Video: BPOM-Kemhan Dorong RI Produksi Bahan Baku Obat Mandiri
Kementrian Lembaga: BPOM
-

Panggil Doktif, Sosok Perempuan Bertopeng yang Bongkar Skincare Overclaim, BPOM Merasa Tersaingi? – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Kemunculan sosok perempuan bertopeng yang menamakan diri dokter detektif alias doktif menarik perhatian publik.
Doktif kerapkali muncul, dengan topeng dimata di media sosial, me-review skincare dan membongkar claim berlebihan atau overclaim.
Baru-baru ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (Badan POM RI) mengungkapkan rencana pemanggilan doktif.
Apakah kehadiran doktif mengusik BPOM? Ini mengingat kehadiran doktif bak pengawas dan menguliti maraknya peredaran skincare abal-abal yang merugikan kesehatan,
Benarkah BPOM merasa tersaingi dalam hal pengawasan skincare yang notabene jadi ranah tugasnya?
Kepala BPOM Taruna Ikrar alam konferensi pers pada Senin (30/12/2024) menyebut bahwa tanggungjawab pengawasan terhadap skincare yang masuk kosmetik secara resmi berada di bawah wewenang dan tugas BPOM RI.
Hal ini merujuk pada peraturan perundang-undangan.
Sehingga, menurutnya tidak ada pengawasan yang bisa dilakukan oleh individu maupun lembaga lain.
“Sehingga kalau ada pertanyaan apakah doktif saingan Badan POM? Badan POM tidak pernah merasa mendapat saingan, karena satu-satunya lembaga yang diperintahkan oleh undang-undang yang resmi itu BPOM,” kata Taruna.
Taruna Ikrar Kepala BPOM RI di hadapan guru besar, dosen dan mahasiswa di Harvard Medical School, Harvard University, tepatnya di Aula Massachusetts General Hospital, Boston, USA. Rabu 20 November 2024 (HO)
Ia kembali pemanggilan ini menjalankan tugas dan fungsi BPOM sebagai lembaga pengawas.
“Jadi kami tidak punya saingan, dan lembaga negara harus menjalankan tupoksinya sesuai dengan aturan yang ada,” jelas Taruna.
Pemanggilan itu kata untuk memastikan motif doktif dalam melakukan review skincare overclaim.
“Kami tidak tahu apa motifnya, apakah karena persaingan bisnis atau motif lain, tidak tahu. Makanya kami panggil beliau,” tutur dia d
Selain memanggil doktif, BPOM juga akan memanggil sejumlah influencer untuk turut membantu program BPOM di tahun 2025 yakni mengedukasi masyarakat.
“Makanya kami sebagai lembaga negara akan memanggil mereka untuk mengklarifikasi apa maksud tujuan dan sebagainya. Dari hasil klarifikasi itu kami bisa manifestasi dari program kami, yaitu komunikasi informasi dan edukasi, kami punya program kerja seperti itu,” jelas dia.
Reaksi Netizen
Pemanggilan doktif soal review skincare overclaim ini kembali membuat netizen bereaksi.
“BPOM gak usah pake klarifikasi yg gak dibutuhin. infonya sih yg punya wewenang berdasarkan undang2 & peraturan BPOM. lah kasus mafia skin care lu orang pada kemanaaa? Ada loh yg namanya perlindungan konsumen. Orang kena merkuri lu diem bae. pake nanya doktif ada motif apa? Ckckck,” tulis seorang netizen.
“Munculnya doktif, efek rendahnya pengawasan BPOM,” tulis netizen lain.
Sosok Doktif yang Viral di TikTok Kuak Kelakuan Mafia Skincare dengan Hasil Lab
Sosok Dokter Detektif alias Doktif yang viral di TikTok perlahan terbongkar.
Artikel di Tribun Jatim (Tribunnws.com Network) melansir jika kemunculan Doktif kini bikin gonjang-ganjing dunia skincare Tanah Air.
Sebab, Doktif getol membongkar hasil tes kandungan skincare yang overclaim.
Kemunculan Doktif alias dokter detektif kini bikin gonjang-ganjing dunia skincare Tanah Air.
Merek skincare terkenal, milik artis, selebgram pun tak luput dari hasil uji Doktif.
Namun Doktif kerap muncul dengan wajah bertopeng.
Banyak yang penasaran siapa Doktif sebenarnya.
Lantas, siapa sosok doktif sebenarnya?
Berdasarkan penelusuran Tribunsumsel.com, sosok Doktif diduga kuat merupakan dokter bernama Amira.
Dirinya memilik sejumlah klinik kecantikan dengan brand namanya.
Adapun dirinya mendirikan klinik tersebut sejak 13 tahun lalu atau pada 2009 di Kota Serang, Banten.
Dokter Amira merupakan asli orang Surabaya.
Tak haya itu, diketahui Dokter Amira sudah menikah.
Sosok suaminya pun bukan orang sembarangan, berprofesi sebagai pengacara terkenal.
Hal tersebut diketahui dari postingan salah satu instagram @feriyust.
Suami dari Dokter Amira merupakan Teuku Nasrullah.
Itulah sedikit informasi mengenai sosok Doktif.
Pernah Muncul di Podcast Denny Sumargo
Doktif muncul dalam podcast milik Denny Sumargo yang tayang pada Selasa (22/10/2024).
Denny Sumargo menyebut sosok Doktif terlalu berani lantaran menguak dunia mafia skincare.
Dalam podcast tersebut, Doktif menguak awal mula kemunculan dirinya membersihkan dunia per-skincare-an dari hal-hal negatif.
Doktif muncul dalam podcast milik Denny Sumargo yang tayang pada Selasa (22/10/2024).
Diceritakan Doktif, dulu sempat heboh skincare yang mengandung bahan berbahya dan merkuri.
“Jaman dulu sudah heboh dengan kandungan bahan berbahaya dan merkuri, itu sih awalnya tapi sudah banyak tuh dokter dokter yang speak up.
Tapi banyak juga owner owner yang melakukan, eh ga ngakuin, ngeles begitu itu ketahuan positif Hidrokuinon ternyata mereka bilangnya itu palsu, jadi sulit nih sebenernya ngeberantasnya, gitu,” jelasnya.
Menurut Doktif, beberapa bahan disalahartikan menjadi berbahaya.
Padahal bahan bahan tersebut aman digunakan jika sesuai dengan resep dokter dan diawasi dalam jangka waktu tertentu.
“Jadi peranannya bisa di semua itu, kadang di overclaim, terus peranannya di bagian bahan berbahaya, tapi ini koreksi dikit, Hidrokuinon diizinkan selama dalam pengawasan dokter, nah ini yang selama ini masyarakat salah, boleh banget, tapi di bawah pengawasan dokter, tidak boleh diperjualbelikan secara bebas, etiket biru namanya,” kata Doktif menjelaskan.
“Etiket biru ga berbahaya selama didapatkan di klinik, diresepkan dan diawasi oleh dokter dalam batas waktu tertentu, itu aman banget,” sambungnya.
Tak hanya itu saja, Doktif juga membongkar soal adanya pihak yang meminta bantuannya menutupi bahan berbahaya dalam produknya.
“Dok banyak yang mau sikat lu kan dan pasti banyak yang mau nyogok ya, ketika lu review satu produk yang ga bagus,” tanya Denny Sumargo.
“Jangan bilang ga bagus, tidak sesuai dengan klaimnya,” jawab Doktif.
“Nawarin duit ada ga?,” kata Densu kembali bertanya.
“Ada tapi melalui orang lain, perantara, bahkan ada yang langsung dokter mau minta berapa aja,” jawabnya.
Namun Doktif sama sekali tak menerima dan justru semakin gencar membongkar soal adanya skincare overclaim dan berbahaya.
“Oke, sempat terima? Pernah keluar angka gak?,” kata Denny Sumargo penasaran.
“Engga, karena memang enggak pernah perduliin,” balas Doktif.
“Jadi semuanya terserah doktif mau minta berapa,” kata Denny Sumargo menyimpulkan.
“Ya gamau karena memang dari awal bukan untuk mencari uang dari menunjukkan hasil lab,” tutur Doktif.
Terakhir, ia menjelaskan asal uang yang ia dapatkan setelah menolak berbagai tawaran tersebut.
“Jadi kamu mencari uang lewat?,” tanya Densu.
“Usaha aja bisnis,” kata Doktif menjelaskan.
“Tapi kan lu disitu engga promoin you punya produk di situ, bagaimana orang mau beli,” ucap Denny Sumargo kembali bertanya.
“Untuk jualan ga harus dari doktif, bisa dari orang lain, buktinya itu banyak brand skincare yang ga ketahuan siapa ownernya misalnya tuh brand S yang gede,” jawab Doktif.
“Dia punya platform kosmetik besar, pengusaha, dokter cek aman, tapi sampe sekarang doktif ga kenal, makanya doktif pake topeng berusaha di situ tapi biar gak dikenal publik, tapi untuk era sekarang susah,” kata Doktif.
“Iya karena eranya flexing itu kuat,” sambung Densu.
(Tribunnews.com/Rina Ayu/Anita K Wardhani) (TribunSumsel/TribunJatim)
-

Video: Sering Review Skincare, Dokter Detektif Bakal Dipanggil BPOM
Video: Sering Review Skincare, Dokter Detektif Bakal Dipanggil BPOM
-
Waswas Cukai MBDK Buat Industri Minuman Kontraksi di Akhir Tahun
Bisnis.com, JAKARTA – Industri minuman tampak makin berhati-hati dalam berekspansi lantaran dibayangi kebijakan pengenaan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dan instrumen pengendalian konsumsi lainnya tahun depan.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Merrijantij Punguan Pintaria mengatakan, industri minuman menjadi salah satu industri yang mengalami kontraksi pada Desember 2024, selain industri hasil tembakau (IHT).
“Untuk industri minuman, wacana cukai minuman berpemanis yang sudah masuk dalam RUU APBN Tahun 2025, ini menjadi satu kekhawatiran bagi industri karena sampai saat ini kebijakannya belum jelas,” kata Merri, dikutip Selasa (31/12/2024).
Tak hanya disebabkan kekhawatiran cukai MBDK, kontraksi industri minuman jelang pergantian tahun ini juga disebabkan penurunan daya beli konsumen yang mengalihkan prioritasnya untuk transportasi dan akomodasi selama libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Di sisi lain, terdapat kebijakan nutri-level atau pelabelan informasi kandungan nutrisi pada produk makanan dan minuman olahan yang akan dilakukan bertahap. Dalam hal ini, industri minuman akan menjadi sektor pertama yang akan dikenakan kebijakan tersebut.
“Dan juga terkait batas maksimal GGL [gula, garam, lemak] pada produk pangan, ini sangat berdampak kepada industri minuman,” tuturnya.
Sebelumnya, Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi) tengah melobi pemerintah untuk mengambil kebijakan selain cukai MBDK sebagai upaya mengurangi penyakit tidak menular (PTM).
Adapun, pemerintah telah sepakat untuk menerapkan cukai MBDK tahun depan sesuai dengan rencana kebijakan penambahan barang kena cukai yang diatur dalam Rancangan APBN (RAPBN).
Ketua Umum Gapmmi Adhi S. Lukman mengatakan, pihaknya tengah berupaya berkomunikasi bersama Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mendahulukan upaya edukasi dan reformulasi pangan oleh produsen ketimbang pengenaan cukai.
Selain cukai MBDK, dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2024 tentang Kesehatan juga berpotensi mengenakan cukai pada produk makanan dan minuman kemasan yang memiliki kandungan gula, garam, dan lemak (GGL). Hal ini tersebut dinilai sangat merugikan bagi produsen maupun masyarakat yang akan menerima beban kenaikan harga mencapai 30% di pasar.
“Cukai itu harusnya tahap paling akhir, kalau memang semua upaya sudah dilakukan, yang paling penting itu edukasi dulu. Pertama, edukasi, kemudian kepaturan produsen nya pada bahan tambahan pangan,” ujarnya.
-

17 Negara dengan Konsumsi Mi Instan Terbanyak di Dunia, Indonesia Nomor 2
Jakarta – Mi instan menjadi salah satu makanan cepat saji yang disukai banyak orang di dunia. Dengan rasa yang beragam, harga yang terjangkau, dan cara penyajiannya yang mudah, mi instan seringkali menjadi pilihan makanan yang praktis.
Masyarakat di beberapa negara mengkonsumsi begitu banyak mie instan, termasuk Indonesia. Negara mana dengan urutan pertama? Lalu, adakah batas aman mengkonsumsi mie instan?
Daftar Negara dengan Konsumsi Mi Instan Terbanyak di Dunia
Negara terpadat kedua di dunia saat ini, China mengkonsumsi sekitar 42 miliar porsi mie instan pada tahun 2023. Mengutip laman Visual Capitalist jika dikalkulasi, satu orang mengkonsumsi 30 porsi mie instan dalam setahun.
Pada urutan selanjutnya ada Indonesia yang mengkonsumsi 14,54 miliar porsi. Menurut laman Business Day, jenis mie yang paling populer adalah mie goreng. Pada tahun sebelumnya, jumlah mie yang dikonsumsi sebanyak 14,3 miliar porsi.
Setelah Indonesia, ada India dengan 8,68 miliar porsi mie yang penduduknya menyukai jenis mie sayur, dilanjutkan dengan Vietnam dengan 8,12 miliar porsi yang menjadikan mie menjadi makanan pokok. Jepang berada di urutan selanjutnya dengan 5,84 porsi.
Amerika Serikat berada di urutan keenam sebagai negara dengan peringkat teratas dari luar Asia dalam daftar ini. Jumlahnya mencapai 5,1 miliar porsi.
Selain AS, negara dari luar Asia lainnya ada Nigeria dengan konsumsi 2,98 miliar porsi. Berikut daftar lengkapnya mengutip World Instant Noodle Association:
China/Hong Kong: 42,21 miliar porsiIndonesia: 14,54 miliar porsiIndia: 8,68 miliar porsiVietnam: 8,13 miliar porsiJepang: 5,84 miliar porsiAmerika Serikat: 5,1 miliar porsiFilipina: 4,39 miliar porsiKorea Selatan: 4,04 miliar porsiThailand: 3,95 miliar porsiNigeria: 2,98 miliar porsiBrazil: 2,55 miliar porsiRussia: 2,2 miliar porsiMalaysia: 1,64 miliar porsiNepal: 1,57 miliar porsiMeksiko: 1,55 miliar porsiMesir: 1,08 miliar porsiTaiwan: 910 juta porsiBatas Aman Mengkonsumsi Mie Instan?
Menurut Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Prof Zullies Ikawati, Apt, sebenarnya tak ada aturan pasti berapa kali mi instan aman dikonsumsi dalam seminggu
“Sebetulnya tidak ada aturan seperti itu karena mi itu sendiri kan sebenarnya karbohidrat, sama seperti nasi,” terang Prof Zullies, dikutip dari catatan detikcom. “Hanya saja kalau nasi dari padi, dari beras, kalau mi kan dari gandum. Tapi sama-sama karbohidrat,” tambahnya.
“Nggak seperti obat sih, kalau obat kan 3 kali sehari ada dosisnya ya. Kalau mi itu saya kira nggak ada patokan, karena itu bahan makanan yang bisa kita makan sesuai keinginan kita,” jelas Prof Zullies.
Meski begitu, disarankan untuk tidak terlalu sering makan mi instan. Hal ini karena ada kandungan pengawet dan bumbunya yang cenderung asin. Prof Zullies mengatakan, setiap orang harus mengenali tubuhnya masing-masing.
Orang dengan riwayat hipertensi misalnya, bisa mengurangi bumbu mi instan yang digunakan atau mengganti dengan bumbu racikan sendiri. Prof Zullies juga menyarankan untuk menambah protein dan serat saat memakannya dibanding nasi, sehingga karbohidratnya tidak dominan.
Selain itu, Ahli Kanker dari Siloam Hospital MRCCC Semanggi, dr Denny Handoyo Kirana, SpOnk-Rad mengatakan, kandungan mi instan yang beredar di pasaran sebetulnya cukup aman, karena ada izin dari BPOM. Namun, dr Denny juga menyarankan untuk tidak sering-sering mengkonsumsi mie instan.
“Jadi kalau dimakan dalam jumlah yang cukup sesekali misalnya dalam seminggu satu atau dua, masih oke, tapi ya jangan pagi, siang, sore, makan mi instan,” jelasnya, menurut arsip detikcom.
Sebelum mengkonsumsi mi instan, sebaiknya cermati dulu ingredients atau kandungannya. Setiap mi instan mempunyai kandungan natrium, MSG, dan angka kecukupan gizi yang berbeda.
Dalam satu hari misalnya seseorang sudah makan dua porsi mi instan dengan kadar natrium 50 persen, maka dalam sehari itu tidak boleh lagi mengkonsumsi garam. Pada intinya, konsumsi cermat dengan melihat keseimbangan komposisi.
“Kalau misalnya tulisannya di belakang kadar garamnya adalah 10 persen, artinya dari makanan lain dia masih boleh makan senilai 90 persen sisanya, jadi dilihat keseimbangan komposisinya,” pungkasnya.
(elk/row)
-

Menjamurnya Kosmetik dan Klinik Estetik Abal-abal
Jakarta – Nama Ria Agustina terseret dalam kasus praktik klinik kecantikan abal-abal. Influencer tersebut terindikasi menjalani klinik dan melakukan perawatan kepada pasien tanpa mengantongi surat izin praktik dokter.
Tak punya latar belakang medis, Ria merupakan sarjana perikanan yang berbekal kursus estetik. Secara regulasi, jelas menyalahi Undang Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang mewajibkan surat izin praktik dan surat tanda registrasi dokter. Sertifikasi tambahan estetik juga hanya bisa diberikan pada dokter, melalui kursus yang terstandarisasi Kementerian Kesehatan RI.
Bukan hanya izin praktik yang bermasalah. Belakangan, kepolisian juga menemukan serum dan kosmetik yang dipakai dalam klinik tidak berizin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI).
Kasus Ria sebenarnya hanya satu dari sekian banyak temuan kasus perawatan estetik ilegal sepanjang 2024. Kepala BPOM RI Prof Taruna Ikrar mengungkap, dalam setahun terakhir ada 267 klinik kecantikan di seluruh Indonesia yang melakukan pelanggaran atau memiliki produk tidak memenuhi ketentuan (TMK).
Laporan ini didapat dari pemeriksaan di nyaris seribu klinik kecantikan seluruh wilayah Indonesia. Meski sebetulnya ada penurunan temuan dibandingkan lima tahun terakhir, jumlah klinik yang diperiksa meningkat lebih dari 20 kali lipat dibandingkan lima tahun terakhir.
Taruna menduga tren perawatan klinik kecantikan mulai semakin populer saat status darurat kesehatan global COVID-19 dinyatakan berakhir. Sejak saat itu, bisnis kecantikan terbilang semakin meningkat pesat.
“Hal ini mendorong BPOM untuk memperluas cakupan pengawasan agar memastikan keamanan dan kualitas layanan klinik yang beroperasi di Indonesia,” beber Taruna kepada detikcom Selasa (24/12/2024).
BPOM RI menindak tegas temuan produk yang tidak memenuhi ketentuan, khususnya pada klinik kecantikan ‘abal-abal’ yang semakin menjamur. Foto: Infografis detikcom
Pesatnya bisnis kecantikan seperti yang disoroti Taruna sejalan dengan laporan riset ‘Beauty Consumer Behavior and Trend Report’ dari Insight Factory by SOCO. Pertumbuhan produk atau brand lokal terbilang signifikan bahkan meningkat hingga 49 persen dibandingkan pada 2015.
Komposisinya bahkan nyaris setara dengan jumlah brand mancanegara. Tingginya pasar dan permintaan konsumen membuat banyak industri baru mampu bertahan.
Hal ini dikarenakan literasi warga Indonesia dalam berbelanja produk kecantikan, utamanya kelompok milenial dan Generasi Z ikut meningkat. Gen Z menjadi kelompok usia terbanyak yang mengikuti perkembangan produk kosmetik baru, dibandingkan generasi lain.
Misalnya, pada kategori perawatan tubuh, minat gen Z membeli body sunscreen mencapai 175 persen dibandingkan 106 persen pada milenial. Sementara pada kategori wewangian, pembelian parfum di kelompok gen Z meningkat 304 persen dibandingkan 160 persen pada milenial.
Begitu pula dengan catatan pembelian make up misalnya cushion, gen Z mencapai 105 persen, sementara milenial ‘hanya’ 59 persen.
Sayangnya, literasi tinggi terkait kosmetik aman tidak terjadi pada semua kelompok masyarakat. Terlebih, di luar pulau Jawa.
Peredaran maupun pemakaian kosmetik dengan kandungan berbahaya banyak ditemukan di luar pulau Jawa. Hal ini diduga berkaitan dengan rendahnya literasi terkait kosmetik aman serta akses yang relatif lebih mudah.
Walhasil, kosmetik yang didapat adalah ilegal. Ilegal bukan hanya produk yang diedarkan tanpa izin edar, tetapi produk terindikasi imitasi alias palsu. Tidak ada jaminan keamanan bila produk yang didapat distribusinya tidak jelas.
“Temuan kosmetik ilegal selama enam tahun terakhir menunjukkan tren fluktuatif. Pada 2020, angka temuan turun drastis akibat perlambatan ekonomi dan pembatasan aktivitas selama pandemi. Namun, sejak 2021, angka temuan mulai meningkat seiring dengan pemulihan ekonomi dan intensifikasi pengawasan BPOM,” terang Taruna.
Pada 2023 misalnya, BPOM RI menindak 72 kasus kosmetik ilegal dengan total ekonomi fantastis mencapai Rp 30,4 miliar. Sementara sepanjang tahun hingga September 2024, ditemukan 76 kasus dengan kumulatif nilai ekonomi mencapai Rp 20 miliar.
BPOM RI disebutnya berupaya untuk terus menekan penyebaran kosmetik ilegal. Pasalnya, dampak dari kosmetik ilegal tidak main-main.
“Penurunan nilai keekonomian ini menunjukkan bahwa pembinaan terhadap pelaku usaha semakin efektif. Upaya BPOM seperti forum nasional pelaku usaha, kolaborasi lintas sektor, dan expo kontrak produksi kosmetik telah memberikan dampak positif dalam menekan peredaran produk ilegal,” sorot Taruna.
Peredaran kosmetik ilegal masih banyak ditemukan, bahan yang digunakan relatif berbahaya, bahkan bisa memicu kanker. Foto: Infografis detikcom
Dampak Kesehatan
Dampak peredaran kosmetik ilegal tidak hanya merugikan konsumen secara materil, tetapi juga jelas mengganggu kesehatan kulit wajah.
Hal ini yang juga dialami Tya, seorang wanita yang berdi domisili Kalimantan Timur. Tya sempat viral karena membagikan kisah dirinya terkena okronosis melalui sebuah unggahan TikTok. Okronosis merupakan penyakit kulit dengan gambaran deposisi pigmen kebiruan pada wajah yang dipicu penggunaan hidrokuinon dalam krim pemutih ‘abal-abal’.
Nyaris seluruh bagian wajahnya tampak berakhir ‘gosong’ pasca menggunakan kosmetik tanpa izin edar yang dia dapatkan secara bebas di marketplace. Kala itu, Tya mengaku hanya membelinya berdasarkan penilaian testimoni yang tertera dalam iklan penjualan produk.
Tiba hingga satu sampai dua minggu pemakaian, perubahan drastis memang dialami Tya, tone atau warna wajah Tya saat itu menjadi sangat putih, padahal Tya sebenarnya memiliki wajah kuning langsat.
Sampai pada akhirnya wanita berusia 30-an itu mengeluhkan efek jangka panjang di dua tahun pemakaian. Fatalnya, efek wajah hitam kebiruan di seluruh wajah terjadi setelah satu tahun perlahan berhenti memakai krim abal-abal tersebut.
“Sampai muncul hitamnya itu sekitar satu tahun setelah mulai perlahan berhenti,” tutur dia, kepada detikcom, Minggu (16/7/2023).
Setahun setelah menjalani pengobatan, detikcom kembali menghubungi Tya dan melihat bagaimana progres perubahan wajahnya. Kabar baiknya, perlahan warna asli kulit Tya mulai kembali terlihat, meski belum sepenuhnya pulih.
“Selama setahun lebih ini aku cuma berproses dengan skincare dokter dan cuma satu kali treatment laser,” terang dia kepada detikcom Selasa (24/12).
Dirinya tidak bisa melakukan banyak perawatan lantaran kulitnya terbilang masih sensitif. Dokter spesialis kulit I Gusti Nyoman Darmaputra SpKK, SubspOBK, FINSDV, FAADV, menyebut kemungkinan kondisi lain yang terjadi pada Tya adalah post inflammatory hyperpigmentation. Kehitaman setelah peradangan yang sering terjadi imbas iritasi penggunaan krim saat sering terkena sinar matahari.
“Jadi bisa gelap seperti itu, dan membutuhkan waktu lama untuk penyembuhan,” terang dr Darma.
dr Darma bahkan menyebut kerusakan lebih lanjut dari penggunaan krim abal-abal dengan tinggi kandungan hydroquinone dan merkuri bisa berupa sakit kepala, penurunan kesadaran, kejang-kejang, hingga gangguan fungsi ginjal.
“Dia memang bukan obat untuk memutihkan, tidak ada dokter atau siapapun yang menggunakan itu kecuali penyalahgunaan,” jelasnya.
Tya, salah seorang korban kosmetik abal-abal membagikan kisahnya di media sosial. Foto: dok. Pribadi Tya (dipublikasikan atas izin yang bersangkutan)
Krim seperti yang didapat Tya sebetulnya tidak sepenuhnya dilarang. BPOM RI mengizinkan penggunaan kosmetik etiket biru, asallkan mendapat resep dokter.
Hanya dokter yang bisa memberikan dosis atau kandungan tepat bergantung pada kondisi masing-masing pasien. Sayangnya, peredaran kosmetik etiket biru tidak sesuai ketentuan, amat sulit diberantas.
Berkaca dari catatan di periode 19 hingga 23 Februari 2024. Dari pengawasan selama lima hari saja, BPOM menemukan 51.791 pieces produk kosmetik tidak memenuhi ketentuan dengan nilai keekonomian mencapai Rp 2,8 miliar, banyak produk mengandung bahan terlarang, tidak sesuai ketentuan, tanpa izin edar, dan kedaluwarsa.
Sulitnya memberantas peredaran kosmetik beretiket biru tidak sesuai ketentuan, juga sempat gaduh dikaitkan dengan adanya ‘mafia’ skincare dengan melibatkan orang dalam BPOM RI. Kepala BPOM RI kala itu langsung menepis anggapan yang ramai di media sosial.
“Tekad kami, tekad saya, kepada BPOM RI, akan menuntaskan semuanya, tegak lurus dengan aturan kalau ada yang bermain kami tindak kalau ada ‘orang dalam’,” tutur Taruna.
(naf/up)




