Kementrian Lembaga: BPOM

  • BPOM Jawab Desakan KPAI Setop Sementara MBG: Kita Perbaiki yang Belum Sesuai Harapan – Page 3

    BPOM Jawab Desakan KPAI Setop Sementara MBG: Kita Perbaiki yang Belum Sesuai Harapan – Page 3

    Badan Gizi Nasional (BGN) menyampaikan permohonan maaf atas insiden keamanan pangan yang diduga akibat konsumsi Makan Bergizi Gratis (MBG) di Banggai Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tengah.

    Sebagai bentuk tanggung jawab, BGN telah mengirimkan tim langsung ke lokasi terdampak sejak Jumat (19/9/2025) untuk memastikan penanganan maksimal bagi seluruh korban keracunan MBG di wilayah tersebut.

    BGN meminta Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) terus memperkuat komunikasi guna menanggapi isu keamanan pangan dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG).

    “Seiring meningkatnya perhatian publik terhadap isu pangan dan gizi, peran SPPG tidak lagi sebatas teknis. SPPG bukan hanya dapur pelayanan gizi, tetapi juga wajah BGN serta ujung tombak Program MBG di mata masyarakat,” ujar Kepala Biro Hukum dan Humas BGN Khairul Hidayati.

    “Apa yang dilakukan SPPG di lapangan, baik besar maupun kecil, akan ikut mempengaruhi bagaimana publik memandang program dan lembaga ini,” sambungnya, dikutip dari Antara.

     

  • 10
                    
                        Keracunan Massal MBG Berulang: Segera Moratorium, Evaluasi, dan Investigasi
                        Nasional

    10 Keracunan Massal MBG Berulang: Segera Moratorium, Evaluasi, dan Investigasi Nasional

    Keracunan Massal MBG Berulang: Segera Moratorium, Evaluasi, dan Investigasi
    Pemerhati masalah politik, pertahanan-keamanan, dan hubungan internasional. Dosen Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM), Bandung.
    PROGRAM
    Makan Bergizi Gratis (MBG) sejatinya dirancang sebagai ikon politik sekaligus kebijakan unggulan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
    Saat kampanye, program ini digadang-gadang sebagai jawaban atas problem klasik gizi buruk, stunting, serta ketidakmerataan akses pangan di kalangan anak sekolah.
    Namun, beberapa bulan setelah implementasi, alih-alih menjadi kebanggaan, MBG justru berubah menjadi sumber krisis nasional.
    Tagar
    #MakanBeracunGratis
    yang viral di media sosial menjadi simbol runtuhnya kepercayaan publik terhadap program ini.
    Tidak ada yang meragukan besarnya skala dan niat baik program MBG. Dengan alokasi anggaran mencapai Rp 71 triliun, pemerintah berupaya memastikan jutaan pelajar Indonesia mendapat asupan gizi layak setiap hari.
    Namun, fakta di lapangan menunjukkan kontras yang tajam, di mana lebih dari 5.360 anak menjadi korban keracunan hingga September 2025. Beberapa kasus mencatat angka korban yang mencengangkan, seperti 569 pelajar di Garut dan 277 pelajar di Banggai Kepulauan.
    Jika program dengan dana raksasa justru menghasilkan derita massal, pertanyaan mendasar harus diajukan; di mana letak kesalahannya?
    Apakah pada strategi desain kebijakan, lemahnya implementasi, atau ada faktor sabotase yang sengaja dimainkan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab?
    Analisis data menunjukkan bahwa akar persoalan dalam Program MBG bukan sekadar insiden teknis, melainkan kegagalan sistemik yang menyentuh hampir seluruh aspek tata kelola.
    Kegagalan ini bisa dilihat dari empat dimensi utama yang saling berkaitan, yaitu kecepatan pelaksanaan, integritas kelembagaan, manajemen rantai pasok, serta krisis kepercayaan publik.
    Pertama, pelaksanaan program dilakukan secara tergesa-gesa dalam skala nasional tanpa infrastruktur pengawasan memadai.
    Orientasi pemerintah tampaknya lebih berat pada aspek kuantitas, seperti hanya menghitung berapa banyak dapur yang dibangun, dan berapa banyak anak yang terlayani.
    Sementara dimensi kualitas pangan dan keamanan konsumsi terabaikan. Akibatnya, makanan yang seharusnya menjadi penopang gizi justru berulang kali memicu keracunan massal pada anak-anak, kelompok yang seharusnya paling dilindungi.
    Kedua, terdapat masalah serius terkait dapur fiktif dan dugaan korupsi. DPR mengungkapkan adanya sekitar 5.000 dapur MBG yang ternyata tidak benar-benar ada.
    Fakta ini membuka indikasi kuat bahwa sebagian dana program menguap tanpa manfaat nyata bagi masyarakat.
    Jika temuan ini benar, maka persoalannya bukan sekadar kelalaian administratif, melainkan praktik korupsi terstruktur yang merampas hak anak-anak Indonesia untuk memperoleh makanan bergizi dengan aman.
    Ketiga, kelemahan juga tampak dalam rantai pasok dan sistem logistik. Kasus keracunan massal akibat pergantian pemasok ikan menegaskan bahwa mekanisme verifikasi dan kontrol kualitas sangat rapuh.
    Tidak hanya itu, laporan tentang makanan basi, menu berbelatung, hingga kontroversi penggunaan wadah makanan (
    food tray
    ) yang dituding mengandung minyak babi memperburuk citra program di mata publik.
    Masalah-masalah ini menunjukkan bahwa aspek teknis – mulai dari penyimpanan, distribusi, hingga standar kebersihan – tidak dikelola secara profesional.
    Keempat, krisis semakin dalam akibat defisit kepercayaan publik. Alih-alih mengakui kesalahan dan membuka ruang transparansi, pemerintah justru menerbitkan surat pernyataan yang meminta orangtua murid untuk tidak menuntut apabila terjadi keracunan.
    Langkah ini bukan hanya gagal meredakan keresahan, melainkan semakin memperkuat persepsi bahwa negara berupaya lepas dari tanggung jawab moral dan hukum.
    Akibatnya, kepercayaan masyarakat terhadap program MBG kian merosot, bahkan berpotensi bergeser menjadi penolakan terbuka.
    Dengan demikian, jelas bahwa masalah MBG tidak berhenti pada level teknis, melainkan mencerminkan cacat desain kebijakan dan lemahnya tata kelola.
    Jika tidak segera diperbaiki melalui evaluasi menyeluruh dan investigasi transparan, program yang semula digadang-gadang sebagai ikon kepedulian sosial justru berisiko tercatat sebagai kegagalan monumental dalam sejarah kebijakan publik Indonesia.
    Tidak sedikit yang menduga adanya unsur sabotase terhadap MBG. Dugaan ini muncul karena banyaknya insiden terjadi serentak di berbagai daerah dengan pola mirip, seperti keracunan massal, pasokan bahan pangan rusak, hingga isu sensitif soal halal.
    Namun, tanpa bukti empiris yang kuat, asumsi ini masih spekulatif.
    Yang lebih nyata adalah indikasi inkompetensi dan tata kelola yang buruk. Jika Badan Gizi Nasional (BGN) gagal memverifikasi dapur, mengawasi rantai pasok, serta menjaga standar kebersihan, maka tanggung jawab utama tetap berada di pundak pemerintah.
    Sabotase mungkin ada, tetapi kelemahan sistem yang membuka celah terjadinya sabotase itu.
    Persoalannya, dampak krisis MBG melampaui aspek kesehatan. Ia kini menjelma menjadi liabilitas politik bagi pemerintahan Prabowo-Gibran.
    Kegagalan dalam mengelola program unggulan bisa menjadi preseden buruk, yakni rakyat kehilangan kepercayaan pada janji-janji politik.
    Situasi semakin sensitif karena korbannya adalah pelajar sekolah, mayoritas Generasi Z, kelompok yang sangat aktif di media sosial dan memiliki kemampuan mobilisasi opini.
    Jika pemerintah tidak segera melakukan evaluasi fundamental, isu MBG bisa bergulir menjadi gerakan massa yang lebih besar, apalagi di tengah polarisasi politik pasca-pemilu.
    Dalam situasi krisis seperti saat ini, langkah paling rasional yang dapat ditempuh pemerintah adalah moratorium sementara terhadap Program MBG, khususnya di daerah-daerah yang mencatat kasus keracunan massal dengan korban terbanyak.
    Moratorium bukan berarti membatalkan niat mulia untuk memberi makan anak bangsa, melainkan langkah darurat untuk menghentikan jatuhnya korban baru sambil melakukan evaluasi mendalam.
    Setelah moratorium, yang diperlukan adalah investigasi independen yang transparan. Tim investigasi ini idealnya melibatkan berbagai pihak, seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan, akademisi, organisasi masyarakat sipil, serta perwakilan orangtua murid.
    Dengan komposisi lintas sektor, investigasi diharapkan mampu menyentuh akar persoalan, bukan sekadar menutup permukaan masalah.
    Fokus utama harus mencakup verifikasi ulang terhadap lebih dari 8.000 dapur MBG untuk memastikan apakah benar-benar ada atau fiktif; audit forensik alur anggaran guna mencegah kebocoran dana; uji laboratorium acak terhadap menu yang disajikan di sekolah; serta pemeriksaan menyeluruh atas rantai pasok bahan makanan, mulai dari pemasok hingga distribusi terakhir.
    Langkah berikutnya adalah desain ulang mekanisme program. Pengalaman menunjukkan bahwa model yang terlalu sentralistik sangat rentan menimbulkan masalah.
    Karena itu, desentralisasi menjadi pilihan logis dengan memberdayakan kantin sekolah dan UMKM katering lokal yang sudah terverifikasi.
    Dengan memotong rantai distribusi, risiko makanan basi, rusak, atau terkontaminasi bisa ditekan secara signifikan.
    Di sisi lain, desentralisasi juga membuka peluang pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal sehingga manfaat program terasa lebih luas.
    Pengawasan terhadap program pun perlu ditransformasikan secara partisipatif dan berbasis digital. Orangtua murid bisa dilibatkan melalui komite sekolah untuk memastikan kualitas makanan, sementara data distribusi, hasil uji sampel, serta laporan keluhan harus dipublikasikan secara transparan dalam
    dashboard
    daring
    real-time
    .
    Dengan mekanisme ini, pengawasan publik tidak hanya menjadi formalitas, melainkan benar-benar hidup dan responsif.
    Namun, semua reformasi itu akan kehilangan makna bila pemerintah kembali terjebak pada pola komunikasi lama yang defensif dan tertutup. Komunikasi krisis yang beradab menjadi kunci.
    Membungkam keluhan publik atau menggulirkan narasi propagandis hanya akan memperburuk luka kepercayaan masyarakat. Sebaliknya, yang dibutuhkan adalah komunikasi yang jujur, terbuka, dan empatik.
    Presiden Prabowo harus tampil di depan publik, tidak sekadar menyampaikan permintaan maaf, tetapi juga menunjukkan rencana konkret perbaikan dengan langkah yang terukur.
    Dengan cara itu, kepercayaan masyarakat dapat dipulihkan, dan program MBG bisa kembali menempati posisi semula sebagai kebijakan pro-rakyat yang membanggakan.
    Program MBG adalah kebijakan dengan niat luhur, tetapi implementasi yang buruk telah mengubahnya menjadi bencana politik dan sosial.
    Oleh karena itu, dibutuhkan langkah drastis, yaitu moratorium, evaluasi menyeluruh, dan investigasi independen.
    Jika reformasi dilakukan dengan transparan, MBG masih bisa diselamatkan sebagai program strategis yang membanggakan.
    Namun, jika pemerintah memilih jalan pintas dengan retorika kosong dan perbaikan kosmetik, MBG berpotensi tercatat sebagai kegagalan monumental dalam sejarah kebijakan sosial Indonesia.
    Dan bagi Presiden Prabowo, kegagalan ini bisa berbalik menjadi bom waktu politik yang merusak legitimasi kepemimpinannya sejak tahun pertama berkuasa.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KAI Dukung UMKM Kembangkan Pasar dengan Fasilitas Sertifikasi

    KAI Dukung UMKM Kembangkan Pasar dengan Fasilitas Sertifikasi

    JAKARTA – PT Kereta Api Indonesia (Persero) terus menunjukkan komitmennya dalam memperkuat ekonomi kerakyatan melalui pemberdayaan UMKM.

    Executive Vice President of Corporate Secretary KAI Raden Agus Dwinanto Budiadji menjelaskan bahwa Hampir 200 UMKM binaan kini difasilitasi untuk memperoleh sertifikasi halal, BPOM, dan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) melalui kegiatan Kick Off Sertifikasi UMKM

    Ia menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan langkah strategis KAI dalam mendukung UMKM agar memiliki paspor menuju pasar modern, ritel nasional, hingga peluang ekspor.

    “Dengan sertifikasi resmi, UMKM diharapkan semakin tangguh, kompetitif, dan siap menembus pasar internasional sebagai UMKM kelas dunia,” ungkapnya dalam keterangannya, Minggu, 21 September.

    Agus menjelaskan di era perdagangan modern, sertifikasi memiliki peran vital yaitu sertifikat halal meningkatkan kepercayaan konsumen, izin edar BPOM menjamin mutu dan keamanan produk, sementara perlindungan HKI menjaga karya UMKM agar bernilai ekonomi tinggi dan berkelanjutan.

    Lebih lanjut, Agus menegaskan bahwa fasilitas sertifikasi ini merupakan bagian penting dari strategi jangka panjang TJSL dan CSR KAI.

    “Sertifikasi halal, BPOM, dan HKI bukan sekadar syarat administratif, melainkan gerbang masa depan. Dengan legalitas yang kuat, branding kokoh, dan inovasi digital, UMKM binaan KAI siap menjadi bagian dari rantai ekonomi global dan melangkah menuju UMKM kelas dunia,” jelasnya.

    Agus juga menekankan pentingnya sinergi untuk memperkuat peran UMKM sebagai pilar ekonomi nasional.

    “KAI percaya UMKM adalah tulang punggung ekonomi Indonesia. Melalui sertifikasi, pendampingan, dan inovasi, KAI berkomitmen mencetak UMKM yang tidak hanya berdaya saing di dalam negeri, tetapi juga mampu bersaing di pasar global. Ini adalah bagian dari perjalanan KAI menghadirkan manfaat nyata bagi masyarakat,” tegasnya.

    Adapun, kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi KAI dengan Rumah BUMN Bandung, Rumah BUMN Pertamina Palangka Raya, dan Purbalingga.

    Agus menyampaikan sinergi ini mencerminkan kekuatan kolektif antar-BUMN dalam menjadikan UMKM sebagai pilar ekonomi bangsa, sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) yang mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif, berdaya tahan, dan berkelanjutan.

    Sebagai BUMN transportasi dan logistik, ia menyampaikan bahwa KAI tidak hanya berfokus pada layanan utama, tetapi juga konsisten menjadi katalisator ekonomi kerakyatan.

    Menurutnya melalui pembinaan UMKM, fasilitasi sertifikasi, hingga dukungan inovasi digital, KAI memperkuat peranannya dalam menghadirkan manfaat nyata serta membawa UMKM Indonesia naik kelas menuju UMKM kelas dunia.

  • Waka BGN Nanik Deyang Bakal Bentuk Tim Investigasi Keracunan MBG, Dipimpin Ahli Kimia
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        21 September 2025

    Waka BGN Nanik Deyang Bakal Bentuk Tim Investigasi Keracunan MBG, Dipimpin Ahli Kimia Nasional 21 September 2025

    Waka BGN Nanik Deyang Bakal Bentuk Tim Investigasi Keracunan MBG, Dipimpin Ahli Kimia
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S. Deyang akan segera membentuk Tim Investigasi Keracunan yang akan dipimpin oleh para ahli kimia.
    Setelah didapuk sebagai Waka BGN, Nanik berjanji akan turun langsung mengecek ke lapangan bersama tim ahli kimia yang akan dibentuk pada Senin (22/9/2025).
    “Setelah saya masuk ini ya, saya akan membuat Tim Investigasi Keracunan yang dipimpin oleh ahli kimia dan kami akan langsung turun,” ucap Nanik saat dihubungi Kompas.com, Minggu (21/9/2025).
    Nanik menuturkan, Tim Investigasi Keracunan ini dibentuk sebagai langkah konkret dari BGN menyusul banyaknya temuan kasus keracunan makan bergizi gratis (MBG) di sejumlah daerah.
    “Betul, langkah konkretnya ini kami akan membuat tim, Senin ini saya rapat, besok, membuat tim investigasi keracunan,” ucapnya.
    Sebelum kerja sama dengan para ahli kimia, Nanik menuturkan bahwa BGN telah berkoordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan rumah sakit.
    “Kami sudah melakukan koordinasi lengkap mulai dari BPOM kita turunkan, dari rumah sakit kita turunkan, ahli kimia kita turunkan,” tuturnya.
    Bukan hanya tim investigasi, Nanik menuturkan, BGN akan membentuk kontak hotline agar masyarakat bisa langsung melapor.
    “Kami akan bikin hotline, hotline untuk orang mengadu kalau ada keracunan,” tegasnya.
    Diketahui, belum lama ini di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, ratusan pelajar diduga keracunan usai menyantap menu MBG di sekolah pada Rabu (17/9/2025).
    Data dari RS Trikora Salakan hingga Kamis (18/9/2025) pukul 07.00 WITA mencatat jumlah korban mencapai 251 pelajar.
    Ratusan pelajar yang terdampak berasal dari berbagai sekolah di Banggai Kepulauan, yakni SMA 1 Tinangkung, SMK 1 Tinangkung, SDN Tompudau, SDN Pembina, SDN Saiyong, dan MTs Alkhairaat Salakan.
    Tercatat ada sekitar 90 orang siswa yang diduga keracunan makanan MBG di MTsN dan SMAN yang berada di Kecamatan Empang pada Rabu (17/9/2025).
    Di Maluku, belasan siswa Sekolah Dasar (SD) Negeri 19 Kota Tual diduga mengalami keracunan usai menyantap menu MBG yang disediakan di sekolah tersebut pada Kamis (18/9/2025).
    Terbaru, kasus keracunan juga menimpa ratusan siswa dari tingkat SD, SMP, hingga SMA di Kabupaten Garut, Jawa Barat, pada Kamis (18/9/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Marak Penjiplakan dan Pemalsuan Produk, Ini Kiat untuk Pelaku Biar Tak Dirugikan – Page 3

    Marak Penjiplakan dan Pemalsuan Produk, Ini Kiat untuk Pelaku Biar Tak Dirugikan – Page 3

    Sebelumnya, peredaran obat bahan alam (OBA) illegal yang mengandung bahan kimia obat (BKO) masih jadi masalah serius di Indonesia. Menyadari risiko ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memperkuat upaya pencegahan dengan menggandeng Apoteker Praktik Herbal Indonesia (APHI) melalui pertemuan koordinasi daring pada Selasa (24/6/2025).

    Direktur Cegah Tangkal BPOM, I Gusti Ngurah Bagus Kusuma Dewa, menegaskan bahwa kolaborasi pencegahan peredaran obat bahan alam ilegal ini bukan sekadar simbol kemitraan.

    “Penggalangan ini adalah bagian dari ikhtiar sistematis membangun ekosistem perlindungan masyarakat terhadap kejahatan produk OBA,” ujarnya, dikutip dari laman resmi BPOM, Minggu (6/7).

    Maraknya Jamu Ilegal dan Tantangan Pengawasan

    Kasus jamu ilegal dengan kandungan BKO kian marak, apalagi di era digital. Produk jamu stamina, pelangsing, hingga penggemuk badan kerap diselipkan BKO seperti sildenafil, tadalafil, parasetamol, hingga sibutramin. Padahal, BKO seharusnya hanya digunakan di bawah pengawasan tenaga medis.

    “Peredaran jamu ilegal mengandung BKO, khususnya melalui jalur digital, memerlukan pendekatan pencegahan dan deteksi dini berbasis risiko. Melalui perkuatan kerja sama ini, kami harap APHI dapat berkontribusi dalam edukasi, pemantauan mandiri, dan sistem cegah tangkal secara menyeluruh,” kata Bagus Kusuma Dewa.

    APHI dinilai strategis karena anggotanya tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, sehingga diharapkan mampu mendukung pengawasan dari hulu ke hilir.

     

  • WHO Apresiasi Indonesia, Angka Kematian Bayi dan Balita Turun hingga 39 Persen

    WHO Apresiasi Indonesia, Angka Kematian Bayi dan Balita Turun hingga 39 Persen

    Jakarta

    Pada Hari Keselamatan Pasien Sedunia, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA) menyoroti perlunya membuat layanan kesehatan di Indonesia lebih aman bagi anak-anak usia 0 hingga 9 tahun. Seruan ini berfokus pada keselamatan pasien sejak dini.

    WHO menyebut anak-anak memiliki risiko yang lebih tinggi karena tubuh mereka masih berkembang dan mereka sering kali tidak bisa menjelaskan apa yang dirasakan saat ada yang salah.

    Tantangan umum meliputi protokol keselamatan spesifik untuk anak yang belum memadai, kontrol kualitas obat yang buruk, terbatasnya tenaga spesialis pediatri, dan kurangnya keterlibatan anak serta keluarga dalam perawatan.

    Ketidaksetaraan antara daerah pedesaan dan perkotaan memperburuk kesenjangan ini dan membuat anak-anak yang paling rentan menghadapi risiko perawatan yang tidak aman.

    “Anak-anak tidak dapat berbicara ketika ada yang tidak beres,” kata Dr. N. Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia dalam keterangan resminya.

    “Akses ke obat-obatan dan perawatan yang aman, efektif, dan berkualitas baik bukanlah kemewahan, melainkan hak dasar. WHO akan terus mendukung Kementerian Kesehatan dan bekerja sama dengan para mitra untuk membangun sistem kesehatan yang kuat, aman, dan merata untuk semua orang, dari segala usia.”

    Progres dan Capaian Indonesia

    Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah membuat kemajuan yang signifikan. Antara tahun 2010 dan 2023, peningkatan kualitas dan keselamatan layanan kesehatan-termasuk untuk bayi baru lahir dan anak-anak-berkontribusi pada penurunan 39 persen dalam angka kematian neonatal dan balita di bawah 5 tahun.

    Antara tahun 2010 dan 2022, angka kematian untuk anak usia 5 hingga 9 tahun juga turun lebih dari 32 persen.

    Sejak tahun 2006, Indonesia telah menerapkan sistem pelaporan nasional untuk insiden keselamatan pasien. Pada tahun 2024, Kementerian Kesehatan memperluas tinjauan kematian ibu dan bayi baru lahir untuk memperkuat akuntabilitas dan perlindungan anak.

    Sejak tahun 2022, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah memberlakukan kontrol pasar yang lebih ketat dan memperkenalkan persyaratan praktik manufaktur dan distribusi yang baik untuk bahan aktif dan eksipien.

    (kna/kna)

  • Pemkab Sidoarjo Berikan Tanda Penghargaan Donor darah Sukarela

    Pemkab Sidoarjo Berikan Tanda Penghargaan Donor darah Sukarela

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Peringati HUT ke-80 Palang Merah Indonesia (PMI), Pemkab Sidoarjo memberikan tanda penghargaan donor darah sukarela kepada 1.932 pendonor darah di Sidoarjo.

    Penghargaan diberikan sebagai apresiasi atas dedikasinya yang telah rutin mendonorkan darah demi kemanusiaan.

    Penghargaan diserahkan secara simbolis oleh Bupati Sidoarjo H. Subandi kepada para pendonor dengan jumlah donor darah terbanyak.

    Penghargaan tersebut diberikan kepada, diantaranya pendonor aktif 125 kali sebanyak 13 orang, pendonor aktif 100 kali sebanyak 15 orang, pendonor aktif 75 kali sebanyak 34 orang, pendonor aktif 50 kali sebanyak 120 orang, pendonor aktif 25 kali sebanyak 750 orang, dan terakhir pendonor aktif 10 kali sebanyak 1.000 orang.

    Bupati Sidoarjo H. Subandi, menyampaikan terima kasih dan apresiasinya kepada seluruh pendonor serta relawan yang telah menjadi bagian penting dalam menyelamatkan banyak nyawa manusia.

    “Penghargaan ini nilainya sangat tinggi. Dedikasi dan keikhlasan para pendonor adalah bagian dari penyelamat kehidupan. Setetes darah mampu memberi cahaya harapan bagi mereka yang sedang berjuang. Semoga Allah SWT membalas dengan berlipat-lipat kebaikan,” ucapnya usai acara HUT ke-80 PMI di Pendopo Delta Wibawa, Sabtu (20/9/2025).

    H. Subandi juga menambahkan Pemkab Sidoarjo terus berkomitmen memberikan dukungan terhadap PMI, baik dalam kegiatan donor darah maupun pengembangan layanan kesehatan.

    “Mari kita terus jadikan donor darah sebagai budaya hidup sehat dan wujud nyata kepedulian. Dengan tagline tebar kebaikan, kita berharap semua pendonor senantiasa diberi kesehatan,” imbuhnya.

    “Donor darah bukan hanya tentang kesehatan, tapi juga budaya kemanusiaan, karena kemanusiaan tidak membutuhkan panggung, melainkan tindakan nyata,” sambung bupati.

    Seiring dengan pertumbuhan penduduk, kebutuhan darah di Kabupaten Sidoarjo terus meningkat. Pada tahun 2024, PMI Sidoarjo berhasil mengumpulkan 58.141 kantong darah, naik 18 persen dibandingkan tahun 2023 sebanyak 49.329 kantong. Pada semester pertama 2025, pemakaian darah telah mencapai 31.690 kantong, dan diperkirakan kebutuhan darah hingga akhir tahun bisa mencapai 62 ribu kantong. Meski meningkat, PMI Sidoarjo optimis kebutuhan darah akan terpenuhi 100 persen.

    Selain fokus pada donor darah, Ketua PMI Sidoarjo, Andjar Surjadianto, juga menjelaskan bahwa PMI mendukung program pemerintah pusat, yaitu industri ftaksionasi plasma.

    Dijelaskannya, PMI Sidoarjo merupakan satu diantara 10 UPTD PMI se-Indonesia yang sudah mendapat sertifikasi 3 badan, yaitu sertifikat CPOB BPOM RI, Sertifikat akreditasi dari Kemenkes, dan Sertifikat akreditasi SK Plasma dari Korea Selatan sehingga PMI Sidoarjo menyiapkan obat albumin dan imunoglobulin.

    “Saat ini, Sidoarjo sudah mengirim sebanyak 948 liter, ditargetkan tiap bulan mampu memproduksi 300 liter sebagai upaya menuju kemandirian produksi obat agar mengurangi ketergantungan import obat,” jelasnya. (isa/ted)

  • Ompreng MBG Diduga Mengandung Babi, NU DKI Sebut Haram, NU Pusat Bilang Gak Apa-apa Asal Dicuci

    Ompreng MBG Diduga Mengandung Babi, NU DKI Sebut Haram, NU Pusat Bilang Gak Apa-apa Asal Dicuci

    GELORA.CO – Polemik food tray (ompreng) program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diduga mengandung minyak babi kembali memunculkan perbedaan pandangan di tubuh Nahdlatul Ulama (NU).

    Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) NU DKI Jakarta, Rakhmad Zailani Kiki, menegaskan perbedaan pendapat dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) merupakan hal yang wajar dalam khazanah fikih.

    “Perbedaan dalam fiqih, pemahaman, itu biasa,” kata Kiki kepada Inilah.com, Sabtu (20/9/2025).

    NU Pusat: Bisa Dipakai Setelah Dicuci

    Sebelumnya, Ketua PBNU, Fahrur A Rozi, menyampaikan pandangan bahwa food tray impor asal China yang terkena najis babi masih bisa digunakan setelah disucikan.

    “Kalau menurut fiqh NU, setiap benda keras yang terkena najis babi itu bisa disucikan dengan cara dicuci bersih. Tidak ada masalah, bisa dipakai setelah dicuci,” ujarnya.

    NU DKI: Haram Jika Proses Produksi Gunakan Babi

    Namun, RMI-NU DKI Jakarta berpandangan lain. Menurut Kiki, standar halal tidak hanya dilihat dari hasil akhir, tetapi juga dari proses produksi. Jika dalam prosesnya melibatkan bahan haram, maka produk tetap tidak bisa dianggap halal.

    “Food tray MBG tidak bisa digunakan. Karena pada proses produksinya menggunakan minyak babi, dan itu haram,” tegasnya.

    Kiki menambahkan, hal itu sejalan dengan penekanan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menggarisbawahi pentingnya proses halal sejak awal produksi.

    Minta Pemerintah Tegas

    RMI-NU DKI menegaskan, di Indonesia produk halal bersifat mutlak. Karena itu, pemerintah diminta segera bertindak agar program MBG tetap berjalan sesuai syariat.

    “Impor silakan, tapi pastikan ada sertifikat halal dan standar mutu yang jelas,” kata Kiki.

    Polemik food tray MBG kian ramai setelah beredar laporan dugaan penggunaan minyak babi dalam proses produksinya di pabrik China. Pemerintah saat ini masih menunggu hasil uji resmi dari BPOM dan otoritas terkait.

  • Keracunan Massal Makan Bergizi Gratis yang Belum Juga Usai – Page 3

    Keracunan Massal Makan Bergizi Gratis yang Belum Juga Usai – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang sejatinya dihadirkan pemerintah untuk menyehatkan anak-anak bangsa, justru berulang kali memunculkan tragedi keracunan massal. Dalam kurun September 2025 saja, kasus serupa terjadi beruntun di tiga daerah, di Sukabumi, Garut, dan Banggai Kepulauan. 

    Kamis siang, 11 September 2025, suasana belajar di SMKN 1 Cibadak, Kabupaten Sukabumi mendadak berubah mencekam. Sebanyak 69 siswa dilaporkan mengalami gejala keracunan setelah menyantap hidangan MBG.

    Kepala Dinas Kesehatan Sukabumi, Agus Sanusi, menjelaskan bahwa beberapa jam setelah makan, para siswa mulai mengeluhkan mual dan muntah. Pihak sekolah bergerak cepat melapor ke Puskesmas Cibadak, yang kemudian menurunkan tim untuk investigasi.

    Sampel makanan berupa nasi, telur, sayur kacang panjang, tahu, susu kotak, hingga jeruk diambil untuk diuji. Agus menyebut penanganan darurat dilakukan di Unit Kesehatan Sekolah (UKS).

    “Tindakan lain yang diambil meliputi membuka posko di UKS, observasi siswa, serta penanganan gejala ringan di sekolah,” kata Agus, 17 September 2025.

    Belum reda kasus di Sukabumi, enam hari kemudian, 16 September 2025, giliran ratusan siswa di Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, yang jatuh sakit. Polres Garut mencatat, total 194 siswa terdampak keracunan usai menyantap MBG dari dapur SPPG Yayasan Al Bayyinah 2. Sajian kala itu berupa nasi putih, ayam woku, tempe orek, lalapan sayur, dan buah stroberi.

    Sebagian besar siswa mengalami gejala ringan, namun 19 orang harus mendapat perawatan intensif di Puskesmas Kadungora. Polisi segera turun tangan dengan langkah penyelidikan: mendata korban, memeriksa saksi, hingga mengirim sampel makanan ke laboratorium.

    “Kami melanjutkan penyelidikan mendalam untuk mengetahui faktor penyebab. Saat ini para korban masih dalam penanganan medis,” ujar Ipda Adi Susilo, Kamis, 18 September 2025. 

    Banggai Kepulauan: 157 Siswa Terpapar

    Tak berhenti di Jawa Barat, sehari berselang pada 17 September 2025, kasus serupa terjadi di Kota Salakan, Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah. Hingga kini, total 157 siswa dari SD hingga SMA mengalami keracunan setelah mengonsumsi MBG. Gejala yang muncul bervariasi, mulai dari gatal-gatal, muntah, hingga pingsan.

    Lonjakan pasien membuat RSUD Trikora Salakan kewalahan. 77 siswa masih dirawat intensif, sementara 80 lainnya dipulangkan untuk rawat jalan.

    Bupati Banggai Kepulauan, Rusli Moidady, turun langsung meninjau para korban. Ia menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh.

    “Pemerintah Daerah akan segera melakukan evaluasi agar kejadian serupa tidak terulang,” tegas Rusli.

    Dugaan awal mengarah pada lauk ikan cakalang yang tidak layak konsumsi. Polisi telah mengirim sampel ke BPOM Sulawesi Tengah. Pihak pengelola MBG pun menyampaikan permintaan maaf terbuka.

    “Kami sangat menyesal dan memohon maaf kepada seluruh pihak, terutama para siswa dan orang tua,” ucap Zulkifli Lamiju, penanggung jawab program.

     

  • Mendag Terbitkan Aturan Baru, Batasi Impor Singkong, Tapioka & Etanol

    Mendag Terbitkan Aturan Baru, Batasi Impor Singkong, Tapioka & Etanol

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Perdagangan RI Budi Santoso menandatangani dua Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) baru untuk mengatur dan membatasi impor ubi kayu dan produk turunannya serta etanol pada Jumat (19/9/2025). Kebijakan ini merupakan tindak lanjut arahan Presiden untuk menjaga ketersediaan bahan baku industri, melindungi petani dalam negeri, dan menjamin pasokan strategis.

    “Penerbitan kedua Permendag ini dilakukan sesuai arahan Bapak Presiden. Tujuannya, untuk menjaga kebutuhan industri, melindungi petani dalam negeri, sekaligus menjaga kepastian pasokan bahan baku strategis nasional,” ujar Budi Santoso lewat keterangan resmi dikutip CNBC Indonesia, Sabtu (20/9/2025).

    Kedua permendag tersebut adalah Permendag 31 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor Barang Pertanian dan Peternakan. Permendag ini mengatur impor ubi kayu dan produk turunannya.

    Selanjutnya, Permendag 32 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor Bahan Kimia, Bahan Berbahaya, dan Bahan Tambang. Permendag ini mengatur impor etanol. Kedua Permendag ini akan berlaku dalam kurun waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diundangkan.

    Aturan Baru Impor Ubi Kayu

    Budi Santoso menjelaskan, salah satu pokok pengaturan dalam Permendag 31/2025 adalah penyesuaian kebijakan impor komoditas ubi kayu/singkong dan produk turunannya seperti tepung tapioka.

    “Instrumen pengaturan impor ditetapkan melalui mekanisme Persetujuan Impor (PI) yang hanya dapat diberikan kepada importir pemegang Angka Pengenal Impor produsen (API-P). Adapun persyaratan impor tersebut berupa Rekomendasi Teknis dari Kementerian Perindustrian atau Neraca Komoditas (NK) jika telah tersedia dan pengawasan dilakukan di pabean (border),” ungkapnya.

    Budi juga menjelaskan, Kemendag mendorong ubi kayu/singkong dan produk turunannya agar masuk ke dalam neraca komoditas ke depannya.

    “Artinya, kebijakan impornya akan disesuaikan dengan kebutuhan nasional, kapasitas produksi dalam negeri, dan potensi kekurangannya. Dengan demikian, kepentingan industri terpenuhi dan perlindungan terhadap petani singkong juga terjaga,” urainya.

    Aturan Etanol

    Sementara itu, Permendag 32/2025 diterbitkan untuk merespons usulan berbagai kementerian dan asosiasi agar sebagian komoditas bahan bakar lain, khususnya etanol, kembali dikenakan ketentuan Persetujuan Impor (PI).

    Menurut Budi, langkah ini diambil untuk menjaga stabilitas harga molases (tetes tebu) yang menjadi bahan baku utama industri etanol. Langkah ini juga untuk melindungi pendapatan petani tebu serta keberlangsungan industri gula nasional. Menurutnya, kebijakan ini juga sejalan dengan program pemerintah dalam percepatan swasembada gula nasional, swasembada energi, serta pengembangan ekonomi hijau.

    Ia mengatakan, semula etanol bebas diimpor, kini dikembalikan pengaturannya sebagaimana sebelumnya.

    “Tujuannya, agar tidak mengganggu penyerapan tetes tebu lokal. Etanol ini sangat penting bagi industri, tetapi juga harus dipastikan tidak merugikan petani tebu yang selama ini memasok bahan baku,” terang Budi.

    Budi menambahkan, Permendag 32/2025 juga mengakomodasi kebutuhan industri farmasi, obat tradisional, kosmetik, dan pangan olahan terkait bahan berbahaya (B2).

    Sebelumnya, impor B2 oleh Importir Terdaftar (IT-B2) hanya dapat disalurkan ke pengguna akhir di luar sektor tersebut. Permendag 32/2025 memungkinkan IT-B2, khususnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pemilik Angka Pengenal Importir Umum (API-U), untuk mendistribusikan bahan berbahaya kepada sektorsektor tertentu.

    Ia pun menegaskan, syarat utamanya adalah rekomendasi dari lembaga pemerintah yang berwenang di bidang pengawasan obat dan makanan, dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Rekomendasi tersebut wajib dipenuhi jika bahan berbahaya akan digunakan untuk kebutuhan industri farmasi, industri obat tradisional, industri kosmetik, maupun industri pangan olahan dan Bahan Tambahan Pangan (BTP).

    “Dengan Permendag ini, pemerintah memastikan bahwa distribusi bahan berbahaya tetap terkendali, namun pada saat yang sama memberikan kemudahan bagi sektor-sektor strategis agar tetap memperoleh pasokan bahan baku yang dibutuhkan secara aman, legal, dan sesuai ketentuan,” imbuh Budi.

    Dirinya juga kembali menegaskan, kedua Permendag ini merupakan langkah untuk menyeimbangkan kebutuhan industri dengan perlindungan petani dan kepentingan nasional.

    “Kami ingin memastikan kebijakan impor tidak merugikan petani dan industri dalam negeri. Di sisi lain, industri farmasi dan kosmetik juga harus tetap mendapat kepastian pasokan bahan baku. Kedua Permendag ini menjadi solusi agar kebijakan impor tetap selektif, transparan, dan mendukung kemandirian ekonomi nasional sesuai arahan Presiden,” pungkas Budi Santoso.

    (fsd/fsd)

    [Gambas:Video CNBC]