Kementrian Lembaga: BPS

  • Pengusaha Was-was Perlambatan Aktivitas Logistik per Juni Terus Berlanjut

    Pengusaha Was-was Perlambatan Aktivitas Logistik per Juni Terus Berlanjut

    Bisnis.com, JAKARTA – Aktivitas logistik menunjukkan perlambatan per Juni 2025 yang tercermin dalam data penurunan jumlah angkutan barang pada seluruh moda transportasi.

    Pada sisa tahun ini,  Sekretaris Jenderal Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Trismawan Sanjaya menuturkan bahwa aktivitas yang lebih rendah dan menunjukkan kontraksi bulanan tersebut sebagai dampak banyaknya hari libur di bulan tersebut. 

    Belum lagi, kondisi global yang terjadi sepanjang Juni, seperti perang Israel—Iran dan ketidakpastian tarif Trump, sedikit banyak memberikan kekhawatiran industri.

    “Ada Hari Kesaktian Pancasila, libur Hari Raya Iduladha, dan libur Tahun Baru Hijriah. Juga dipengaruhi geopolitik global dengan pecah perang Iran-Israel sekitar tanggal 13 Juni 2025,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (4/8/2025). 

    Selain itu, Trismawan menyampaikan situasi dalam negeri juga diramaikan oleh aksi penolakan zero over dimension over load/ODOL yang dilakukan beberapa himpunan pengemudi/driver angkutan barang di beberapa wilayah di mana mengganggu aktivitas distribusi barang tertentu. 

    Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS) penurunan aktivitas pengangkutan barang kompak terjadi pada periode bulanan atau month to month (MtM), baik pada angkutan udara domestik, laut, dan kereta. Masing-masing kontraksi sebesar 3,80%, 4,82%, dan 8,30%.  

    Bahkan, jumlah pengangkutan barang di bandara dan pelabuhan utama terpantau mengalami penurunan. Di mana jumlah barang angkutan udara domestik di Bandara Soekarno Hatta turun dari 19.900 ton pada Mei 2025 menjadi 18.400 ton pada Juni 2025 atau kontraksi sebesar 7,54% MtM.

    Jumlah barang yang diangkut dengan moda angkutan laut dalam negeri di Pelabuhan Tanjung Priok juga mengalami kontraksi hingga 9,09% MtM. Sebelumnya pada Mei 2025 jumlahnya mencapai 1,45 juta ton, pada Juni menjadi 1,32 juta ton. Secara tahunan pun jumlahnya turun 0,15%.

    Trismawan lebih lanjut mengkhawatirkan ke depannya aktivitas berpotensi lesu karena pelemahan daya beli masyarakat dan sejalan dengan industri manufaktur yang masih lesu pada Juli 2025. Tercermin dari purchasing manager index (PMI) manufaktur Indonesia masih berada di level kontraksi, yakni 49,2 pada Juli 2025. 

    Bahkan kontraksi tersebut (level di bawah 50) telah terjadi dalam empat bulan terakhir atau sejak April 2025 lalu. 

    Trismawan juga memandang bahwa daya beli masyarakat atas produk industri manufaktur yang mengalami penurunan karena masih terdampak berkurangnya kesempatan kerja bagi tenaga produktif turut mempengaruhi aktivitas logistik. 

    “Fokus konsumsi masyarakat saat ini pada kebutuhan primer yaitu makanan dan pakaian,” jelasnya. 

  • Gus Ipul Tegaskan Bansos Bukan Seumur Hidup, Akan Dievaluasi Tiap 5 Tahun

    Gus Ipul Tegaskan Bansos Bukan Seumur Hidup, Akan Dievaluasi Tiap 5 Tahun

    Jakarta

    Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menegaskan bahwa bantuan sosial (bansos) bukanlah program seumur hidup. Bansos hanya bersifat sementara untuk memenuhi kebutuhan dasar sebelum penerima diarahkan menuju program pemberdayaan.

    “Jangan kita larut dalam pemberian bansos. Itu satu hal, tapi lebih dari itu, mereka harus berdaya. Bagi usia produktif, kita akan evaluasi setiap lima tahun sekali. Kalau layak naik kelas, pindah ke program pemberdayaan. Kalau tidak, tetap diberikan bansos,” ujar Gus Ipul dalam keterangannya, Senin (4/8/2025).

    Pesan tersebut ia sampaikan saat dialog bersama pilar-pilar sosial dari Kabupaten Ponorogo, Pacitan, dan Trenggalek, Jawa Timur. Kegiatan ini diikuti 435 peserta, terdiri dari 199 pilar sosial Ponorogo, 107 pilar sosial Pacitan, dan 129 pilar sosial Trenggalek.

    Para peserta berasal dari berbagai unsur pilar sosial, meliputi pendamping Program Keluarga Harapan (PKH), Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK), Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), Karang Taruna, Taruna Siaga Bencana (Tagana), Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial Masyarakat (Pordam), serta pendamping rehabilitasi sosial (Rehsos).

    Menurut Gus Ipul, di era Presiden Prabowo Subianto, pemberdayaan masyarakat menjadi fokus penting. Pemerintah bahkan membentuk Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat untuk memperkuat program ini.

    “Pendamping memiliki tugas membina keluarga penerima manfaat agar memanfaatkan bansos sesuai peruntukannya,” ujarnya.

    Gus Ipul juga menyoroti temuan lebih dari 600 ribu penerima bansos yang terindikasi terlibat judi online, di mana sekitar 300 ribu di antaranya adalah penerima PKH.

    Evaluasi dan pemutakhiran data bansos dilakukan secara berkala bersama BPS, pemerintah daerah, dan berbagai pihak. Data terbaru BPS menjadi acuan penyaluran bansos setiap triwulan.

    “Data itu sangat dinamis, setiap hari ada yang meninggal, lahir, pindah, atau menikah. Kalau kita konsisten memperbarui data, penyaluran bansos akan makin akurat,” ucap Gus Ipul.

    Dalam forum tersebut, pendamping PKH menyampaikan masukan terkait beban kerja di lapangan. Seorang pendamping dari Ponorogo mengatakan tugas mereka kerap menumpuk pada waktu bersamaan, mulai dari pendampingan Sekolah Rakyat, pemeriksaan pertumbuhan anak, monitoring sosial, hingga penanganan kasus.

    “Kami tetap kuat, tetapi berharap ada penjadwalan yang lebih terstruktur agar bisa menjalankan tugas dengan lebih optimal,” ujarnya.

    Sementara itu, perwakilan pendamping PKH dari Pacitan menyampaikan terima kasih atas dukungan berbagai pihak, termasuk bupati dan pemerintah pusat, yang telah memberikan perlengkapan kerja seperti seragam pelindung.

    “Kami siap untuk program nasional selanjutnya dan berharap dukungan seperti ini semakin banyak di seluruh Indonesia,” katanya.

    Menanggapi hal itu, Gus Ipul mengakui beratnya beban kerja para pendamping dan mengapresiasi dedikasi mereka.

    “Saya terima kasih kepada teman-teman pendamping. Memang cukup berat, tapi arahan saya jelas ya, Kemensos ini arahnya ke mana. Kita sama-sama konsolidasi agar ke depan lebih baik,” tegasnya.

    Gus Ipul menutup dialog dengan ajakan agar seluruh pilar sosial menjaga integritas, bekerja sesuai aturan, dan memperkuat sinergi dengan pemerintah daerah.

    “Kalau kita konsisten, data makin akurat, penyaluran bansos tepat sasaran, dan pemberdayaan masyarakat bisa tercapai,” pungkasnya.

    (akn/ega)

  • Ekonom memproyeksikan ekonomi RI tetap tumbuh solid di kuartal II-2025

    Ekonom memproyeksikan ekonomi RI tetap tumbuh solid di kuartal II-2025

    Kondisi ini mencerminkan ketahanan ekonomi domestik yang cukup baik, meskipun tidak optimal.

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 masih akan relatif solid di tengah kondisi ekonomi global yang penuh ketidakpastian, terutama dampak Trade War 2.0 serta tensi geopolitik yang meningkat di berbagai kawasan dunia.

    Ia memproyeksikan ekonomi Indonesia akan tumbuh 4,76 persen year on year (yoy) pada kuartal II-2025, atau sedikit melambat dibandingkan pertumbuhan sebesar 4,87 persen (yoy) pada kuartal I-2025.

    “Walaupun demikian, angka ini masih mencerminkan kondisi perekonomian yang cukup stabil, meskipun berada sedikit di bawah tren rata-rata 10 tahun terakhir sekitar 5 persen,” ujar Josua saat dihubungi di Jakarta, Senin.

    Secara kuartalan, ia memproyeksikan ekonomi Indonesia akan tumbuh 3,68 persen quartal on quartal (qoq) pada kuartal II-2025, atau menunjukkan pola rebound yang didorong oleh pola musiman peningkatan konsumsi masyarakat selama liburan dan aktivitas produksi yang membaik setelah Hari Raya Idul Fitri.

    “Kondisi ini mencerminkan ketahanan ekonomi domestik yang cukup baik, meskipun tidak optimal,” ujar Josua.

    Ia memproyeksikan pertumbuhan akan ditopang beberapa sentimen utama; pertama, meningkatnya investasi (PMTB) yang tumbuh 3,71 persen (yoy) didorong oleh pemulihan sektor konstruksi dan real estate, tercermin dari kenaikan konsumsi semen dan impor barang modal, terutama mesin dari AS yang kini terbebas dari tarif impor.

    Kedua, pemulihan belanja pemerintah yang kembali tumbuh positif sebesar 1,78 persen (yoy) akibat percepatan realisasi anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), khususnya periode Juni 2025.

    Ketiga, meningkatnya kunjungan wisatawan mancanegara yang turut mendukung ekspor jasa, khususnya sektor pariwisata, meskipun perdagangan barang masih tertekan oleh konflik perdagangan internasional.

    Ia melanjutkan, beberapa sektor yang akan menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2025, di antaranya sektor konstruksi dan properti yang menunjukkan pemulihan signifikan, tercermin dari kenaikan Gross Fixed Capital Formation (GFCF) hingga 3,71 persen, didukung kuat oleh peningkatan konsumsi semen.

    Kemudian, sektor perdagangan ritel terpantau membaik dengan penjualan eceran pada Juni 2025 tumbuh sebesar 2,0 persen (yoy), serta sektor konsumsi barang tahan lama seperti otomotif dan elektronik yang cenderung meningkat.

    Di sisi lain, ia mengingatkan sektor industri manufaktur secara keseluruhan masih menghadapi tekanan, tercermin dari Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Juli 2025 yang masih di zona kontraksi di level 49,2, meski membaik dari bulan sebelumnya di level 46,9.

    Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi Indonesia periode kuartal II-2025 pada Selasa, 5 Agustus 2025.

    Pewarta: Muhammad Heriyanto
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Angka Kelahiran di Jerman Anjlok Terus Sampai ke Titik Terendah, Kenapa?

    Angka Kelahiran di Jerman Anjlok Terus Sampai ke Titik Terendah, Kenapa?

    Jakarta

    Ketika Julia Brandner baru-baru ini mempresentasikan bukunya “I’m Not Kidding” (Aku Tidak Sedang Bercanda), influencer dan komedian berusia 30 tahun itu dihujani hinaan. Seorang ibu tiga anak berusia 72 tahun tiba-tiba maju ke arahnya dan menyebutnya egois. Demikian Brandner bercerita kepada DW.

    Dalam bukunya, penulis kelahiran Austria dan tinggal di Berlin itu menjelaskan dengan penuh humor dan kejujuran, mengapa ia tidak pernah ingin hamil dan menjalani sterilisasi karena alasan tersebut.

    Berbicara tentang rasa kebencian yang ia alami dari berbagai pihak, Brandner berkata: “Kita akan dicap sebagai seorang revolusioner. Jika mengatakan tidak menginginkan anak, maka akan langsung disalahkan karena menyabotase sistem pensiun serta kontrak antargenerasi, dan bahkan secara sepihak dianggap menyebabkan kepunahan umat manusia.”

    Sebagian kalangan menilai rendahnya angka kelahiran, sebagai pertanda kemajuan dalam penentuan nasib sendiri kaum perempuan, tetapi pihak lain menyebutnya sebagai pertanda buruk dari menurunnya tingkat kemakmuran, dan populasi yang terus menyusut.

    Rata-rata angka perempuan melahirkan hanya: 1,35 tahun 2024 di Jerman. Demikian menurut Kantor Statistik Jerman. Angka kelahiran rata-rata untuk perempuan berkewarganegaraan Jerman hanya 1,23, sementara angkanya naik menjadi 1,89 untuk warga negara non-Jerman. Secara total, 677.117 anak lahir di Jerman pada tahun 2024, turun 15.872 dari tahun sebelumnya.

    Partai sayap kanan menyerukan peningkatan angka kelahiran

    Brandner berusia 28 tahun ketika ia melakukan operasi sterilisasi. Dokter kandungannya menuntut penilaian psikiatri terhadap kapasitas mentalnya sebelum melakukan operasi.

    Brandner terkejut dengan kontroversi yang disebabkan oleh bukunya. Ia mengatakan, memperhatikan pergeseran ke kanan yang semakin meningkat di masa-masa penuh gejolak ini, seiring dengan kembalinya nilai-nilai yang lebih “tradisional”, di mana perempuan berdiri di depan kompor dan seharusnya mengurus anak-anak.

    Brandner merasa, bahkan pada tahun 2025, topik anak-anak masih sangat luas dipandang sebagai sesuatu yang hanya menyangkut perempuan. “Banyak ibu tunggal dibiarkan mengatasi masalah mereka sendiri, sementara para ayah sering kali lepas dari tanggung jawab. Bagi perempuan, memiliki anak menempatkan mereka pada risiko kemiskinan yang sangat besar. Tidak mungkin bahkan saat ini seorang perempuan harus mengorbankan kemakmurannya untuk memastikan kemakmuran masyarakat,” katanya.

    Tingkat kesuburan menurun di seluruh dunia

    Namun, Jerman bukanlah satu-satunya negara yang mengalami penurunan tingkat kesuburan. Jumlah kelahiran anak menurun drastis di seluruh dunia, mencapai titik terendah 0,75 di Korea Selatan.

    Vietnam membunyikan alarm awal tahun ini, ketika angka kelahirannya mencapai rekor terendah. Satu-satunya pengecualian adalah zona Sahel, di mana perempuan masih memiliki rata-rata lebih dari lima anak. Sahel adalah sebuah kawasan geografis semi arid di Afrika yang terletak di antara Gurun Sahara di utara dan wilayah sabana di selatan.

    Michaela Kreyenfeld adalah seorang sosiolog dan salah satu pakar di balik laporan keluarga pemerintah Jerman. Ia melihat hubungan yang semakin erat antara krisis ekonomi dan ketidakpastian dengan angka kelahiran. “Apakah egoisme atau sekadar perilaku otonom yang membuat perempuan tidak ingin punya anak? Kita telah membicarakan hal itu setidaknya sejak tahun 1970-an, jadi ini bukan hal baru,” ujarnya kepada DW.

    Yang baru, katanya, adalah berbagai krisis: “Pandemi COVID-19, perubahan iklim yang merajalela, dan inflasi yang tinggi. Khususnya bagi generasi muda, itu adalah situasi baru,” ujar Kreyenfeld. Sebuah gerakan tandingan di AS mencoba melawan tren ini, dengan dipimpin orang terkaya di dunia sebagai perwakilan paling terkemuka: Pronatalis dan Elon Musk ingin melahirkan sebanyak mungkin anak ke dunia.

    Namun, Kreyenfeld menunjuk Rumania sebagai contoh dari sejarah Eropa Timur yang dapat menjadi peringatan. “Presiden Nicolae Ceausescu menggunakan langkah-langkah ekstrem, seperti membatasi akses ke alat kontrasepsi dan menjatuhkan hukuman berat bagi pelaku aborsi, untuk mendorong angka kelahiran dari 1,8 menjadi empat dalam setahun. Hasilnya adalah ‘generasi yang hilang’ di Rumania: generasi di mana orang tua tidak mengasuh anak-anak mereka karena mereka tidak menginginkannya.”

    Sementara itu dikutip dari Detik, Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia merilis laporan periode 2023 hasi survei kepada kelompok perempuan Ditemukan 71 ribu perempuan berusia 15 hingga 49 tahun di Indonesia yang tidak ingin memiliki anak.

    Bagaimana Jerman dapat menjembatani ‘kesenjangan fertilitas’?

    Jadi, apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kembali angka kelahiran tanpa tekanan negara? Wakil Direktur Institut Federal untuk Penelitian Kependudukan, Martin Bujard, punya jawabannya.

    Bujard, seorang pakar angka kelahiran di Jerman yang memahami statistik dua dekade terakhir hingga ke angka desimal terakhir, mengatakan perdebatan tentang perempuan seperti Brander, yang sengaja memilih untuk tidak memiliki anak, tidak menyentuh inti permasalahan.

    “Jika seseorang tidak ingin memiliki anak, itu adalah keputusan mereka. Hal ini tidak seharusnya distigmatisasi, dan, memang, menjalani hidup tanpa anak menjadi semakin dapat diterima,” ujarnya.

    Yang sebenarnya dipermasalahkan di sini adalah hal lain, ujarnya. “Kami telah menanyakan berapa banyak anak yang diinginkan orang, dan hasilnya menunjukkan bahwa pada tahun 2024, baik perempuan maupun laki-laki menginginkan rata-rata sekitar 1,8 anak — dengan kata lain, jauh di atas angka kelahiran 1,35. Jika keinginan untuk memiliki anak ini terpenuhi, kita akan memiliki lebih sedikit masalah demografis dan lebih banyak kemakmuran dalam jangka panjang.”

    “Kesenjangan fertilitas” adalah istilah yang digunakan untuk perbedaan antara jumlah anak yang diinginkan dan angka kelahiran, misalnya ketika banyak perempuan mungkin hanya memiliki satu anak, alih-alih dua anak yang mereka inginkan. Hal ini bisa terjadi karena mereka tidak menemukan pasangan yang stabil hingga di usia lanjut, karena anak-anak semakin dipandang dalam perdebatan sosial sebagai masalah, bukan aset, dan atau karena negara dapat melakukan lebih banyak hal daripada yang telah dilakukannya, untuk mempermudah memiliki keluarga.

    Jerman perlu meningkatkan keseimbangan kehidupan kerja

    Bujard memuji kebijakan ramah keluarga yang diterapkan oleh negara Jerman di masa lalu, seperti menambah jumlah pusat penitipan anak dan sekolah sepanjang hari serta memperkenalkan tunjangan orang tua pada awal tahun 2000-an. Ia mengatakan, ini merupakan pergeseran paradigma yang telah disadari secara luas di dunia, dengan Jerman yang pernah memiliki salah satu tingkat kelahiran terendah di dunia. Namun, ia memiliki pandangan kritis terhadap situasi saat ini.

    “Sejak 2013, kami memiliki hak hukum untuk tempat pengasuhan anak, tetapi hal ini tidak lagi dapat diandalkan, karena pengasuhan tersebut sering dibatalkan. Terdapat kekurangan pekerja terampil pengasuhan anak, dan sistem menerima terlalu sedikit uang pada akhirnya. Jika ada cukup uang di sana, orang dapat berbicara tentang gaji yang lebih tinggi untuk staf pengasuhan anak,” ujarnya.

    Jerman perlu melakukan upaya yang lebih besar lagi dengan kebijakan keluarganya, karena tren saat ini mengkhawatirkan: 22% perempuan dan 36% laki-laki berusia antara 30 dan 50 tahun tidak memiliki anak. Demikian menurut Kementerian Jerman untuk Urusan Keluarga, Warga Lanjut Usia, Perempuan, dan Pemuda. Angka-angka dari Kantor Statistik Jerman menunjukkan, laki-laki di Jerman hanya memiliki rata-rata 1,24 anak pada tahun 2024.

    Yang jelas, akademisi perempuan muda semakin banyak yang tidak memiliki anak. Oleh karena itu, papar Bujard, satu-satunya cara adalah meningkatkan kesesuaian antara pekerjaan dan keluarga.

    “Skenario terburuknya adalah, akan ada masalah yang lebih serius dengan jaminan sosial dalam jangka panjang, dengan angka kelahiran yang terus menurun pada tahun 2030. Hal itu akan menyebabkan dampak buruk yang serius terhadap kesejahteraan: Kontribusi iuran jaminan sosial harus dinaikkan, dana pensiun akan diturunkan, dan juga akan ada lebih banyak pemotongan dalam sistem kesehatan dan sektor perawatan,” pungkasnya.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

    Editor: Agus Setiawan

    (ita/ita)

  • Rapor Ekonomi 4 Tahun Terakhir, Bagaimana Nasib Kuartal II/2025?

    Rapor Ekonomi 4 Tahun Terakhir, Bagaimana Nasib Kuartal II/2025?

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal 2/2025 pada Selasa (5/8/2025). Banyak ekonom memproyeksikan bahwa kinerja ekonomi kuartal II/2025 akan melambat baik year on year maupun q to q.

    Proyeksi perlambatan ekonomi tersebut terjadi sejumlah faktor mulai dari pelemahan daya beli, industri yang belum bergeliat, dan banyaknya pengangguran. Perlambatan ekonomi pada kuartal II/2025 dan realisasi kuartal I/2021 yang juga belum sesuai ekspektasi itu menjadi peringatan dini bagi pemerintah terkait dengan kinerja perekonomian Indonesia sampai akhir tahun mendatang.

    Dalam catatan Bisnis, sejak kuartal II/2021 – kuartal II/2024, ekonomi Indonesia selalu berada di atas 5%. Meski di atas 5%, ekonomi Indonesia terus mengalami penyusutan selama 4 tahun terakhir.

    Pada tahun 2021, misalnya, realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal mencapai 7,07%. Pertumbuhan tinggi pada kuartal 2021/2021 itu terjadi karena baseline tahun sebelumnya yang sangat rendah akibat pandemi Covid-19.

    Namun demikian, sejak tahun 2022, realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal II berangsur menciut. Pada waktu itu, ekonomi hanya tumbuh di angka 5,44%. Angka itu terus menurun pada kuartal II/2023 menjadi 5,17%. Puncaknya, pada kuartal II/2024 pertumbuhan ekonomi tersisa di angka 5,02%.

    Tren perlambatan ekonomi kuartal II selama 4 tahun terakhir itu dipicu oleh sejumlah faktor. Kalau menilik data BPS, stagnasi kinerja manufaktur menjadi salah satu pemicu. Sebagai contoh pada kuartal II/2024, misalnya, kontribusi manufaktur ke PDB masih di bawah angka 20%. Angkanya sebesar 18,52%. Selain itu penurunan harga komoditas juga memicu penurunan kontribusi sektor pertambangan dari angka 10,49% pada kuartal II/2023 menjadi 8,78%.

    Selain kontribusi manufaktur, dari sisi pengeluaran, pada waktu itu ada penurunan kontribusi investasi yang direpresentasikan dari pembentukan modal tetap bruto yang tercatat dari 27,92% menjadi 27,89%. Belanja pemerintah juga demikian dari 7,43% menjadi 7,31%. Semua data itu terjadi pada kuartal II/2023 dan kuartal II/2024.

    Lalu Bagaimana dengan Kuartal II/2025?

    Berdasarkan proyeksi dari 30 ekonom maupun lembaga yang dihimpun Bloomberg, median atau nilai tengah pertumbuhan PDB pada tiga bulan kedua 2025 adalah 4,8% (YoY). Estimasi tertinggi yakni pertumbuhan hingga 5% sedangkan terendah 4,6%.

    Proyeksi pertumbuhan tertinggi yakni 5% diramalkan oleh Gareth Leather dari Capital Economics, Ltd. dan Enrico Tanuwidjaja dari PT Bank UOB Indonesia.

    Sementara itu, terendah diramalkan oleh Moody’s Analytics Singapore, Jeemin Bang, serta Fakhrul Fulvian dari Trimegah Securites juga memproyeksikan pertumbuhan hanya 4,65%.

    Bank-bank BUMN seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) memproyeksikan pertumbuhan sebesar 4,79% atau setara dengan nilai rata-rata konsensus para ekonom tersebut. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) meramalkan pertumbuhan lebih tinggi 4,9%.

    Adapun Office of Chief of Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 sebesar 4,79% YoY atau sedikit lebih rendah dari kuartal sebelumnya yaitu 4,87% YoY.

    Sementara itu, pertumbuhan diperkirakan sebesar 3,71% secara kuartalan atau quarter-on-quarter (QoQ) pada kuartal II/2025 sehingga bangkit dari kontraksi -0,98% QoQ pada kuartal I/2025.

    Andry menyebut pertumbuhan yang lebih rendah secara tahunan pada kuartal II/2025 dipicu oleh di antaranya konsumsi rumah tangga karena faktor musiman dan perilaku belanja yang selektif. Kendati demikian, bantuan sosial (bansos) pemerintah yang ditingkatkan bisa membantu perlambatan konsumsi masyarakat.

    Sementara itu, aktivitas investasi atau PMTB diperkirakan tumbuh sederhana. Itu terlihat dari penjualan semen dan turunnya penyaluran dana pinjaman yang produktif.

    “Hal ini menunjukkan laju pembentukan modal yang lebih terukur karena pendekatan wait and see dari sektor usaha,” ungkap Andry melalui keterangan tertulis, Senin (4/8/2025).

    Sementara itu, belanja pemerintah diperkirakan pulih pada tiga bulan kedua 2025 dari kontraksi pada kuartal sebelumnya. Kendati total belanja masih lamban, namun belanja pemerintah untuk pegawia dan bansos diramal naik.

    Adapun ekspor diperkirakan meningkat pada kuartal II/2025 yang dipicu oleh strategi frontloading penerapan tarif impor 19% oleh Amerika Serikat (AS). Seperti diketahui, frontloading merujuk pada kegiatan belanja yang dimajukan awal tahun.

    Strategi belanja itu diperkirakan membantu kinerja net ekspor di tengah perdagangan global yang masih lemah.

    Pelambatan Konsumsi

    Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede memproyeksikan pertumbuhan PDB kuartal II/2025 yang lebih rendah yakni hanya 4,76% YoY. Pertumbuhan itu lebih rendah dari capaian kuartal I/2025 yaitu 4,87%. Konsumsi yang melambat lagi-lagi diperkirakan menjadi momoknya.

    Menurut Josua, ada empat faktor kunci yang memengaruhi perlambatan konsumsi. Pertama, konsumsi rumah tangga yang diproyeksikan menurun menjadi 4,77% dari sebelumnya 4,89% karena berkurangnya efek musiman dari periode Ramadan dan Idulfitri.

    Momentum tersebut sebagian besar sudah terserap pada kuartal I/2025 sehingga memiliki efek terbatas pada kuartal setelahnya. Indikator yang memperkuat kondisi tersebut antara lain penurunan penjualan eceran.

    Kedua, survei konsumen Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa meski Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Juni 2025 berada pada level optimis sebesar 117,8, ekspektasi penghasilan konsumen ke depan sedikit menurun, tercatat dari 135,4 menjadi 133,2.

    “Penurunan ekspektasi penghasilan ini juga menandakan bahwa konsumen mulai waspada dan memperketat pengeluaran, serta memilih menabung lebih sedikit dan mengalokasikan lebih banyak proporsi pendapatan mereka untuk konsumsi harian (rasio konsumsi terhadap pendapatan naik dari 74,3% menjadi 75,1%),” terangnya kepada Bisnis, Senin (4/8/2025).

    Ketiga, efisiensi belanja pemerintah juga diakui memengaruhi konsumsi rumah tangga. Josua menyoroti bahwa efisiensi belanja pemerintah dapat mengurangi stimulasi terhadap perekonomian domestik, terutama dari sisi permintaan.

    “Ketika pemerintah mengurangi belanja, khususnya di sektor-sektor yang langsung berhubungan dengan konsumsi masyarakat, seperti bantuan sosial, subsidi energi, atau insentif lainnya, maka daya beli masyarakat berpotensi terdampak secara negatif,” terangnya.

  • Pulau Jawa Dominasi Produksi Padi, Tapi Banyak Penduduk Miskin Karena Beras

    Pulau Jawa Dominasi Produksi Padi, Tapi Banyak Penduduk Miskin Karena Beras

    Bisnis.com, JAKARTA – Tiga provinsi di Pulau Jawa masih mendomisasi produksi padi nasional. Publikasi terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa total produksi ketiga provinsi yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur pada Jannuari-September 2025 diperkirakan mencapai 24,6 juta ton atau 50,2% dari total proyeksi sebesar 49 juta ton.

    BPS mencatat bahwa Jawa Timur masih bertengger di peringkat pertama produsen gabah kering giling (GKG) sebesar 8,81 juta ton. Peringkat kedua ada Jawa Tengah dengan angka sebesar 8,05 juta ton. Sementara itu, Jawa Barat, daerah yang juga menjadi salah satu lumbung padi nasional mencapai 7,74 juta ton.

    Menariknya, kendati menjadi produsen padi terbesar bahkan menyumbang lebih dari separuh produksi nasional, ketiga wilayah ini menjadi kawasan dengan penduduk miskin banyak banyak di Indonesia. Data BPS yang dipublikasikan Juli 2025 lalu menunjukkan bahwa, jumlah penduduk miskin di Jawa Timur mencapai 3,89 juta, Jawa Barat 3,66 juta, dan Jawa Tengah sebanyak 3,39 juta. Meskipun secara persentase bukan yang terbesar.

    Data BPS juga memaparkan data lainnya, yang menunjukkan bahwa beras justru menjadi komponen utama pemicu kemiskinan penduduk di Indonesia, termasuk Jawa. Di perkotaan, data BPS secara nasional, beras menyumbang garis kemiskinan sebesar 21,6%. Sementara di pedesaan beras menyumbang sebesar 24,9%.

    Dalam catatan Bisnis, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai titik terendah sepanjang sejarah, yakni 8,47% dari total populasi per Maret 2025. Meski patut diapresiasi, pakar menilai capaian itu tak mencerminkan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

    Jumlah Penduduk Miskin

    Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada Jumat (25/7/2025), 8,47% penduduk miskin setara dengan 23,85 juta orang. Jumlah itu turun 0,21 juta orang dibandingkan kondisi September 2024, yang mana penduduk miskin sebanyak 8,57% atau setara 24,06 juta orang.

    Tak perlu waktu lama, para pejabat Istana Negara hingga Gedung Parlemen langsung ‘merayakan’ kesuksesan itu. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi misalnya, yang menyebut angka kemiskinan terendah sepanjang sejarah itu sebagai “sesuatu yang menggembirakan.”

    Sementara itu, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengaku tidak heran dengan rilis BPS. Menurutnya, penurunan angka kemiskinan memang tujuan dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

    Hanya saja, Koordinator Bidang Kajian Pengentasan Kemiskinan dan Ketimpangan FEB UGM Wisnu Setiadi Nugroho mengingatkan bahwa rilis penurunan angka kemiskinan perlu ditafsir secara hati-hati. Di balik angka positif itu, ada sejumlah indikator lain yang tampak mengkhawatirkan.

    Wisnu menjelaskan bahwa rilis BPS pada pekan lalu sekadar menunjukkan bahwa semakin sedikit penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional absolut, yang dihitung berdasarkan pengeluaran minimum per kapita untuk kebutuhan dasar makanan dan non-makanan.

    “Namun, penurunan angka kemiskinan ini tidak otomatis berarti kesejahteraan masyarakat meningkat secara menyeluruh,” tegas Wisnu kepada Bisnis, Senin (28/7/2025).

    Dia mencontohkan beberapa tanda kerentanan yang patut menjadi perhatian. Misalnya masih pada rilis BPS yang sama, terungkap kemiskinan perkotaan justru meningkat seiring naiknya tingkat pengangguran di wilayah urban.

    Di sisi lain data ketenagakerjaan yang sudah dirilis BPS terlebih dahulu menunjukkan bahwa sepanjang Februari 2024—Februari 2025, jumlah pengangguran bertambah 83.000 orang, sementara proporsi pekerja informal naik dari 59,17% menjadi 59,40%.

    Wisnu menilai fakta-fakta statistik itu menunjukkan bahwa banyak rumah tangga yang masih menggantungkan hidup pada pekerjaan informal dan tidak stabil.

  • Kemenperin: Data kawasan industri terintegrasi akselerasi ekonomi RI

    Kemenperin: Data kawasan industri terintegrasi akselerasi ekonomi RI

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengatakan data kawasan industri yang terintegrasi dapat mempercepat terwujudnya target pertumbuhan ekonomi di atas 8 persen, sesuai target Presiden Prabowo Subianto.

    ‎‎Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin Tri Supondy di Jakarta, Senin mengatakan peran kawasan industri harus mampu dikuantifikasi dengan baik, sehingga diperlukan penyediaan data oleh pengelola kawasan industri.

    ‎‎Hal itu, menurut dia, penting mengingat kawasan industri menjadi pusat hilirisasi yang menopang pertumbuhan industri manufaktur di Tanah Air.

    ‎‎Untuk mengumpulkan data yang terintegrasi, kata Tri, kementeriannya melakukan kolaborasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS), serta pengelola kawasan industri dalam Satu Data Indonesia.

    ‎‎”Data yang akurat dari kawasan industri adalah kunci untuk menyusun kebijakan yang tepat sasaran,” ujar dia.

    ‎Menurut dia, Kemenperin sudah melakukan pengisian bersama kuisioner pendataan di Kawasan Industri Deltamas, Kabupaten Bekasi. Program tersebut merupakan bagian dari implementasi arahan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam bentuk pemantauan aktif dan dukungan ke BPS untuk pengumpulan data di berbagai kawasan industri prioritas di Tanah Air.

    ‎‎”Penyampaian data yang lengkap dan tepat waktu akan membantu pemerintah menyusun kebijakan industri yang lebih berkualitas dan tepat sasaran,” ujar Tri.

    ‎‎Menurut dia, petugas lapangan dari BPS sedang melakukan pengumpulan data di 171 kawasan industri se-Indonesia. Untuk mendukung kegiatan tersebut, Kemenperin melakukan pemantauan pengumpulan data Kawasan Industri dan tenant secara langsung di sejumlah wilayah.

    ‎Adapun wilayah cakupan pemantauan yakni Bekasi, Tangerang, Serang, Subang, Purwakarta, Medan, Deli Serdang, Simalungun, Semarang, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Makassar, dan Morowali.

    Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
    Editor: Virna P Setyorini
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • DKI sebut kemiskinan bukan satu-satunya faktor fenomena “childfree”

    DKI sebut kemiskinan bukan satu-satunya faktor fenomena “childfree”

    Jakarta (ANTARA) – Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta menyebutkan peningkatan angka kemiskinan bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi keputusan individu atau pasangan untuk tidak memiliki anak atau childfree.

    “Meskipun peningkatan angka kemiskinan dapat menjadi salah satu latar belakang keputusan sebagian warga, kami melihatnya sebagai bagian dari dinamika multifaktor, bukan satu-satunya penyebab,” kata Kepala Dinas PPAPP DKI Jakarta, Iin Mutmainnah saat dihubungi di Jakarta, Senin.

    Data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta menunjukkan, angka kemiskinan di Jakarta pada Maret 2025 sebesar 4,28 persen, naik sebesar 0,14 persen dibandingkan September 2024 yang sebesar 4,14 persen.

    Sedangkan dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Maret 2024), angka kemiskinan pada Maret 2025 turun 0,02 persen poin yakni dari 4,3 persen menjadi 4,28 persen.

    Berkaca pada data kemiskinan di Jakarta, Iin mengakui kondisi ekonomi memang menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keputusan individu atau pasangan dalam merencanakan membangun keluarga. Ini termasuk memilih untuk menunda atau tidak memiliki anak.

    Di wilayah urban seperti Jakarta, beban biaya hidup, akses terhadap layanan dasar, serta tuntutan pekerjaan sering kali menjadi pertimbangan utama dalam keputusan tersebut.

    Namun, lanjut dia, fenomena childfree tidak semata-mata ditentukan oleh faktor ekonomi. Keputusan ini juga dipengaruhi oleh aspek lain seperti gaya hidup, nilai personal, perencanaan karir, dan kesadaran terhadap tanggung jawab pengasuhan.

    Kaitannya dengan upaya Jakarta menjadi kota global, Iin menyampaikan hal itu bukan semata dari pertumbuhan ekonomi dan infrastruktur, tetapi juga dari upaya kota membina sumber daya manusia yang unggul, sehat, dan adaptif terhadap perubahan sosial.

    Oleh karena itu, kata Iin, edukasi mengenai perencanaan keluarga, kesiapan menjadi orang tua, dan penguatan institusi keluarga tetap menjadi prioritas dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.

    Dia mengatakan, Dinas PPAPP DKI terus berupaya mendorong pemanfaatan bonus demografi dalam mendukung Jakarta sebagai kota global.

    Bonus demografi, kata dia, hanya dapat dimanfaatkan secara optimal jika generasi mudanya sehat, terdidik, produktif, dan memiliki akses terhadap kesempatan kerja, sehingga peran generasi muda menjadi sangat strategis dalam menentukan arah masa depan kota dan bangsa.

    Iin menambahkan, fenomena childfree yang terjadi di negara-negara maju menyebabkan terjadinya penurunan angka kelahiran secara terus-menerus, menyebabkan komposisi penduduk menjadi tidak seimbang, dengan jumlah lansia yang jauh lebih besar dibandingkan penduduk usia produktif.

    Kondisi ini berdampak pada kemunduran ekonomi, menurunnya produktivitas, serta meningkatnya beban sosial dan fiskal negara.

    Karena itu, imbuh dia, untuk menjaga angka kelahiran tetap stabil, dan memastikan kesinambungan pembangunan jangka panjang menjadi sangat penting dilakukan.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Video: Daftar Barang Impor Israel ke RI hingga Ekonomi RI Seret?

    Video: Daftar Barang Impor Israel ke RI hingga Ekonomi RI Seret?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia dengan Israel tidak memiliki hubungan diplomatik hingga saat ini meskipun perdagangan antar kedua negara tetap berjalan oleh pihak ketiga. Total nilai impor Indonesia terhadap sejumlah barang yang berasal dari Israel pada 2024 tercatat 54,2 Juta Dolar AS. Selain itu jelang pengumuman resmi realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal dua 2025 oleh BPS besok, Selasa 5 Agustus sejumlah ekonom pesimistis angka produk domestik bruto RI bisa mencapai 5%.

    Simak informasi selengkapnya dalam program Profit CNBC Indonesia (Senin 04/08/2025) berikut ini.

  • Kemenperin jalankan ekstensifikasi lahan pacu produktivitas kakao

    Kemenperin jalankan ekstensifikasi lahan pacu produktivitas kakao

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memanfaatkan lahan bekas tambang, perhutanan sosial, dan hutan tanaman industri sebagai program ekstensifikasi pemanfaatan lahan untuk memacu produktivitas industri pengolahan kakao.

    Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza di Jakarta, Senin menyampaikan dari ekstensifikasi tersebut, pihaknya menargetkan untuk meningkatkan produktivitas kakao dari 0,2 menjadi 1,5 ton per hektare per tahun.

    “Dan diproyeksikan dapat menambah produksi biji kakao hingga 450 ribu ton di dalam 10 tahun,” kata dia.

    Disampaikan Wamenperin, berdasarkan data International Cocoa Organization (ICCO) 2024, Indonesia menempati posisi ke-4 dunia sebagai produsen produk olahan kakao dan posisi ke‑7 sebagai produsen biji kakao.

    Selanjutnya, menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan International Trade Statistics tahun 2024, nilai ekspor Industri pengolahan kakao mencapai 2,4 miliar dolar AS dengan volume mencapai 304 ribu ton yang diekspor ke 110 negara, di antaranya Amerika Serikat, India, China, dan Malaysia.

    Selain ekstensifikasi lahan, disampaikan Wamenperin pihaknya juga menjalankan program Cocoa Doctor untuk memacu industri kakao. Program ini bekerja sama dengan PT Mars Symbioscience Indonesia dengan melaksanakan pelatihan SDM berkelanjutan.

    Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.