Kementrian Lembaga: BPOM

  • BPOM Kumpulkan Uji Sampel Penyebab Insiden Keracunan MBG

    BPOM Kumpulkan Uji Sampel Penyebab Insiden Keracunan MBG

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merespons insiden keracunan akibat mengonsumsi Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan melakukan monitoring ke beberapa daerah.

    Kepala BPOM, Taruna Ikrar menyampaikan BPOM juga sudah mengambil sampel MBG di beberapa daerah untuk diuji di laboratorium.

    “BPOM melakukan monitoring insiden pangan sehingga dapat menyampaikan rekomendasi perbaikan kepada BGN. Di beberapa daerah kejadian insiden pangan sudah dilakukan pengujian,” katanya kepada Bisnis melalui keterangan tertulis, Kamis (25/9/2025).

    Hasil uji lab akan di kirim ke Badan Gizi Nasional (BGN) untuk ditindaklanjuti sebagai langkah evaluasi program MBG. Nantinya pengumuman hasil lab disampaikan oleh BGN.

    Namun, BPOM tidak memerinci daerah mana saja yang telah di monitoring dan pengambilan sampel makanan MBG. Taruna menjelaskan BPOM telah mengambil peran dalam pelaksanaan MBG seperti pelatihan Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI).

    Taruna juga mengaku bahwa BPOM membantu pengolahan makanan yang menjadi menu MBG.

    “Terkait dengan peran dalam program MBG, BPOM dilibatkan dalam pelatihan SPPI dan pengolah makanan untuk meningkatkan kompetensi petugas dalam mengolah pangan. BPOM juga melakukan pengujian sampel insiden pangan, apabila diminta oleh BGN,” tuturnya.

    Sebelumnya, terdapat 5.626 kasus keracunan makanan MBG terjadi di puluhan kota dan kabupaten di 17 provinsi hingga 19 September 2025. Data ini dihimpun dari pemantauan pemberitaan dan pernyataan resmi Dinas Kesehatan di berbagai daerah.

    Di sisi lain, Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamen Sesneg) Juri Ardiantoro menyatakan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak akan dihentikan, walaupun muncul desakan sejumlah kalangan untuk melakukan evaluasi menyeluruh pasca kasus keracunan massal di Bandung Barat, Jawa Barat.

    “Memang beberapa aspirasi dari beberapa kalangan yang minta ada evaluasi total, ada pemberhentian sementara, ada juga sambil jalan kita perbaiki tapi tidak perlu menghentikan secara total,” katanya dikutip dari Antara, Kamis (25/9/2025).

    Meski begitu, Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahardiansah mengatakan perlu adanya tim investigasi independen untuk menelusuri dan membenahi masalah Makan Bergizi Gratis (MBG).

    Dosen Hukum Universitas Trisaksi itu menjelaskan pembentukan tim investigasi independen melibatkan publik dan tidak hanya berasal dari internal Badan Gizi Nasional (BGN).

    “Harusnya ada tim investigasi yang independen. Bukan dari internal BGN. Jadi melibatkan publik untuk ikut investigasi karena kan persoalan MBG ini kan dari hulu ke hilir. Jadi ada persoalan yang tidak saja ke tata kelola BGN, kepada dapurnya sendiri,” katanya kepada Bisnis, Kamis (25/9/2025).

  • AS Ubah Aturan Vaksin dan Obat Pereda Nyeri, Dampaknya Global

    AS Ubah Aturan Vaksin dan Obat Pereda Nyeri, Dampaknya Global

    Jakarta

    Pada bulan September, Komite Penasihat Praktik Imunisasi Amerika Serikat (ACIP) memperbarui rekomendasi untuk vaksin kombinasi campak-gondongan-rubella-varicella (MMRV) pada anak-anak dan vaksin COVID-19 untuk seluruh penduduk AS.

    ACIP juga berencana mengubah rekomendasi vaksin hepatitis B pada bayi baru lahir, meski keputusannya untuk sementara masih ditunda. Namun, Presiden AS Donald Trump menyatakan dalam pengumuman di Gedung Putih pada hari Senin (22/09) bahwa vaksin tersebut sebaiknya tidak diberikan kepada anak-anak sebelum usia 12 tahun. Saat ini, rekomendasi medis menyatakan bahwa bayi harus diimunisasi hepatitis B dalam 18 bulan pertama kehidupan mereka.

    Trump dan pejabat kesehatannya juga mengubah rekomendasi obat pereda nyeri Tylenol (yang mengandung bahan aktif asetaminofen, sama seperti parasetamol) selama kehamilan dan masa awal kehidupan anak.

    Mereka merujuk beberapa studi yang menunjukkan korelasi meski bukan hubungan sebab-akibat antara obat tersebut dengan perubahan perkembangan saraf, termasuk autisme dan ADHD, pada anak-anak.

    Namun, konsensus ilmiah menunjukkan bahwa interaksi yang luas dan beragam dari faktor genetik dan lingkungan kemungkinan besar menjadi penyebabnya, bukan semata karena penggunaan obat pereda nyeri selama kehamilan.

    Rekomendasi baru terkait vaksin dan obat di AS

    ACIP telah mengubah rekomendasinya untuk vaksin MMRV dan vaksin COVID-19.
    Sebelumnya vaksin kombinasi MMRV direkomendasikan untuk anak-anak di bawah usia 4 tahun.

    Kini, disarankan agar vaksin MMR diberikan terpisah dari vaksin “V” untuk varisela, yang melindungi dari cacar air. Sejauh ini data menunjukkan bahwa 85% anak-anak AS telah menerima vaksin ini secara terpisah.

    Penurunan tingkat vaksinasi dalam beberapa tahun terakhir telah menyebabkan kasus campak tertinggi dalam dua dekade terakhir di AS, peningkatan signifikan juga terjadi secara global.

    Panel pemerintahan Trump tidak merekomendasikan vaksin COVID-19 kepada masyarakat umum namun juga tidak membatasi resep untuk menerima vaksin COVID-19.

    Setelah Trump mengaitkan Tylenol dengan autisme, rekomendasi terbaru dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) menyatakan bahwa obat pereda nyeri yang disetujui untuk digunakan selama kehamilan sebaiknya hanya diberikan setelah konsultasi dengan profesional medis.

    Perspektif politisi vs medis

    Trump mengatakan bahwa vaksin hepatitis B tidak diperlukan untuk bayi karena penyakit hepatitis B ditularkan secara seksual.

    Meskipun benar bahwa hepatitis sering ditularkan melalui aktivitas seksual, atau dari ibu ke janin selama kehamilan, ada juga cara penularan lainnya. Salah satunya melalui jarum suntik yang terkontaminasi, atau melalui rute fekal-oral, yaitu saat virus masuk ke mulut melalui kontak dengan tinja yang terinfeksi (biasanya karena faktor kebersihan yang tidak memadai).

    Serupa dengan penyebaran virus polio. Kasus polio telah meningkat di beberapa komunitas dengan tingkat vaksinasi yang menurun.

    Konflik antara pesan politik dan rekomendasi kesehatan yang telah ada sebelumnya, sangat disayangkan oleh para ahli.

    Bahkan pejabat kesehatan senior pemerintahan Trump seperti Jay Bhattacharya, Marty Makary, dan Mehmet Oz dalam sebuah opini yang diterbitkan di majalah Politico mengakui bahwa hubungan antara obat pereda nyeri dan autisme tidak kuat,:

    “Meskipun ada peningkatan tajam dalam prevalensi autisme, belum ada konsensus ilmiah tentang apa yang menyebabkan peningkatan tersebut, dan keluarga memiliki sedikit alat yang efektif untuk mencegah atau mengobatinya,” tulis mereka. “Asetaminofen sebaiknya digunakan secara bijaksana selama kehamilan, dan di bawah pengawasan dokter kandungan — sebagai pendekatan medis yang praktis dan bijak yang menyeimbangkan risiko dan manfaat.”

    Jörg Dötsch, direktur Klinik dan Poliklinik Pediatri dan Kesehatan di Uniklinik Köln, Jerman, mengatakan kepada DW bahwa kewaspadaan sangat penting, mengingat adanya perbedaan antara kebijakan pemerintah dan konsensus ilmiah.

    “Menurut saya, sangat penting untuk selalu merujuk pada apa yang telah dicapai komunitas ilmiah internasional melalui berbagai penelitian dan persepektifnya,” kata Dötsch.

    Perubahan kebijakan AS berdampak global

    Sebagai negara dengan ekonomi terbesar dunia sekaligus pusat pengembangan medis, pendanaan, dan produksi obat-obatan, apa yang dikatakan dan dilakukan AS dapat mempengaruhi persepsi global.

    “Apa yang terjadi di Washington berdampak sampai ke Lagos, Nairobi, Cape Town, dan tempat-tempat lain,” kata Charles Shey Wiysonge, direktur senior di Dewan Riset Medis Afrika Selatan, kepada DW. Ia mengatakan ada risiko bahwa perdebatan vaksin di AS dapat melemahkan rekomendasi kesehatan di negara lain.

    Julie Leask, ilmuwan sosial spesialis imunisasi dari Universitas Sydney, juga melihat risiko serupa di Australia.

    “Kami harus memperingatkan masyarakat untuk lebih kritis terhadap apa yang mereka dengar dari pemerintah AS saat initentang vaksin,” kata Leask.

    Dötsch merekomendasikan agar masyarakat berkonsultasi dengan tenaga medis terpercaya dalam hal pertanyaan kesehatan. Hal ini sangat penting di tengah konflik yang terus berlangsung antara ilmuwan medis dan kelompok non-medis yang menentang vaksin dan terapi yang telah sebelumnya direkomendasikan.

    “Saya menyarankan untuk berdiskusi dengan orang yang Anda percayai seperti dengan dokter keluarga, dokter umum, dokter anak, atau ginekolog yang menangani kehamilan,” jelas Direktur Klinik dan Poliklinik Pediatri dan Kesehatan Uniklinik Köln tersebut.

    Artikel ini pertama kali terbit dari bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor: Yuniman Farid

    Lihat juga Video ‘Trump di PBB: Pengakuan Negara Palestina Jadi Hadiah untuk Hamas’:

    (ita/ita)

  • Menanti Langkah Prabowo Evaluasi MBG Usai 6.000 Siswa Keracunan

    Menanti Langkah Prabowo Evaluasi MBG Usai 6.000 Siswa Keracunan

    Bisnis.com, JAKARTA – Program unggulan Presiden Prabowo Subianto, yakni Makan Bergizi Gratis (MBG), menjadi sorotan masyarakat setelah hampir 6.000 orang siswa di berbagai provinsi mengalami keracunan. 

    Mengacu data dari Badan Gizi Nasional (BGN), tercatat 46 kasus dengan 5.080 penderita per 17 September 2025. Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat ada 60 kasus dengan 5.207 penderita per 16 September 2025.

    Adapun, BPOM melaporkan 55 kasus dengan 5.320 penderita per 10 September 2025. Di sisi lain, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) melaporkan angka 5.626 kasus keracunan makanan di puluhan kota dan kabupaten di 17 provinsi akibat MBG. 

    Salah satu kasus keracunan massal MBG yang menimpa ratusan siswa di Kabupaten Bandung Barat (KBB) menjadi sorotan nasional. Kejadian ini terjadi serentak di Kecamatan Cipongkor dan Cihampelas dalam waktu yang berdekatan.

    Di Cipongkor, keracunan massal terjadi di SMK Karya Perjuangan, Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTS) dan Madrasah Aliyah (MA) Syarif Hidayatullah. Sementara itu, puluhan siswa di SMKN 1 Cihampelas juga mengalami gejala serupa hingga harus dilarikan ke Puskesmas Cihampelas.

    Kasus keracunan massal program MBG di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat saat ini sudah menyentuh angka 631 orang pelajar. Jumlah tersebut terhitung dari dua peristiwa keracunan yang terjadi dari tanggal 22 dan 24 September 2025.

    Kasus terbaru ini terjadi dari dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kampung Pasirsaji, Desa Negalsari, Cipongkor dengan beberapa korban diantaranya dari siswa SMK Karya Perjuangan. Adapun jumlah sementara dari sekitar pukul 11:30-13:00 WIB berkisar 220 orang pelajar. 

    “Sampai saat ini mungkin sudah sekitar 220 yang datang. Jumlahnya terus bertambah,” kata Kepala Puskesmas Cipongkor, Yuyun Sarihotimah, Rabu (24/9/2025).

    Sementara, pada kasus keracunan awal pada Senin 22 September 2025 jumlahnya, sementara mencapai 411 orang. Para korban ada beberapa diantaranya yang sudah pulang ke rumah dan sebagian masih dalam penanganan di rumah sakit. 

    Dari jumlah tersebut, sebanyak 47 rawat Inap, dan 364 rawat jalan, sedangkan gejala-gejala yang muncul ada sebanyak 288 orang mual, 109 orang muntah, 159 orang pusing, 36 orang diare, 45 orang sakit kepala, 78 orang lemas, 100 orang sesak napas, 52 orang demam, 112 orang sakit perut, dua orang Kejang.

    Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berjanji akan mengevaluasi pelaksanaan program makan bergizi gratis (MBG), setelah ratusan siswa di berbagai daerah diduga mengalami keracunan. Dedi Mulyadi mengatakan pihaknya akan bertemu dengan Kepala MBG yang bertanggung jawab di wilayah Jawa Barat untuk melakukan evaluasi.
     
    “Ya kita gini deh, saya minggu depan mengundang kepala MBG yang membidangi di wilayah Jawa Barat untuk melakukan evaluasi secara paripurna, secara terbuka agar berbagai problem yang terjadi, keracunan siswa tidak terulang lagi,” katanya di Bandung, Selasa (23/9/2025). 
     
    Karena itu pihaknya belum dapat memastikan apakah dapur-dapur MBG yang menjalankan program Presiden Prabowo Subianto ini akan dihentikan sementara di Jawa Barat atau terus berlanjut. 
     
    “Ya, kita akan segera mengundang untuk bicara bersama dan kemudian bagaimana orang-orang atau penyelenggara yang kebetulan makanannya menimbulkan keracunan bagi siswa apakah akan meneruskan atau harus dievaluasi, nanti akan saya tanya pada yang menyelenggarakannya,” katanya. 

    Siswa keracunan makanan setelah menyantap MBG menjalani perawatan medis di Posko Penanganan Kantor Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu (24/9/2025). ANTARA/Abdan Syakura
    Program MBG Jalan Terus  

    Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamen Sesneg) Juri Ardiantoro menyatakan bahwa program MBG tidak akan dihentikan, meski muncul desakan sejumlah kalangan untuk melakukan evaluasi menyeluruh pascakasus keracunan massal di Bandung Barat, Jawa Barat.

    “Memang beberapa aspirasi dari beberapa kalangan yang minta ada evaluasi total, ada pemberhentian sementara, ada juga sambil jalan kita perbaiki tapi tidak perlu menghentikan secara total,” katanya di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (25/9/2025). 

    Menurut Juri, hingga saat ini kebijakan pemerintah adalah melanjutkan program sembari melakukan perbaikan dan evaluasi ketat terhadap rangkaian peristiwa keracunan di program MBG.

    “Masalah-masalah yang terjadi segera akan diatasi, dievaluasi cari jalan keluar,” katanya.

    Ia menambahkan Presiden Prabowo Subianto telah memberikan arahan khusus agar pengawasan dan mitigasi risiko diperketat guna menutup ruang terjadinya masalah baru.

    “Dari MBG di sini kan sudah diarahkan oleh Pak Presiden untuk memitigasi masalah yang terjadi, juga untuk menutup ruang masalah-masalah baru yang mungkin akan terjadi, sehingga bisa dengan segera diatasi,” katanya.

    Juri memastikan komunikasi intensif sudah dilakukan dengan para menteri terkait dan pimpinan Badan Gizi Nasional (BGN) untuk mengoordinasikan langkah evaluasi menyeluruh.

    Pemerintah menekankan bahwa keselamatan penerima manfaat tetap menjadi prioritas, sambil menjaga agar program strategis nasional ini terus memberi manfaat bagi anak-anak Indonesia.

    BGN Ungkap Penyebab Insiden Keracunan MBG 

    Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana meninjau langsung Posko Penanganan kasus dugaan keracunan makanan Program Makan Bergizi Gratis di Cipongkor, Bandung Barat, Jawa Barat. Dia meminta SPPG memperbaiki pola memasak.

    Dadan mengungkapkan hasil keterangan awal menunjukkan adanya kesalahan teknis dari SPPG yang memasak terlalu awal, sehingga makanan tersimpan terlalu lama sebelum didistribusikan.

    “Keterangan awal kan menunjukkan bahwa SPPG itu memasak terlalu awal sehingga masakan terlalu lama. Tadi pagi, Selasa (23/9) kita sudah koordinasi dengan seluruh SPPG yang baru yang beroperasional satu bulan terakhir, kemudian kita minta agar mereka mulai masak di atas jam 01.30 agar waktu antara proses memasak dengan pengirimannya tidak lebih dari 4 jam,” katanya.

    Menurut Dadan, pola memasak dan distribusi menjadi kunci utama agar kualitas makanan tetap terjaga. SPPG lama dinilai sudah menemukan ritme kerja, namun, SPPG yang baru kerap khawatir makanan tidak selesai tepat waktu sehingga melakukan produksi terlalu dini.  

    “Oleh sebab itu, salah satu yang saya instruksikan kepada SSPG baru itu ketika memulai, mereka sudah punya daftar penerima manfaat. Katakanlah 3.500 di 20 sekolah, saya meminta agar mereka di awal-awal melayani dua sekolah dulu, kemudian setelah terbiasa baru naik ke empat sekolah, setelah itu naik lagi ke 10 sekolah,” ujar dia.

    “Kemudian setelah bisa menguasai proses termasuk antara masak dan pengirimannya bisa tepat waktu dengan jumlah yang tertentu baru bisa memaksimalkan jumlah penerima manfaat,” imbuhnya.

    Selain itu, Dadan juga menyoroti kasus serupa yang sempat terjadi di Banggai, Sulawesi Tengah. SPPG setempat sebelumnya berjalan baik, tetapi kemudian mengganti pemasok bahan baku secara mendadak sehingga kualitas menurun.

    “Oleh sebab itu, kita instruksikan lagi bagi yang (SPPG) lama agar ketika akan mengganti pemasok harus bertahap. Jadi segala sesuatu tidak boleh berubah secara drastis. Untuk SPPG yang menjalani ini seperti yang di Banggai itu kan mengganti pemasok dalam waktu yang sangat singkat, sehingga kami minta setelah kejadian, berhenti dulu (MBG),” ungkapnya.

    Moratorium MBG 

    Sementara itu, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mendesak pemerintahan Presiden Prabowo Subianto segera menghentikan sementara atau memoratorium MBG secara menyeluruh. Lebih dari 5.000 kasus keracunan makanan yang masih dialami siswa dan guru di berbagai daerah merupakan alarm yang mengindikasikan program ini perlu dievaluasi total.

    Founder dan CEO CISDI Diah Saminarsih mengatakan kasus keracunan akibat MBG ibarat fenomena puncak gunung es. Angka jumlah kasus sebenarnya bisa jadi jauh lebih banyak karena pemerintah sejauh ini belum menyediakan dasbor pelaporan yang bisa diketahui publik.

    “Pangkal persoalan program makan bergizi gratis adalah ambisi pemerintah yang menargetkan 82,9 juta penerima manfaat pada akhir 2025. Demi mencapai target yang sangat masif itu, program MBG dilaksanakan secara terburu-buru sehingga kualitas tata kelola penyediaan makanan hingga distribusinya tidak tertata dengan baik,” kata Diah. 

    Beberapa peristiwa keracunan bahkan ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) karena menimpa ratusan siswa. Kegiatan belajar menjadi lumpuh karena korban mesti dirawat di puskesmas maupun rumah sakit.

    Selain itu, keracunan massal menimbulkan beban biaya tak terduga yang dibebankan pada pemerintah daerah, untuk membayar penanganan keracunan di rumah sakit daerah atau swasta setempat. Hal ini tentu memberatkan para pemerintah daerah. Terlebih, alokasi anggaran transfer ke daerah juga berkurang 24,7% dari Rp864,1 triliun pada APBN 2025 menjadi Rp650 triliun pada RAPBN 2026. 

    Selain kasus keracunan akibat makanan tidak layak atau tidak higienis, menu MBG di banyak sekolah diwarnai produk pangan ultra-proses (ultra-processed food) dan susu berperisa tinggi gula.

    “Masuknya pangan ultra-proses yang tinggi gula, garam, dan lemak dalam jangka panjang dapat memicu berat badan berlebih dan obesitas pada anak dan remaja. Efeknya justru kontraproduktif dengan tujuan awal MBG yaitu memperbaiki status gizi anak Indonesia,” ujar Diah.

  • Hasil Lab Kasus Keracunan MBG Sukabumi Keluar, Ironisnya Banyak Ditemukan Hal Ini

    Hasil Lab Kasus Keracunan MBG Sukabumi Keluar, Ironisnya Banyak Ditemukan Hal Ini

    Menanggapi kasus berulang, Agus menuturkan, telah berkoordinasi dengan Dinkes Provinsi, BPOM, dan Kementerian Kesehatan RI, serta mengambil langkah pengawasan yang diperketat melalui pembentukan Tim Pembinaan dan Pengawasan Eksternal SPPG MBG.

    Pihaknya juga memberikan rekomendasi tegas kepada seluruh pihak terkait penyedia katering yang wajib memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), memastikan suhu dan tingkat kematangan yang sesuai, serta menjaga ketepatan waktu distribusi. 

    “Mereka juga harus menyediakan sampel makanan untuk uji organoleptik (tes rasa, bau, tekstur) oleh guru di sekolah,” jelas Agus.

    Lebih lanjut, sekolah juga ajib memastikan makanan aman dengan cara tes organoleptik terlebih dahulu oleh guru dan membentuk Tim Pengawas Internal Kegiatan MBG.

    “Pemerintah Daerah telah dibentuk Satuan Tugas Percepatan Penyelenggaraan Program MBG melalui Surat Keputusan Bupati,” kata dia. 

    Agus menambahkan, jika kualitas bahan baku yang disediakan oleh katering tidak sesuai spesifikasi, maka katering wajib menggantinya.

  • Ada Hiu Goreng di Menu MBG yang Bikin Siswa Ketapang Keracunan
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        24 September 2025

    Ada Hiu Goreng di Menu MBG yang Bikin Siswa Ketapang Keracunan Regional 24 September 2025

    Ada Hiu Goreng di Menu MBG yang Bikin Siswa Ketapang Keracunan
    Tim Redaksi
    KETAPANG, KOMPAS.com
    — Kasus keracunan makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, menyisakan fakta mengejutkan.
    Menu yang disajikan ternyata menggunakan ikan hiu goreng.
    Kepala Regional MBG Kalbar, Agus Kurniawi, mengakui penyajian menu tersebut merupakan kelalaian serius dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Mulia Kerta.
    “Soal menu ikan hiu, itu murni kesalahan dan keteledoran dari SPPG kami. Mereka tidak teliti memilih menu. Ikan hiu itu dibeli dari TPI Rangga Sentap, produk lokal,” kata Agus kepada wartawan, Rabu (24/9/2025).
    Menurut Agus, ikan hiu tidak semestinya disajikan untuk anak sekolah.
    Selain jarang dikonsumsi anak-anak, ia khawatir ikan tersebut mengandung zat berbahaya.
    “Harusnya menu yang dipilih itu yang digemari siswa. Anak-anak jarang sekali mengonsumsi ikan hiu. Bisa saja ikan hiu ini memiliki kandungan merkuri. Itu yang sangat saya sesalkan,” ujarnya.
    Agus menegaskan, jika investigasi membuktikan makanan dari dapur tersebut menjadi penyebab keracunan, SPPG Mulia Kerta akan ditutup permanen.
    Jumlah korban keracunan di SDN 12 Benya Kayong bertambah menjadi 25 orang, terdiri atas 24 murid dan seorang guru.
    Kepala Dinas Kesehatan Ketapang, Feria Kowira, mengatakan, delapan pasien baru masuk pada Selasa malam.
    “Total yang ditangani menjadi 25 orang,” ujarnya di RSUD dr. Agoesdjam.
    Dari jumlah itu, 22 pasien sudah pulih dan dipulangkan, sedangkan tiga pasien masih dirawat karena demam, sakit perut, dan mual. Seluruh biaya perawatan ditanggung pemerintah daerah.
    Sampel makanan, termasuk ikan hiu goreng, sudah dikirim ke BPOM Kalbar untuk diuji laboratorium. “Hasilnya masih menunggu,” kata Feria.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Prioritaskan Pelayanan Masyarakat, Mas Dhito Resmi Buka Mall Pelayanan Publik

    Prioritaskan Pelayanan Masyarakat, Mas Dhito Resmi Buka Mall Pelayanan Publik

    Kediri (beritajatim.com) – Mall Pelayanan Publik (MPP) Kabupaten Kediri talah diresmikan, Rabu (24/9/2025). Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana berencana akan menambah lima instansi untuk membuka pelayanan baru.

    Hal ini disampaikannya saat peresmian MPP serentak seluruh Indonesia oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Rini Widyantini secara daring.

    Mas Dhito mengungkapkan, saat ini MPP Kabupaten Kediri sudah melayani 85 jenis pelayanan dari 21 instansi. Dimana sebelas diantaranya berasal dari organisasi perangkat daerah (OPD) Pemerintah Kabupaten Kediri, sisanya adalah instansi vertikal seperti BPJS, Kepolisian, serta BPOM.

    “Semua instansi akan kita masukkan ke sini, total ada 26 instansi rencananya, hari ini baru 21 (instansi),” terang Mas Dhito pada Rabu 24 September 2025.

    Dikatakan Mas Dhito, pelayanan di MPP ini akan secara bertahap dievaluasi. Pihaknya berharap salah satu upaya reformasi birokrasi ini dapat memberikan dampak yang maksimal terhadap pelayanan kepada masyarakat.

    Target pelayanan MPP, lanjut Mas Dhito, direncanakan satu hari jadi. Namun demikian, setiap instansi memiliki kebijakannya masing-masing. Hal tersebut juga dilihat dari persoalan atau pengajuan yang diminta oleh pemohon. “Sambil bertahap akan kita lakukan evaluasi,” jelas bupati berusia 33 tahun tersebut.

    Sementara itu, Menpan RB, Rini Widyantini menjelaskan dengan dibangunnya MPP, merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam memberikan kemudahan untuk melayani masyarakat. Dengan demikian, masyarakat dapat merasakan kenyamanan dengan fasilitas MPP tersebut.

    MPP menurutnya dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi karena dengan kemudahan perijinan bisa berpengaruh positif terhadap meningkatnya angka investasi.

    “Keberhasilan pemerintah diukur bagaimana masyarakat mendapatkan kemudahan dari layanan-layanan yang diberikan,” Kata Menpan RB, Rini Widyantini. [ADV PKP/nm]

  • KSP Ungkap 8.549 Dapur MBG Belum Punya SLHS, Hanya 34 yang Punya
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 September 2025

    KSP Ungkap 8.549 Dapur MBG Belum Punya SLHS, Hanya 34 yang Punya Nasional 24 September 2025

    KSP Ungkap 8.549 Dapur MBG Belum Punya SLHS, Hanya 34 yang Punya
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari menyoroti soal Sertifikasi Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) yang harus dimiliki oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sebagai bukti pemenuhan standar mutu serta persyaratan keamanan pangan.
    Dikutip dari rilis resmi KSP, dari 8.583 SPPG atau dapur makan bergizi gratis (MBG), hanya 34 SPPG yang memiliki SLHS sehingga 8.549 lainnya belum mengantongi SLHS hingga 22 September 2025.
    “Jadi singkatnya, SPPG itu harus punya SLHS dari Kemenkes (Kementerian Kesehatan) sebagai upaya mitigasi dan pencegahan keracunan pada program MBG,” kata Qodari, Senin (22/9/2025), dikutip dari siaran pers.
    Selain itu, Qodari juga menyoroti catatan Kemenkes terkait kesenjangan besar dalam penerapan standar keamanan pangan.
    Berdasarkan data yang diperolehnya, dari 1.379 SPPG, ternyata hanya 413 yang memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) Keamanan Pangan.
    Bahkan, hanya ada 312 di antaranya yang benar-benar menerapkan SOP tersebut.
    “Dari sini kan sudah kelihatan kalau mau mengatasi masalah ini, maka kemudian SOP-nya harus ada, SOP Keamanan Pangan harus ada dan dijalankan,” ujar Qodari.
    Qodari pun menegaskan, setiap SPPG wajib memiliki SOP dan SLHS sebagai prasyarat operasional.
    Berdasarkan hasil koordinasi KSP dengan kementerian terkait, sebetulnya sudah ada regulasi yang diterbitkan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) dengan dukungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
    Namun, aspek pengawasan dan kepatuhan masih menjadi tantangan terbesarnya.
    “Bahwa dari sisi regulasi dan aturan telah diterbitkan oleh BGN dan dibantu oleh BPOM, PR-nya adalah sisi aktivasi dan pengawasan kepatuhan,” kata Qodari.
    Dalam kesempatan ini, ia menegaskan pentingnya langkah cepat dan tegas untuk mencegah kasus keracunan pangan dalam program MBG setelah banyaknya kasus keracunan di berbagai wilayah.
    “Bahwa masalah yang sama dicatat oleh 3 lembaga (Kemenkes, BGN, dan BPOM). Bahkan oleh BGN sendiri, angkanya secara statistik itu sebetulnya sinkron sama-sama di sekitar angka 5.000. Perbedaan angka antar lembaga jangan dibaca sebagai kontradiksi. Justru ini menunjukkan konsistensi bahwa masalah tersebut nyata dan butuh penanganan segera,” ujar dia.
    Qodari menyebutkan, keracunan umumnya dipicu oleh rendahnya higienitas makanan, suhu yang tidak sesuai standar, kesalahan dalam pengolahan, kontaminasi silang dari petugas, hingga dipicu oleh alergi pada penerima manfaat.
    Ia mengeklaim, pemerintah sudah merespons kasus-kasus ini dengan cepat.
    “Pemerintah tidak tone deaf, tidak buta dan tuli. Bahkan Pak Mensesneg pada Jumat lalu sudah menyampaikan permintaan maaf dan komitmen evaluasi,” kata Qodari.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • RI Bakal Terapkan Nutri-level, Tahap Awal Sasar Minuman Siap Konsumsi Tinggi GGL

    RI Bakal Terapkan Nutri-level, Tahap Awal Sasar Minuman Siap Konsumsi Tinggi GGL

    Jakarta

    Pemerintah menargetkan penetapan label di makanan tinggi gula garam lemak tahun ini. Berkaca dari apa yang diterapkan Singapura yakni ‘Nutri-Grade’, Indonesia rencananya meluncurkan ‘Nutri-Level’ dengan konsep yang mirip.

    Label pada makanan maupun minuman menggunakan abjad A, B, C, dan D untuk menentukan kategori tersehat dan paling tidak sehat.

    Pasalnya, survei Kemenkes pada 2014 menunjukkan sekitar 29,7 persen penduduk Indonesia sudah mengonsumsi pangan dengan gula garam lemak (GGL) di atas standar. Jumlahnya diprediksi terus meningkat.

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) juga menyoroti salah satu faktor penyebab penyakit tidak menular adalah pola makan tidak sehat, termasuk konsumsi tinggi GGL.

    “Salah satu strategi pengendalian konsumsi GGL adalah melalui penetapan pencantuman informasi nilai gizi (ING), termasuk informasi kandungan GGL, pada pangan olahan dan/atau pangan olahan siap saji,” ujar Taruna, Kamis (24/9/2025).

    Pada tahap awal, BPOM RI mengungkap Nutri-level akan diterapkan pada minuman siap konsumsi dengan kandungan GGL di level C dan D.

    “Penerapan kewajiban pencantuman nutri-level pada pangan olahan dilakukan secara bertahap. Untuk tahap pertama ditargetkan pada minuman siap konsumsi dengan kandungan GGL pada level C dan level D. Kewajiban penerapan nutri-level juga akan dibuat sejalan antara pangan olahan yang ditetapkan oleh BPOM dengan pangan olahan siap saji yang ditetapkan oleh Kemenkes,” terang Taruna.

    Dalam kesempatan yang sama, Deputi 3 BPOM Elin Herlina menyebut proses penerapan label pada makanan olahan tengah dalam reviu ketentuan pencantuman front of pack nutrition labelling (FOPNL).

    Nutri-level ini terdiri atas 4 tingkatan, yakni level A, B, C, dan D. Level A dengan kandungan GGL paling rendah, sementara Level D dengan kandungan GGL paling tinggi.

    Senada, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Siti Nadia Tarmizi berharap dengan penerapan label tersebut bisa meningkatkan edukasi di masyarakat terkait bijak memilih produk dengan gula, garam, lemak rendah dengan mudah.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/up)

  • Legislator Tak Setuju Program MBG Dihentikan: Benahi Sistemnya

    Legislator Tak Setuju Program MBG Dihentikan: Benahi Sistemnya

    Jakarta

    Anggota Komisi IX DPR Ashabul Kahfi tidak sepakat dengan usulan Makan Bergizi Gratis (MBG) dihentikan usai ribuan siswa menjadi korban keracunan. Ashabul menilai bahwa program ini tujuannya mulia.

    “Kalau ada yang bilang program MBG harus dihentikan karena ada kasus keracunan atau menu basi, menurut saya itu keliru. Program ini punya tujuan mulia, yakni memastikan masyarakat,” kata Ashabul kepada wartawan, Rabu (24/9/2025).

    “Khususnya anak-anak sekolah dan kelompok rentan, mendapat makanan sehat dan bergizi. Kalau ada masalah, yang dibenahi adalah sistemnya, bukan programnya dihentikan,” tambahnya.

    Selanjutnya, Ashabul memberikan lima saran dalam membenahi masalah tersebut. Pertama, lanjut dia yakni harus memperketat standar kualitas dan pengawasan. Artinya mulai dari pemilihan bahan, proses memasak, penyimpanan, sampai distribusi, semua harus diawasi secara ketat oleh Dinas Kesehatan dan BPOM.

    Kemudian, melakukan perbaikan rantai distribusi dan penyimpanan. Sebab, dia menilai banyak kasus terjadi karena makanan basi dalam perjalanan.

    Dia juga menyinggung peningkatan kapasitas penyedia makanan, terutama UMKM atau katering yang terlibat. Menurut dia, perlu pelatihan tentang higienitas, standar gizi, dan keamanan pangan, sehingga kualitasnya seragam di seluruh daerah.

    “Lakukan edukasi masyarakat. Orang tua, guru, bahkan siswa, harus paham bagaimana mengenali makanan yang tidak layak konsumsi, sehingga pengawasan tidak hanya dari pemerintah tapi juga dari lingkungan sekitar,” kata dia.

    “Jadi solusinya bukan menghentikan MBG. Justru dengan pembenahan bertahap ini, program bisa lebih kuat, lebih aman, dan benar-benar menjadi instrumen negara dalam mewujudkan masyarakat yang sehat dan cerdas,” ujarnya.

    Sebelumnya, Jaringan Pemantauan Pendidikan Indonesia (JPPI) meminta agar program Makan Bergizi Gratis (MBG) dihentikan. Hal ini menindaklanjuti sejumlah temuan kasus keracunan terhadap siswa setelah mengonsumsi MBG.

    Koordinator Program dan Advokasi JPPI, Ari Hadianto, menyampaikan hal itu di rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi IX DPR RI, Senin (22/9/2025). Ari menyebutkan temuan dugaan keracunan lantaran ada kesalahan sistem di BGN.

    “Tolong wakilkan kami untuk sampaikan ini kepada ke Pak Prabowo. Pertama, hentikan program MBG sekarang juga. Ini bukan kesalahan teknis, tapi kesalahan sistem di BGN karena kejadiannya menyebar di berbagai daerah,” kata Ari dalam rapat tersebut.

    Ia berharap siswa tidak dijadikan target politik. Ari meminta yang harus diprioritaskan saat ini adalah keselamatan dan tumbuh kembang anak.

    “Jadi jangan jadikan anak itu dari target-target program politik yang akhirnya malah menyampingkan keselamatan anak dan tumbuh kembang anak,” ujar Ari.

    “Maka kami meminta dengan hormat kepada para Bapak Ibu anggota Dewan anggota Komisi IX, sampaikan rekomendasi ini kepada Pak Presiden dan kami minta hentikan MBG dan evaluasi total,” ungkapnya.

    (azh/idn)

  • RI Bakal Terapkan Nutri-level! Susu Formula Dikecualikan, BPOM Ungkap Alasannya

    RI Bakal Terapkan Nutri-level! Susu Formula Dikecualikan, BPOM Ungkap Alasannya

    Jakarta

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Taruna Ikrar buka suara terkait rencana penerapan label nutri-level pada kemasan produk minuman manis. Diharapkan, pemasangan label ini bisa membuat masyarakat lebih paham dengan jumlah gula garam lemak (GGL) yang masuk tubuh sehingga porsi lebih terkontrol.

    Dengan usulan ini, diharapkan nantinya tingkat angka penyakit tidak menular (PTM) yang berkaitan erat dengan konsumsi GGL bisa lebih ditekan.

    “Pelabelan pada depan sebutan ‘Nutri-Level’. Apa niatnya kita? Ini sudah rancangannya sudah kami selesaikan peraturannya, untuk mengawal peraturan dari UU tadi (penanggulangan PTM), jadi bukan hanya sekedar memberi pengetahuan, juga ingin kita didik sehingga nanti sekaligus suatu ketika bisa diwajibkan, supaya angka kematian yang 73 persen (disebabkan oleh PTM) tadi bisa menurun,” kata Taruna dalam rapat kerja bersama DPD Komite III, Selasa (23/9/2025).

    Nutri-level merupakan sistem penandaan gizi pada kemasan pangan untuk membantu konsumen memahami kandungan nutrisi produk secara lebih mudah. Skemanya akan menggunakan kode warna dan huruf A-D untuk menunjukkan produk tergolong sehat atau perlu dibatasi konsumsinya.

    Sebagai contoh, produk dengan kode A dan warna hijau tergolong produk sehat, sedangkan produk kode D dengan warna merah tergolong produk yang harus dibatasi konsumsinya.

    “Jadi ini baru usulan, sudah kami sosialisasikan ke para pelaku usaha dan masyarakat, jadi nanti cantumannya nanti ada leveling ini. Itu usulan kami,” ujar Taruna.

    “Yang level D tentu merupakan level pangan olahan dengan GGL yang paling tinggi. Kita tidak melarang. Tentu nanti akan berdampak, kalau dia ada tinggi begini, berpengaruh pada cukainya. Jadi itu usulan kami,” sambungnya.

    Jika akhirnya usulan ini dilanjutkan, Taruna menuturkan pemberlakuannya akan dilakukan secara bertahap. Perapan tidak dilakukan secara langsung karena dampaknya cukup besar bagi dunia usaha.

    Pada tahap awal, pihaknya akan menargetkan minuman manis dalam kemasan siap minum terlebih dahulu.

    “Pada tahapan pertama ditargetkan pada minuman siap konsumsi dulu, termasuk konsentrat dalam bentuk cair, serta minuman bubuk dengan kandungan GGL pada level C dan D,” jelas Taruna.

    “Kemudian kewajiban pencantuman nutri-level dikecualikan untuk formula bayi, karena kadang bayi membutuhkan lebih tinggi dari orang-orang dewasa, jadi formula lanjut untuk usia misalnya mengalami penyakit tertentu tentu kita tidak diwajibkan itu,” sambungnya.

    Kewajiban kebijakan Nutri-Level akan dibuat sejalan antara pangan olahan yang tetapkan oleh BPOM RI dengan pangan olahan siap saji yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

    Halaman 2 dari 2

    (avk/avk)