Kementrian Lembaga: BPS

  • Data BPS Ungkap ‘Roh Halus’ di Mal Benar-benar Nyata

    Data BPS Ungkap ‘Roh Halus’ di Mal Benar-benar Nyata

    Jakarta

    Konsumsi rumah tangga pada kuartal II-2025 mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,97%, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu 4,93%. Komponen ini memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 5,12% pada kuartal II-2025.

    Naiknya konsumsi rumah tangga ini terjadi saat fenomena Roh Halus muncul yakni rombongan hanya ngelus, tapi belinya lewat online.

    Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS), Moh Edy Mahmud mengatakan komponen konsumsi rumah tangga menjadi sumber pertumbuhan ekonomi terbesar dari sisi pengeluaran. Hal ini didorong oleh peningkatan belanja kebutuhan rumah tangga dan mobilitas masyarakat seiring adanya hari besar keagamaan, libur nasional dan cuti bersama.

    “Faktor yang mendorong konsumsi rumah tangga utamanya adalah meningkatnya kebutuhan primer dan mobilitas rumah tangga. Kita tahu mobilitas penduduk cukup tinggi di triwulan II, kemudian meningkatnya kebutuhan primer untuk beberapa kegiatan karena memang ada momentum hari libur, hari besar keagamaan dan sebagainya,” kata Edy dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (5/8/2025).

    Hal itu sejalan dengan jumlah perjalanan wisatawan nasional yang tumbuh 22,32% (yoy), serta peningkatan jumlah penumpang di beberapa moda transportasi seperti di angkutan rel dan angkutan laut yang masing-masing tumbuh 9,17% dan 16,79% yoy. Kebutuhan bahan makanan dan makanan jadi juga ikut meningkat karena aktivitas pariwisata selama periode libur.

    “Jadi mobilitas penduduk di triwulan II ini betul-betul sangat meningkat,” imbuhnya.

    Lantas apakah hal ini membuktikan daya beli sudah pulih, Edy tidak bisa menyimpulkannya. Ia hanya bilang ada pertumbuhan belanja masyarakat secara online sebesar 7,55% pada kuartal II-2025 dibandingkan kuartal I-2025.

    “Apakah daya beli sudah pulih, kita hanya menyampaikan data memang konsumsinya demikian. Jadi ada hal baru yang mungkin belum pernah diungkap yaitu fenomena adanya shifting dari belanja secara offline ke online yang barangkali belum pernah diungkap. Jadi kita memang mudah melihat fenomena secara langsung atau secara offline, tapi secara online barangkali cukup sulit untuk bisa dilihat,” imbuhnya.

    Selain konsumsi rumah tangga, pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran paling tinggi pertumbuhannya terjadi pada komponen ekspor dan impor yakni 10,67% dan 11,65%. Pertumbuhan ekspor didorong oleh kenaikan nilai ekspor non migas dan kunjungan wisatawan mancanegara, sedangkan pertumbuhan impor didorong oleh kenaikan impor barang modal serta bahan baku dan penolong.

    Selain itu, konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh 7,82% dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang menjadi komponen dengan kontribusi terbesar kedua PDB tumbuh 6,99%. Hanya konsumsi pemerintah yang mengalami kontraksi 0,33%.

    “Untuk konsumsi pemerintah memang kalau kita lihat di tahun lalu, belanja pemerintah di 2024 itu masih ada terkait dengan biaya Pemilu dan persiapan Pilkada yang cukup besar. Jadi kalau kita me-recall memori kita di tahun lalu pada triwulan II, memang ada realisasi belanja pemerintah yang cukup tinggi, itulah yang kemudian di Q2 ini belanja pemerintah terutama belanja barang dan jasanya memang masih negatif,” jelas Edy.

    Untuk diketahui, usai Rojali atau rombongan jarang beli dan Rohana atau rombongan hanya nanya di pusat perbelanjaan, kini ada fenomena Roh Halus alias rombongan hanya ngelus, tapi belinya lewat online. Fenomena Roh Halus ini menyoroti sekelompok orang yang datang ke mal cuma untuk memastikan kualitas dan ukuran suatu produk, biasanya pakaian atau produk fesyen lainnya. Namun mereka tidak beli produk di toko tersebut, melainkan ‘kabur’ ke toko online yang biasanya jauh lebih murah.

    Menurut Ketua Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budiharjo Iduansjah, salah satu penyebab banyak masyarakat tidak atau kurang berbelanja di mal karena sudah membeli produk-produk yang dibutuhkan mulai dari peralatan rumah tangga sampai fesyen secara online.

    “Untuk toko-toko peralatan rumah tangga, elektronik, toko baju-fesyen, sepatu itu terpukul sekali yang di mal, di department store terpukul sekali dengan online,” katanya kepada detikcom, ditulis Kamis (31/7).

    Lihat juga Video: Analisis Fenomena Rojali yang Kini Eksis

    (acd/acd)

  • Proyek Tol hingga MRT Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal II/2025

    Proyek Tol hingga MRT Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal II/2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut sejumlah proyek infrastruktur turut mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2025 hingga mencapai 5,12% (year-on-year/yoy). 

    Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh. Edy Mahmud mengatakan, meski pengeluaran atau konsumsi pemerintah masih kontraksi 0,33% yoy pada kuartal ini, sejumlah proyek infrastruktur yang berjalan menopang laju perekonomian nasional. 

    “Ada beberapa proyek pendorong yang men-driver [pertumbuhan ekonomi] di antaranya proyek pembangunan beberapa ruas jalan tol, seperti tadi saya sampaikan dari ruas Kuala Tanjung-Tebing Tinggi-Parapat Seksi IV,” kata Edy dalam rilis BPS, Selasa (5/8/2025). 

    Tak hanya itu, proyek lain di wilayah Jakarta yang ikut memacu perekonomian nasional yakni ruas Tol Jakarta-Cikampek Selatan Paket 2A, pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) Fase 2A DKI Jakarta, Tanggul Laut fase C DKI Jakarta. 

    Lalu, di berbagai wilayah lainnya yakni proyek MRT Bali, Tol Samarinda-Balikpapan di Kalimantan Timur, hingga proyek nasional pembangunan 3 juta rumah. 

    Hal ini juga seiring dengan pertumbuhan sektor konstruksi pada kuartal II/2025 yang tumbuh 4,98% yoy dari kuartal sebelumnya 2,18% yoy. 

    Adapun, pertumbuhan ini sejalan dengan peningkatan aktivitas konstruksi yang dibiayai oleh swasta dan rumah tangga yang terlihat dari peningkatan indeks nilai konstruksi. 

    Tak hanya itu, BPS juga mencatat peningkatan impor bahan baku konstruksi dan realisasi pengadaan semen. 

    Edy juga menjelaskan bahwa realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2025 mencapai 5,12%. Realisasi pertumbuhan ekonomi tersebut di atas ekspektasi sejumlah ekonom yang sebelumnya meramal ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,8%. 

    Adapun, produk domestik bruto atau PDB Indonesia atas dasar harga berlaku pada kuartal II/2025 mencapai Rp5.947 triliun. Lalu, PDB atas harga konstan mencapai Rp3.396,3 triliun. 

    “Sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II/2025 bila dibandingkan dengan triwulan II/2024 atau secara yoy tumbuh sebesar 5,12%,” ujarnya. 

    Edy menambahkan bahwa ada lima sektor yang menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025. Industri pengolahan adalah yang terbesar.

  • Ekonomi Jakarta tumbuh 5,18 persen pada triwulan II-2025

    Ekonomi Jakarta tumbuh 5,18 persen pada triwulan II-2025

    Jakarta (ANTARA) – Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta merilis perekonomian Jakarta tumbuh sebesar 5,18 persen pada triwulan II-2025 yoy, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional di angka 5,12 persen.

    “Ekonomi Jakarta triwulan II tahun 2025 tumbuh 5,18 persen (yoy/secara tahunan). Kalau secara nasional 5,12 persen,” kata Kepala BPS DKI Jakarta Nurul Hasanudin dalam Rilis Berita Statistik Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Triwulan II 2025 di Jakarta, Selasa.

    Dari sisi produksi, lapangan usaha transportasi dan pergudangan tercatat mengalami pertumbuhan tertinggi yakni sebesar 9,90 persen, diikuti lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum (9,79 persen), jasa lainnya (8,31 persen), serta jasa perusahaan (7,62 persen).

    “Ini sangat relevan dengan bagaimana tujuan mobilitas masyarakat yang meningkat. Transportasi, penyediaan akomodasi makan minum dan jasa lainnya tumbuh cukup dominan di triwulan kedua,” ujarnya.

    Hasanudin merinci, pertumbuhan di sektor lapangan usaha transportasi dan pergudangan ditopang dengan jumlah penumpang angkutan darat dan angkutan penyeberangan yang meningkat, demikian pula jumlah angkutan barang dan volume lalu lintas tol yang juga meningkat.

    Lalu, untuk sektor penyediaan akomodasi dan makan minum didorong peningkatan tingkat penghunian kamar (TPK) hotel, dan realisasi penerimaan pajak restoran.

    Kemudian, pertumbuhan dari jasa lainnya, terkait dengan jumlah wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara yang meningkat.

    Sementara itu, dari sisi pengeluaran, komponen ekspor barang dan jasa mengalami pertumbuhan tertinggi yakni sebesar 17,26 persen, diikuti komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 5,50 persen seiring dengan peningkatan impor barang modal dan output konstruksi.

    Komponen dengan pertumbuhan terbesar selanjutnya adalah pengeluaran konsumsi pemerintah (PK-P) yang tumbuh 5,16 persen; diikuti oleh komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga (PK-RT) yang tumbuh 5,13 persen yang didorong oleh meningkatnya konsumsi masyarakat pada kelompok restoran dan hotel; transportasi dan komunikasi; serta perumahan dan perlengkapan rumah tangga.

    Komponen pengeluaran konsumsi lembaga non-profit yang melayani rumah tangga (PK-LNPRT) tumbuh 4,58 persen seiring dengan meningkatnya aktivitas lembaga keagamaan dan organisasi masyarakat pada perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional.

    Sementara itu, komponen impor barang dan Jasa sebagai faktor pengurang tumbuh sebesar 16,99 persen.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Ade irma Junida
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ekonomi Katanya Tumbuh 5,12%, Tapi Banyak Ekonom Tak Yakin

    Ekonomi Katanya Tumbuh 5,12%, Tapi Banyak Ekonom Tak Yakin

    Jakarta

    Badan Pusat Statistik melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 sebesar 5,12% secara year on year (yoy). Angka pertumbuhan ekonomi ini ternyata menimbulkan keraguan dari para ekonom.

    Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan kredibilitas data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 ini diragukan karena ada sejumlah komponen perhitungan yang dinilai tidak sesuai dengan indikator perhitungan lainnya.

    Sebut saja salah satunya dari komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang menurut BPS pada kuartal II 2025 ini tumbuh hingga 6,99%. Menurutnya angka pertumbuhan komponen yang satu ini tidak sesuai dengan realita, mengingat sektor industri manufaktur dalam negeri sedang mengalami tekanan karena berbagai faktor.

    “Ada keraguan dong. Karena situasi ekonomi sekarang terutama dari investasi, kok di tengah ketidakpastian ada kenaikan investasi yang cukup tinggi dari PMTB. Nah ini juga menjadi salah satu keraguan terhadap kredibilitas data BPS,” kata Bhima kepada detikcom, Selasa (5/8/2025).

    Bhima menjelaskan ketika sektor industri manufaktur Tanah Air sedang mengalami tekanan, seharusnya komponen PMTB ikut mengalami pelemahan. Sebab menurutnya tidak mungkin pengusaha dalam negeri meningkatkan investasi dalam bentuk aset tetap saat sektor industrinya sedang tertekan.

    “Industri manufaktur sebenarnya mengalami kontraksi. Tercermin dari PMI manufaktur turun pada Juni dari 47,4 menjadi 46,9. Jadi kalau ada PMI manufaktur yang turun sementara pertumbuhan industri manufakturnya naik tinggi, ini kan ada data yang janggal, ada data yang tidak sinkron dari data BPS. Nah ini butuh penjelasan lebih detail,” jelasnya.

    “Kenapa industri naik padahal banyak dikabarkan PHK, efisiensi, banyak yang terpengaruh oleh rencana kebijakan tarif versi lokal Amerika, ini kok pertumbuhannya anomali? Nah inilah yang membuat kita bertanya-tanya terhadap data BPS ini. Kenapa kok nggak mencerminkan realitas sebenarnya di industri manufaktur?” terang Bhima lagi.

    Senada dengan itu, Ekonom senior INDEF Tauhid Ahmad juga ikut mempertanyakan perhitungan komponen PMTB oleh BPS yang tumbuh sangat tinggi pada kuartal II 2025 ini. Padahal menurutnya sekarang ini kredit investasi dalam negeri sedang mengalami perlambatan karena berbagai faktor.

    “PMTB itu naik drastis menjadi 7%. PMTB ini kan pembelian belanja barang ya, mesin-mesin peralatan dan sebagainya begitu. Nah sementara kita tahu ini kan investasi baik pemerintah maupun masyarakat, kredit investasi dan sebagainya ini lagi masalah gitu ya,” ucap Tauhid.

    “PMTB naik itu biasanya ketika triwulan III atau triwulan IV. Jadi banyak bangun gedung, konstruksi dan sebagainya. Kenapa triwulan II naik tinggi begitu? Ini yang saya kira menjadi pertanyaan,” sambungnya.

    Lihat juga Video BPS: Ekonomi RI Tumbuh 5,12% di Kuartal II 2025

    (igo/fdl)

  • Video: Bantai Semua Konsensus, Ekonomi RI Q2-2025 Tumbuh 5,12% (yoy)

    Video: Bantai Semua Konsensus, Ekonomi RI Q2-2025 Tumbuh 5,12% (yoy)

    Jakarta, CNBC Indonesia- Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Q2-2025 cukup nge gas! Badan Pusat Statistik mencatat ekonomi Indonesia tumbuh 5,12% secara tahunan.

    Selengkapnya dalam program Power Lunch CNBC Indonesia (Selasa, 05/08/2025) berikut ini.

  • Jangan Kaget! Ini Daerah yang Ekonominya Tumbuh Paling Tinggi di RI

    Jangan Kaget! Ini Daerah yang Ekonominya Tumbuh Paling Tinggi di RI

    Jakarta

    Sulawesi dan Jawa menjadi wilayah dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi pada kuartal II-2025. Pertumbuhannya bahkan di atas ekonomi nasional yang mencapai 5,12% secara year on year (yoy).

    Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS), Moh Edy Mahmud mengatakan pertumbuhan ekonomi Sulawesi dan Jawa masing-masing mencapai 5,83% dan 5,24% pada kuartal II-2025. Keduanya menjadi wilayah dengan pertumbuhan tertinggi.

    “Secara spasial dua wilayah dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah Sulawesi dan Jawa,” kata Edy dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (5/8/2025).

    Pertumbuhan ekonomi di Sulawesi dan Jawa paling besar ditopang oleh industri pengolahan. Di Sumatera sumber paling tinggi berasal dari Sumatera Utara dan Riau, sedangkan di Jawa berasal dari DKI Jakarta dan Jawa Timur.

    “Sumber pertumbuhan utama wilayah Sumatera adalah industri pengolahan, pertanian dan perdagangan. Kemudian sumber pertumbuhan utama di wilayah Jawa adalah industri pengolahan, perdagangan dan infokom,” jelas Edy.

    Adapun wilayah lain seperti di Kalimantan mencatat pertumbuhan ekonomi 4,95% pada kuartal II-2025. Sumber pertumbuhan utamanya berasal dari industri pengolahan, pertanian dan perdagangan dari Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat.

    Sementara itu, pertumbuhan ekonomi di Pulau Bali dan Nusa Tenggara tercatat sebesar 3,73%. Sumber pertumbuhan berasal dari akomodasi dan makan minum, industri pengolahan dan perdagangan.

    Terakhir, pertumbuhan di Pulau Maluku dan Papua tercatat sebesar 3,33%. Sumber pertumbuhan utamanya berasal dari industri pengolahan, perdagangan dan pertanian.

    Lihat juga Video BPS: Ekonomi RI Tumbuh 5,12% di Kuartal II 2025

    (acd/acd)

  • Data BPS Bikin Kaget! Ekonomi RI Tumbuh 5,12%, Melenceng dari Ramalan Ekonom

    Data BPS Bikin Kaget! Ekonomi RI Tumbuh 5,12%, Melenceng dari Ramalan Ekonom

    Jakarta

    Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,12% pada kuartal II-2025. Angka ini cukup mengejutkan karena bertolak belakang dengan proyeksi banyak ekonom. Para ekonom memperkirakan pertumbuhan tak akan sampai angka 5% di periode ini.

    Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal II tercatat mencapai Rp 5.947 triliun. BPS menyebut pertumbuhan ekonomi secara tahunan (year-on-year/yoy) berada di angka 5,12%. Lalu dibandingkan dengan kuartal sebelumnya tercatat tumbuh 4,04%.

    Ekonom Senior INDEF, Tauhid Ahmad, memproyeksikan angka pertumbuhan di kuartal II tak akan menyentuh 5%. Tauhid cukup kaget ekonomi Indonesia bisa tumbuh 5,12%.

    “Angka pertumbuhan ekonomi ini ya ditetapkan pemerintah 5,12% agak kaget. Di luar perkiraan banyak orang termasuk saya yang memperkirakan di bawah 5%. Bahkan jauh, sekitar 4,8%, 4,9%. Saya sempat perkirakan antara 4,7% sampai 5,0%” ujarnya kepada detikcom, Selasa (5/8/2025).

    Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira yang memperkirakan pertumbuhan kuartal II-2025 hanya berada di kisaran 4,5-4,7% yoy, bahkan lebih rendah dari realisasi kuartal I-2025 yang sebesar 4,87%. Menurutnya, lesunya daya beli masyarakat jadi penyebab utama.

    “Pertumbuhan kuartal II-2025 di kisaran 4,5-4,7% yoy, karena tidak ada lagi pendorong musiman setelah Lebaran, daya beli sedang lesu,” ujar Bhima.

    Lemahnya daya beli ini juga berdampak pada sektor manufaktur. Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia tercatat berada di angka 49,2 pada Juli 2025. Meski membaik dibandingkan bulan sebelumnya yang sempat anjlok ke 46,9, posisi ini masih di bawah ambang batas 50-yang berarti aktivitas manufaktur masih mengalami kontraksi.

    Selain itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal. Ia memprediksi pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 akan berada di bawah 5%, tepatnya pada kisaran 4,7-4,8% yoy. Alasannya serupa: konsumsi rumah tangga yang melemah.

    “CORE memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 melambat ke kisaran 4,7-4,8%, turun dari 4,87% pada kuartal I,” ujarnya.

    Faisal juga menilai stimulus pemerintah belum cukup kuat untuk mendorong pertumbuhan. Di sisi lain, kontribusi dari net ekspor pun makin mengecil, karena surplus neraca perdagangan terus menyusut selama kuartal II.

    “Kontribusinya terhadap pertumbuhan jadi lebih rendah. Kami juga prediksi belanja pemerintah masih minus. Di kuartal I minus, dan di kuartal II kami prediksi minus 1%, jadi kontraksi. Itu yang juga memperlambat laju ekonomi,” jelasnya.

    Proyeksi Dipangkas: Lembaga-lembaga Turut Ragu

    Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

    LPEM UI

    Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) dalam riset Trade and Industry Brief Vol VIII No. 2 edisi Juni 2025 juga menyoroti adanya perlambatan ekonomi nasional.

    “Pada awal 2025, Indonesia menunjukkan gejala perlambatan ekonomi yang diakibatkan oleh tergerusnya daya beli, menyusutnya kelas menengah, dan menurunnya produktivitas sektoral yang tercermin dalam dinamika industri dan ketenagakerjaan,” tulis tim peneliti LPEM FEB UI.

    Mereka mencatat, sektor manufaktur-yang selama ini menjadi tulang punggung penyerapan tenaga kerja-mengalami tantangan deindustrialisasi prematur: kontribusinya terhadap PDB menurun, serapan tenaga kerja melemah, dan produktivitas stagnan.

    Sementara sektor pertanian pun belum lepas dari persoalan klasik, mulai dari ketersediaan input, teknologi, logistik, pembiayaan, hingga persaingan dengan produk impor dan praktik perdagangan internasional yang tidak sehat.

    “Indonesia perlu menciptakan lebih banyak lapangan kerja untuk menampung angkatan kerja berpendidikan rendah-menengah agar bisa menekan angka kemiskinan dan menjaga daya beli,” saran LPEM UI.

    OECD

    Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 menjadi 4,7%, dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 4,9%.

    World Bank

    Bank Dunia pun menyampaikan peringatan bahwa perekonomian Indonesia rawan terdampak gejolak global. Ketegangan geopolitik yang meningkat saat ini berisiko mendorong pelemahan ekonomi lebih lanjut.

    Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Carolyn Turk, menyampaikan hal ini dalam peluncuran laporan Indonesia Economic Prospects (IEP) edisi Juni 2025.

    Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya 4,7%, dan 4,8% untuk tahun depan. Perkiraan ini mempertegas tren penurunan, setelah di kuartal I-2025 ekonomi RI hanya tumbuh 4,87%-turun dari angka 5% yang sempat tercapai sebelumnya.

    Menurut Carolyn, gejolak global menahan laju penciptaan lapangan kerja dan menghambat upaya penanggulangan kemiskinan ekstrem. Pelemahan kinerja perdagangan dan investasi asing, ditambah arus modal yang labil, menciptakan tekanan luas terhadap stabilitas makroekonomi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

    “Dalam situasi yang sangat rentan ini, ekonomi Indonesia memang menunjukkan ketahanan. Tapi kami melihat pertumbuhan PDB yang lebih rendah dari 5%. Konsumsi pemerintah dan investasi juga menurun tahun ini,” sebut Carolyn.

    Halaman 2 dari 2

    (fdl/fdl)

  • Pantes Konsumsi RI Tinggi, ‘Check Out’ Shopee Cs Jadi Motor Ekonomi

    Pantes Konsumsi RI Tinggi, ‘Check Out’ Shopee Cs Jadi Motor Ekonomi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Konsumsi rumah tangga mengalami pertumbuhan pada kuartal II-2025, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). Sampai-sampai membuat ekonomi Indonesia tumbuh 5,12% yoy pada kuartal II-2025, di luar ekspektasi para pelaku pasar keuangan.

    BPS mencatat, konsumsi rumah tangga pada periode itu mampu tumbuh 4,97% yoy dengan kontribusi mencapai 54,25%. Angka pertumbuhan konsumsi rumah tangga itu lebih tinggi dari kuartal I-2025 yang sebesar 4,95%, demikian juga dibanding kuartal II-2024 sebesar 4,93%.

    Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh. Edy Mahmud enggan mengklaim, tumbuhnya konsumsi rumah tangga pada kuartal II-2025 itu dipicu oleh pemulihan daya beli masyarakat. Namun, ia menganggap, lebih cenderung semakin luasnya pendataan belanja masyarakat oleh BPS saat ini.

    Konsumsi rumah tangga itu pun ia tegaskan naik dipicu oleh meningkatnya belanja kebutuhan dasar seperti bahan makanan dan makanan jadi karena aktivitas pariwisata selama periode libur hari besar keagamaan (Idulfitri, Waisak, Kenaikan Isa Almasih, dan Iduladha) hingga libur sekolah.

    “Jadi apakah daya beli sudah pulih? kita hanya menyampaikan data, memang konsumsinya demikian,” tegas Edy.

    Edy menjelaskan, untuk konsumsi rumah tangga memang juga ada perluasan cakupan dalam data PDB yang kini dicatat BPS, yakni belanja masyarakat melalui media online atau e-commerce yang sebelumnya belum pernah tercatat detail di data PDB.

    “Jadi ada hal yang baru yang mungkin belum pernah diungkap yaitu tadi adanya fenomena adanya shifting dari belanja secara offline ke belanja online yang barangkali belum diungkap,” kata Edy.

    “Jadi kita memang mudah melihat fenomena atau secara langsung atau secara offline, tapi yang secara online barangkali cukup sulit untuk bisa dilihat,” tegasnya.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Ekonomi RI Tumbuh 5,12% di Kuartal II-2025, Semua Kaget!

    Ekonomi RI Tumbuh 5,12% di Kuartal II-2025, Semua Kaget!

    Jakarta, CNBC Indonesia – Semua kaget dengan rilis angka pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 yang telah diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 5,12%, Selasa (5/8/2025).

    Kalangan ekonom kompak menyebut angka pertumbuhan itu di luar dugaan dan bahkan ada yang menyebut janggal.

    Ekonom yang mengaku terkejut dengan angka itu ialah Kepala Ekonom BCA David Sumual. Angka pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 yang dirilis BPS hari ini memang jauh di atas ekspektasi nya yang memperkirakan hanya di kisaran 4,69%-4,81% karena masih besarnya tekanan indikator belanja masyarakat dan kinerja sektor manufaktur pada periode itu.

    “Cukup suprising, tidak ada yang prediksi di atas 5%, apalagi 5,12%,” kata David kepada CNBC Indonesia, Selasa (5/8/2025).

    David mengatakan, komponen PDB yang tumbuhnya menurut BPS sangat tinggi hingga mampu mendorong ekonomi tumbuh 5,12% yoy di antaranya ialah pertumbuhan angka investasi yang mencapai 6,99%, tertinggi sejak kuartal II-2021.

    “Investasi angkanya sangat akseleratif. Angka pertumbuhan kuartal I juga banyak revisi dan investasi memang kami juga expect akselerasi, tapi tidak setajam angka BPS,” ucap David.

    Ia juga cenderung bertanya-tanya dengan melesatnya angka pertumbuhan industri pengolahan atau manufaktur yang pada kuartal II-2025 disebut BPS mencapai 5,68%, dari yang selama ini pergerakannya selalu di kisaran 4% sejak kuartal II-2022.

    Head of Macro Economic & Financial Market Research Permata Bank Faisal Rachman juga mengaku terkejut dengan angka pertumbuhan kuartal II-2025. Ia mengatakan, pertumbuhan PDB Indonesia mengalami akselerasi yang signifikan melampaui ekspektasi pasar.

    “Perekonomian Indonesia mencatat pertumbuhan yang lebih kuat dari perkiraan sebesar 5,12% yoy pada Triwulan II 2025, jauh di atas ekspektasi pasar yang memproyeksikan pertumbuhan tetap di bawah 5%,” tegas Faisal.

    Ekonom Bank Danamon Hosianna Evalita Situmorang juga tak bisa menutupi keterkejutannya dengan angka realisasi investasi kuartal II-2025. Ia mengatakan, seharusnya kinerja PMTB pada kuartal II-2025 yang tumbuh cepat menurut BPS tak banyak berefek pada dorongan cepat ekonomi karena hanya terdiri dari belanja modal pemerintah berupa mesin dan impor barang modal meski bahan baku melambat.

    “Cenderung enggak banyak spill over ke domestik pada semester I-2025 ini,” ucap Hosianna.

    Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto juga mengungkapkan keterkejutannya dengan angka rilis BPS ini. Sebab, proyeksi secara keseluruhan para pelaku pasar keuangan tak ada yang menyebut ekonomi pada kuartal II-2025 bisa tembus di atas 5%.

    “Suprising, karena ekspektasi kita di bawah 5%,” tutur Myrdal.

    Dugaan Kejanggalan

    Sementara itu, sejumlah ekonomi dari lembaga think tank, menganggap ada kejanggalan dari data ekonomi kuartal II-2025 ini. Misalnya, sebagaimana disampaikan Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira.

    Sama seperti David Sumual yang turut mempertanyakan cepatnya pertumbuhan kinerja industri manufaktur, Bhima menyebut angka janggal pertumbuhan itu berlainan dengan data PMI Manufaktur yang malah kini tengah dalam zona pesimis.

    Berdasarkan data S&P Global, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Juli 2025 tercatat sebesar 49,2, yang berarti berada di zona kontraksi. Ini menjadi bulan keempat berturut-turut PMI berada di bawah ambang ekspansi (50,0), menandakan pelemahan yang konsisten dalam aktivitas manufaktur nasional.

    Sebelumnya, PMI manufaktur Indonesia tercatat di level 46,7 pada April, 47,4 pada Mei, dan 46,9 pada Juni 2025. Meskipun angka pada Juli menunjukkan sedikit perbaikan, posisi yang masih berada di bawah 50 menandakan bahwa pelaku industri tetap menghadapi tekanan, terutama dari sisi permintaan dan produksi.

    “Pertumbuhan industri pengolahan tidak sinkron dengan data PMI Manufaktur. Ini ada yang janggal,” tegas Bhima.

    Sementara itu, Head of Center Macroeconomics and Finance INDEF M. Rizal Taufikurahman mengingatkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,12% (yoy) pada kuartal II 2025 patut dicermati secara lebih kritis.

    Ia menyebut, secara nominal, angka pertumbuhan ini memang di luar ekspektasi karena di kisaran 4,7-5,0%. Bahkan, mampu tumbuh tinggi di atas periode yang memiliki dorongan faktor musiman seperti pada kuartal I-2025 dengan capaian hanya 4,87%.

    “Sangat mengejutkan, di luar ekspektasi,” tegas Rizal.

    Namun, Rizal mengingatkan, jika dilihat dalam konteks historis, capaian ini sebenarnya masih merefleksikan pola pertumbuhan yang masih stagnan sejak pasca-pandemi.

    “Artinya, kita tidak menyaksikan lonjakan pertumbuhan struktural, melainkan repetisi siklus musiman yang seringkali terdorong oleh momen Lebaran dan pola konsumsi jangka pendek, tanpa transformasi signifikan di sisi produktif,” paparnya.

    “Ini menandakan bahwa struktur ekonomi nasional belum sepenuhnya pulih dalam kualitas, meskipun terlihat stabil dalam kuantitas,” tegas Rizal.

    Lebih jauh, ia mengingatkan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan berasal dari lonjakan impor (11,65%), konsumsi rumah tangga, dan PMTB (investasi tetap bruto), bukan dari peningkatan ekspor bersih atau efisiensi belanja pemerintah di mana konsumsi pemerintah justru tumbuh negatif (-0,33%).

    “Ini mengindikasikan bahwa permintaan domestik masih menjadi tulang punggung utama, sementara sisi produksi dan ekspor masih belum cukup kuat menopang pertumbuhan jangka menengah,” paparnya.

    Ketergantungan terhadap sektor konsumsi dan importasi bahkan dapat memperlebar defisit transaksi berjalan dan meningkatkan tekanan terhadap neraca pembayaran bila tidak dibarengi dengan penguatan sektor tradable.

    Dengan kata lain, ia melihat pertumbuhan Q2‑2025 lebih mencerminkan stabilitas struktural ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global, meskipun masih bergantung pada faktor musiman dan permintaan domestik,

    Walaupun ia anggap angka ini belum terjadi pergeseran strategis menuju industrialisasi dan produktivitas sektor riil. Dengan kata lain, Rizal menekankan, pertumbuhan ekonomi kuartal II‑2025 sebesar 5,12% memang cukup impresif secara headline, tetapi belum menjawab tantangan struktural ekonomi Indonesia.

    “Ketergantungan pada konsumsi dan investasi tanpa dukungan kuat dari sektor produksi dan ekspor yang dapat menjadikan capaian pertumbuhan rawan tidak sustain,” tegas Rizal.

    (arj/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Secara Kumulatif Naik 4,99%, Ekonomi RI Semester I/2025 Melambat dari Tahun Lalu

    Secara Kumulatif Naik 4,99%, Ekonomi RI Semester I/2025 Melambat dari Tahun Lalu

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya pelambatan pertumbuhan ekonomi pada semester 1/2025. Ekonomi Indonesia tercatat tumbuh sebesar 4,99% (C-to-C) atau lebih rendah dibandingkan semester 1/2024 yang mencapai 5,03%.

    Pada konferensi pers, Selasa (5/8/2025), Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS), Moh. Edy Mahmud menyebut kumulatif pertumbuhan ekonomi selama semester I/2025 atau kuartal I/2025 dan II/2025 digabungkan yakni 4,99%.

    “Pertumbuhan ekonomi semester I/2025 dibandingkan semester II/2024 4,99%,” ujar Edy di Gedung BPS, Jakarta, Selasa (5/8/2025).

    Adapun apabila merujuk pada kuartal II/2025, Edy menyebut pertumbuhan ekonomi mencapai 5,12% secara tahunan atau year-on-year (YoY) dari kuartal II/2024.

    Sementara itu, secara kuartalan, ekonomi kuartal II/2025 tumbuh 4,04% apabila dibandingkan dengan kuartal I/2025.

    Sebelumnya, proyeksi dari 30 ekonom maupun lembaga yang dihimpun Bloomberg menunjukkan, median atau nilai tengah pertumbuhan PDB kuartal II/2025 diperkirakan 4,8% (YoY). Estimasi tertinggi yakni pertumbuhan hingga 5% sedangkan terendah 4,6%.

    Proyeksi pertumbuhan tertinggi yakni 5% diramalkan oleh Gareth Leather dari Capital Economics, Ltd. dan Enrico Tanuwidjaja dari PT Bank UOB Indonesia, sedangkan terendah oleh Moody’s Analytics Singapore, Jeemin Bang sebesar 4,6%.

    Bank-bank BUMN seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) memproyeksikan pertumbuhan sebesar 4,79% atau setara dengan nilai rata-rata konsensus para ekonom tersebut. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) meramalkan pertumbuhan lebih tinggi 4,9%.