Kementrian Lembaga: BPOM

  • Pantau Takjil Berbahaya, BPOM Bakal Intensifkan Pengawasan Pangan Selama Ramadan

    Pantau Takjil Berbahaya, BPOM Bakal Intensifkan Pengawasan Pangan Selama Ramadan

    Jakarta

    Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI memulai intensifikasi pengawasan pangan selama bulan Ramadan dan Idul Fitri tahun 2025. Intensifikasi ini dilakukan sebagai langkah pengawasan peredaran produk pangan yang tidak memenuhi standar keamanan dan kualitas.

    Ini menjadi langkah BPOM untuk mengantisipasi kenaikan konsumsi pangan selama bulan Ramadan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dan Kementerian Perdagangan (2024), terjadi peningkatan konsumsi pangan sekitar 20-30 persen selama Ramadan tahun lalu.

    Kepala BPOM RI Taruna Ikrar menuturkan pihaknya akan melakukan pengawasan khusus jelang Ramadan dan Idul Fitri untuk mendeteksi produk yang tidak memenuhi ketentuan (TMK) secara lebih masif.

    “Kami akan terus mengawal keamanan pangan dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat, terutama selama Ramadan dan Idul Fitri,” jelas Taruna Ikrar dikutip dari siaran pers yang diterima detikcom, Jumat (1/3/2025).

    “Intensifikasi pengawasan pangan ini telah kami mulai sejak 24 Februari 2025, pelaksanaannya akan dilakukan secara bertahap (per pekan) hingga minggu keempat Maret 2025. Hasil intensifikasi pengawasan akan diumumkan pada minggu ketiga Maret 2025,” lanjutnya.

    Pengawasan secara langsung akan dilakukan oleh 76 unit pelaksana teknis (UPT) BPOM di seluruh Indonesia bersama lintas sektor. Pengawasan juga menargetkan panganan takjil yang mengandung bahan terlarang seperti formalin, borak, kuning metanil, dan rhodamin B.

    Selain pengawasan secara langsung, BPOM juga akan melakukan patroli siber serta berkoordinasi dengan Asosiasi E-commerce Indonesia untuk menurunkan konten yang yang teridentifikasi tanpa izin edar.

    “Kami mengimbau pelaku usaha pangan untuk mematuhi peraturan perundang-undangan sehingga dapat menyediakan pangan yang aman bagi masyarakat,” tegas Taruna.

    (avk/up)

  • Sepenting Apa Sih Baca Label Nutrisi di Kemasan Pangan?

    Sepenting Apa Sih Baca Label Nutrisi di Kemasan Pangan?

    Jakarta

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Taruna Ikrar, mengingatkan pentingnya membaca label nutrisi di kemasan produk pangan. Meskipun terlihat sederhana, kebiasaan ini bisa menjadi langkah awal untuk menjaga tubuh lebih sehat.

    Informasi nilai gizi, termasuk komposisi dan takaran, wajib tercantum dalam kemasan pangan olahan. Dengan memperhatikan dan memahami informasi tersebut, konsumen dapat menyesuaikan pilihannya dengan kebutuhan masing-masing.

    “Ketiga hal itu sangat penting untuk dipahami sehingga saat dikonsumsi kita bisa mengatur sesuai kebutuhan. Tidak lebih atau kurang. jadi label nutrisi ini penting, dan dalam konteks makanan yang bersifat diproduksi dengan kemasan ini menjadi tugas dan wewenang Badan POM,” kata Taruna dalam acara detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’, Jumat (28/2/2025).

    Selain mencantumkan nilai gizi, kemasan pangan juga perlu mencantumkan nomor izin edar dan tanggal kedaluwarsa dari sebuah produk.

    Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Siti Nadia Tarmizi, MEpid, menjelaskan bahwa kebiasaan membaca kemasan produk pangan dapat memberikan dampak yang besar bagi kesehatan.

    Ia mencontohkan, orang yang tidak membaca kemasan produk pangan, punya risiko mengonsumsi makanan kedaluwarsa. Padahal ini dapat membahayakan seperti menimbulkan mual, muntah, diare, hingga meningkatkan risiko kanker karena bersifat karsinogenik.

    Selain itu, membaca label nutrisi dalam kemasan bermanfaat untuk menjaga asupan gula, garam, dan lemak (GGL) agar tidak berlebihan. Konsumsi makanan dengan kandungan tinggi GGL secara berlebihan dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan, seperti diabetes hingga hipertensi.

    “Kita punya batasan untuk konsumsi gula, karena kita tahu kalau gula kan akan membuat kita tentunya bisa menjadi sakit diabetes melitus, atau penyakit gula,” ucap dr Nadia.

    “Kalau garam bisa berakhir menjadi hipertensi, kalau kita kebanyakan konsumsi lemak, bisa mengalami gangguan, yang akhirnya ke serangan jantung, stroke ya kan,” sambungnya.

    R&D Director Tempo Scan Group, Linda Lukitasari di acara detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’. Foto: Grandyos Zafna/detikHealth

    Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, jumlah kasus obesitas pada penduduk usia 18 tahun meningkat dari 35,4 persen pada tahun 2018 menjadi 37,8 persen pada tahun 2023.

    Sementara itu, prevalensi diabetes pada penduduk di atas usia 15 tahun mengalami peningkatan dari 10,9 persen di tahun 2018 menjadi 11,7 persen pada tahun 2023. Demikian dengan hipertensi juga cukup tinggi berada di angka 30,8 persen.

    Pesan senada juga disampaikan R&D Director Tempo Scan Group, Linda Lukitasari, yang mengatakan bahwa membaca label nutrisi sebaiknya dijadikan sebuah kebiasaan. Pada konteks produk susu pertumbuhan anak, orang tua harus bisa mengenali nutrisi apa saja yang diperlukan oleh anak mereka.

    Terlebih, ada banyak jenis susu yang beredar di masyarakat, sehingga orang tua bisa memilih produk yang tepat sesuai kebutuhan.

    Ia menuturkan susu pertumbuhan anak dibuat secara khusus untuk anak berusia 1-3 tahun. BPOM RI sudah menetapkan standar terkait komposisi susu pertumbuhan anak meliputi makronutrien seperti protein, karbohidrat, lemak, dan gula, mikronutrien seperti vitamin dan mineral, hingga DHA.

    “Jadi label nutrisi ini memang perlu dibaca dan perlu dipahami, sehingga orang tua dapat mengerti susu yang mana yang mereka butuhkan, terutama untuk masa pertumbuhan 1-3 tahun,” kata Linda.

    “Jadi memang sudah diatur sedemikian rupa sehingga komposisi susu pertumbuhan ini memang menjadi komposisi yang tepat untuk tumbuh kembang anak,” tandasnya.

    (avk/up)

  • Siasat Industri Agar Label Nutrisi Lebih Mudah Dipahami

    Siasat Industri Agar Label Nutrisi Lebih Mudah Dipahami

    Jakarta

    Permasalahan penyakit tidak menular di Indonesia masih menjadi persoalan tersendiri, mengingat konsumsi gula garam lemak (GGL) masih sangat tinggi di Indonesia. Di sisi lain, belum semua orang punya kesadaran untuk membaca dan memahami label nutrisi pada kemasan pangan.

    R&D Director Tempo Scan Group, Linda Lukitasari, mengatakan bahwa pihaknya selaku industri terus melakukan terobosan agar label nutrisi produk pangan yang mereka produksi bisa dipahami secara luas oleh masyarakat. Tidak sekedar label nutrisi, infografis yang menggambarkan manfaat dan kandungan dalam setiap produk pangan yang diproduksi juga turut disertakan.

    “Kita memberikan penjelasan tidak hanya kata-kata, tapi seringkali juga dengan gambar, dengan desain, supaya menarik ilustrasinya, sehingga masyarakat bisa memahami. Untuk kita di industri tentunya tidak hanya sekedar ingin menyampaikan apa yang normatif, tetapi juga apa keunggulan suatu produk,” kata Linda dalam acara detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’, Jumat (28/2/2025).

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Taruna Ikrar, dalam kesempatan yang sama menuturkan bahwa produsen memang harus mencantumkan informasi produk secara lengkap di kemasan. Tidak hanya mencantumkan label nutrisi, tanggal kedaluwarsa, izin edar, peruntukan, dan kegunaan, tetapi juga sekaligus label ‘warning’ apabila produk tersebut memang memiliki risiko tertentu.

    Oleh karena itu, produsen harus membuat kemasan sebuah produk pangan informatif dan mudah dipahami. Tujuannya agar masyarakat bisa menjadi konsumen yang lebih bijak dalam memilih produk untuk dikonsumsi.

    “Pada saat kita sahkan itu label, itu harus informatif, karena label itu bukan untuk disembunyikan, tapi untuk ditampilkan. Sehingga, ada tim dari Badan POM yang akan mengevaluasi sejauh mana aspek informatifnya,” jelasnya.

    R&D Director Tempo Scan Group, Linda Lukitasari dalam acara detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’. Foto: Grandyos Zafna/detikHealth

    Label nutrisi juga harus mempertimbangkan target penjualan produk tersebut. Misalnya untuk produk yang ditujukan bagi anak usia sekolah dasar, maka label nutrisi harus mudah dipahami anak-anak di usia tersebut.

    Apabila dalam proses evaluasi dianggap tidak sesuai, BPOM RI bisa menunda persetujuan produk tersebut untuk beredar.

    Berkaitan dengan rendahnya kesadaran masyarakat untuk membaca label nutrisi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Siti Nadia Tarmizi, MEpid, menuturkan pihaknya akan terus melakukan edukasi pada masyarakat.

    Langkah ini juga didorong dengan regulasi yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2024 yang mengatur bahwa industri harus mencantumkan label gizi yang memuat informasi kandungan GGL. Aturan tersebut merupakan turunan dari UU Kesehatan No 17 Tahun 2023.

    Nantinya, aturan tersebut juga diterapkan di restoran cepat saji. Diharapkan kesadaran masyarakat akan jenis dan jumlah nutrisi yang masuk ke dalam tubuh bisa meningkat dengan adanya aturan-aturan ini.

    “Untuk siap saji pun kita edukasi untuk juga memberikan informasi nutrisi. Kalau sekarang pergi ke negara-negara lain Singapura, kalau pergi ke resto siap saji sudah ada berapa kadar gula, bahkan menunya tertulis kalorinya. Kalau ada di situ, kita jadi mikir, kita mau makan burger 2000 kalori ini jadi mikir,” tandasnya.

    (avk/up)

  • Bijak Memilih Cemilan, Nggak Harus Gemuk Cuma karena Suka Es Krim

    Bijak Memilih Cemilan, Nggak Harus Gemuk Cuma karena Suka Es Krim

    Jakarta

    Di balik segarnya es krim, kandungan gula dan lemak kerap kali bikin overthinking. Bagaimana caranya biar tetap bisa menikmati es krim, tanpa khawatir jadi gemuk?

    Ice Cream Asia Regulatory Affairs Lead Unilever, Tutut Wijayanti, menjelaskan bahwa sebenarnya gula dan lemak dalam es krim memiliki fungsi khusus. Kedua bahan tersebut berperan penting dalam pembentukan struktur es krim.

    “Kalau lihat es krim bentuknya itu creamy, dingin, terus manis, itu karena ada peran dari gula, lemak, protein kemudian kami tarus penstabil dan lain-lain, termasuk juga overrun untuk membuat bentuknya seperti itu,” kata Tutut pada acara detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’ di Jakarta Selatan, Jumat (28/2/2025).

    “Jadi kalau tidak ada gula, lemak mungkin tidak menjadi es krim yang bisa kita lihat sekarang,” sambungnya.

    Tutut menambahkan bahwa industri menyadari bahwa risiko gula dan lemak dalam produk pangan bisa menimbulkan masalah pada konsumen jika dikonsumsi berlebihan. Tentunya menjadi kekhawatiran tersendiri, karena es krim memiliki pangsa pasar utama yakni anak-anak.

    “Kami juga terus berinovasi bagaimana mengukur dan mengurangi (gula dan lemak). BPOM juga punya logo ‘pilihan lebih sehat’, kalau kami bisa punya logo itu maka akan menjadi tambahan value buat kami,” katanya.

    “Makannya kami akan terus berinovasi, meskipun secara teknis itu (gula dan lemak) harus tetap ada. Tapi kami akan berupaya memberikan opsi yang sehat ke masyarakat,” lanjut dia.

    Yang terpenting, menurut Tutut, para orang tua yang ingin memberikan es krim ke anak-anaknya wajib memerhatikan komposisi produk camilan tersebut. Di antaranya terkait jumlah kandungan kalori dan energi di dalam setiap takaran saji.

    “Terpenting juga takaran saji, ini yang biasanya konsumen agak miss yah,” kata Tutut.

    Angka-angka yang ada pada tabel nutrisi tersebut, lanjut Tutut merupakan hitungan per takaran saji. Hal ini membuat konsumen bisa menghitung, jika dirinya memakan satu es krim penuh, maka total gula, lemak, hingga kalori yang dikonsumsi bisa ditakar dengan cermat.

    Tabel nutrisi ini juga bisa membuat masyarakat lebih bijak dalam memilih makanan yang dikonsumsi. Menurut Tutut, jika dari pagi seseorang sudah banyak mengonsumsi makanan manis, mungkin dengan bantuan tabel nutrisi di produk bisa menyetop mereka untuk menambah asupan gula melalui es krim.

    Industri pangan membahas label nutrisi bersama BPOM RI dan Kemenkes RI di detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’ Foto: Grandyos Zafna/detikHealth

    Senada, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan RI, dr Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, mengatakan bahwa pihaknya akan terus mengedukasi masyarakat agar dengan bijak membaca tabel nutrisi di produk pangan.

    “Ini penting sekali tabel nutrisi. Misalnya soal kedaluwarsa, itu kan (kalau dikonsumsi) bisa memicu penyakit-penyakit seperti kanker, karena sifatnya karsinogen,” kata dr Nadia.

    “Terus penting untuk tahu apa-apa saja yang kita makan. Misalnya berapa kadar gula, karena kita tahu gula bisa bikin sakit diabetes, kebanyakan garam bisa hipertensi, kebanyakan lemak nantinya bisa kena serangan jantung, stroke,” lanjut dia.

    Itu sebabnya, label nutrisi jadi sangat penting untuk diperhatikan. Dicontohkan oleh dr Nadia, sejumlah negara bahkan sudah mencantumkan kandungan nutrisi pada manakan siap saji, termasuk jumlah kandungan kalorinya.

    “Kalau seperti itu kan kita jadi bisa mikir. Oh saya mau makan burger, misalnya 2.000 kalori, ini makanan saya seharian, berarti harus lari 5 km. Jadi mau makan 2.000 (kalori) atau lari 5 km nih? Pilihannya diserahkan (ke konsumen),” tutupnya.

    Kepala BPOM RI, Kemenkes RI, dan para industri membahas bersama pentingnya kebijakan label pangan. Foto: Grandyos Zafna/detikHealth

    (dpy/up)

  • Bukan Cuma di Skincare, BPOM Juga Soroti ‘Overclaim’ di Pangan Olahan

    Bukan Cuma di Skincare, BPOM Juga Soroti ‘Overclaim’ di Pangan Olahan

    Jakarta

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI), Taruna Ikrar, menyoroti tren overclaim yang tidak hanya terjadi pada kasus kosmetik maupun skincare, tetapi juga pangan. Kerap beredar iklan dengan klaim makanan tertentu, yang disebut berkhasiat untuk sejumlah penyakit.

    “Overclaim adalah yang tidak ada di produk itu tapi dibicarakan, kayak (seperti) disebut bisa mengobati osteoporosis. Kami bisa memberikan peringatan,” ungkap Taruna dalam sesi bincang bersama detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’, Jumat (28/2/2025).

    Tidak main-main, peringatan yang awalnya diberikan secara tertulis, bila tidak kunjung ditanggapi, ada kemungkinan diberikan sanksi lebih berat berupa pencabutan izin edar. Meski begitu, Taruna selama ini menyebut banyak industri pangan relatif kooperatif dan mematuhi regulasi BPOM RI.

    Linda Lukitasari, R&D Director Tempo Scan Group, sebagai pihak yang juga menjadi salah satu industri pangan olahan, menjelaskan bahwa pihaknya aktif melakukan riset dan pengujian produk sebelum kemudian dipasarkan.

    “Kami terus berdiskusi dengan BPOM RI, kami memberikan banyak data kayak uji, dan lain-lain, agar bisa di-review. Tidak ada yang berbeda, apa yang dipikirkan BPOM dengan kami industri, karena kami ingin ada produk untuk long term atau jangka panjang,” bebernya.

    Linda Lukitasari, R&D Director Tempo Scan Group membahas strategi perusahaan untuk menjaga produk pangan tak overclaim. Foto: Grandyos Zafna/detikHealth

    Tempo Scan Group juga disebutnya selalu mengedepankan data literatur pada klaim setiap produk, dengan tambahan banyak data pendukung. Terlebih, saat ini tidak sedikit masyarakat yang kritis dengan kandungan suatu produk.

    “Misalnya orang tua muda ingin produk yang terbaik untuk anaknya. Tentu dalam hal ini, stabilitas produk fisik juga diperhatikan, jangan sampai sebelum masa kedaluwarsa produknya sudah tidak bisa digunakan,” lanjut Linda.

    Demi mencegah menjamurnya produk overclaim, Taruna kembali menekankan posisi tegas BPOM RI untuk tidak memberikan kelonggaran pada industri maupun oknum ‘nakal’.

    “Saat industri memberikan labelnya, kan kami ada tim untuk evaluasi. Industri melampirkan kayak isi. Make sense atau tidak, baru kita sahkan,” pungkasnya.

    Kepala BPOM RI, Kemenkes RI, dan para industri membahas bersama pentingnya kebijakan label pangan. Foto: Grandyos Zafna/detikHealth

    (naf/up)

  • Bijak Membaca Label Nutrisi, Saksikan di detikcom Leaders Forum Hari Ini

    Bijak Membaca Label Nutrisi, Saksikan di detikcom Leaders Forum Hari Ini

    Jakarta

    Risiko penyakit tidak menular seperti diabetes dan penyakit kardiovaskular banyak dipengaruhi oleh pola makan. Karenanya, pemerintah menerapkan regulasi yang ketat terkait label nutrisi pada kemasan pangan.

    Salah satu tujuannya adalah untuk membantu konsumen mengontrol asupan gula, garam, dan lemak (GGL) dari produk pangan sehari-hari. Tantangannya, riset Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) di tahun 2013 mengungkap, hanya sebanyak 7,9 persen masyarakat Indonesia yang membaca label nutrisi.

    Di sisi lain, Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan adanya peningkatan prevalensi diabetes. Jika di tahun 2018 angkanya hanya 1,5 persen, kini meningkat menjadi 1,7 persen di 2023.

    Label nutrisi juga penting ketika konsumen punya tujuan tertentu saat mengonsumsi produk tertentu. Salah satunya susu pertumbuhan, yang jenisnya beragam dengan kandungan nutrisi yang juga berbeda-beda.

    Edukasi untuk memahami label nutrisi dengan baik jadi semakin penting agar pilihan produk sesuai dengan kebutuhan. Linda Lukitasari, R&D Director Tempo Scan Group, akan hadir dalam detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’, menjelaskan informasi apa saja yang penting diketahui dalam produk susu pertumbuhan.

    Diskusi akan dihadiri juga oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Taruna Ikrar, dan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), dr Siti Nadia Tarmizi, M.Epid.

    Selengkapnya, nantikan tayangan streaming detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’ pada Jumat, 28 Februari 2025, pukul 13.00 WIB hanya di detikcom.

    (up/up)

  • Ada Wanita Muda Dibalik Sengketa Kutus-kutus, Babe Bambang Angkat Bicara

    Ada Wanita Muda Dibalik Sengketa Kutus-kutus, Babe Bambang Angkat Bicara

    Surabaya (beritajatim.com) – Bambang Pranoto atau biasa disapa Babe Bambang angkat bicara terkait keterangan saksi yang diajukan pihak tergugat yakni Fazli Hasniel Sugiharto dalam persidangan yang digelar beberapa waktu lalu.

    Pada awak media, Bambang memberikan klarifikasinya. Perombakan manajemen di PT Kutus-kutus termasuk perintah dia pada anak sambungnya Fazli Hasniel Sugiharto bukan pengaruh siapapun.

    ” Jadi tidak benar kalau sosok wanita muda yang disebut di sidang kemarin itu sebagai pemicu masalah ini. Karena sejak awal memang sudah ada konflik. Tuntutan-tuntutan uang itu sudah ada. Selama 10 tahun saya mendiamkan saja, karena saya masih menjaga reputasi keluarga dan juga nama PT Kutus-Kutus,” ujarnya.

    Dari semua permasalahan yang terjadi, akhirnya Bambang menempuh upaya hukum dengan mengajukan gugatan pembatalan merk di PN Niaga Surabaya. Pengajuan gugatan tersebut juga atas saran berbagai pihak termasuk dari pihak Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

    Pengajuan gugatan pembatalan merk ini pun kata Bambang tidak ada niat untuk menguasai merk tersebut, karena dia sudah melounching merk Sanga-Sanga dan sudah terdaftar di HKI.

    Babe Bambang, sapaan akrabnya, sekaligus mengumumkan pergantian merek Kutus Kutus menjadi Sanga Sanga sebagai minyak kesehatan dengan racikan dari bahan-bahan alami yang sama setelah resmi terdaftar di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum serta bersertifikasi halal sejak 2024.

    “Kami mengajukan gugatan pembatalan pendaftaran merek Kutus Kutus melalui Pengadilan Niaga PN Surabaya atas anjuran dari Badan Pengawas Obat dan Makanan/ BPOM dan DJKI agar tidak membingungkan konsumen,” katanya kepada wartawan di Surabaya.

    Anjuran tersebut diharapkan menyelesaikan konflik dualisme produk minyak kesehatan asal Kabupaten Gianyar, Bali, dengan merek Kutus Kutus yang sejak 2021 semakin gencar memenuhi pasar dari versi milik Fazli Hasniel Sugiharto, yang tak lain adalah anak sambung Babe Bambang.

    Ceritanya, pada tahun 2004, Babe Bambang menikahi Lilies Susanti Handayani, seorang janda yang telah memiliki anak Fazli Hasniel Sugiharto, yang saat itu duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar (SD) atau berusia sekitar 10 tahun.

    Ketika Babe Bambang mulai meracik minyak Kutus Kutus di tahun 2013, Fazli telah beranjak remaja yang menginjak usia 20 tahun.

    “Kutus Kutus ini minyak kelapa. Awalnya belum bermerek karena saya racik untuk mengobati diri sendiri yang ketika itu mengalami kelumpuhan pada kedua kaki akibat terperosok di tanah sekitar rumah yang ambles,” ujarnya, mengenang.

    Ternyata kelumpuhan pada kedua kakinya bisa sembuh dan kembali berfungsi normal, sehingga Babe Bambang mencoba memasarkan minyak kelapa hasil racikannya yang kemudian diberi merek Kutus Kutus melalui media sosial Facebook.

    Mendapat respon positif di pasaran, Babe Bambang menindaklanjutinya dengan mematenkan hak cipta merek dagang Kutus Kutus ke DJKI yang pengurusannya dipercayakan kepada Fazli.

    Proses pengurusannya lama sampai 2,5 tahun lebih. Semula Babe Bambang tidak mempermasalahkan ketika DJKI akhirnya menerbitkan hak atas kekayaan intelektual/HKI merek Kutus Kutus atas nama Fazli Hasniel Sugiharto.

    Putra sambungnya itu juga dipercaya menjabat sebagai Direktur Utama pada perusahaan produsen minyak balur tersebut.

    Hingga 2018, Babe Bambang mencopot jabatan Fazli Hasniel Sugiharto sebagai Direktur Utama setelah perusahaannya mengalami kekacauan manajemen dengan kerugian mencapai Rp9 miliar dan memilih untuk mengelolanya sendiri.

    Pada 2021, Lilies Susanti Handayani, ibu kandung Fazli Hasniel Sugiharto, yang juga istri Babe Bambang meninggal dunia. Sejak itulah muncul dualisme produk minyak balur Kutus Kutus versi Babe Bambang dan putra sambungnya dengan bahan racikan dan khasiat kesehatan berbeda yang masing-masing diklaim asli sehingga membingungkan jutaan konsumen setianya se- Indonesia. [uci/ted]

  • Suka Es Krim Tapi Takut Gemuk? Ngobrol Yuk, Bareng Pakar di Sini

    Suka Es Krim Tapi Takut Gemuk? Ngobrol Yuk, Bareng Pakar di Sini

    Jakarta – Sebagaimana penyakit tidak menular yang lain, diabetes di Indonesia mengalami peningkatan. Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan prevalensi diabetes berdasarkan diagnosis dokter mengalami peningkatan dari 1,5 persen di tahun 2018 menjadi 1,7 persen di tahun 2023 pada semua kelompok usia.

    Pada kelompok usia 15 tahun ke bawah, prevalensi diabetes tercatat sebanyak 2,2 persen di 2023, naik dari 2 persen di 2018.

    SKI juga mengungkap sejumlah faktor risiko penyakit tidak menular. Selain faktor risiko yang tidak bisa diubah seperti usia, jenis kelamin, dan riwayat keluarga, ada juga faktor risiko yang bisa diubah. Salah satunya pola makan, terutama konsumsi buah dan sayur yang rendah.

    Masih terkait pola makan, es krim kerap dituding sebagai salah satu produk pangan yang menjadi biang kerok obesitas. Tak heran, kandungan es krim tidak jauh dari gula dan lemak, yang memang dapat meningkatkan risiko kegemukan.

    Di sisi lain, es krim merupakan makanan yang disukai banyak masyarakat. Baik disantap saat cuaca sedang panas atau dinikmati ketika sedang bersantai.

    Lalu, apakah ada ‘jalan tengah’ untuk kondisi ini, sehingga es krim tetap bisa dinikmati berdampak buruk bagi kesehatan? detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’ akan menghadirkan Ice Cream Asia Regulatory Affairs Lead Unilever Indonesia, Tutut Wijayanti, yang akan menjelaskan bagaimana memahami informasi yang tercantum dalam label nutrisi kemasan produk pangan manis kesukaan masyarakat tersebut.

    Hadir pula dalam diskusi ini Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI), Taruna Ikrar, yang akan mengupas tuntas regulasi yang berlaku terkait label nutrisi dalam kemasan pangan olahan. Terkait situasi penyakit tidak menular, dari Kementerian Kesehatan juga akan hadir Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), dr Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, yang akan memberikan gambaran tentang pentingnya edukasi bagi konsumen.

    Selengkapnya, saksikan tayangan streaming detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’ pada Jumat, 28 Februari 2025, pukul 13.00 WIB hanya di detikcom.

    (dpy/up)

  • Bahaya 61 Obat Alami ‘Oplosan’ BKO Temuan BPOM, Picu Stroke hingga Serangan Jantung

    Bahaya 61 Obat Alami ‘Oplosan’ BKO Temuan BPOM, Picu Stroke hingga Serangan Jantung

    Jakarta

    Sepanjang periode Februari hingga Desember 2024, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) mengidentifikasi 61 produk obat bahan alam atau obat alami yang ‘dioplos’ bahan kimia obat (BKO).

    BKO yang ditemukan didominasi kandungan sildenafil sitrat dan tadalafil. Umumnya, produk dengan kandungan tersebut dijual dengan klaim menambah stamina pria.

    Tidak hanya itu, Kepala BPOM RI Taruna Ikrar mengungkap tidak sedikit produk yang ditambahkan parasetamol. Khususnya, pada produk dengan klaim pegal linu, juga penambah stamina pria.

    “Kandungan BKO pada obat bahan alam sangat berisiko bagi kesehatan. Penambahan BKO dapat menimbulkan efek samping berupa kehilangan penglihatan dan pendengaran, nyeri dada, pusing, pembengkakan (mulut, bibir, dan wajah), stroke, serangan jantung, bahkan kematian,” wanti-wanti Taruna dalam keterangan resminya, Kamis (27/2/2025).

    Bila digunakan dalam jangka panjang atau dengan dosis tinggi, penggunaan obat alami tersebut bahkan bisa merusak fungsi hati.

    Jangan Tergiur Iklan

    Obat alami dengan tambahan bahan kimia obat juga banyak dipasarkan secara online atau daring. Disarankan untuk tidak mudah tergiur dengan klaim yang berlebihan.

    “Masyarakat diharapkan lebih kritis dalam membaca dan mencermati informasi produk yang terdapat pada kemasan produk atau materi promosi (iklan) produk,” imbau Taruna.

    BPOM menjatuhkan sanksi tegas pelaku usaha yang memproduksi dan/atau mengedarkan obat alami dengan BKO. Termasuk peringatan keras dan pencabutan izin edar produk.

    Pelaku pelanggaran tersebut juga dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 435 Jo. Pasal 138 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Berdasarkan aturan tersebut, pelaku dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp 5 miliar.

    (naf/up)

  • Cermat Baca Label Nutrisi Pangan, Cegah Diabetes hingga Penyakit Kardiovaskular

    Cermat Baca Label Nutrisi Pangan, Cegah Diabetes hingga Penyakit Kardiovaskular

    Jakarta – Prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia masih menjadi persoalan tersendiri. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, prevalensi kasus obesitas pada penduduk usia 18 tahun meningkat dari 35,4 persen pada tahun 2018 menjadi 37,8 persen pada tahun 2023.

    Sementara itu, prevalensi diabetes pada penduduk di atas usia 15 tahun mengalami peningkatan dari 10,9 persen di tahun 2018 menjadi 11,7 persen pada tahun 2023. Demikian juga dengan hipertensi, SKI 2023 menunjukkan angkanya masih 30,8 persen, meski sedikit mengalami penurunan dibanding tahun 2018 yakni 34,1 persen.

    Diet atau pola makan merupakan salah satu faktor risiko penting dalam pencegahan penyakit tidak menular. Karenanya, membaca label nutrisi bisa menjadi langkah awal bagi masyarakat untuk memilih produk pangan yang lebih sehat dan berkualitas.

    Sayangnya, kesadaran masyarakat di Indonesia untuk membaca label nutrisi saat ini sangat rendah. Menurut data Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) di tahun 2013, hanya sebanyak 7,9 persen orang yang memperhatikan label produk pangan olahan sebelum membeli.

    BACA JUGA https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-7797012/hari-gini-beli-kosmetik-di-luar-official-store-pikir-ulang-ini-wanti-wanti-bpom

    Menyikapi hal tersebut, detikcom Leaders Forum akan kembali hadir bersama Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Taruna Ikrar, untuk membahas pentingnya memahami nilai gizi dalam sebuah produk pangan. Turut hadir, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Siti Nadia Tarmizi, MEpid yang akan membahas upaya pemerintah dalam mengurangi dampak pola makan tidak sehat terhadap risiko penyakit tidak menular.

    Diskusi ini juga akan menghadirkan Linda Lukitasari, R&D Director Tempo Scan Group, untuk membahas soal apa saja yang perlu diperhatikan konsumen dalam label nutrisi serta memberikan tips yang harus diperhatikan orang tua apabila ingin memilih susu pertumbuhan untuk anak.

    Hal tersebut tentu juga harus menjadi perhatian agar orang tua untuk memastikan kebutuhan gizi, menyesuaikan kebutuhan anak, membantu mengatur pola makan, hingga membantu menemukan produk susu pertumbuhan anak yang lebih berkualitas.

    Selengkapnya, nantikan tayangan streaming detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’ pada Jumat, 28 Februari 2025, pukul 13.00 WIB. Hanya di detikcom.

    (up/up)