnya, lebih mendekati standar hidup layak dibandingkan ketentuan BPS yang hanya Rp20.305 per hari.

    “Dengan batas Rp999.000, persentase kemiskinan mungkin naik drastis, tapi ini lebih jujur. Angka bukan untuk kosmetik, melainkan dasar kerja bersama memerangi kemiskinan,” tegasnya.

    Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu menegaskan, kemiskinan bukan sekadar persoalan angka, melainkan menyangkut harkat dan martabat hidup rakyat.

    “Batas ini baru bermanfaat untuk menjaga dan memastikan bahwa prosentase kemiskinan bisa turun,” ucap Anas.

    Ia juga mendorong pemerintah untuk tidak hanya fokus pada penurunan persentase kemiskinan, melainkan juga meningkatkan kesejahteraan riil masyarakat melalui program-program yang tepat sasaran.

    “Banyak program diteruskan dan disertai kreasi-kreasi baru. Dan sudah seharusnya bukan (sekadar) membebaskan dari garis kemiskinan,” terangnya.

  • BPS Tetapkan Garis Kemiskinan 20 Ribu/Hari, Bisa Dapat Apa Aja?

    BPS Tetapkan Garis Kemiskinan 20 Ribu/Hari, Bisa Dapat Apa Aja?

    Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2025 tercatat mencapai 23,85 juta orang. Sementara, berdasarkan data survei sosial ekonomi nasional (Susenas) per Maret 2025, jumlah penduduk miskin ekstrem tercatat 2,38 juta orang.

    Badan Pusat Statistik (BPS) pun mengungkap kriteria penduduk miskin di Indonesia adalah orang yang memiliki pengeluaran di bawah garis kemiskinan yang tercatat Rp 609.160 per kapita per bulan, atau hanya Rp 20.305 per hari. Lalu pengeluaran Rp 20.000 per hari bisa dapat apa saja sih? Yuk simak selengkapnya berikut ini.

  • Jumlah Penduduk Miskin Turun, Istana: Pemerintah Ingin Kemiskinan Ekstrem 0 Persen – Page 3

    Jumlah Penduduk Miskin Turun, Istana: Pemerintah Ingin Kemiskinan Ekstrem 0 Persen – Page 3

    Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2025 sebanyak 23,85 juta orang. Angka ini mengalami penurunan sebanyak 0,2 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2024.

    Dalam persentase, tingkat kemiskinan nasional berada di angka 8,47 persen, turun 0,1 persen poin dari periode sebelumnya.

    “Saya akan mengumumkan tingkat kemiskinan di Indonesia pada Maret 2025. Maret 2025 jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 23,85 juta orang atau turun 0,2 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2024,” kata Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, dalam konferensi pers Profil Kemiskinan di Indonesia Kondisi Maret 2025, Jumat (25/7/2025).

    Ateng menjelaskan bahwa penurunan ini melanjutkan tren positif yang telah terjadi sejak Maret 2023. Sebelumnya, pada periode September 2022 hingga Maret 2022. sempat terjadi peningkatan kemiskinan sebesar 0,03 persen poin.

    Tren penurunan kemiskinan dalam dua tahun terakhir menunjukkan adanya pemulihan ekonomi pascapandemi dan stabilitas harga kebutuhan pokok yang relatif terjaga.

    Meski demikian, BPS tetap menekankan perlunya perhatian khusus terhadap kelompok masyarakat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.

    “Nah kemudian, sejak Maret 2023 sampai dengan Maret 2025 kemiskinan berangsur mengalami penurunan,” ujar Ateng.

  • 2 Versi Kemiskinan RI, Kok Bisa Beda Jauh?

    2 Versi Kemiskinan RI, Kok Bisa Beda Jauh?

    Jakarta

    Angka kemiskinan Indonesia telah resmi diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Namun, ada perbedaan angka kemiskinan antara versi yang dilaporkan BPS dengan versi Bank Dunia (World Bank).

    Menurut Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, Bank Dunia memperkenalkan standar baru dalam mengukur kemiskinan per Juni 2025. Hal ini termasuk juga dengan menggunakan standar garis kemiskinan ekstrem yang jadi sebesar US$ 3 berdasarkan purchasing power parity (PPP), atau paritas daya beli.

    “Bank Dunia memang memperkenalkan standar baru. Kemiskinan ekstrem untuk negara-negara berpendapatan menengah ke bawah atau lower middle income countries, termasuk Indonesia. Yaitu di bulan Juni ini, World Bank sudah merilis dengan standarnya yaitu US$ 3 PPP per kapita per hari,” ujarnya dalam konferensi pers yang dikutip pada Sabtu (26/7/2025).

    Berdasarkan standar itu, Bank Dunia memperkirakan ada sebanyak 5,44% penduduk Indonesia pada 2023 hidup di bawah garis kemiskinan ekstrem versi teranyar. Persentase ini menunjukkan adanya perbedaan data angka kemiskinan ekstrem versi BPS.

    Ateng juga bilang, saat ini pihaknya belum menggunakan tolok ukur US$ 3 PPP untuk menakar garis kemiskinan ekstrem Indonesia. Tetapi ia bilang, BPS akan tetap mengikuti perkembangan metode global dalam pengukuran kemiskinan esktrem.

    “Bank Dunia memperkirakan 5,44% penduduk Indonesia pada tahun 2023 berada di bawah garis kemiskinan ekstrim versi tersebut. Kemudian, sampai saat ini memang kita belum secara resmi mengadopsi batas US$ 3 PPP tersebut sebagai garis kemiskinan ekstrim nasional. Namun demikian, BPS akan terus mengikuti perkembangan metode global tentang pengukuran terutama kemiskinan ekstrim tersebut,” beber Ateng.

    Ateng juga bilang, BPS sampai saat ini masih mengacu pada standar US$ 2,15 PPP untuk menjaga konsistensi dengan penghitungan di tahun-tahun sebelumnya. Untuk diketahui, angka kemiskinan ekstrem RI per Maret 2024 yaitu sebesar 0,83% mengacu pada US$ 1,9 PPP versi 2011.

    “Kami masih menggunakan US$ 2,15 PPP karena tadi agar memperbandingkan dengan periode atau tahun-tahun sebelumnya. Angka kemiskinan ekstrim pada Maret 2024 sebesar 0,83%, ini mengacu kepada US$ yang direvisi, US$ 1,9 2011 PPP. Angka tersebut diperoleh dari metode penghitungan yang lama,” bebernya.

    “Sementara itu, kemiskinan ekstrem 0,85% yang barusan kami rilis mengacu pada garis kemiskinan US$ 2,15 PPP di 2017, serta dihitung mengadopsi (dengan) jadi Bank Dunia mengeluarkan metode baru yang telah dikomunikasikan kami juga dengan World Bank,” ia menguraikan.

    Ateng bilang, Bank Dunia mengadopsi metode baru untuk penghitungan PPP 2017 yang langsung diadopsi oleh BPS. Kemudian, per Maret 2024 ketika angka kemiskinan ekstrem dihitung dengan metode yang sama, Ateng bilang ada persentasenya sebesar 1,26%.

    “Pada Maret 2024 ketika dihitung dengan metode yang sama, hasilnya 1,26%. Sehingga kemiskinan ekstrem Maret 2025 turun dibandingkan dengan esktrem Maret 2024. Intinya metode baru ini, kita yang lama masih menggunakan pertumbuhan CPI (consumer price index), yang baru ini kita sudah mengadopsi salah satu di PBB, deflator ya, spasial deflator. Itu perbedaannya. Jadi, yang lama hanya digerakkan CPI, sekarang sudah ada namanya spasial deflator,” ungkapnya.

    Kemiskinan Versi Bank Dunia

    Foto: Pradita Utama

    Mengacu pada fact sheet yang dikeluarkan Bank Dunia per 13 Juni 2025, estimasi angka kemiskinan oleh Bank Dunia sengaja dibuat berbeda dengan definisi kemiskinan nasional yang digunakan oleh sebagian besar pemerintah.

    Definisi kemiskinan nasional dan internasional sengaja dibuat berbeda karena digunakan untuk tujuan yang berbeda. Garis kemiskinan nasional ditetapkan oleh pemerintah masing-masing negara, menyesuaikan dengan konteks unik negara tersebut.

    Garis kemiskinan nasional digunakan untuk mengimplementasikan kebijakan di tingkat nasional, seperti penargetan bantuan kepada masyarakat miskin.

    Bank Dunia menjelaskan, tidak ada definisi tunggal kemiskinan yang dapat digunakan untuk semua tujuan, dan inilah alasan mengapa ada perbedaan dalam garis dan metode penghitungan.

    Menurut Bank Dunia, garis kemiskinan nasional dan statistik kemiskinan yang diterbitkan oleh BPS adalah yang paling tepat sebagai tolok ukur. Garis kemiskinan internasional yang diterbitkan oleh Bank Dunia sesuai digunakan untuk memantau kemiskinan global dan membandingkan Indonesia dengan negara lain atau standar global.

  • Video BPS Rilis Data Ketimpangan, Jurang Si Kaya-Si Miskin Masih Lebar

    Video BPS Rilis Data Ketimpangan, Jurang Si Kaya-Si Miskin Masih Lebar

    Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rasio gini atau ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia. Data per Maret 2025, ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia mencapai 0,375.

    Ketimpangan di perkotaan pada Maret 2025 sebesar 0,395, lebih rendah 0,007 poin dibandingkan September 2024. Sementara itu, ketimpangan di pedesaan pada Maret 2025 sebesar 0,299, lebih rendah 0,009 jika dibandingkan September 2024.

  • Cara Hitung Orang Miskin di RI Mau Diganti, Ini Bocorannya

    Cara Hitung Orang Miskin di RI Mau Diganti, Ini Bocorannya

    Jakarta

    Badan Pusat Statistik (BPS) sedang menyiapkan perubahan untuk penyempurnaan metode penghitungan kemiskinan Indonesia. Keputusan ini diambil setelah sejak tahun 1998 tidak mengalami perubahan.

    Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono mengatakan pihaknya sudah melakukan berbagai proses terkait penyempurnaan metode penghitungan kemiskinan, termasuk kajian di internal. Harapannya metode baru itu sudah siap jika diimplementasikan pada 2026.

    “Harapannya mudah-mudahan, ya kami akan menunggu saja, kalau kami ketika nanti akan diimplementasikan apakah tahun depan Maret 2026, ataukah lainnya kami tetap menunggu dan kami tim teknis terus melakukan persiapan demi persiapan di metode baru tersebut,” kata Ateng dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025).

    Terpisah, Direktur Statistik Ketahanan Sosial BPS Nurma Midayanti mengatakan metode penghitungan kemiskinan Indonesia saat ini sudah tidak relevan dengan kondisi yang ada. Salah satu yang akan diubah adalah komoditi yang berkaitan dengan pengeluaran makanan.

    “Dari sisi komoditi, metode lama itu sebenarnya jenis komoditinya sudah tidak cocok lagi kita gunakan. Jadi kita lagi mengkaji, kita akan melihat komoditi apa yang digunakan sehingga lebih mencerminkan kondisi yang sebenarnya berkaitan dengan pengeluaran makanan. Kita menghitung metode sekarang itu dari tahun 1998, jadi memang sudah lebih dari dua dekade. Konsumsi makanan pada saat orang jaman dulu dan sekarang kan berbeda, sudah ada gen Z, pola konsumsi makannya di kafe,” ungkap Nurma.

    Nurma menyebut saat ini pihaknya sedang menuntaskan kajian melalui naskah akademis. Perubahan metode penghitungan kemiskinan ini juga melibatkan Dewan Ekonomi Nasional (DEN).

    “Keputusan metode baru ini tidak murni oleh BPS, (tetapi juga) oleh Bappenas, DEN ikut sekarang untuk mengawal penghitungan metode baru,” imbuh Nurma.

    Penghitungan Metode Kemiskinan Saat Ini

    Gedung BPS/Foto: Ari Saputra

    Profil kemiskinan Maret 2025 dihitung berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada Februari 2025. Jumlah sampel sebanyak 345 ribu rumah tangga yang tersebar di 38 provinsi dan 514 kabupaten/kota.

    Sebagai pengertian, yang dinamakan penduduk miskin adalah saat mereka pengeluarannya berada di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan Maret 2025 berdasarkan Susenas sebesar Rp 609.160 per kapita per bulan, meningkat 2,34% dibandingkan dengan September 2024.

    Lebih rinci dicatat garis kemiskinan kota sebesar Rp 629.561 per kapita per bulan. Garis kemiskinan kota tersebut lebih tinggi dibandingkan garis kemiskinan pedesaan yang mencapai Rp 580.349 per kapita per bulan, naik jika dibandingkan kondisi September 2024 sebesar 2,42%.

    Penghitungan ini didasarkan pada standar nasional konsumsinya, baik makanan dan non makanan. Lebih rinci dijelaskan untuk makanan share-nya lebih besar yakni 74,58% dan sisanya 25,42% bukan makanan.

    Halaman 2 dari 2

    (aid/acd)

  • Pemerintah dinilai perlu perluas stimulus ekonomi guna genjot konsumsi

    Pemerintah dinilai perlu perluas stimulus ekonomi guna genjot konsumsi

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Pemerintah dinilai perlu perluas stimulus ekonomi guna genjot konsumsi
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Jumat, 25 Juli 2025 – 17:17 WIB

    Elshinta.com – Pemerintah dinilai perlu mengambil langkah-langkah strategis dalam waktu kurang dari enam bulan ke depan guna mendorong peningkatan konsumsi, salah satu caranya adalah dengan memperluas dan memperpanjang paket stimulus ekonomi.

    Centre of Reform on Economics (CORE), dalam laporan CORE Mid-Year Economic Review 2025 yang dirilis di Jakarta, Jumat, menyoroti urgensi perluasan cakupan bantuan tunai langsung (BLT).

    Program ini, yang terbukti ampuh menopang daya beli masyarakat, perlu difokuskan untuk menjangkau lebih banyak rumah tangga menengah ke bawah.

    “Dengan fokus khusus pada pemulihan kemampuan konsumsi makanan pokok,” demikian laporan tersebut.

    Selain itu, CORE juga merekomendasikan pemerintah untuk mempertimbangkan kebijakan diskon tarif listrik.

    Data menunjukkan bahwa biaya listrik menyumbang rata-rata 10 persen dari total pengeluaran rumah tangga di Indonesia sehingga diskon ini diharapkan dapat meringankan beban finansial masyarakat.

    Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya melaporkan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal I-2025 hanya tumbuh 4,87 persen, melambat dari 4,91 persen pada periode yang sama tahun sebelumnya.

    Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2025 juga melambat menjadi 4,87 persen secara tahunan, turun dari 5,11 persen di kuartal I-2024.

    Menyikapi kondisi ini, pemerintah telah mengucurkan lima paket stimulus ekonomi senilai total Rp24,44 triliun selama dua bulan, yaitu Juni dan Juli.

    Dari jumlah tersebut, Rp23,59 triliun berasal dari APBN dan sisanya Rp0,85 triliun dari sumber non-APBN.

    Stimulus ini mencakup beragam inisiatif, seperti diskon tiket transportasi, diskon tarif tol, penebalan bantuan sosial (tambahan kartu sembako Rp200 ribu per bulan dan 10 kg beras untuk 18,3 juta penerima).

    Juga bantuan subsidi upah Rp300 ribu per bulan untuk 17,3 juta pekerja bergaji di bawah Rp3,5 juta, serta diskon iuran jaminan kecelakaan kerja (JKK) 50 persen selama enam bulan bagi pekerja di sektor padat karya.

    Namun, CORE menyebut bahwa paket stimulus yang telah digelontorkan pemerintah ini hanya setara dengan 0,8 persen dari total PDB konsumsi Indonesia pada kuartal I 2025.

    Konsumsi rumah tangga kerap menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Konsumsi rumah tangga menyumbang porsi besar pada Produk Domestik Bruto (PDB), sekitar 53-56 persen. Pada kuartal pertama tahun 2025, kontribusinya mencapai 54,53 persen dari PDB. 

    Sumber : Antara

  • Pram akan pelajari penyebab angka kemiskinan di Jakarta meningkat

    Pram akan pelajari penyebab angka kemiskinan di Jakarta meningkat

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Pram akan pelajari penyebab angka kemiskinan di Jakarta meningkat
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Jumat, 25 Juli 2025 – 23:23 WIB

    Elshinta.com – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo akan mempelajari lebih lanjut penyebab kenaikan jumlah penduduk miskin di Jakarta berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta.

    “Apakah itu betul kemiskinan karena semata-mata warga yang ada di Jakarta atau memang sekarang persoalannya orang menaruh harapan yang tinggi untuk datang di Jakarta dan itu datang dari berbagai daerah,” kata Pram saat ditemui di Anjungan Sarinah, Jakarta Pusat, Jumat.

    Menurut Pram, saat ini jumlah pencari kerja di Jakarta mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Kondisi ini bisa saja berpengaruh pada data kemiskinan yang dikeluarkan BPS.

    BPS Provinsi Jakarta mencatat tingkat kemiskinan di Jakarta mengalami kenaikan pada Maret 2025.

    Kepala BPS Jakarta Nurul Hasanudin menyampaikan, persentase penduduk miskin mencapai 4,28 persen, meningkat 0,14 persen poin dibandingkan September 2024 yang sebesar 4,14 persen.

    “Jumlah penduduk miskin pada Maret 2025 tercatat sebanyak 464,87 ribu orang. Naik sekitar 15.800 orang dibandingkan enam bulan sebelumnya,” kata Nurul dalam rilis data resmi di Kantor BPS Jakarta, Jumat.

    Meski begitu, jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (Maret 2024), persentase kemiskinan di Jakarta sedikit menurun dari 4,30 persen menjadi 4,28 persen.

    Kenaikan jumlah penduduk miskin salah satunya dipengaruhi oleh naiknya garis kemiskinan. Pada Maret 2025, garis kemiskinan Jakarta tercatat sebesar Rp 852.798 per kapita per bulan atau naik 6,79 persen dari September 2024.

    Begitu garis kemiskinan naik, penduduk yang sebelumnya sedikit di atas garis itu bisa langsung terdampak dan masuk kategori miskin,” kata Nurul.

    Komoditas penyumbang terbesar dari sisi makanan adalah beras (16,65 persen), rokok kretek filter (9,53 persen), daging ayam ras (5,06 persen), telur ayam ras (4,87 persen) serta sayur dan bawang merah.

    Sumber : Antara