Kementrian Lembaga: BPOM

  • BPOM Atur Pengawasan Produk Rekayasa Genetik, Ini Cakupannya

    BPOM Atur Pengawasan Produk Rekayasa Genetik, Ini Cakupannya

    Jakarta

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Prof Dr Taruna Ikrar telah menetapkan Peraturan BPOM Nomor 19 Tahun 2024 tentang Pengawasan Pangan Produk Rekayasa Genetik.

    Peraturan ini disusun sebagai respons terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan erat dengan proses produksi pangan berbasis produk rekayasa genetik (PRG), serta dinamika hukum di bidang pangan olahan.

    Pengaturan ini juga merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 16 ayat (2) dan Pasal 19 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan.

    Sebelumnya, BPOM telah menerbitkan Peraturan Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pengawasan Pangan Produk Rekayasa Genetik. Peraturan tersebut kini digantikan oleh Peraturan BPOM Nomor 19 Tahun 2024.

    Secara garis besar, regulasi terbaru ini memuat ketentuan mengenai tata cara memperoleh persetujuan keamanan pangan PRG, pedoman pengkajian keamanan, pengeditan genom, pengaturan label, mekanisme pengawasan, serta penanganan potensi dampak negatif PRG terhadap kesehatan manusia.

    Dalam Peraturan BPOM Nomor 19 Tahun 2024, terdapat sejumlah penyesuaian ketentuan terkait pengawasan pangan produk rekayasa genetik (PRG) yang sebelumnya belum diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2018. Pengaturan baru ini mencakup penambahan ketentuan mengenai persyaratan pengkajian pangan PRG hasil persilangan konvensional dari dua atau lebih galur PRG, serta pengeditan genom yang substansinya mengacu pada ketentuan Komisi Keamanan Hayati PRG (KKH PRG).

    Peraturan ini juga memuat pedoman pengkajian keamanan pangan PRG untuk senyawa yang dihasilkan melalui mikroorganisme PRG, persyaratan pemindahan kepemilikan atas persetujuan keamanan pangan PRG, dan mekanisme penanganan terhadap pangan PRG yang terbukti menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia.

    “BPOM menyusun peraturan ini dengan melibatkan para pakar di bidang rekayasa genetik, yaitu dari kementerian/lembaga terkait, KKH PRG, organisasi profesi, laboratorium pengujian, perguruan tinggi, asosiasi pelaku usaha, dan organisasi konsumen,” ujar Prof Ikrar.

    Lebih lanjut, rancangan peraturan juga telah melalui tahapan konsultasi publik guna memastikan partisipasi berbagai pemangku kepentingan. Hasil dari konsultasi publik tersebut kemudian dibahas bersama dengan tim pakar.

    Setelah tahapan harmonisasi yang dikoordinasikan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, peraturan terbaru tentang pengawasan PRG ditetapkan pada 18 November 2024 dan diundangkan pada 28 November 2024 dalam Berita Negara RI Tahun 2024 Nomor 894.

    Pangan PRG adalah pangan yang diproduksi atau mengandung bahan baku, bahan tambahan, dan/atau bahan lain yang berasal dari proses rekayasa genetik. Proses rekayasa genetik sendiri melibatkan pemindahan gen yang membawa sifat tertentu dari satu organisme ke organisme lain, baik yang berbeda maupun sejenis, untuk menghasilkan varietas baru dengan keunggulan tertentu, seperti ketahanan terhadap hama atau peningkatan nilai gizi.

    Organisme yang paling sering digunakan dalam proses ini adalah mikroorganisme dan tumbuhan.

    Pangan PRG terus dikembangkan, diproduksi, dan dipasarkan di berbagai negara sebagai solusi untuk menghadapi tantangan ketahanan pangan global. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa keuntungan dari keberadaan pangan PRG, baik bagi produsen maupun konsumen.

    Keuntungannya antara lain peningkatan nilai gizi, peningkatan sifat keunggulan tanaman seperti resistensi yang lebih baik terhadap penyakit dibandingkan dengan tanaman konvensional, serta peningkatan kuantitas dan kualitas produk yang dihasilkan.

    Sekalipun demikian, masih ada perbedaan pendapat global mengenai keamanan dari produk hasil rekayasa genetik, termasuk pangan PRG. Untuk itu, dunia internasional umumnya menangani hal ini dengan pendekatan kehati-hatian (precautionary approach) dan menyiapkan perangkat hukum untuk melindungi masyarakat dari akibat negatif produk-produk hasil rekayasa genetik, termasuk Indonesia.

    Indonesia telah mengatur peredaran pangan PRG sejak tahun 1996 pada saat disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

    Selain itu, Indonesia telah meratifikasi Cartagena Protocol on Bio-safety to the Convention on Biological Diversity menjadi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagena Protocol on Bio-Safety to The Convention on Biological Diversity.

    “Berdasarkan prinsip kehati-hatian tersebut serta peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk Peraturan BPOM Nomor 19 Tahun 2024 yang telah disahkan, maka untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia, pangan PRG wajib mendapatkan persetujuan keamanan pangan PRG yang diberikan oleh BPOM berdasarkan rekomendasi dari Komisi Keamanan Hayati PRG (KKH PRG),” jelas Prof Ikrar.

    Persetujuan keamanan pangan PRG diterbitkan setelah dilakukan pengkajian terhadap beberapa aspek, yaitu informasi genetik; dan informasi keamanan pangan meliputi kesepadanan substansial alerginisitas; toksisitas; dan pertimbangan lainnya, seperti penggunaan gen penanda ketahanan terhadap antibiotik.

    Hal ini merujuk pada ketentuan yang terdapat pada Codex CAC/GL-45-2003 Guideline for The Conduct of Food Safety Assessment of Foods Derived from Recombinant-DNA Plants, serta mempertimbangkan regulasi pangan PRG dari negara lain, seperti Eropa, Australia, dan Jepang.

    Di Indonesia, sejak 2011 hingga Maret 2025, BPOM telah menerbitkan 78 persetujuan keamanan pangan PRG. Pangan PRG yang disetujui terdiri dari 19 produk kedelai, 36 produk jagung, 1 produk gandum, 9 produk kanola, 6 produk kapas, 3 produk tebu, 1 produk kentang, dan 3 produk bahan baku lain untuk ingredient pangan.

    Dengan terbitnya peraturan terbaru terkait pengawasan pangan PRG, diharapkan dapat mendorong produsen pangan dalam negeri untuk dapat memanfaatkan potensi teknologi rekayasa genetik dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia.

    Tentunya dengan selalu mengedepankan prinsip kehati-hatian dan memastikan jaminan terhadap keamanan dan mutu produk pangan PRG yang dihasilkan.

  • Imbas Kasus Dokter Priguna, Terkuak Marak Dokter Anestesi Alihkan Tugas di Ruang Bedah ke Murid PPDS – Halaman all

    Imbas Kasus Dokter Priguna, Terkuak Marak Dokter Anestesi Alihkan Tugas di Ruang Bedah ke Murid PPDS – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kasus rudapaksa yang dilakukan oleh dokter residen peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) anestesi, Priguna Anugerah, ternyata membuka fakta baru soal kondisi dokter-dokter anestesi di rumah sakit pendidikan yang ada di Indonesia.

    Menurut Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, ternyata banyak dokter anestesi yang tak bekerja di rumah sakit.

    Selain itu, terungkap pekerjaan anestesi di ruang bedah banyak dialihkan ke dokter PPDS, bukan dikerjakan dokter anestesi atau dokter konsulennya.

    Hal ini diketahui setelah Menkes menghentikan sementara program pendidikan anestesi di RS Hasan Sadikin Bandung, dan sebelumnya di RS Kariadi Semarang terkait kasus bullying.

    “Khusus anestesi, karena ini kejadian di Semarang dan juga di Bandung, kita lihat begitu prodinya kita tunda itu rame malah program layanan anestesi, bukan program pendidikan anestesi saja, begitu kita hentikan PPDS anestesi untuk hadir di RS Kemenkes, ketahuan ternyata banyak dokter anestesi yang tidak bekerja di rumah sakit.”

    “Saya mulai mengamati bahwa ternyata yang melakukan pekerjaan anestesi di ruang bedah adalah PPDS-nya,” kata Budi dalam konferensi persnya hari ini, Senin (21/4/2025), dilansir Kompas TV.

    Budi menilai tindakan tersebut tak hanya buruk untuk pendidikan dokter saja, tapi buruk untuk keselamatan pasien.

    Untuk itu, Budi mengungkap keseriusannya dalam memperbaiki cara kerja dokter-dokter anestesi di Indonesia.

    Budi juga menegaskan, di seluruh dunia, demi keselamatan pasien maka dokter anestesi harus selalu ada di dekat pasien sejak masuk ruang operasi hingga keluar ruangan.

    Namun, praktiknya, di Indonesia justru banyak ditemukan dokter anestesi keluar ruang operasi atau ruang bedah saat pasien sudah tertidur dan tugasnya dialihkan ke murid PPDS-nya.

    “Dan ini bukan hanya buruk untuk pendidikan, sangat buruk untuk patient safety. Dan ini kejadian ini terjadi, ya jadi saya serius memperbaiki cara kerja dokter-dokter anestesi, bahwa di seluruh dunia demi pasien safety sejak pasien masuk ruang operasi sampai keluar itu dokter anestesi harus selalu ada di situ.”

    “Ya karena kalau terjadi apa-apa pasiennya bisa celaka gitu di Indonesia ternyata praktiknya banyak yang keluar begitu sudah tidur langsung keluar itu dokter anestesi. Jadi praktik-praktik seperti ini berbahaya sekali dan tidak mengikuti standar dunia untuk best practices.”

    “Ini ketahuan pada saat kita bekukan sementara itu prodi anestesi di Rumah Sakit Karyadi dan Rumah Sakit Hasan Sadikin dan saya dengar ini terjadi hampir di seluruh rumah sakit pendidikan jadi yang mengerjakan pekerjaan konsulen dokter anestesi adalah PPDS-nya adalah muridnya dan ini sangat berbahaya,” ungkap Budi.

    BPOM Datangi RSHS Bandung

    Untuk merespons adanya dugaan penyalahgunaan obat anestesi dalam kasus dokter Priguna, BPOM RI meninjau Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung (RSHS) pada Kamis (17/4/2025).

    Kepala BPOM, Taruna Ikrar, mengatakan inspeksi ini dilakukan untuk memastikan sistem pengelolaan obat di rumah sakit pendidikan berjalan sesuai regulasi.

    Obat keras seperti obat anestesi atau yang lebih dikenal dengan obat bius harus diawasi pengelolaannya secara ketat.

    “Kami ingin memastikan bahwa pengelolaan obat di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung telah sesuai dengan standar keamanan dan tata kelola yang ketat. Ini penting demi keselamatan pasien dan integritas profesi medis,” tegas Taruna Ikrar.

    Pengelolaan obat di rumah sakit dilakukan sesuai dengan Peraturan BPOM Nomor 24 Tahun 2021 tentang Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

    Tim BPOM melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap pengelolaan obat yang meliputi sistem pengadaan, penerimaan, penyimpanan, penyerahan, pengembalian, pemusnahan, dan pelaporan obat di Instalasi Farmasi RSHS.

    Lebih lanjut, Taruna Ikrar menyatakan BPOM akan terus meningkatkan sinergi dengan rumah sakit pendidikan, institusi kesehatan, dan perguruan tinggi untuk memperkuat pengawasan serta edukasi dalam penggunaan obat.

    Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) memegang peran super penting dalam memastikan obat yang diterima dan dikonsumsi oleh pasien di rumah sakit. 

    Pihaknya berkomitmen untuk menjaga kualitas dan keamanan obat di semua lini pelayanan kesehatan.

    “BPOM juga siap mendampingi rumah sakit dalam berbagai penerapan aspek regulasi, fasilitasi, bimbingan teknis, hingga pemanfaatan teknologi informasi dalam pengelolaan obat,” ujar Taruna.

    (Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Rina Ayu Panca Rini)

    Baca berita lainnya terkait Dokter PPDS Rudapaksa Anak Pasien.

     

  • Apa Itu Smelling Salt? Begini Cara Kerja dan Efek Sampingnya

    Apa Itu Smelling Salt? Begini Cara Kerja dan Efek Sampingnya

    Jakarta

    Smelling salt adalah bubuk amonia yang dibungkus dalam berbagai kemasan kecil dan mudah digunakan. Seperti namanya, smelling salt berwujud mirip garam putih yang dihirup saat pingsan.

    Keberadaan smelling salt atau garam aroma sudah ada sejak lama dan masih dipertahankan serta digunakan hingga kini. Bagaimana cara kerjanya terhadap tubuh?

    Apa Itu Smelling Salt?

    Smelling salt adalah campuran amonia dan bahan kimia lain yang bisa memberikan rangsangan pada tubuh. Mengutip laman Medical News Today, zat berbau tajam ini biasanya digunakan untuk membantu menyadarkan orang pingsan. Banyak juga atlet olahraga yang menggunakan smelling salt dengan tujuan meningkatkan performa.

    Smelling salt tersedia dalam bentuk kapsul, cairan,, dan berbagai kemasan.. Produk-produk tersebut mengandung senyawa amonia berkonsentrasi rendah. Beberapa produk juga menambahkan minyak esensial.

    Bagaimana Cara Kerja Smelling Salt Terhadap Tubuh?

    Amonia biasa digunakan untuk barang-barang seperti pupuk dan produk pembersih. Menurut laman Health, bau amonia yang kuat mampu memicu kerja saraf saat dihirup.

    Efek ini disebabkan zat amonia yang mengiritasi selaput hidung dan paru-paru. Sehingga, orang yang menghirup amonia mulai bernapas lebih cepat dan mengirimkan lebih banyak oksigen ke otak.

    Sebagai informasi, biasanya orang pingsan karena kekurangan oksigen di otaknya. Jadi orang pingsan akan kembali sadar saat otak kembali memperoleh oksigen yang dibutuhkan. Reaksi ini bisa muncul saat dipancing smelling salt.

    Meski demikian, bukti manfaat smelling salt untuk para atlet yang ingin meningkatkan energinya masih terbatas. Studi pada tahun 2022 mengungkapkan, smelling salt bisa meningkatkan kewaspadaaan dan memperbaiki persepsi seseorang terhadap kinerja fisiknya. Namun, smelling salt tidak meningkatkan tenaga dan dorongan neuromuskular.

    Efek Samping Penggunaan Smelling Salt

    Ada beberapa efek samping yang bisa dirasakan saat mencium smelling salt. Berikut di antaranya:

    1. Iritasi

    Amonia dari smelling salt yang bersentuhan dengan area lembab pada tubuh seperti mata, hidung, dan tenggorokan bisa menyebabkan iritasi. Reaksi ini bisa mengakibatkan mata, hidung, dan tenggoroka terasa perih serta penyumbatan akibat pembengkakan saluran napas bagian atas.

    2. Luka Bakar

    Menurut dokter keluarga Elizabeth Rainbolt, MD dalam laman Cleveland Clinic, memegang kemasan smelling salt terlalu dekat mata atau bersentuhan dengan kulit berisiko mengakibatkan luka bakar. Menghirup smelling salt berulang juga berisiko menyebabkan luka bakar dalam saluran hidung.

    Selain itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menerima laporan tentang orang yang mengalami efek samping seperti sesak napas, kejang, migrain, muntah, hingga diare akibat penggunaan smelling salt. FDA tidak menyetujui produk ini digunakan sebagai obat stimulan.

    Jika memang ingin menggunakan smelling salt, jaga jarak sejauh 10-15 cm dari hidung dan batasi paparan. Perlu diketahui, penggunaan dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko dampak buruk bagi kesehatan.

    (row/row)

  • Obat Anestesi Diduga Disalahgunakan untuk Pelecehan, BPOM Inspeksi ke Unit Farmasi RS Hasan Sadikin – Halaman all

    Obat Anestesi Diduga Disalahgunakan untuk Pelecehan, BPOM Inspeksi ke Unit Farmasi RS Hasan Sadikin – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA– Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar bersama tim melakukan inspeksi mendadak ke Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung (RSHS) pada Kamis (17/4/2025). 

    Inspeksi ini dilakukan sebagai bentuk respons cepat BPOM terhadap kekhawatiran publik yang merebak pasca kasus dugaan penyalahgunaan obat anestesi di rumah sakit ini.

    Diketahui, seorang dokter PPDS atau calon dokter spesialis anestesi memakai obat anestesi untuk memuluskan aksi bejatnya merudapaksa anak pasien.

    Hal ini dilakukan untuk memastikan sistem pengelolaan obat di rumah sakit pendidikan berjalan sesuai regulasi. 

    Obat keras seperti obat anestesi atau yang lebih dikenal dengan obat bius, harus diawasi pengelolaannya secara ketat.

    “Kami ingin memastikan bahwa pengelolaan obat di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung telah sesuai dengan standar keamanan dan tata kelola yang ketat. Ini penting demi keselamatan pasien dan integritas profesi medis,” tegas Taruna Ikrar dilansir dari website resmi, Minggu (20/5/2025). 

    Anestesi (KOMPAS.COM)

    Tim BPOM melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap pengelolaan obat yang meliputi sistem pengadaan, penerimaan, penyimpanan, penyerahan, pengembalian, pemusnahan, dan pelaporan obat di Instalasi Farmasi RSHS. 

    Kepala BPOM juga berdiskusi langsung dengan manajemen rumah sakit dan jajaran farmasi untuk memberikan arahan dan memperkuat koordinasi pengawasan.

    Lebih lanjut, Taruna Ikrar menyatakan BPOM akan terus meningkatkan sinergi dengan rumah sakit pendidikan, institusi kesehatan, dan perguruan tinggi untuk memperkuat pengawasan serta edukasi dalam penggunaan obat. 

    “Tanpa kolaborasi dengan rumah sakit sebagai mitra utama dalam melaksanakan pengelolaan obat yang baik, pengawasan BPOM tidak akan efektif dalam menjaga mutu dan pengamanan rantai suplai obat yang beredar di masyarakat,” tambahnya.

    Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) memegang peran super penting dalam memastikan obat yang diterima dan dikonsumsi oleh pasien di rumah sakit. 

    IFRS merupakan garda terdepan dalam menjaga ketersediaan obat yang berkhasiat, aman, dan berkualitas untuk masyarakat.

    “Langkah tegas akan diambil jika ditemukan pelanggaran. Kami tidak ingin ada celah sedikitpun dalam pengawasan obat-obatan, apalagi yang menyangkut keselamatan nyawa pasien,” tegas Taruna Ikrar.

     

  • Video BPOM Terbitkan Izin Edar Obat VMS Fezolinetant Dalam 54 Hari Kerja

    Video BPOM Terbitkan Izin Edar Obat VMS Fezolinetant Dalam 54 Hari Kerja

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar mengatakan pihaknya telah menerbitkan izin edar pertama untuk pengobatan gejala vasomotor (VMS) dengan zat aktif fezolinetant dalam waktu 54 hari kerja. Percepatan pemberian izin sebagai bentuk komitmennya memfasilitasi proses sertifikasi, khususnya bagi obat-obatan inovatif

  • Simbol Peduli Lingkungan, Kepala BPOM RI Tanam Pohon di Jabar

    Simbol Peduli Lingkungan, Kepala BPOM RI Tanam Pohon di Jabar

    Jakarta

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Prof Dr Taruna Ikrar melakukan penanaman pohon di salah satu pabrik farmasi di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Melalui kegiatan ini, ia ingin menunjukkan komitmen dalam pelestarian lingkungan.

    “Setiap langkah kita di bumi harus meninggalkan jejak kebaikan. Menanam pohon bukan hanya simbol kepedulian lingkungan, tetapi juga investasi bagi generasi masa depan,” ujar Taruna dalam sambutannya, dikutip Jumat (18/4/2025).

    Penanaman pohon dilakukan di area fasilitas produksi pabrik, melibatkan pegawai BPOM setempat, manajemen perusahaan, dan masyarakat sekitar. Program ini juga selaras dengan upaya pemerintah untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan memperkuat ketahanan lingkungan.

    Selain menanam pohon, kunjungan kerja Taruna juga diisi dengan dialog interaktif bersama pelaku usaha obat dan makanan, inspeksi fasilitas produksi, serta edukasi pada masyarakat terkait pentingnya keamanan pangan dan obat.

    Diharapkan aksi menanam pohon bisa menjadi inspirasi bagi instansi lain untuk melakukan hal yang serupa.

    “Semoga bisa menginspirasi instansi lain untuk turut serta dalam menjaga keberlanjutan lingkungan hidup Indonesia,” pungkas Taruna.

    (avk/up)

  • Ada Dugaan Penyalahgunaan Obat Anestesi dalam Kasus Priguna, BPOM Datangi RSHS Bandung – Halaman all

    Ada Dugaan Penyalahgunaan Obat Anestesi dalam Kasus Priguna, BPOM Datangi RSHS Bandung – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Untuk merespons adanya dugaan penyalahgunaan obat anestesi dalam kasus dokter Priguna Anugerah Pratama (31), BPOM RI meninjau Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung (RSHS) pada Kamis (17/4/2025).

    Priguna adalah dokter Program Pendidikan Spesialis Dokter (PPDS) Universitas Padjadjaran yang tersandung kasus pemerkosaan terhadap anak pasien.

    Kepala BPOM Taruna Ikrar mengatakan inspeksi ini dilakukan untuk memastikan sistem pengelolaan obat di rumah sakit pendidikan berjalan sesuai regulasi.

    Obat keras seperti obat anestesi atau yang lebih dikenal dengan obat bius harus diawasi pengelolaannya secara ketat.

    “Kami ingin memastikan bahwa pengelolaan obat di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung telah sesuai dengan standar keamanan dan tata kelola yang ketat. Ini penting demi keselamatan pasien dan integritas profesi medis,” tegas Taruna Ikrar.

    Pengelolaan obat di rumah sakit dilakukan sesuai dengan Peraturan BPOM Nomor 24 Tahun 2021 tentang Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

    Tim BPOM melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap pengelolaan obat yang meliputi sistem pengadaan, penerimaan, penyimpanan, penyerahan, pengembalian, pemusnahan, dan pelaporan obat di Instalasi Farmasi RSHS.

    Lebih lanjut, Taruna Ikrar menyatakan BPOM akan terus meningkatkan sinergi dengan rumah sakit pendidikan, institusi kesehatan, dan perguruan tinggi untuk memperkuat pengawasan serta edukasi dalam penggunaan obat.

    Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) memegang peran super penting dalam memastikan obat yang diterima dan dikonsumsi oleh pasien di rumah sakit. 

    Pihaknya berkomitmen untuk menjaga kualitas dan keamanan obat di semua lini pelayanan kesehatan.

    “BPOM juga siap mendampingi rumah sakit dalam berbagai penerapan aspek regulasi, fasilitasi, bimbingan teknis, hingga pemanfaatan teknologi informasi dalam pengelolaan obat,” ujar Taruna.

  • Kepala BPOM Sidak Instalasi Farmasi RSHS Buntut Kasus Pelecehan PPDS Anestesi

    Kepala BPOM Sidak Instalasi Farmasi RSHS Buntut Kasus Pelecehan PPDS Anestesi

    Jakarta

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM) RI Prof Dr Taruna Ikrar, melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Instalasi Farmasi Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung (RSHS) buntut kasus dugaan penyalahgunaan obat anestesi oleh dokter residen anestesi.

    “Kami ingin memastikan bahwa pengelolaan obat di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung telah sesuai dengan standar keamanan dan tata kelola yang ketat. Ini penting demi keselamatan pasien dan integritas profesi medis,” tegas Ikrar di sela kunjungannya, dikutip dari keterangan pers, Jumat (18/4/2025).

    Dalam sidak tersebut, Tim BPOM melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap sistem pencatatan, distribusi, dan penyimpanan obat di Instalasi Farmasi RSHS. Kepala BPOM juga berdiskusi langsung dengan manajemen rumah sakit dan jajaran farmasi untuk memberikan arahan dan memperkuat koordinasi pengawasan.

    Lebih lanjut, Ikrar menyatakan bahwa BPOM akan terus meningkatkan sinergi dengan rumah sakit pendidikan, institusi kesehatan, dan perguruan tinggi untuk memperkuat pengawasan serta edukasi dalam penggunaan obat.

    “Langkah tegas akan diambil jika ditemukan pelanggaran. Kami tidak ingin ada celah sedikit pun dalam pengawasan obat-obatan, apalagi yang menyangkut keselamatan nyawa pasien,” pungkasnya.

    (kna/up)

  • BPOM RI Dorong Kolaborasi Riset di RSHS untuk Percepatan Akses Uji Klinis

    BPOM RI Dorong Kolaborasi Riset di RSHS untuk Percepatan Akses Uji Klinis

    Jakarta

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Taruna Ikrar mendorong percepatan akses dan penguatan uji klinis di Indonesia sebagai fondasi transformasi layanan kesehatan nasional. Hal ini sejalan dengan kerangka kerja sama lintas sektor, konsep academic, business, dan government (ABG).

    Taruna Ikrar juga menyoroti masih rendahnya jumlah uji klinis di Indonesia dibandingkan dengan negara Asia lainnya. Padahal, menurutnya, Indonesia memiliki populasi besar dan keberagaman penyakit yang seharusnya menjadi keunggulan dalam pelaksanaan uji klinis.

    “Standar uji klinik yang kami terapkan sangat ketat agar masyarakat tidak merasa dijadikan kelinci percobaan. BPOM terus mempercepat proses persetujuan uji klinik dan memperluas kerja sama dengan perguruan tinggi. Saat ini sudah ada 185 kerja sama aktif dengan institusi akademik,” jelas Ikrar dalam keterangannya, Jumat (17/4/2025).

    Ia juga mengungkapkan bahwa Indonesia tengah dinilai oleh WHO untuk menjadi bagian dari WHO Listed Authority (WLA), yang akan meningkatkan reputasi dan daya saing produk Indonesia secara global.

    “Jika BPOM masuk dalam WLA, maka hasil uji klinik dari Indonesia akan lebih diakui dunia, dan ini penting untuk membuka akses pasar internasional bagi produk kesehatan dalam negeri,” tambah Ikrar.

    Direktur Utama RSHS Rachim Dinata Marsidi, menegaskan komitmen RSHS sebagai rumah sakit pendidikan dalam mendorong riset yang berdampak pada pelayanan. Ia menambahkan bahwa fasilitas di RSHS telah ditingkatkan setara dengan rumah sakit modern lainnya, namun tetap inklusif bagi pasien pengguna BPJS.

    “RSHS berkomitmen memperkuat kapasitas riset melalui fasilitas Clinical Research Center yang kini telah kami miliki. Kami juga tengah mengembangkan teknologi nuklir seperti siklotron untuk keperluan medis dan riset, yang ditargetkan siap digunakan tahun depan,” beber Rachim.

    Dalam kesempatan tersebut, Kepala BPOM juga melakukan peninjauan pengelolaan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) RSHS Bandung. Inspeksi ini dimaksudkan untuk memastikan obat yang dikonsumsi pasien aman dan bermutu, tidak hanya saat melakukan pelayanan kesehatan namun penyimpanan dan distribusi obat dilakukan sesuai aturan yang berlaku.

    Saya berharap semua unsur termasuk jajaran rumah sakit untuk menjadi pelopor yang tak hanya mengutamakan pelayanan klinis, tetapi juga mampu menjadi mitra BPOM dalam mendorong transformasi sistem kesehatan nasional,” tutup Ikrar.

    (kna/kna)

  • Beri Kuliah Umum di ITB, Kepala BPOM RI Singgung Pemanfaatan Teknologi-Inovasi

    Beri Kuliah Umum di ITB, Kepala BPOM RI Singgung Pemanfaatan Teknologi-Inovasi

    Jakarta

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makan (BPOM) RI Prof Dr Taruna Ikrar menyebut konsep ABG (Academy, Business, Government) Inovasi Teknologi sebagai upaya mendorong inovasi teknologi, khususnya dalam pengawasan obat dan makanan. Hal tersebut diungkapkan oleh Taruna di Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam rangka acara BPOM Goes To Campus, Kamis (17/4/2025).

    Prof Taruna didampingi oleh Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA), Rita Mahyona, serta sejumlah pejabat tinggi dari lingkungan BPOM di acara tersebut. Pihak BPOM diterima langsung oleh pimpinan ITB dan para peneliti dari berbagai fakultas.

    Dalam diskusi yang dihadiri ribuan peserta mahasiswa dan dosen itu, Prof Taruna mengatakan konsep ABG selaras dengan visi ITB sebagai perguruan tinggi berbasis riset dan inovasi.

    “ITB memiliki potensi besar dalam menghasilkan inovasi teknologi yang mampu meningkatkan daya saing nasional. Konsep ABG ini menjadi jembatan penting agar hasil riset tidak hanya berhenti di laboratorium, tapi bisa memberikan manfaat nyata bagi masyarakat,” ujar Prof Taruna dalam sambutannya.

    Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan ITB Prof Dr Irwan Meilano, ST, MSc mewakili kampus menyambut baik inisiatif tersebut dan menyatakan kesiapan ITB untuk menjadi pusat kolaborasi triple helix dalam pengembangan inovasi bidang kesehatan dan pangan.

    Beberapa langkah konkret seperti pembentukan pusat riset kolaboratif, inkubasi startup bioteknologi, dan kemitraan industri tengah disiapkan sebagai tindak lanjut dari pertemuan ini.

    Prof Taruna menuturkan konsep ABG bisa menjadi langkah strategis dalam mempercepat hilirisasi riset dan menciptakan ekosistem inovasi yang berkelanjutan di Indonesia.

    “Konsep ABG Inovasi Teknologi dinilai strategis dalam mempercepat hilirisasi riset, memperkuat ketahanan kesehatan nasional, serta menciptakan ekosistem inovasi yang berkelanjutan di Indonesia. Sementara itu, program BPOM Goes to Campus juga diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran generasi muda terhadap pentingnya pengawasan mutu dan keamanan produk obat dan makanan di Tanah Air,” pungkas Prof Taruna.

    (avk/up)