Kementrian Lembaga: BPS

  • Beda dengan Industri Hulu Tekstil, Sektor Hilir Disebut Mulai Pulih

    Beda dengan Industri Hulu Tekstil, Sektor Hilir Disebut Mulai Pulih

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Garmen dan Tekstil Indonesia (AGTI) menyebut kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) jelang akhir tahun ini menunjukkan arah yang lebih positif dibandingkan tahun lalu.

    Hal ini disebut tercerminkan dari data Badan Pusat Statistik (BPS) di mana total ekspor mencapai US$8,07 miliar hingga Agustus 2025, dengan pertumbuhan industri TPT mencapai 5,92% pada triwulan III/2025 lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,04%. 

    Ketua Umum AGTI Anne Patricia Sutanto mengatakan, berbagai indikator resmi, baik dari BPS maupun laporan industri, memperlihatkan bahwa pemulihan mulai bergerak ke jalur yang lebih stabil meskipun masih bertahap.

    “Pertumbuhan ekspor ini didorong oleh peningkatan pada produk kimia, pakaian jadi, serta kulit dan alas kaki,” kata Anne kepada Bisnis, Senin (1/12/2025). 

    Dari sisi hilir, permintaan domestik mulai membaik dan pelaku industri melihat kembali peluang untuk meningkatkan kapasitas. Sementara itu, sektor hulu memang masih menghadapi tekanan. 

    Pasalnya, ketergantungan impor bahan baku yang cukup tinggi. Namun, trennya perlahan menunjukkan stabilisasi seiring pasar yang lebih tertata dan penertiban impor ilegal yang mulai memberikan dampak langsung di lapangan.

    “Dengan kombinasi peningkatan ekspor, stabilitas pasar domestik, dan data pertumbuhan yang positif, kami melihat bahwa fondasi pemulihan industri TPT sudah mulai terbentuk,” tuturnya. 

    Anne menilai bahwa pemulihan industri TPT masih berjalan bertahap dan belum merata. Momentum pemulihan penting karena menunjukkan bahwa industri TPT bergerak ke arah yang lebih kuat dibanding tahun lalu dan memasuki tahun depan dengan optimisme yang terukur tetapi solid.

    Adapun, momentum perbaikan industri TPT akhir tahun ini ditopang oleh beberapa pendorong utama. Pertama, pasar domestik yang lebih stabil memberikan ruang bagi produsen garmen dan apparel untuk meningkatkan kapasitas secara bertahap. 

    “Konsumsi masyarakat, khususnya segmen menengah mulai pulih sehingga permintaan terhadap pakaian jadi dan household textiles meningkat,” jelasnya. 

    Kedua, penegakan impor ilegal yang lebih tegas dari pemerintah menghasilkan dampak nyata di lapangan seperti pasar menjadi lebih tertata, kompetisi lebih sehat, dan produk lokal kembali memiliki ruang untuk tumbuh. 

    “Ini menjadi salah satu faktor yang paling dirasakan langsung oleh pelaku industri,” tambahnya. 

    Ketiga, perubahan preferensi global menuju produk berkelanjutan menciptakan peluang baru bagi industri yang telah berinvestasi dalam serat daur ulang, low-impact processes, dan sistem produksi yang efisien. 

    Menurut Anne, tak sedikit anggota AGTI yang kini melihat peningkatan permintaan dari buyer untuk kategori produk dengan standar sustainability yang lebih tinggi.

    Dari sisi produk, dia melihat peningkatan permintaan paling terlihat pada apparel dan garmen untuk pasar domestik dan beberapa pasar ekspor yang mulai stabil, household textiles seperti beddings dan home fabric, serta technical textiles yang digunakan untuk kebutuhan industri, kesehatan, dan fungsional.

    Selain itu, produk berbasis circular economy seperti material hasil daur ulang dan recycled blended fibers mulai masuk ke permintaan yang lebih konsisten seiring kebijakan ESG global yang semakin ketat.

    “Secara keseluruhan, dorongan pasar domestik, penertiban impor ilegal, serta transisi ke produk bernilai tambah dan berkelanjutan menjadi faktor utama yang menggerakkan pemulihan industri di akhir tahun ini,” pungkasnya. 

  • Surplus Neraca Dagang RI Susut, Purbaya Sebut Akibat Permintaan Domestik Pulih

    Surplus Neraca Dagang RI Susut, Purbaya Sebut Akibat Permintaan Domestik Pulih

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menilai surplus neraca dagang Indonesia pada Oktober 2025 yang semakin susut justru menandai perbaikan permintaan domestik. 

    Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2025 mengalami surplus senilai US$2,39 miliar. Ini menjadi surplus ke-66 kalinya secara beruntun sejak Mei 2020, tetapi menjadi yang terendah sejak April 2025 dan lebih rendah dari Oktober 2024 yaitu US$2,71 miliar.

    Namun demikian, Purbaya menilai pembukuan surplus yang lebih rendah itu menjadi tanda bahwa permintaan domestik membaik. Sebaliknya, surplus neraca dagang yang terlalu besar, di mana berarti nilai ekspor melambung tinggi, dinilai olehnya menjadi tanda-tanda bahwa permintaan domestik buruk. 

    “Kalau surplusnya kegedean, tandanya apa? Permintaan domestik kan jelek. Kalau surplusnya menyusut tetapi masih surplus, artinya ada tanda-tanda perbaikan di domestic demand. Jadi Anda enggak bisa terjemahkan langsung satu titik aja,” terangnya kepada wartawan saat ditemui usai Rapimnas Kadin 2025, Park Hyatt, Jakarta, Senin (1/12/2025). 

    Menurut Purbaya, perlu untuk melihat seperti apa perkembangan neraca perdagangan Indonesia ke depan. Dia memperkirakan apabila kinerja surplus perdagangan membaik, maka bisa jadi menjadi tanda bahwa ekonomi domestik membaik. 

    “Kita lihat beberapa bulan ke depan seperti apa. Kalau balik ke normal, artinya ekonomi domestik mulai normal lagi dengan permintaan yang lebih bagus dibanding sebelum-sebelumnya,” jelasnya. 

    Seperti diberitakan sebelumnya, BPS mengumumkan neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus US$2,39 miliar secara tahunan (year on year/YoY) pada Oktober 2025. Angka itu merupakan surplus neraca perdagangan terendah sejak April 2025 atau dalam enam bulan terakhir. 

    Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Isnartini mengatakan bahwa Indonesia mencatatkan ekspor Oktober sebesar US$24,24 miliar atau turun 2,31% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 

    Sementara itu, nilai impor Oktober 2025 mencapai US$21,84 miliar atau turun 1,15% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan ini dipengaruhi oleh penurunan impor migas.

    “Neraca perdagangan Indonesia dengan ini telah mencatat surplus selama 66 bulan berturut turun sejak Mei 2020,” ujar Pudji pada Rabu (1/10/2025). 

    Surplus pada Oktober 2025 lebih ditopang pada komoditas nonmigas yaitu sebesar US$4,41 miliar dengan komoditas penyumbang surplus utama lemak dan minyak hewan/nabati, kemudian bahan bakar mineral, serta besi dan baja.

    Pada saat yang sama, neraca perdagangan komoditas migas defisit US$1,92 miliar dengan komoditas penyumbang defisit yaitu minyak mentah dan hasil minyak.

  • Inflasi Kediri Turun, Tapi Harga Pangan Masih Bergerak Liar: Ini Penyebabnya

    Inflasi Kediri Turun, Tapi Harga Pangan Masih Bergerak Liar: Ini Penyebabnya

    Kediri (beritajatim.com) – Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Kediri mencatat inflasi month-to-month (m-to-m) sebesar 0,19 persen pada November 2025, atau turun 0,21 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Informasi tersebut disampaikan Kepala BPS Kota Kediri Emil Wahyudiono dalam rilis daring pada Senin (1/12), yang sekaligus menjelaskan faktor penyebab kenaikan dan penurunan harga berbagai komoditas sepanjang November.

    Menurut Emil, fluktuasi harga pada bulan tersebut dipengaruhi sejumlah peristiwa, antara lain penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi pada 1 November 2025, kenaikan harga beberapa komoditas hortikultura dan daging sapi akibat pasokan terbatas, kenaikan harga emas global, serta penurunan harga beras, daging, dan telur ayam ras. Kombinasi faktor tersebut membentuk pergerakan inflasi di Kota Kediri.

    Sejumlah komoditas tercatat memberikan andil inflasi m-to-m November, di antaranya tomat dan bawang merah dengan kontribusi masing-masing 0,05 persen; sawi hijau sebesar 0,04 persen; cabai merah 0,03 persen; serta kangkung, cabai rawit, daging sapi, sewa rumah, dan kacang panjang masing-masing 0,02 persen. Adapun emas perhiasan, terong, wortel, bayam, ketimun, dan brokoli turut menyumbang inflasi 0,01 persen.

    Di sisi lain, beberapa komoditas justru menahan laju inflasi dengan memberikan andil deflasi. Daging ayam ras dan beras masing-masing memberikan deflasi -0,06 persen; pisang -0,02 persen; serta telur ayam ras, kelapa, dan salak masing-masing -0,01 persen. Pergerakan harga ini mencerminkan dinamika permintaan dan pasokan menjelang akhir tahun.

    Emil mengingatkan beberapa hal yang perlu diwaspadai pada Desember 2025 sebagai masukan bagi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kota Kediri. Faktor tersebut meliputi intervensi pemerintah pusat terhadap harga angkutan udara, darat, dan kereta api; kecukupan stok beras, telur ayam ras, daging ayam ras, dan bahan pangan lain menjelang Natal dan libur akhir tahun; penyesuaian harga BBM yang masih berlangsung; serta potensi kenaikan harga emas global.

    “Kami mengimbau ada beberapa hal yang perlu diwaspadai di Bulan Desember… harga emas secara global juga kemungkinan masih mengalami kenaikan sehingga berdampak terhadap harga emas perhiasan,” jelasnya.

    Ia menambahkan, kebijakan pemerintah pusat terkait harga angkutan masih dinantikan mengingat mobilisasi masyarakat diperkirakan meningkat menjelang libur panjang. Pada komoditas hortikultura, daging ayam ras, dan telur ayam ras, permintaan diperkirakan naik seiring perayaan Natal dan libur akhir tahun.

    “Selain itu perlu diperhatikan juga terkait peningkatan permintaan akibat operasional SPPG pada Program MBG, Pemkot Kediri perlu memperhatikan jumlah pasokannya,” ujarnya. Emil mengimbau masyarakat tetap berbelanja secara bijak dan tidak melakukan panic buying. [nm/kun]

  • Transum Jakarta Makin Diminati, Transjakarta dan MRT Catat Lonjakan Penumpang
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        1 Desember 2025

    Transum Jakarta Makin Diminati, Transjakarta dan MRT Catat Lonjakan Penumpang Megapolitan 1 Desember 2025

    Transum Jakarta Makin Diminati, Transjakarta dan MRT Catat Lonjakan Penumpang
    Penulis

    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Jakarta menunjukkan peningkatan signifikan dalam penggunaan transportasi publik secara bulanan maupun tahunan pada Oktober 2025.
    Lonjakan jumlah penumpang secara tahunan terlihat pada
    MRT
    , LRT, dan
    Transjakarta
    , yang dapat menunjukkan makin banyak warga menggunakan angkutan publik.
    Kenaikan ini juga sejalan dengan meningkatnya frekuensi perjalanan dan jumlah armada yang beroperasi di beberapa moda.
    Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta yang dirilis pada Senin, (1/12/2025) mencerminkan pergerakan mobilitas masyarakat yang semakin aktif menggunakan transportasi umum di Jakarta.
    Transjakarta menjadi moda dengan jumlah penumpang terbesar sepanjang Oktober 2025, yakni 40.360.840 orang.
    Angka tersebut naik 10,77 persen secara bulanan (m-to-m) dari September 2025 yang mencapai 36.437.848 penumpang.
    Dibandingkan Oktober 2024 (y-on-y), terjadi kenaikan 13,23 persen dari total 35.646.480 penumpang.
    Secara kumulatif Januari–Oktober 2025, jumlah penumpang Transjakarta mencapai 339.113.847 orang, naik 7,07 persen dibanding 2024.
    Jumlah bus yang beroperasi pada Oktober 2025 tercatat 5.073 unit, naik 0,40 persen dari September 2025 dan meningkat 11,42 persen dibandingkan Oktober 2024.
    Total armada yang beroperasi sepanjang Januari–Oktober 2025 mencapai 48.481 unit, tumbuh 8,61 persen secara tahunan.
    Jumlah penumpang MRT Jakarta pada Oktober 2025 tercatat 4.398.017 orang. Angka ini naik 12,37 persen dibandingkan September 2025 secara bulanan dan meningkat 13,90 persen dibandingkan Oktober 2024.
    Secara kumulatif Januari–Oktober 2025, jumlah penumpang MRT mencapai 37.359.772 orang, atau meningkat 13,89 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2024.
    Dari sisi operasional, realisasi perjalanan MRT mencapai 8.325 perjalanan pada Oktober 2025, naik 4,64 persen dari September 2025 atau bertambah 369 perjalanan.
    Namun secara tahunan, jumlah perjalanan MRT tidak berubah dibandingkan Oktober 2024.
    Total perjalanan sepanjang Januari–Oktober 2025 sebesar 79.556 perjalanan, sedikit turun 0,30 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
    Total penumpang LRT Jakarta pada Oktober 2025 mencapai 115.070 orang. Secara bulanan, angkanya turun 5,60 persen atau berkurang 6.822 penumpang dibanding September 2025.
    Namun secara tahunan terjadi kenaikan 13,00 persen atau bertambah 13.234 penumpang dibanding Oktober 2024.
    Secara kumulatif Januari–Oktober 2025, jumlah penumpang LRT tercatat 1.044.381 orang, meningkat 2,45 persen dari periode yang sama pada 2024.
    Jumlah perjalanan LRT pada Oktober 2025 mencapai 6.322 perjalanan, naik 3,33 persen dibanding September 2025.
    Secara tahunan, jumlah perjalanan tidak berubah dari Oktober 2024. Kumulatif perjalanan hingga Oktober 2025 tercatat 61.960 perjalanan, turun tipis 0,39 persen dibanding tahun sebelumnya.
    Peningkatan pengguna transportasi umum di Jakarta pada Oktober 2025 memperlihatkan tren mobilitas warga yang terus menguat.
    Kenaikan penumpang pada MRT, LRT, dan Transjakarta, baik secara bulanan maupun tahunan, menunjukkan semakin besarnya ketergantungan masyarakat pada layanan angkutan publik sebagai opsi perjalanan harian.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Perawatan Pribadi Jadi Penyumbang Terbesar Inflasi Tahunan Jakarta pada November 2025
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        1 Desember 2025

    Perawatan Pribadi Jadi Penyumbang Terbesar Inflasi Tahunan Jakarta pada November 2025 Megapolitan 1 Desember 2025

    Perawatan Pribadi Jadi Penyumbang Terbesar Inflasi Tahunan Jakarta pada November 2025
    Penulis

    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Jakarta mencatat kenaikan inflasi tahunan pada November 2025, dengan laju mencapai 2,67 persen dan Indeks Harga Konsumen (IHK) berada di level 108,11.
    Lonjakan ini terutama dipicu kenaikan pada kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya yang menjadi penyumbang terbesar.
    Data tersebut menempatkan kelompok konsumsi rumah tangga sebagai salah satu faktor dominan dalam tekanan harga sepanjang tahun.
    Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta menyampaikan tren
    inflasi
    menjelang akhir tahun masih berpotensi meningkat seperti periode-periode sebelumnya.
    BPS DKI Jakarta melaporkan inflasi tahunan terjadi akibat meningkatnya indeks sejumlah kelompok pengeluaran.
    Kelompok dengan andil terbesar adalah perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 0,84 persen.
    Kemudian, untuk makanan, minuman, dan tembakau (0,77 persen), serta perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga (0,67 persen).
    “Kalau kita lihat tren, di Desember-Desember sebelumnya juga ada inflasi, mudah-mudahan tetap terjaga di target 2,5 plus minus 1 untuk inflasi tahun 2025,” kata Kepala BPS DKI Jakarta, Nurul Hasanudin, dikutip dari
    Antara
    .
    Sejumlah kelompok lain juga memberikan andil inflasi, antara lain pendidikan sebesar 0,15 persen.
    Kelompok kesehatan dan penyediaan makanan/minuman restoran masing-masing menyumbang 0,09 persen.
    Kelompok perlengkapan dan pemeliharaan rutin rumah tangga tercatat 0,04 persen, pakaian dan alas kaki 0,03 persen, serta kelompok transportasi dan rekreasi, olahraga, dan budaya masing-masing menyumbang 0,01 persen.
    “Seluruh kelompok pengeluaran mengalami inflasi secara tahunan pada November 2025, kecuali kelompok informasi komunikasi dan jasa keuangan, memberikan andil deflasi sebesar 0,03 persen dengan komoditas utama penyumbang deflasi adalah komoditas telepon seluler,” kata Hasanudin.
    BPS DKI juga mencatat beberapa komoditas dengan andil besar terhadap
    inflasi tahunan Jakarta
    .
    Emas perhiasan memberikan kontribusi 0,73 persen, diikuti tarif air minum PAM (0,63 persen), cabai merah (0,17 persen), daging ayam ras (0,10 persen), dan beras (0,09 persen).
    Secara bulanan, Jakarta mengalami inflasi sebesar 0,27 persen pada November 2025 terhadap Oktober 2025.
    Komoditas penyumbang tertinggi pada periode ini kembali berasal dari emas perhiasan dengan andil 0,16 persen.
    Pergerakan harga pada kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya menjadi pendorong utama inflasi tahunan Jakarta.
    Sementara sejumlah komoditas strategis seperti emas perhiasan, tarif air, dan bahan pangan turut membentuk dinamika inflasi sepanjang November 2025.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Inflasi Jakarta November 2025 Lebih Tinggi dari Rata-rata Nasional
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        1 Desember 2025

    Inflasi Jakarta November 2025 Lebih Tinggi dari Rata-rata Nasional Megapolitan 1 Desember 2025

    Inflasi Jakarta November 2025 Lebih Tinggi dari Rata-rata Nasional
    Penulis

    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Inflasi bulanan di Jakarta kembali mencatatkan kenaikan pada November 2025 dan berada di atas rata-rata nasional.
    Tekanan harga terutama dipicu lonjakan pada komoditas non-pangan, dengan emas perhiasan menjadi penyumbang terbesar.
    Badan Pusat Statistik (BPS) DKI
    Jakarta
    mencatat
    inflasi
    bulanan sebesar 0,27 persen pada November 2025.
    Angka ini lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang berada pada 0,17 persen pada periode yang sama.
    Kepala BPS DKI Jakarta, Nurul Hasanudin, menyampaikan bahwa komoditas dengan andil tertinggi adalah emas perhiasan, yang menyumbang 0,16 persen.
    “Komoditas yang memberikan andil utama inflasi pada bulan November 2025, yang pertama adalah komoditas emas perhiasan, memberikan andil 0,16 persen,” kata Hasanudin, dikutip dari
    Antara
    .
    Ia menjelaskan bahwa emas perhiasan, yang termasuk dalam kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya, terus memberikan tekanan inflasi bulanan.
    Komoditas ini mengalami inflasi 9 kali pada 2023, 11 kali pada 2024, dan 11 bulan berturut-turut sepanjang 2025.
    Di luar emas perhiasan, sejumlah komoditas turut mendorong inflasi Jakarta pada November 2025, antara lain:
    Harga cabai merah secara khusus menonjol dengan rata-rata Rp 76.840,94 per kg.
    “Ini tentunya menjadi perhatian kita, karena level harga pada November 2025 sudah mencapai level yang cukup tinggi di kisaran Rp 77.000,” ujar Hasanudin.
    Sejumlah komoditas turut menahan laju inflasi dengan memberikan andil deflasi bulanan, yaitu:
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sensus Ekonomi 2026 Turut Petakan Potensi Sektor Ekonomi Kreatif

    Sensus Ekonomi 2026 Turut Petakan Potensi Sektor Ekonomi Kreatif

    Bisnis.com, JAKARTA — Perkembangan ekonomi kreatif di Tanah Air menjadi ujung tombak bagi perkembangan perekonomian. Kontribusi dari sektor kreatif ditargetkan akan terus meningkat dari waktu ke waktu.
     
    Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti, ekonomi kreatif saat ini menjadi aktivitas yang paling dinamis dan penuh potensi dalam sistem perekonomian Indonesia.
     
    Dia menuturkan dalam satu dekade terakhir, geliat pelaku usaha ekonomi kreatif semakin jelas terlihat, terutama di kota-kota besar yang menjadi pusat inovasi dan budaya populer.
     
    “Menariknya, laju pertumbuhan sektor ini tidak lagi didominasi pemain lama. Justru generasi muda yang kini mengambil posisi terdepan, memanfaatkan perkembangan teknologi, media sosial, dan perubahan gaya hidup untuk menciptakan usaha-usaha baru yang kreatif, adaptif, dan kompetitif,” ujarnya melalui keterangan resmi, Senin (1/12/2025).
     
    BPS mencatat berdasarkan Sensus Ekonomi 2016, tergambar bahwa transformasi ekonomi kreatif mulai terlihat jelas. Pada periode tersebut, subsektor yang kini menjadi bagian penting dari ekosistem ekonomi kreatif seperti kuliner, fesyen, dan kriya sudah menunjukkan pertumbuhan yang pesat.
     
    Berkaca dari hasil sensus ekonomi pada 2016 itu, mayoritas pelaku usaha kreatif merupakan usaha mikro dan kecil yang berkembang terutama di wilayah perkotaan.
     
    “Meskipun Sensus Ekonomi 2016 belum memotret seluruh subsektor ekonomi kreatif seperti saat ini, sensus tersebut sudah menandai awal kebangkitan industri kreatif di berbagai daerah,” katanya.
     
    Saat ini, Amalia menuturkan sektor kreatif tumbuh jauh lebih kompleks. Usaha kuliner modern semakin beragam, brand fashion lokal bermunculan di hampir semua kota, pelaku seni visual memanfaatkan platform digital sebagai galeri virtual, dan usaha berbasis teknologi seperti animasi, gim, hingga pengembangan aplikasi semakin diminati oleh lulusan muda dari berbagai bidang.
     
    Menariknya, generasi muda tampil sebagai aktor utama dalam perkembangan ekonomi kreatif.
     
    “Mereka tidak hanya mengejar peluang ekonomi, tetapi juga menjadikan kreativitas sebagai identitas. Banyak usaha kreatif dimulai dari kamar tidur, studio sederhana, co-working space, atau dari sebuah komunitas hobi,” ujarnya.
     
    Dengan kehadiran media sosial, mereka dapat menjangkau pasar yang jauh lebih luas tanpa memerlukan modal besar untuk membuka toko fisik.
     
    Hal ini menjadikan roda ekonomi kreatif berputar lebih cepat dan lebih fleksibel dibandingkan sektor-sektor tradisional yang membutuhkan infrastruktur besar.
     
    Kemampuan generasi muda dalam beradaptasi dengan teknologi menjadi salah satu pendorong utama mengapa aktivitas ekonomi kreatif berkembang begitu pesat. Dalam banyak kasus, keputusan bisnis mereka sangat dipengaruhi tren global, pola konsumsi digital, dan kemampuan memanfaatkan data dari platform pemasaran.
     
    Fenomena seperti maraknya konten kreator, toko daring produk lokal, brand streetwear, hingga komunitas game online menunjukkan bagaimana kreativitas dan teknologi berpadu erat dalam membentuk model bisnis baru. Semua ini sekaligus menunjukkan perlunya data yang lebih komprehensif, akurat, dan mutakhir mengenai perkembangan sektor ini di Indonesia.
     
    Amalia menuturkan perkembangan tersebut menjadikan Sensus Ekonomi 2026 nantinya akan sangat sentral dalam memotret aktivitas ekonomi masyarakat, khususnya sektor ekonomi kreatif.
     
    “Sensus ini akan mendata seluruh kegiatan usaha nonpertanian dalam berbagai skala, dari mikro hingga besar, termasuk seluruh subsektor ekonomi kreatif yang kini menjadi perhatian publik dan pemerintah,” kata Amalia.

    Sebaran Pelaku Usaha

    Dengan adanya Sensus Ekonomi 2026, nantinya BPS akan memperoleh gambaran terkini mengenai jumlah dan sebaran pelaku usaha kreatif di seluruh Indonesia, karakteristik usaha, pemanfaatan teknologi, tenaga kerja yang terlibat, hingga tantangan yang dihadapi para pelaku.
     
    Nantinya, hasil sensus menjadi landasan penting dalam penyusunan berbagai kebijakan pengembangan ekonomi kreatif ke depan. Pemerintah pusat maupun daerah akan memiliki gambaran lebih jelas mengenai subsektor apa saja yang sedang berkembang pesat, wilayah mana yang menjadi pusat pertumbuhan pelaku kreatif muda, serta bagaimana kebutuhan pendukung seperti pembiayaan, pelatihan, dan infrastruktur teknologi dapat dirancang agar lebih tepat sasaran.
     
    Dengan data tersebut, berbagai program seperti pengembangan kota kreatif, peningkatan daya saing UMKM, dan perluasan ekosistem ekonomi digital dapat diarahkan secara lebih strategis.
     
    Selain bagi pembuat kebijakan, Sensus Ekonomi juga bermanfaat besar bagi pelaku usaha kreatif itu sendiri. Data hasil sensus akan membantu mereka memahami posisi usaha mereka dalam konteks yang lebih luas, melihat peluang ekspansi, serta memetakan potensi pasar.
     
    “Dalam banyak kasus, pelaku usaha kreatif tumbuh melalui proses coba-coba, berbasis inovasi tetapi tanpa analisis pasar yang mendalam. Kehadiran data sensus dapat menjadi acuan bagi mereka untuk mengambil keputusan usaha yang lebih terukur dan akan menjadi momen penting untuk menangkap potret terbaru sektor kreatif Indonesia.” (*)

  • Ramalan Mendag soal Kinerja Ekspor RI Jelang Akhir 2025

    Ramalan Mendag soal Kinerja Ekspor RI Jelang Akhir 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyampaikan bahwa kinerja ekspor Tanah Air mengalami penurunan di tengah dinamika perdagangan internasional.

    Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyampaikan bahwa ekspor kumulatif RI periode Januari–Oktober 2025 tumbuh 6,96% menjadi US$234,04 miliar. Secara tren, persentase tersebut menurun dibandingkan periode kumulatif Januari–September 2025 yang masih tumbuh 8,14%.

    “Kemungkinan Desember bisa turun, ya, karena kan biasanya kalau Desember ada yang tertunda. Tadi makanya pesannya jangan lama-lama ekspor angkutannya itu tertahan,” kata Budi dalam sesi diskusi panel Rapimnas Kadin Indonesia 2025 di Jakarta, Senin (1/12/2025).

    Dia lantas menyampaikan bahwa meningkatkan ekspor bukanlah pekerjaan mudah, sehingga perlu banyak dilakukan pembenahan terutama pada lingkup domestik.

    Budi menyoroti pentingnya pembenahan regulasi ekspor, perluasan target pasar baru, hingga mewujudkan iklim usaha yang lebih baik.

    Tak hanya di pasar ekspor, dia menyebut bahwa pemerintah bersama pengusaha dapat mendorong optimalisasi sumber daya yang dinilai akan dapat menambah daya saing produk dalam negeri.

    “Resource space kita bisa produknya, bisa regulasi dalam negeri, bisa iklim usaha yang baik, itulah yang bisa mendongkrak ekspor kita,” ujar Budi.

    Dia lantas menyampaikan bahwa pemerintah telah menetapkan target pertumbuhan ekspor kumulatif sepanjang 2025 sebesar 7,1%.

    Mengingat angka terbaru per Oktober menunjukkan pertumbuhan kumulatif sebesar 6,96%, Budi menargetkan setidaknya angka yang sama tercapai pada akhir tahun, sehingga tetap sejalan dengan visi pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029.

    “Karena hitung-hitungan kami ketika [ekspor tumbuh] 7,1%, kemudian tahun depan 7,09%, dan seterusnya sampai tahun 2029 itu 9,6%. Itu artinya pertumbuhan ekonomi 8% akan tetap. Jadi kita sudah simulasi berapa pertumbuhan ekspor yang dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8%,” ujar Budi.

    Untuk diketahui, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menargetkan ekspor tahun ini sebesar US$294,45 miliar atau tumbuh 7,1% year-on-year (yoy) dapat tercapai. Hal ini seiring kinerja perdagangan menunjukkan tren pertumbuhan yang positif. Dengan nilai ekspor mencapai US$234 miliar per Oktober, maka realisasinya baru 79,5% dari target tahun ini.

    Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia pada Oktober 2025 mencapai US$24,24 miliar, turun 2,31% dibanding periode sama tahun lalu. Penurunan terutama dipicu oleh melemahnya ekspor bahan bakar mineral (BBM) dan tembaga.

    Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan BBM menjadi komoditas ekspor yang mengalami penurunan terbesar.

    “Secara tahunan, komoditas ekspor yang mengalami penurunan terbesar itu yang pertama adalah bahan bakar mineral atau HS27, nilainya turun 19,04% dan volumenya turun 7,26%,” kata Pudji dalam Rilis BPS, Senin (1/12/2025).

  • Inflasi November 2025 Melambat, jadi Sinyal Pelemahan Ekonomi?

    Inflasi November 2025 Melambat, jadi Sinyal Pelemahan Ekonomi?

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi pada November 2025 mengalami perlambatan. Padahal, secara historis, inflasi kerap meningkat pada akhir tahun akibat permintaan yang meningkat.

    BPS mencatat inflasi November 2025 melambat ke level 0,17% secara bulanan (month to month/MtM), lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar 0,28% MtM.

    Pola ini berbanding terbalik dengan kondisi pada 2019 sampai dengan 2024. Selama itu, grafik inflasi bulanan konsisten menanjak dalam tiga bulan terakhir setiap tahunnya.

    Misalnya pada tahun lalu, inflasi bergerak dari 0,08% MtM pada Oktober 2024 menjadi 0,30% MtM pada November 2024, dan terus mendaki ke 0,44% MtM pada Desember 2024.

    Terakhir kali, perlambatan inflasi pada November terjadi pada 2018. Kala itu, BPS mencatat inflasi sebesar 0,27% atau lebih rendah sedikit dari 0,28% pada bulan sebelumnya atau Oktober 2018.

    Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede menilai anomali perlambatan inflasi pada November 2025 bukan merupakan sinyal permintaan ekonomi yang tajam, melainkan indikasi normalisasi harga pangan dan energi yang justru menguntungkan daya beli masyarakat.

    “Penurunan inflasi November 2025 menurut saya lebih mencerminkan kombinasi normalisasi harga pangan dan energi serta permintaan domestik yang masih terkendali, bukan sinyal bahwa ekonomi tiba-tiba melemah tajam,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (1/12/2025).

    Josua memaparkan, faktor utama yang membuat inflasi November tampak anomali dibanding pola historis adalah penurunan harga pada sejumlah komoditas pangan yang biasanya justru menjadi pendorong kenaikan harga jelang libur akhir tahun.

    Secara bulanan, terjadi penurunan harga pada daging ayam ras, beras, cabai merah, telur ayam ras, hingga kentang. Perinciannya, daging ayam ras menjadi penahan utama dengan memberikan andil deflasi sebesar 0,03%.

    Selanjutnya, komoditas beras dan cabai merah masing-masing menyumbang andil deflasi 0,02%. Adapun, telur ayam ras dan kentang turut berkontribusi menahan laju inflasi dengan andil deflasi masing-masing sebesar 0,01%.

    Menurut Josua, penurunan harga itu mengindikasikan pasokan pangan pokok relatif memadai berkat panen raya dan operasi pasar yang agresif.

    “Di sisi lain, tidak ada penyesuaian besar pada harga yang diatur pemerintah seperti BBM dan tarif listrik, sehingga komponen energi hanya mencatat inflasi tahunan sekitar 0,34%,” tambahnya.

    Dampak ke Pertumbuhan Ekonomi

    Lantas, apakah inflasi yang melambat ini akan menahan laju pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2025? Josua justru memproyeksikan dampak yang positif.

    Dia menjelaskan bahwa inflasi yang landai akan menjaga pendapatan riil masyarakat sehingga ruang konsumsi menjadi lebih longgar, terutama bagi kelompok berpendapatan rendah.

    “Dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi triwulan IV/2025 kemungkinan justru cenderung positif bagi daya beli. Inflasi yang lebih rendah membuat kenaikan pendapatan nominal rumah tangga lebih banyak tercermin sebagai kenaikan pendapatan riil,” jelas Josua.

    Dia juga menyoroti adanya dukungan stimulus fiskal di akhir tahun, termasuk bantuan sosial (bansos) tunai skala besar yang diproyeksikan mencapai Rp30 triliun pada kuartal terakhir tahun ini. Bansos, sambungnya, akan menyuntikkan tambahan permintaan ke sektor perdagangan dan jasa di akar rumput.

    Dari sisi perilaku konsumen, Josua mencatat adanya sikap kehati-hatian (precautionary motive). Data Survei Konsumen Oktober 2025 menunjukkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) naik ke level 121,2, namun porsi pendapatan yang ditabung juga meningkat dari 13,7% menjadi 14,3%.

    “Artinya, konsumen merasa lebih optimis ke depan tetapi masih berhati-hati dalam belanja saat ini, cenderung memperkuat tabungan,” tuturnya.

    Meskipun demikian, indikator sisi produksi menunjukkan penguatan. Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia naik ke level 53,3 pada November, tertinggi sejak Februari, yang mencerminkan peningkatan pesanan domestik.

    Dengan kombinasi faktor tersebut, Josua optimistis pertumbuhan ekonomi pada akhir tahun akan tetap terjaga. “Yang lebih mungkin terjadi, inflasi yang rendah akan membantu menahan perlambatan konsumsi rumah tangga di tengah ketidakpastian global, sehingga pertumbuhan triwulan IV tetap bertahan di kisaran sekitar 5%,” tutupnya.

  • Indonesia Impor Beras 40,7 Ribu Ton pada Oktober 2025

    Indonesia Impor Beras 40,7 Ribu Ton pada Oktober 2025

    Liputan6.com, Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia masih melakukan impor beras. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menjelaskan impor beras pada Oktober 2025 mencapai puluhan ribu ton. 

    “Pada Oktober 2025, impor beras sebesar 40,7 ribu ton dengan nilai USD 19,1 juta,” ujarnya pada Konferensi Pers, Senin (1/12/2025).

    Ia menambahkan, akumulasi impor beras sepanjang Januari hingga Oktober 2025 mencapai sebesar 364,3 ribu ton dengan nilai USD 178,5 juta.

    Ia menyebutkan negara asal utama beras yang masuk ke Indonesia selama periode tersebut. Menurut Pudji, impor didominasi dari tiga negara kawasan Asia.

    Sebelumnya, BPS memprediksi produksi beras nasional sepanjang 2025 akan mengalami peningkatan yang signifikan. BPS memprediksi produksi beras setara konsumsi pada periode Januari–Desember 2025 diperkirakan mencapai 34,79 juta ton, atau naik 13,06% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 30,62 juta ton.

    Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menyampaikan bahwa kenaikan produksi beras tersebut tak lepas dari pertumbuhan produksi gabah dan perluasan panen pada awal tahun. Sepanjang sub-round 1, yakni Januari hingga April, panen padi menunjukkan lonjakan yang menjadi penopang utama proyeksi produksi beras 2025.

    “Potensi produksi beras sepanjang Januari-Desember diperkirakan mencapai 34,79 juta ton atau naik 13,06% yoy. Ini utamanya disumbangkan oleh peningkatan sub-round 1 sebesar 26,54% yoy,” tutur Pudji dalam Konferensi Pers, Senin (1/12/2025).

    BPS mencatat produksi beras setara konsumsi pada Oktober 2025 diperkirakan mencapai 2,72 juta ton. Sementara untuk periode November 2025 hingga Januari 2026, produksi beras diproyeksikan mencapai 5,11 juta ton, atau tumbuh 21,25% secara tahunan.