Kementrian Lembaga: BPS

  • Warga Bekasi Keluar Duit Rp 1,9 Juta Tiap Bulan Cuma Buat Ongkos Transportasi

    Warga Bekasi Keluar Duit Rp 1,9 Juta Tiap Bulan Cuma Buat Ongkos Transportasi

    Jakarta

    Warga yang tinggal di Bekasi harus merogoh duit Rp 1,9 juta setiap bulan untuk ongkos transportasi. Ini membuat Bekasi jadi wilayah dengan ongkos transportasi tertinggi.

    Ongkos transportasi untuk warga yang tinggal di Bekasi rupanya paling tinggi di Indonesia. Setiap bulan, warga Bekasi harus merogoh duit Rp 1,91 juta. Data survei biaya hidup Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ongkos transportasi warga Bekasi itu sekitar 14 persen dari total biaya hidup. Dirjen Integrasi Tranportasi dan Multimoda Kementerian Perhubungan Risal Wasal mengungkap mahalnya ongkos transportasi itu lantaran belum banyak terintegrasi dengan transportasi umum.

    “Ini karena kita first miles-last miles yang nggak bagus. Ya, artinya masih mahal. Orang ke kantor harus naik ojek atau naik apa, menuju ke public transport-nya. Dari public transport kalau dia bawa mobil harus parkir, parkirnya mahal. Padahal naik keretanya cuma Rp 3.500,” kata Risal dikutip detikFinance.

    Idealnya, biaya transportasi di bawah 10 persen dari total biaya hidup dalam sebulan. Namun pada kenyataannya, di kota-kota besar Indonesia, biaya transportasi itu di atas 10 persen dari total biaya hidup.

    Selain Bekasi, ongkos transportasi tinggi juga harus dikeluarkan warga di Depok. Bahkan persentase dari total biaya hidup justru lebih besar dari warga di Bekasi. Warga yang tinggal di Depok harus keluar duit Rp 1,8 juta per bulan atau 16,3 persen dari total biaya hidup.

    Di posisi ketiga ada Surabaya. Warga di Kota Pahlawan itu mengeluarkan duit Rp 1,62 juta per bulan atau sekitar 13,6 persen dari total biaya hidup. Ongkos transportasi di Jakarta pun tak kalah tinggi. BPS mencatat warga Jakarta keluar duit Rp 1,59 juta per bulan atau sekitar 11,8 persen dari total biaya hidup.

    10 Kota dengan Ongkos Transportasi Tertinggi di Indonesia

    Selanjutnya adalah warga Bogor. 12,54 persen dari total buaya hidup warga Bogor adalah untuk ongkos transportasi. Besarannya yaitu Rp 1,23 juta per bulan. Untuk tahu lebih lengkapnya, berikut ini 10 kota dengan ongkos transportasi tertinggi di Indonesia.

    1. Bekasi: Rp 1,91 juta per bulan atau sekitar 14% dari total biaya hidup
    2. Depok: Rp 1,80 juta per bulan atau sekitar 16,3% dari total biaya hidup
    3. Surabaya: Rp 1,62 juta per bulan atau sekitar 13,6% dari total biaya hidup
    4. Jakarta: Rp 1,59 juta per bulan atau sekitar 11,8% dari total biaya hidup
    5. Bogor: Rp 1,23 juta per bulan atau sekitar 12,54% dari total biaya hidup
    6. Batam: Rp 1,17 juta per bulan atau sekitar 12,8% dari total biaya hidup
    7. Makassar: Rp 1,15 juta per bulan atau sekitar 11,52% dari total biaya hidup
    8. Jayapura: Rp 1,12 juta per bulan atau sekitar 12,4% dari total biaya hidup
    9. Balikpapan: Rp 981 ribu per bulan atau sekitar 11,51% dari total biaya hidup
    10. Palembang: Rp 918 ribu per bulan atau sekitar 11% dari total biaya hidup

    (dry/din)

  • DKI kemarin, penamaan Taman ASEAN batal hingga Dirut FS mundur

    DKI kemarin, penamaan Taman ASEAN batal hingga Dirut FS mundur

    Jakarta (ANTARA) – Sejumlah berita di DKI Jakarta pada Jumat (1/8) masih menarik untuk disimak hari ini mulai dari batalnya pemberian nama Taman ASEAN hingga Pramono terima surat pengunduran diri Dirut Food Station.

    Berikut rangkumannya:

    1. Nama Taman ASEAN batal, akan diganti jadi Taman Bendera Pusaka

    Penggabungan Taman Ayodya, Taman Langsat dan Taman Leuser batal dinamakan Taman ASEAN dan direncanakan akan diganti menjadi Taman Bendera Pusaka.

    Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta M. Fajar Sauri Fajar di Jakarta, Jumat, menjelaskan, alasan ketiga taman tersebut batal dinamai Taman ASEAN dikarenakan perlunya waktu dan birokrasi panjang antarnegara untuk bisa menggunakan nama tersebut.

    Baca selengkapnya di sini.

    2. Bensin jadi penyumbang tertinggi inflasi Jakarta pada Juli 2025

    Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta mencatat bensin menjadi komoditas utama penyumbang tertinggi inflasi di Jakarta pada Juli 2025, yakni sebesar 0,04 persen.

    Secara umum, inflasi bulanan di Jakarta pada Juli 2025 sebesar 0,11 persen.

    Baca selengkapnya di sini.

    3. DKI fokus jaga pendistribusian pangan lewat Food Station

    Staf Khusus Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta Bidang Komunikasi Publik, Cyril Raoul Hakim alias Chico Hakim mengatakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan memprioritaskan untuk menjaga pendistribusian pangan melalui Food Station agar tidak terganggu.

    Hal tersebut diungkapkan Chico sebagai buntut ditetapkannya tiga pejabat PT Food Station sebagai tersangka oleh Satgas Pangan Polri dalam kasus dugaan pelanggaran mutu beras atau beras oplosan, yakni Dirut berinisial KG, Direktur Operasional berinisial RL dan Kepala Seksi Quality Control berinisial RP.

    Baca selengkapnya di sini.

    4. Peralihan hak tanah secara elektronik di DKI dorong efisiensi layanan

    Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyebutkan peralihan hak tanah secara elektronik di wilayah DKI Jakarta mendorong efisiensi pelayanan hingga 30 persen dari metode sebelumnya.

    “Sekitar 30 persen lebih efisien, berdasarkan penelitian dari lembaga yang menerbitkan tanda tangan elektronik,” kata Kepala Pusat Data dan Informasi Pertanahan, Tata Ruang dan Lahan Pertanian Kementerian ATR/BPN I Ketut Gede Ary Sucaya usai meresmikan pemberlakuan pelayanan Peralihan hak tanah secara elektronik di Kantor Pertanahan Kota Jakarta Barat, Kembangan, Jumat.

    Baca selengkapnya di sini.

    5. Pramono terima surat pengunduran diri Dirut Food Station

    Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo telah menerima surat pengunduran diri Direktur Utama PT Food Station (FS) Tjipinang Jaya Karyawan Gunarso (KG) menyusul ditetapkannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelanggaran standar mutu beras premium oleh Satgas Pangan Polri.

    Surat pengunduran diri tersebut disampaikan langsung melalui Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta dan telah ditindaklanjuti sesuai mekanisme yang berlaku di lingkungan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

    Baca selengkapnya di sini.

    Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • AS jadi penyumbang surplus neraca perdagangan terbesar RI

    AS jadi penyumbang surplus neraca perdagangan terbesar RI

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    BPS: AS jadi penyumbang surplus neraca perdagangan terbesar RI
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Jumat, 01 Agustus 2025 – 14:27 WIB

    Elshinta.com – Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut Amerika Serikat menjadi negara penyumbang surplus neraca perdagangan yang terbesar dengan nilai 9,92 miliar dolar AS pada periode Januari-Juni 2025.

    Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan, tiga komoditas unggulan nonmigas yang menyumbang surplus adalah mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya 2,19 miliar dolar AS, pakaian dan aksesoris (rajutan) 1,28 miliar dolar AS, dan alas kaki 1,27 miliar dolar AS.

    “Tiga negara penyumbang surplus terbesar adalah Amerika Serikat sebesar 9,92 miliar dolar AS, kemudian India sebesar 6,64 miliar dolar AS, dan Filipina sebesar 4,36 miliar dolar AS,” ujarnya di Jakarta, Jumat.

    Dari sisi ekspor, Amerika Serikat berada pada urutan kedua terbesar dengan nilai 14,79 miliar dolar AS pada periode Januari-Juni 2025.

    Tiga komoditas penopang adalah mesin dan perlengkapan elektrik sebesar 2,80 miliar dolar AS, alas kaki sebesar 1,29 miliar dolar AS, pakaian dan aksesoris (rajutan) 1,28 miliar dolar AS.

    “Ekspor nonmigas ke Amerika Serikat untuk Juni 2025 turun 2,05 persen dibandingkan Mei 2025, namun meningkat 33,49 persen dibandingkan Juni 2024,” katanya.

    Secara kumulatif Januari hingga Juni 2025, nilai ekspor meningkat 20,71 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

    Selain itu, Pudji juga menyebut 10 komoditas ekspor tersebar Indonesia ke Amerika Serikat untuk Januari-Juni 2025 adalah mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS85), alas kaki (HS64), pakaian dan aksesoris (rajutan) (HS61), serta pakaian dan aksesoris bukan rajutan (HS62).

    Kemudian, lemak dan minyak hewani atau nabati (HS15), karet dan barang dari karet (HS40), perabot lampu dan alat penerangan (HS94), ikan krustasea dan molusca (HS03), mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya (HS84), dan berbagai produk kimia (HS38).

    Terkait dengan dampak tarif resiprokal sebesar 10 persen dari Amerika Serikat selama masa negosiasi beberapa waktu lalu, dia mengatakan, perlu melakukan kajian lebih lanjut karena tidak semua komoditas ekspor dikenakan tarif tersebut.

    Sementara itu, total impor nonmigas dari Amerika pada periode Januari-Juli 2025 tercatat sebesar 4,87 miliar dolar AS.

    Tiga komoditas penyumbang impor terbesar adalah mesin dan peralatan mekanis (HS84) sebesar 0,95 miliar dolar AS, mesin dan perlengkapan elektrik (HS85) sebesar 0,62 miliar dolar AS, serta biji dan buah mengandung minyak (HS12) sebesar 0,51 miliar.

    Sumber : Antara

  • Surplus Dagang RI-AS Diuji Tarif Trump, Apindo Ungkap Tantangannya

    Surplus Dagang RI-AS Diuji Tarif Trump, Apindo Ungkap Tantangannya

    Bisnis.com, JAKARTA — Surplus dagang Indonesia dengan Amerika Serikat bakal mendapatkan ujian usai Presiden Donald Trump menerapkan tarif resiprokal sebesar 19%.

    Adapun, neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2025 mengantongi surplus US$4,10 miliar, meski menciut secara bulanan imbas kinerja ekspor yang turun. Pada Mei 2025, neraca perdagangan Indonesia mampu mencapai US$4,30 miliar.

    Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani mengatakan, meski saat ini Indonesia masih mencatat surplus neraca perdagangan, tetapi ke depan akan semakin menantang usai diberlakukannya tarif resiprokal Trump terhadap semua negara, termasuk Indonesia.

    Tarif Trump dijadwalkan mulai berlaku dalam tujuh hari ke depan sejak dirilisnya keputusan terbaru Trump pada 1 Agustus 2025, atau akan diberlakukan mulai 7 Agustus 2025.

    “Kami tentu bersyukur kita masih bisa mempertahankan surplus perdagangan. Sejujurnya pasca adanya tarif resiprokal AS, Indonesia harus kerja keras agar bisa tetap surplus hingga akhir tahun,” kata Shinta, Jumat (1/8/2025).

    Menurut Shinta, ada sejumlah faktor yang membuat Indonesia harus bekerja keras mempertahankan surplus neraca perdagangan. Pertama, pasar global diproyeksikan mengalami kontraksi permintaan sebagai efek samping dari penyesuaian pasar global terhadap arah kebijakan perdagangan AS.

    “Ini bahkan diamini oleh institusi internasional seperti WTO yang memperkirakan demand perdagangan global akan kontraksi setidaknya 0,2%, di mana potensi kontraksi demand akan semakin besar pada negara-negara berkembang dan LDCs yang diversifikasi perdagangannya rendah seperti Indonesia,” ujarnya.

    Selain itu, Shinta menuturkan bahwa harga komoditas global juga diperkirakan turun karena perubahan iklim perdagangan global. Imbasnya, semakin menyulitkan Indonesia dan negara berkembang lain untuk meningkatkan kinerja ekspor. 

    Kedua, Indonesia harus rela kehilangan sebagian surplus perdagangan dengan AS sebagai bentuk komitmen dalam perjanjian dagang antara Indonesia dan Negara Paman Sam.

    Ketiga, kebutuhan impor Indonesia yang terus meningkat menjadi tantangan dalam menjaga surplus perdagangan. Shinta mengatakan bahwa Indonesia tidak bisa secara agresif menekan impor melalui regulasi untuk menciptakan surplus perdagangan.

    “Karena langkah ini akan sangat backfire [berdampak negatif] terhadap pertumbuhan ekonomi dan kinerja industri di dalam negeri, termasuk pertumbuhan kinerja ekspor itu sendiri,” sambungnya.

    Terlebih, Shinta menyampaikan bahwa sekitar 90% impor Indonesia adalah bahan baku/penolong dan barang modal yang dibutuhkan industri dalam negeri agar investasi terealisasi dan bisa memproduksi barang/jasa termasuk produk ekspor untuk menjaga stabilisasi pasar domestik.

    “Jadi impor harus tetap dibuka dan dibiarkan tumbuh selama tidak merusak persaingan dagang yang sehat di dalam negeri, dengan risiko terhadap penciptaan surplus dagang,” lanjutnya.

    Menurut Shinta, ketiga hal itu bisa menciptakan kesulitan bagi Indonesia untuk mempertahankan surplus perdagangan ke depan jika hanya mengandalkan kondisi status quo.

    “Satu-satunya cara untuk mempertahankan surplus adalah dengan diversifikasi produk ekspor dan negara tujuan ekspor,” ujarnya.

    Shinta menilai bahwa idealnya perlu dilakukan dengan peningkatan investasi atau industrialisasi yang berorientasi ekspor sehingga volume ekspor, ragam ekspor, dan pasar tujuan ekspor menjadi meningkat.

    Di samping itu, Shinta menyebut untuk alternatif lain untuk mempertahankan surplus neraca perdagangan adalah dengan membuat biaya berbisnis di dalam negeri menjadi lebih efisien (cost of doing business) yang utamanya untuk industri berorientasi ekspor.

    Selain itu, sambung dia, perlu adanya dukungan terhadap eksportir berupa stimulus seperti perluasan akses, pembiayaan ekspor yang terjangkau, subsidi atau insentif untuk peningkatan kualitas produk ekspor, hingga untuk diversifikasi pasar tujuan ekspor.

    Dia menjelaskan, dengan adanya efisiensi bisnis dan insentif akan mendongkrak volume dan kinerja ekspor nasional secara eksponensial. Langkah ini juga menjadi antisipasi untuk menggantikan hilangnya surplus dari perdagangan dengan AS imbas tarif resiprokal.

    “Kalau kedua langkah ini tidak dilakukan [efisiensi bisnis dan insentif], ya akan sangat sulit bagi kita untuk memiliki surplus perdagangan ke depannya. Saat ini saja sudah sulit dipertahankan, apalagi setelah realisasi komitmen peningkatan impor dari AS,” terangnya.

    Sepanjang Januari—Juni 2025, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tiga negara penyumbang surplus neraca dagang terbesar adalah AS sebesar US$8,57 miliar, India sebesar US$6,59 miliar, dan Filipina sebesar US$4,4 miliar.

    Di sisi lain, tiga negara penyumbang defisit terdalam adalah China sebesar US$9,73 miliar, Singapura sebesar US$3,09 miliar, dan Australia US$2,66 miliar.

  • Ongkos Transportasi di Bekasi Paling Mahal Se-Indonesia, Apa Sebabnya?
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        1 Agustus 2025

    Ongkos Transportasi di Bekasi Paling Mahal Se-Indonesia, Apa Sebabnya? Megapolitan 1 Agustus 2025

    Ongkos Transportasi di Bekasi Paling Mahal Se-Indonesia, Apa Sebabnya?
    Penulis

    KOMPAS.com –
    Kota
    Bekasi
    tercatat sebagai kota dengan
    biaya transportasi
    tertinggi di Indonesia.
    Hal ini terungkap dari data Survei Biaya Hidup Badan Pusat Statistik (
    BPS
    ) 2018 yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Integrasi
    Transportasi
    dan Multimoda Kementerian Perhubungan, Risal Wasal.
    Biaya transportasi
    bulanan di Bekasi mencapai Rp 1.918.142 atau sekitar 14,02 persen dari total pengeluaran hidup warga.
    Tingginya angka ini bukan semata disebabkan oleh tarif angkutan umum, melainkan oleh biaya tambahan seperti
    ongkos
    menuju dan dari titik
    transportasi
    umum atau yang dikenal dengan istilah
    first mile
    dan
    last mile
    .
    “Kalau saat ini teman-teman naik kereta api murah Rp 3.500 sampai Rp 6.000. Tapi
    first mile
    -nya, ojolnya Rp 25.000, parkirnya Rp 10.000,” jelas Risal, Kamis (31/7/2025), dikutip dari
    Tribunnews
    .
    Selain Bekasi, kota lain dengan biaya transportasi tinggi, antara lain:
    Risal menjelaskan, masyarakat tetap harus mengeluarkan ongkos tambahan walaupun tarif kereta cukup terjangkau.
    Biaya tersebut mencakup ongkos ojek
    online
    , parkir kendaraan pribadi di sekitar stasiun, atau transportasi lanjutan ke tempat tujuan.
    “Naik transportasi umum kalau dia bawa mobil harus parkir, parkirnya mahal. Padahal keretanya cuma Rp 3.500,” katanya.
    Sebagai upaya ke depan, Direktorat Jenderal yang ia pimpin berencana mencari solusi untuk menekan biaya
    first mile
    dan
    last mile
    tersebut.
    Tujuannya adalah untuk meringankan beban pengeluaran harian masyarakat dalam bertransportasi.
    “Bagaimana tadi first mile dan last mile-nya itu bisa kita reduksi. Jadi, biaya orang itu untuk transportasi bisa kita kurangi,” ujar Risal.
    Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul “Biaya Transportasi di Bekasi Termahal di Indonesia, Salah Satunya karena Biaya Parkir” (Endrapta Ibrahim Pramudhiaz/Tribun)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • BI: Modal asing keluar bersih Rp16,24 triliun pada 28-31 Juli 2025

    BI: Modal asing keluar bersih Rp16,24 triliun pada 28-31 Juli 2025

    Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) mencatat aliran modal asing keluar bersih dari pasar keuangan domestik sebesar Rp16,24 triliun pada pekan terakhir bulan Juli, yakni periode transaksi 28-31 Juli 2025.

    Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso melalui keterangannya di Jakarta, Jumat, merinci bahwa jumlah tersebut terdiri dari modal asing keluar bersih di pasar saham, Surat Berharga Negara (SBN), dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) masing-masing sebesar Rp2,27 triliun, Rp1,37 triliun, dan Rp12,60 triliun.

    Sejak awal tahun ini hingga 31 Juli 2025, modal asing keluar bersih di pasar saham dan SRBI masing-masing sebesar Rp58,69 triliun dan Rp77,39 triliun. Sedangkan modal asing masuk bersih di pasar SBN sebesar Rp59,07 triliun.

    Premi risiko investasi (credit default swaps/CDS) Indonesia 5 tahun tercatat naik dari 69,94 basis poin (bps) per 25 Juli 2025 menjadi 71,40 bps per 31 Juli 2025.

    Nilai tukar rupiah dibuka melemah tipis di level Rp16.500 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Jumat (1/8), dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan Kamis (31/7) di level Rp16.450 per dolar AS.

    Adapun indeks dolar AS (DXY) tercatat menguat ke level 99,97 pada akhir perdagangan Kamis (31/7).

    DXY merupakan indeks yang menunjukkan pergerakan dolar AS terhadap enam mata uang negara utama antara lain euro, yen Jepang, pound Inggris, dolar Kanada, krona Swedia, dan franc Swiss.

    Imbal hasil atau yield SBN 10 tahun tercatat stabil di level 6,56 persen pada Jumat (1/8) pagi, sama seperti pada akhir perdagangan Kamis (31/7).

    Sementara imbal hasil US Treasury Note 10 tahun turun ke level 4,374 persen pada akhir perdagangan Kamis (31/7).

    Bank Indonesia pun terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • BI: Surplus neraca perdagangan Juni 2025 perkuat ketahanan eksternal

    BI: Surplus neraca perdagangan Juni 2025 perkuat ketahanan eksternal

    Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) memandang, surplus neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2025 positif untuk menopang ketahanan eksternal perekonomian Indonesia lebih lanjut.

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis Jumat (1/8), neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2025 mencatat surplus sebesar 4,10 miliar dolar Amerika Serikat (AS), melanjutkan surplus pada Mei 2025 sebesar 4,30 miliar dolar AS.

    Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, mengatakan bahwa ke depan, bank sentral terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas lain.

    Hal ini dilakukan untuk meningkatkan ketahanan eksternal dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan.

    Adapun surplus neraca perdagangan yang berlanjut terutama bersumber dari surplus neraca perdagangan nonmigas yang tetap baik.

    Neraca perdagangan nonmigas pada Juni 2025 mencatat surplus sebesar 5,21 miliar dolar AS, seiring dengan tetap kuatnya ekspor nonmigas sebesar 22,33 miliar dolar AS.

    Kinerja positif ekspor nonmigas tersebut terutama didukung oleh ekspor berbasis sumber daya alam seperti lemak dan minyak hewani/nabati maupun ekspor produk manufaktur seperti berbagai produk kimia.

    Berdasarkan negara tujuan, ekspor nonmigas ke Tiongkok, Amerika Serikat, dan India tetap menjadi kontributor utama ekspor Indonesia.

    Sementara itu, defisit neraca perdagangan migas tercatat menurun menjadi sebesar 1,11 miliar dolar AS pada Juni 2025 sejalan dengan penurunan impor migas yang lebih besar dibandingkan dengan penurunan ekspor migas.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Tarif Trump Berlaku 7 Agustus, Begini Respons Apindo

    Tarif Trump Berlaku 7 Agustus, Begini Respons Apindo

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebut tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) akan berdampak pada neraca perdagangan Indonesia. Hal ini menyusul dengan diberlakukannya tarif resiprokal dari Presiden AS Donald Trump mulai 7 Agustus 2025.

    Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, surplus perdagangan Indonesia diperkirakan masih bisa bertahan dengan adanya impor beberapa produk dari Negara Paman Sam, seperti minyak dan gas (migas), pesawat, hingga pangan.

    “Pasca 7 Agustus, kami meyakini surplus masih bisa bertahan hingga adanya realisasi impor migas, pesawat, dan pangan dari AS,” kata Shinta kepada Bisnis, Jumat (1/8/2025).

    Kendati demikian, Shinta menilai pasca realisasi komitmen impor tersebut potensi terjadinya surplus dagang secara nasional —berdasarkan agregat perdagangan Indonesia dengan seluruh dunia— akan semakin menyusut. Bahkan, dia menyebut penurunan surplus neraca perdagangan dengan AS diperkirakan akan mudah terlihat.

    “Surplus dagang dengan AS diperkirakan akan menjadi yang pertama-pertama terlihat jelas kontraksinya,” ujarnya.

    Di samping itu, Apindo juga meragukan apakah surplus perdagangan Indonesia—AS tetap dapat bertahan tanpa efek samping seperti retaliasi tarif dari AS seperti yang terjadi antara AS dengan Kanada dan Meksiko.

    “… karena basis kesepakatan bilateral yang diciptakan Indonesia—AS untuk penurunan tarif resiprokal ke 19% adalah penurunan atau penghilangan surplus dagang Indonesia terhadap AS,” imbuhnya.

    Dengan kata lain, sambung Shinta, Indonesia tidak bisa lagi berharap mengantongi surplus dagang dengan AS jika mau tarif perdagangan dengan AS tetap rendah atau kompetitif.

    Meski begitu, Apindo berharap agar pemerintah bisa segera merealisasikan deregulasi untuk peningkatan efisiensi dan daya saing iklim usaha/investasi di dalam negeri untuk mendorong diversifikasi ekspor.

    “Kami juga berharap ada stimulasi ekspor yang lebih signifikan untuk meningkatkan volume perdagangan Indonesia dengan berbagai negara di dunia agar potensi penciptaan surplus perdagangan kita tetap tinggi atau setidaknya stabil bila pasar AS tidak lagi memberikan surplus perdagangan yang sebesar saat ini,” tuturnya.

    Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya mengumumkan neraca perdagangan Indonesia Juni 2025 surplus US$4,10 miliar. Nilainya turun jika dibandingkan Mei 2025 yang mencapai US$4,30 miliar. Adapun, ekspor US$23,44 miliar pada Juni 2025. Jumlahnya terdiri dari ekspor nonmigas senilai US$22,33 miliar dan ekspor migas senilai US$1,11 miliar.

    Sementara itu, Indonesia mencatatkan impor US$19,33 miliar pada Juni 2025. Jumlahnya terdiri dari impor nonmigas senilai US$17,11 miliar dan impor migas senilai US$2,22 miliar.

    Adapun secara kumulatif, BPS mencatat tiga negara penyumbang surplus neraca dagang terbesar adalah Amerika Serikat (AS) sebesar US$8,57 miliar, India sebesar US$6,59 miliar, dan Filipina sebesar US$4,4 miliar sepanjang Januari—Juni 2025. Sedangkan tiga negara penyumbang defisit terdalam adalah China sebesar US$9,73 miliar, Singapura sebesar US$3,09 miliar, dan Australia US$2,66 miliar.

  • BPS catat 637 ribu wisman masuk Bali sepanjang Juni

    BPS catat 637 ribu wisman masuk Bali sepanjang Juni

    Denpasar (ANTARA) – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat sebanyak 637.868 kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) masuk Bali sepanjang Juni 2025.

    Kepala BPS Bali Agus Gede Hendrayana Hermawan di Denpasar, Jumat, mengatakan jumlah wisman yang langsung datang ke Bali pada Juni 2025 mencapai 637.868 kunjungan, naik 5,92 persen dibanding Mei 2025 dan naik 22,46 persen dari Juni 2024.

    Dengan jumlah tersebut maka secara kumulatif semester pertama 2025 ini sebanyak 3.282.747 kunjungan wisman masuk Bali atau naik 12,68 persen dibanding semester pertama tahun 2024.

    BPS Bali mendata wisman Australia masih menjadi pengunjung tertinggi Bali dengan sebanyak 143.915 kunjungan sepanjang Juni 2025 disusul India 65.659 kunjungan, Tiongkok 45.755 kunjungan, Korea Selatan 30.258 kunjungan, dan Amerika Serikat 29.738 kunjungan.

    “Kontributor utama wisman berkunjung ke Bali masih Australia kemudian India, Tiongkok, Korea Selatan, Amerika Serikat, dari lima ini empat di antaranya menunjukkan peningkatan, hanya India yang mengalami penurunan tingkat kunjungan,” kata Agus Gede.

    Ia mengatakan peningkatan ini sejalan dengan catatan positif pada tingkat penghunian kamar hotel (TPK) yang ikut naik.

    “Progresnya bagus ya peningkatan wisman diikuti dengan peningkatan TPK, hampir mirip TPK-nya meningkat 6 persen,” ucapnya.

    Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Fenomena Rojali Bikin Mal Sepi, Warga Kini Pilih Traveling?

    Fenomena Rojali Bikin Mal Sepi, Warga Kini Pilih Traveling?

    Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sonny Harry Budiutomo Harmadi menilai fenomena rojali atau rombongan jarang beli di pusat perbelanjaan tak serta merta menandakan lemahnya daya beli masyarakat. Menurutnya, terdapat shifting atau pergeseran pengeluaran dari masyarakat.

    Adapun, istilah rojali merujuk kepada orang-orang yang mendatangi pusat perbelanjaan atau mal hanya untuk melihat-lihat, tetapi tidak berbelanja. Pengusaha ritel dan pusat perbelanjaan telah merasakan peningkatan fenomena rojali sejak momentum Ramadan 2024. 

    Hal ini menyebabkan kinerja pusat perbelanjaan Tanah Air menjadi tidak maksimal, mengingat periode tersebut merupakan peak season bagi penjualan ritel di Indonesia.

    Sonny berpendapat, daya beli masyarakat masih terjaga. Hal ini ditunjukkan oleh indeks keyakinan konsumen (IKK) di atas seratus. Adapun IKK terbaru untuk Mei 2025 berada di level 117,5.

    Menurutnya, munculnya fenomena rojali karena masyarakat melakukan peralihan dalam mengeluarkan uang mereka. Peralihan itu seperti berbelanja online dan traveling.

    “Shifting tidak hanya ke belanja online. Dalam beberapa penelitian itu bisa ditunjukkan bahwa sekarang orang lebih cenderung suka traveling,” kata Sonny dalam acara Bisnis Indonesia Forum di Jakarta, Jumat (1/8/2025).

    Dia juga menyebut, jumlah rumah tangga yang memiliki dana untuk traveling meningkat. Tercatat, saat ini jumlah yang memiliki anggaran traveling itu berada di level 35%, naik dibanding tahun sebelumnya yang berada di level 22%.

    “Shifting ini perlu dipahami dengan bijak, sehingga orang bisa menerima data dan memaknai sebagai insight untuk mengambil keputusan,” ucap Sonny.

    Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI) mengungkapkan, fenomena rojali telah menyebabkan omzet pusat perbelanjaan di Tanah Air menurun.

    “Itu [omzet] terjadi penurunan, pasti. Karena kan tadi, belinya cenderung produk-produk yang harganya satuannya murah,” ungkap Ketua Umum APPBI Alphonzus Widjaja ketika ditemui di Pusat Grosir Cililitan, Jakarta Timur, Rabu (23/7/2025). 

    Alphonzus menuturkan, fenomena rojali bukanlah hal baru di Indonesia. Hanya saja, intensitas jumlah rojali memang berbeda dari waktu ke waktu dengan pemicu yang berbeda pula.

    Meski bukan hal baru di Indonesia, menurut Alphonzus, ada beberapa faktor yang memicu terjadinya fenomena rojali saat ini. Salah satunya, lemahnya daya beli masyarakat, khususnya di kelas menengah ke bawah. 

    Untuk diketahui, industri pusat perbelanjaan di Indonesia didominasi oleh masyarakat kelas menengah ke bawah. Persentasenya mencapai 95%. 

    “Kan daya belinya berkurang, uang yang dipegang semakin sedikit, tapi mereka tetap datang ke pusat perbelanjaan,” katanya.

    Menurut data APPBI, jumlah kunjungan ke pusat perbelanjaan memang mengalami peningkatan meski tidak signifikan, yakni kurang dari 10%. Jumlah itu jauh di bawah target asosiasi di kisaran 20%–30%. 

    Namun, terjadi perubahan terhadap pola belanja konsumen, yang kemudian berpengaruh terhadap omzet pusat perbelanjaan. 

    Alphonzus mengatakan, saat ini konsumen lebih selektif dalam berbelanja. Pun berbelanja, konsumen hanya membeli produk dengan harga yang murah.