Surabaya (beritajatim.com) – Tim penyidik pidana khusus (pidsus) Kejati Jatim menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk menghitung kerugain negara dalam penyidikan kasus di PT Industri Kereta Api (INKA).
Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, Saiful Bahri Siregar, SH., MH mengatakan, nilai kerugian negara itu akan didapat setelah penghitungan dari BPKP keluar. Akan tetapi dari rangkaian hasil penyidikan, pihaknya menemukan ada beberapa uang yang keluar tidak sesuai dengan keperuntukannya sekitar Rp20 sampai 28 miliar.
“ Tapi hal itu tetap harus menunggu penghitungan dari BPKP apakah itu sesuai dengan kerugian negara,” ujarnya, Senin (22/7/2024).
Kasus ini berawal ketika PT INKA (Persero) dan afiliasinya berencana untuk mengerjakan Engineering Procurement and Construction (EPC) proyek transportasi dan prasarana kereta api di Democratic Republic of Congo (DRC) pada tahun 2020.
Proyek tersebut difasilitasi oleh sebuah perusahaan asing. Pihak perusahaan asing itu menyampaikan segala kebutuhan untuk menunjang pengerjaan proyek transportasi dan prasarana kereta api di Republik Kongo tersebut berjalan lancar.
Untuk kepentingan itu, PT IMST yang menjadi afisilasi PT INKA bersama TSG Utama kemudian membentuk perusahaan secara patungan bernama JV TSG Infrastructure untuk memproduksi energi listrik. Kepada perusahaan itu, PT INKA diduga kuat mengucurkan dana talangan tanpa jaminan.
Nah, proses pemberian dana talangan itulah yang diduga kuat oleh penyidik Kejati Jatim melanggar hukum. Dia menambahkan, penyidik sudah meminta BPKP untuk menghitung kerugian negara. Sebanyak 18 saksi juga sudah diperiksa, baik dari PT INKA dan afiliasinya, TSG Infrastruktur, dan pihak lainnya. [uci/kun]









